Paper International Conference on Literature UNY 2Logika Hati dalam Sastra Rhoma FIS UNY

Logika Hati dalam Sastra “Kiri” Indonesia (1950-1965) 1
Rhoma Dw i Aria Yuliant ri, M . Pd
St af Pengajar Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakult as Ilmu Sosial, Universit as Negeri Yogyakart a
Email: ariayuliant ri@uny.a.id
Abstrak

Penelit ian hit oris ini mencoba melihat perkembangan sast ra “ kiri” yang
berkembang di Indonesia pada t ahun 1950-1965. Penelit ian ini sangat pent ing
karena memahami sast ra “ kiri” yang berkembang di Indonesia pada t ahun 19501965 t idak saja hanya melihat perkembangan karya sast ra, namum membuka
jalan melihat polit ik, budaya, dan proses pembent ukan ident it as menjadi sebuah
bangsa bernama Indonesia. Lepas dari salah benar ideologi “ kiri” t ersebut
namun penelit ian ini menjadi pent ing unt uk menambah kekayaan w acana,
refleksi sejarah khususnya sejarah sast ra yang pernah ada yang dapat
membukakan pint u unt uk mengenal zaman pada masa it u.
Naiknya sast ra “ kiri” ke panggung kebudayaan Indonesia menjadi unik dan
pent ing unt uk dikaji dalam rangka pembent ukan sebuah ident it as kebudayaan
Indonesia. Pert ayaan yang muncul adalah bagaim ana perkembangan sast ra “ kiri”
Bagaimana pengaruhnya t erhadap perkembangan sast ra Indonesia? Bagaimana
penggaruh t okoh/ polit ikus part ai kiri (Part ai Komunis Indonesia) dalam
perkembangan sast ra “ kiri? Pert anyaan-pert anyaan t ersebut yang akan dibahas

dalam art ikel ini.
Dat a yang berhasil saya cat at di Riset ini bersandar pada sumber ut ama surat
kabar Harian Rakjat (HR) karena dari dat a yang saya cat at sepanjang hari, sekira
t ahun 1961, cerpen-cerpen maupun puisi-puisi
sat raw an LEKRA maupun
sat raw an yang sat u ideologi selalu di muat di HR. Selain it u penulis juga
menggunakan sumber pendukung sepert i, w aw ancara dengan sat raw an LEKRA.
Penggunaan sumber t ersebut t ent u berpengaruh dalam hasil penelit ian, yait u
sast ra kiri menjadi “ nam pak” besar dalam perkembangan dan penggaruhnya.
Pada fase inilah seni budaya Indonesia dipandang sebagai produk proses polit ik.
Polit ikus sekaligus t okoh int i Part ai Kom unis Indonesia, dan pendiri LEKRA, Njot o
adalah salah sat u sosok yang memberikan penggaruh yang besar bagi
perkembangan sast ra kiri saat it u. Ia merupakan “ penghubung” ant ara sast ra,
“ polit ik” saat it u.
Pengantar
1

Riset ini adalah bagian dari riset yang didukung oleh KITLV (Royal Nederlands Institute of

Southeast Asia and Caribbbean Studies) Leiden.


Definisi “ kiri” dalam polit ik adalah definisi yang kabur karena pada set iap
2

masa, t empat , dan kondisi t ert ent u “ kiri” bisa bermakna berbeda-beda. Pada
kont eks Indonesia, “ kiri” yang dimaksud seringkali mengacu pada oposan
pemerint ah. Pada masa Kolonial Belanda, kelompok “ kiri” yang dimaksud adalah
kaum oposisi bagi pemerint ah Hindia Belanda, baik it u kelompok agama,
nasionalis, sosialis, maupun komunis. Pada masa Soekarno yang dianggap
kelompok oposan adalah kaum imperialis dan ant i nasakom. Sedangkan pada
masa orde baru yang dianggap kiri adalah kelom pok “ komunis” .
Seorang ahli polit ik Klaus Von Beyme mengurut kan kelompok polit ik dar i
kiri ke kanan, menurut nya posisi sebelah kiri adalah kelompok komunis, sosialis.
Parni Hadi dalam buku Prahara Kebudayaan, menyat akan bahw a Lekra sebagai
3

pendukung realisme sosialis, sebagai kelompok kiri. M aka, “ kiri” dalam art ikel ini
yang dimaksud adalah seseorang/ sekelompok yang seideologi/ sat u rumpun
dengan sosialisme at au komunisme. Pada art ikel ini, mengkhususkan karya sast ra
yang seideologi dengan aliran t ersebut adalah karya sast ra sast raw an/ seniman

Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat ).
Pada era Soekarno yang diaw ali dengan diajukannya gagasan mengenai
Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) sangat mempengaruhi seluruh akt ifit as
polit ik dan kebudayaan. Pada kont eks ini kedudukan Lekra yang seideologi
dengan Komunis set idaknya menjadi unsur pent ing dalam poros Nasakom.
Unsur pent ing lainnya

5

4

dalam poros Nasakom di bidang kebudayaan yang

2

M unculnya i stilah "kiri" dan "kanan" terjadi ketika Revolusi Perancis (1789) ketika
anggota Majelis dibagi menjadi pendukung raja ke kanan presiden dan pendukung
revolusi di sebelah kirinya.
3


D.S. M oeljant o dan Taufiq Ism ail, Prahara Kebudayaan; Kilas Balik Ofensif Lekra dan PKI,
Bandung: M izan dan HU Republika, 1995, p. 11.
4
Tanpa berm aksud m engesampingkan kelom pok kebudayaan lain, pada kont eks ini unsur
pent ing lainnya dalam poros Nasakom di bidang kebudayaan yang dianggap m ew akili kelompok
agam a adalah kehadiran Lesbum i, dan LKN (PNI) dari kelompok Nasionalis.
5
Tanpa berm aksud m engesam pingkan lem baga-lem baga kebudayaan yang lain m isalya Lem baga
Senim an Budayaw an M uslim im Indonesia (Lesbum i/ NU), Him punan Kebudayaan Indonesia
Kat olik (LKIK/ Part ai Kat olik), Lem baga Seni Budaya Indonesia (Lesbi/ Part indo) dan lain-lain.

dianggap mew akili kelompok agama adalah kehadiran Lesbumi, dan LKN (PNI)
dari kelompok Nasionalis.
M asa demokrasi t erpimpin (1950-65) dipilih karena masa it u merupakan
masa-masa yang paling menarik. Pada saat it ulah proses ident it as kebudayaan
Indonesia t engah dibangun.
Kala it u cara membangun indent it as kebudayaan nasional sangat
beragam, namun yang paling menarik adalah media massa yang berafiliasi, at au
bersimpat i pada part ai polit ik t urut mempromosikan dan mempublikasikan karya
seni kebudayaan t ersebut . M edia massa yang berada digaris depan unt uk

mempublikasikan hasil karya-karya seniman-seniman Lekra adalah Harian Rakjat
(HR). Hal ini disebabkan karena HR diasuh oleh salah sat u pendiri Lekra yait u
6

Njot o sebagai kepala dew an redaksi. Selain HR, Bint ang Timur dan Zaman Baru

7

juga menjadi w adah bagi karya seniman-seniman Lekra. Pent ing dicat at dari
sekian banyak produksi naskah kreat if sast rawan Lekra sepert i, cerpen t idak
hanya dit uliskan t et api juga kemudian dicerit akan, naskah novel yang kemudian
dibacakan dengan hikmah. Naskah-naskah t ersebut dapat dit emui dalam edisi
Harian Rakjat

(HR). HR sebagai harian polit ik dan bukan koran kebudayaan

memang sangat t idak lazim memberikan t empat yang sederajat ant ara berit a
reguler dan cerpen.
Publikasi lew at media massa masing-masing lembaga kebudayaan it ulah
yang sering kali memunculkan perdebat an polit ik dalam ranah kebudayaan. Pada

pembahasan ini t idak akan memfokuskan pada polimik t ersebut , karena sudah
banyak diulas oleh banyak penelit i. Tulisan ini akan membahas khusus mengenai
Lekra, karya-karya, sert a salah sat u sosok yang memberikan penggaruh polit ik
dalam karya sast ra seniman Lekra.

