Pengaruh Filter Pasif Double Tuned Pada Motor Induksi 3 Phasa

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Motor Induksi Tiga Phasa
Secara umum, motor 3 fasa memiliki dua bagian pokok, yakni stator dan
rotor. Bagian tersebut dipisahkan oleh celah udara yang sempit atau yang biasa
disebut dengan air gap. Jarak antara stator dan rotor yang terpisah oleh air gap
sekitar 0,4 milimeter sampai 4 milimeter[1].
Terdapat dua tipe motor 3 fasa jika dilihat dari lilitan pada rotornya, yakni
rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel-cage rotor). Motor 3
fasa rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang lilitan rotor dan
statornya terbuat dari bahan yang sama.

Gambar 2.1 Motor induksi tiga phasa
Sedangkan motor 3 fasa rotor sangkar tupai (squirrel-cage rotor) adalah tipe motor
induksi yang konstruksi rotornya tersusun dari beberapa batangan logam yang
dimasukkan melewati slot-slot yang ada pada rotor motor, kemudian pada setiap

5
Universitas Sumatera Utara

bagiannya disatukan oleh cincin. Akibat dari penyatuan tersebut, terjadi hubungan

singkat antara batangan logam dengan batangan logam yang lainnya.[5]
Prinsip kerja dari motor listrik 3 fasa ini sebenarnya sangat sederhana. Bila
sumber tegangan 3 fase dialirkan pada kumparan stator, maka akan timbul medan
putar dengan kecepatan tertentu. Besarnya kecepatan tersebut dapat diukur
menggunakan sebuah rumus sebagai berikut:

ns =



............(2.1)

Dimana :
ns = Kecepatan medan putar stator
f

= Frekuensi sistem

P = Kutub Motor
Perlu diketahui bahwa medan putar stator akan memotong batang konduktor

yang ada pada rotor, sehingga pada batang konduktor dari rotor akan muncul GGL
induksi. GGL akan menghasilkan arus (I) serta gaya (F) pada rotor. Agar GGL
induksi timbul, diperlukan perbedaan antara kecepatan medan putar yang ada pada
stator (ns) dengan kecepatan berputar yang ada pada rotor (nr).
Perbedaan kecepatan antara stator dan rotor disebut slip (s) yang dapat
dinyatakan dengan rumus s= (ns - nr) / ns. Apabila nr = ns, maka GGL induksi tidak
akan timbul, dan arus tidak akan mengalir pada batang konduktor (rotor), dengan
demikian tidak dihasilkan kopel. Berdasarkan cara kerja tersebut, motor 3 fasa juga
dapat disebut sebagai motor tak serempak atau motor asinkron.[1]

6
Universitas Sumatera Utara

Pada motor induksi besar torsi sangat dipengaruhi resistansi maupun
impedansi pada rotor , hal ini dapat dilihat dari persamaan berikut:

Pout =

�.


Pin =

�.

T =

.

�.

.
.


2.2 Harmonisa

............(2.2)

=


=

� .�

. �.

............(2.3)
.

� .

............(2.4)

Harmonisa adalah suatu gelombang sinusoidal tegangan atau arus yang
berfrekuensi tinggi dimana frekuensinya merupakan kelipatan di luar bilangan satu
terhadap frekuensi fundamental (Frekuensi 50 Hz). Nilai frekuensi dari gelombang
harmonisa yang terbentuk merupakan hasil kali antara frekuensi fundamental dan
bilangan

harmonisanya. Bentuk gelombang yang terdistorsi merupakan


penjumlahan dari gelombang fundamental dan gelombang harmonisa pada
frekuensi kelipatannya. Makin banyak gelombang harmonisa yang diikutsertakan
pada gelombang fundamentalnya, maka gelombang semakin akan mendekati
gelombang persegi atau gelombang akan berbentuk non sinusoidal. Jika frekuensi
fundamental suatu sistem tenaga listrik adalah f 0 (50 Hz) maka frekuensi harmonisa
orde ke n adalah n.f0
Harmonisa yang mendistorsi gelombang sinus fundamental dapat terdiri dari
beberapa komponen harmonisa, yaitu misalnya harmonisa ke-1, ke-2, ke-3, dan
seterusnya. Harmonisa ke-3 artinya harmonisa yang mempunyai frekuensi tiga kali
dari frekuensi fundamentalnya. Jadi, bila frekuensi fundamental 50 Hz, maka

7
Universitas Sumatera Utara

frekuensi harmonisa ke-3 mempunyai frekuensi 150 Hz atau dapat dituliskan
dengan persamaan:
fn = n x f 0

............(2.5)


Dimana : n adalah bilangan bulat positif
f0 adalah frekuensi fundamental

Jika gelombang tegangan fundamental dijumlahkan dengan harmonisa ke -3
akan diperoleh bentuk gelombang tegangan sinusoidal, seperti ditunjukkan pada
gambar di bawah ini

Gambar 2.2 Gelombang tegangan fundamental, harmonisa ke-3, dan hasil
penjumlahannya

Karakteristik Harmonisa dapat direpresentasikan dengan deret fourier yang dapat
dinyatakan dalam bentuk:
F(t) = α0 + ∑∞= � cos � +



.............(2.6)

8

Universitas Sumatera Utara

Deret Fourier dapat diaplikasikan untuk persamaan tegangan dan arus harmonisa
sebagai berikut:
v(t) = V0 + ∑∞= √

i(t) = I0 + ∑∞= √

sin �0t +� n)

sin �0t +� n)

............(2.7)
............(2.8)

Bagian DC (V0 dan I0) biasanya diabaikan untuk menyederhanakan perhitungan,
sedangkan Vn dan In adalah nialai RMS untuk harmonisa orde ke-n pada masingmasing tegangan dan arus.
2.3 Batasan Harmonisa
Standar IEEE 519-1992 menyediakan petunjuk untuk level tegangan
terdistorsi harmonisa yang diperbolehkan pada sistem. Tabel 2.1 menunjukkan

standar IEEE 519-1992.
Tabel 2.1 Harmonic Voltage Distortion Limits in Percent of Nominal Fundamental
Frequency Voltage
Bus voltage at

Individual harmonic

Total voltage

PCC, Vn (kV)

voltage distortion(%)

Distortion, THDVn (%)

Vn ≤ 69

3.0

5.0


69 < Vn ≤ 161

1.5

2.5

Vn > 161

1.0

1.5

Standar IEEE 519-1992 juga menyediakan petunjuk untuk level arus terdistorsi
harmonisa yang diperbolehkan pada sistem. Tabel 2.2 menunjukkan standar IEEE
519-1992.

9
Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Harmonic Current Distortion Limits (Ih) in percent of IL
Vn≤69kV
11≤h