6

Pram oedya Anant a Toer dan S Rukiah Kert aparti m engasuh lem bar kebudyaan Lent era di
Bintang Timur.
7
Tabloit seni-budaya yang t erbit setiap bulan dan dit erbit kan secara independen oleh Lekra.

Lestra W adah Sastrawan Lekra
Paska Revolusi Agustus 1945, Indonesia mencari identitas kebudayaan nasional.
Dalam perjalanannya muncul sebuah organisasi kebudayaan, LEKRA, dideklarasikan D.N.
8

Aidit, M .S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto pada 17 Agustus 1950. LEKRA dimaksudkan
untuk menghimpun dan memperkuat buhul kebudayaan nasional dan teguh mendukung
Revolusi. Sikap ini semakin jelas ketika Sekretaris Umum LEKRA Joebaar Ajoeb


9

menyampaikan laporan umum Pengurus Pusat organisasi ini dihadapan peserta Kongres
Nasional I LEKRA di Solo 1959:
LEKRA didirikan di tahun 1950 dari kesadaran tentang hakekat Revolusi Agustus
1945 dan tentang hubungannja antara Revolusi itu dengan kebudajaan. Bahw a
Revolusi itu besar sekali artinja bagi kebudajaan, dan bahw a sekaligus,
10

sebaliknja, kebudajaan besar sekali artinja bagi Revolusi Agustus.

M engenai sifat organisasinya, sejak aw al LEKRA sudah menegaskan diri sebagai
organisasi terbuka, dalam arti terbuka terhadap setiap aliran kesenian, dan terbuka
11

untuk bekerja sama dengan organisasi kebudayaan lain yang sealiran.
dalam M ukadimah LEKRA (1950).

8


Hal ini diperjelas

12

‘Laporan um um pengurus pusat LEKRA kepada Konggres Nasional ke I LEKRA’, Harian
Rakjat , 31-1-1959. Lihat lebih lanjut Keit h Foulcher 1986:20 yang m enyebut enam anggot a
Sekret ariat LEKRA pert am a: A.S. Dhart a, M .S. Ashar, Herm an Ardjuno, Henk Ngant ung, Njot o dan
Joebaar Ajoeb. A.S. (Adhi Sidhart a) Dhart a (1924-2007), penulis yang juga m enggunakan banyak
nam a sam aran t erm asuk Klara Akust ia and Jogasw ara, m enjabat Sekret aris Um um LEKRA yang
pert am a, sam pai 1959. Set elah coup 1965, ia dit ahan 1965-78. Njot o (1925-65), m usikus dan
penulis, diangkat m enjadi salah sat u dari lima anggot a Politbiro PKI pada t ahun 1951, t et api pada
t ahun 1964, “ dipecat” dari jabat annya sebagai Wakil Ket ua II CC PKI. Pada t ahun 1965 dia lenyap,
diperkirakan dibunuh. Pelukis Henk Ngant ung (1921-1991), m enjabat beberapa kedudukan di
LEKRA, juga Gubernur Jakarta pada t ahun 1964. Set elah perist iw a 1965, ia t idak dit ahan.
9
Joebaar Ajoeb lahir 1926 di Bukit Tinggi, Sum atera Barat , dan m eninggal dunia 1996 di
Bandung. Tahun 1959, ia diangkat oleh Presiden Soekarno m enjadi anggot a DPR-GR/ M PRS RI.
Berdasarkan hasil Pleno I LEKRA, 28 Januari 1959 di Solo, Jaw a Tengah, dia t erpilih m enjadi
sekret aris um um LEKRA. Sebelum t ahun 1959 Joebaar Ajoeb pernah m enjadi Anggot a Dew an

Pertimbangan Pem uda Depart em en Pendidikan dan Kebudayaan, Anggot a Dew an Penasihat
Siaran Radio Depart em en Penerangan Republik Indonesia, dan Anggota Dew an Film Departemen
Penerangan Republik. Sejauh ini saya belum m enem ukan w akt u dan t ahun yang pasti t ent ang
ket erlibat an Joebaar Ajoeb dalam lembaga-lem baga t ersebut . Set elah perist iw a 30 Sept em ber-1
Okt ober 1965, ia dit ahan t anpa proses hukum.
10
‘Laporan um um pengurus pusat LEKRA kepada Konggres Nasional ke I LEKRA’, Harian
Rakjat 31-1-1959.
11
Sabar Anant aguna (1929- ), salah sat u anggot a sekret ariat pusat LEKRA (hasil Kongres
Nasional 24-29 Januari 1959 Solo, Jaw a Tengah) menjelaskan sifat t erbuka organisasi LEKRA

LEKRA menempatkan rakyat sebagai akar penciptaan, seperti yang tercermin
dalam konsepsi kebudayaan rakyat 1950. M enurut M ukadimah LEKRA, ‘Perjuangan
Kebudayaan Rakyat adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Rakyat
13

umum’.

14


Secara keorganisasian, LEKRA mempunyai tujuh lembaga kreatif,

empat di

antaranya hasil bentukan pada bulan-bulan setelah Kongres LEKRA di Solo 1959, yaitu
Lembaga Sastera Indonesia, Lembaga Senirupa Indonesia, Lembaga Film Indonesia, dan
Lembaga Senidrama Indonesia. Ketiga lembaga kreatif lainnya, yaitu Lembaga M usik
Indonesia (LM I), Lembaga Senitari Indonesia, dan Lembaga Ilmu Indonesia, dibentuk
setelah sidang pleno LEKRA Agustus 1960.

15

Lembaga Sastra Indonesia (Lestra) didirikan sekira M aret-April 1959. Sebagai
ketua Bakri Siregar dan w akil ketua Pramoedya Ananta Toer. Lestra melakukan Konfrensi
Nasional di M edan dari tanggal 22 sampai 25 M aret 1963. Sidang Pleno dilaksanakan di
Palembang pada tanggal 23 Februari 1964. Sidang ini menjadi penting dicatat karena
salah satu keputusan dalam sidang adalah penggayangan aktivitas-aktivitas kebudayaan
yang bersebrangan, termasuk M anikebu. Dua bulan berselang, M anikebu dilarang oleh
presiden Soekarno.

Banyak hal yang dilakukan dan dipikirkan oleh anggota Lestra dalam proses
pencarian indetitas nasional yang sesuai dengan jalur yang dianut organisasi Lekra.
Diantaranya adalah tindakan-tindakan untuk mengubah “ pengajaran sastra” yang dinilai
oleh anggota Lestra berbau Neokolonialis dan M anikebu. Perubahan ini dilakukan
dengan mendukung departemen P.D. dan K untuk meritul buku-buku yang tidak sesuai
dengan semangat M anipol dan TAVIP. Selain itu Lestra mendesak agar pelajaran bahasa
(w aw ancara 4-9-2009). Tem an sekolah Njot o di Jem ber, Jaw a Tim ur, Anant aguna dit ahan set elah
perist iw a 1965, dan di pulau Buru 1970-78.
12
Foulcher, Keit h, Social commit ment in lit erat ure and t he arts; The Indonesian inst itut e of
people’s culture 1950-1965. Aust ralia: Sout heast Asian St udies, M onash Universit y, P. 212.
13
Ibid., P. 211.
14
Dalam Rhom a D. A. Yuliantri 2008:35-8 disebut kan bahw a LEKRA memiliki hanya 6
lembaga kreatif t anpa menyebut kan Lem baga Ilm u Indonesia. M engenai Lem baga Ilm u
Indonesia, saya belum m enem ukan inform asi lebih lanjut .
15
Tidak diket ahui past i kapan LM I ini didirikan t erpisah dari Lembaga Tari Indonesia.
Dalam Kongres I LEKRA di Solo t ahun 1959, lem baga it u disebut bersam aan dengan Lem baga Tari
sebagai ‘Lembaga M usik Indonesia dan Lem baga Tari Indonesia’. Lihat Laporan Kebudajaan
Rakjat II, dit erbit kan oleh bagian Penerbit an Lem baga Kebudajaan Rakjat , h. 165. LM I Djogja baru
didirikan kem udian pada 15 April 1963. Lihat ‘Laporan Kusni Sulang melaw an m usik ngak-ngikngok m engem bangkan m usik jang kerajat an’, Harian Rakjat 2-1-1964.

Indonesia dikembalikan dalam kelompok dasar susunan mata pelajaran. Beberapa
tindakan lain yang diambil untuk memperbaiki mata pelajaran sastra adalah: (1)
melancarkan kritik terus menerus akan bahaya laten M anikebu, (2) koordinasi antar
elemen gerakan yang serasas, (3) perluasan pendapat umum dan usaha menyeleksi
kembali kelayakan buku ajar, (4) memproduksi karya sebanyak-banyaknya karya yang
diluar Balai Pustaka, (5) menyusun buku utama sejarah sastra (modern) Indonesia yang
Indonesia-sentris. Selain dalam pendidikan sastra, lestra juga meletakan perhatian pada
satra anak. Sastra anak yang ideal menurut garis Lestra adalah satra anak yang mendidik
untuk memperteguh sikap anak, mudah dimengerti, sederhana, dan dibuat kompleks
sesuai dengan pertumbuhan anak-anak. Salah satu yang disorot dalam sastra anak
adalah membajirnya komik-komik terjemahan yang ceritanya dinilai kurang mendidik.
Selain itu kontak-kontak kesetiaw akaw an sastraw an sastraw an dunia terus
dijaga oleh para anggota Lestra dengan hadir dalam Konfrensi Sastraw an Asia pertama
diadakan di Republik Sosialis Uzbekistan pada 7 Oktober 1958, konfrensi ke dua
diadakan di M esir pada 13-20 November 1962, Konfrensi Sastraw an Asia Jepang (1958),
Konfrensi Sastraw an Berlin 1961, dan lainnya. Keikut sertaan anggota Lestra ini
membuktikan

bahw a sastraw an

Indonesia secara aktif

terlibat

dalam

kancah

kesusastraan dunia.
Selain itu yang menjadi salah satu fokus dari Lestra adalah semangat untuk
merevitalisasi sastra daerah. Sebagai contoh, melakukan revitalisasi dalam sastra Jaw a
dengan mencegah bahasa-bahasa untuk “ ngelmu klenik yang abstrak” , namun tidak
menghilangkan sastra asli yang biasa memakai bahasa simbolik, w angsalan, parikan,
bebasan, saloka, paribasan, sendon, sesindiran, rumpakan, dan sebagainya. Sastra
daerah diharapkan menjadi satra yang berpihak kepada rakyat baw ah bukan elitis.
Agar satraw an Lekra –dalam hal ini Lestra- terus meningkatkan dan bergiat
dalam berkarya, HR memiliki andil dengan memilih puisi, cerita bersambung, naskah
lakon, esai, cerita pendek dan naskah terjemahan terbaik disetiap akhir minggu. Selain
itu pergelaran malam puisi juga acapkali diadakan, sebagai contoh

digelarnya acara

M alam Puis II di Dew an kesenian Djakarta, tanpa membatasi penampil. Tidak hanya di
Jakarta acara-acara seperti ini juga digelar di daerah-daerah seperti, Yogyakarta,
Bandung, Palembang, dan sebagainya. Acara-acara seperti inilah yang menarik banyak
massa.

Garis M encipta Sastrawan Lekra

Rujukan bagi pekerja kreat if Lekra t ermasuk para sast raw an adalah 1-5-1
yang menempat kan “ Rakyat sebagai sat u-sat unya pencipt a kebudayaan” . “ Polit ik
adalah Panglima” dit empat kan sebagai asas dan basis dari lima kombinasi kerja;
(1) meluas dan meninggi. Kesenian dapat dimengert i masyarakat secara luas
t et api harus juga dipadukan dengan meninggi yang bert ujuan mendidik
masyarakat , (2) t inggi mut u ideologi dan t inggi mut u art ist ik. M ut u ideologi
dalam art i seni bert endensi yang berpihak pada rakyat namun art ist iknya juga
harus t inggi. (3) t radisi baik kekinian dan revolusioner. Bukan berart i mengelapngelap budaya “ kuno” t et api mengambil dari yang baik dari budaya t ersebut lalu
memadukan dengan yang kekinian bersifat ilm iah. (4) kreat ifit as individual dan
kearifan massa. Kreat ifit as individual adalah anugrah alam yang harus disyukuri,
t et api harus digunakan dengan kearifan massa. Kreat ifit as individu yang t idak
dihubungkan dengan kreat ifan sosial dan polit ik menjadi subjekt ifisme dalam
berkesenian. Subjekt ifisme berart i berkesenian t anpa memperdulikan orang lain.
(5) realisme sosial/ realisme revolusioner dan t urun ke baw ah. Realisme
memerlukan pengert ian umum dan khusus, yang meliput i fakt or-fakt or t ipikal
dan karakt erist ik. Turun ke baw ah bukan berart i t urisme, t et api benar-benar
menjadi bagian dari masyarakat .
Namun, sejauh riset yang t elah saya lakukan rujukan 1-5-1 bagi pekerja
kreat if Lekra hanya dit erapkan oleh beberapa orang dan t idak konsep t ersebut
t idak diambil secara “ unt uh” . M enurut Anant aguna (sast raw an Lerkra) realisme
sosial sendiri merupakan “ t eologi” yang dianjurkan namun penafsirannya
berbeda-beda.

16

Bahkan di t at aran anggot a Lekra paling baw ah (desa) konsep 1-

5-1 ini t idak dikenal at au dipahami.

16

Waw ancara dengan S. Anant aguna, 2009.

Karya bert endensi sejat inya merupakan hal biasa dalam karya sast ra. Jauh
sebelumnya pada masa Pujangga baru karya-karya sast ra juga bert endensi,
bahkan Chairil Anw ar juga memiliki t endensi dalam karyanya. Namun, yang
menjadi unik dalam karya Lekra t endes kadang-kadang diart ikan sebagai juru
bicara part ai PKI. Sebagai cont oh karya Kuslan Budiman, “ Ganyang Set an Pit u” ;

17

Bung Njot o t erus sesorah
Ganyang lint ah darat
Ganyang t uw ant anah
M usnahkan bangsane kabir
Sirnake pejabat jahat

Ing pedesaan akeh set an
Tukang ngijo-bandit kepruk
Keparat t engkulak jahat

Ayo konco ayo kadang
Set an pit u kit a ganyang
Ganyang, ganyang!
Ayo ganyang!
Revolusi mest i menang.
Selain puisi yang bert endensi, ada pula puisi karya sast raw an Lekra yang
menggunakan bahasa ungkap yang jauh dari puisi fam plet , sebut saja Agam
Wispi, Risakot t a, Kusni Sulang, dan Amarzan. Sebagai cont oh, karya Agam Wispi
“ Suara dari Piano” :
dent ang penghabisan t elah t inggal bersama kelam
rakyat pekerja t elah keluar dari debu dan api
dent ang penghabisan t elah membuka pint u malam
dengan persahabat an t ak bert epi yang mat ang bersama hari
17

Lih. Rhom a Dwi Aria dan M uhidin M . Dahlan, Gugur M erah, P. 434.

aduh-mak-oi manisnya pagi ini
sekaw an merpat i t erbang t inggi

Pint ubesar 30-9-58

Berdasarkan puisi yang saya himpun (sekira 300 puisi),

18

t ema-t ema yang

diambil dalam puisi sast raw an Lekra sangat luas dari soal part ai, solidarit as A-A,
nasi, buruh, Konfrensi M eja Bundar, t uan t anah, jendral-jendral, pemodal asing
dan lainnya, karena pada konsepnya puisi t idak boleh jauh dari realit as rakyat .
Namun yang jauh dari rakyat dan realit as sosial diyakini sebagai puisi hanya
dipaham i oleh seniman it u sendiri dan hanya dijadikan sebuah monumen.
Puisi-puisi seniman Lekra selain dibacakan juga diadopsi sebagai syair lagu.
Sebagai contoh dapat dipetik dari kisah komponis lagu bernama M ichael Karatem (192919

...).

Pada tahun 1964, ia mengaransemen lagu dari syair Putu Oka Sukanta yang

berjudul Dikaki-kaki Tangkuban Perahu , dengan memasukkan irama khas daerah
Sunda.

20

Puisi Njoto “ M erah Kesumba” , kemudian diarasemen oleh Amir Pasaribu

sebagai sebuah lagu.

Berdasarkan cerpen-cerpen karya sast raw an Lekra (sebanyak 100 cerpen)
yang t elah saya himpun,

21

secara umum cerpen-cerpen t ersebut berbasis

semangat revolusioner dan kerakyat an. Barangkali karena semangat “ polit ik
adalah panglima” , maka, banyak cerpen-cerpen menyerupai “ report ase” laporan
at as kondisi masyarakat sehingga karya t ersebut cenderung bergaya “ pamflet ” .
18

Lih. Rhom a Dwi Aria dan M uhidin Dahlan, Sehimpunan Puisi Lekra.
M ichael Karat em adalah m usisi yang banyak m encipt a lagu seperti Gugur ditanah
garapan , Pemuda njalakan api Revolusi dan m engarasem en lagu Bunga merah , Djangan djamah
Tukin , Ketaon dan lainnya.
20
Put u Oka Sukant a (1939- ) adalah sast rawan yang pernah bergabung dengan LEKRA. Ia
dit ahan pada bulan Okt ober 1965 sam pai 1976. Dalam riset ini saya m enem ukan partit ur lagu
Dikaki-kaki Tangkuban Perahu yang diaransemen oleh Karat em. Lagu ini sem pat m enjadi lagu
w ajib dalam perlom baan Bintang Radio, seriosa jenis barit on, pada t ahun 1967, pada saat
Karat em dan Put u Oka di penjara. Lagu Dikaki-kaki Tangkuban Perahu juga m erupakan cerm inan
kerjasam a ant ar penyair dan m usisi. Terim a kasih at as penguluran t angan Karat em , Tit ik dan Put u
Oka yang telah m em beri ket erangan t ent ang lagu Dikaki Tangkuban Perahu.
21
Lih. Rhom a Dw i Aria Yuliantri dan M uhidin M Dahlan, Laporan dari Baw ah; Sehimpunan Cerita
Pendek Lekra-Harian Rakjat 1950-65, Yogyakart a: M erakesum ba, 2008.
19

Tema-t emannya t ent u saja merespon t ent ang bahaya imperialisme, sert a
rekaman-rekaman at as perist iw a polit ik yang t engah t erjadi. Sesuai dengan
konsep pandangan 1-5-1 maka dalam karya-karya t ersebut hampir t idak ada
cerit a yang berbau t ahayul, hant u-hant uan, rasial, at au t ema-t ema “ abst rak”
yang jauh dari masyarakat .

PENUTUP

Sast ra kerakyat an menemukan masa keemasan pada saat demokrasi
t erpimpin di baw ah penggaruh LEKRA. Pada saat it u sast ra sepenuhnya
diarahkan pada pemihakan yang jelas baik pemihakan pada rakyat yang t ert indas
maupun pemihakan secara polit ik. Part ai polit ik (Part ai Komunis Indonesia) juga
memberikan andil yang besar dalam perkembangan sast ra kiri saat it u dengan
memberikan ruang yang luas bagi seniman-seniman seideologi unt uk menulis
cerpen di halaman HR.
Sast ra “ kiri” mem iliki pandangan bahw a sast ra adalah ket erw akilan dari
suara kelas, berbicara t ent ang realit as dan suara at as keadaan rakyat . Baginya
sast ra adalah bagian dari polit ik yang t idak t erpisahkan. Seniman harus
menget ahui unt uk siapa karya it u dit ujukan.
Ket erlibat an t okoh polit ik sepert i Njot o, dalam bidang kebudayaan
(t ermasuk sast ra) membuat w arna kesusast raan Indonesia kian berw arna. Lepas
dari benar salahnya ideologi yang mereka anut , it ulah w arna sast ra yang pernah
hadir dan mew arnai sejarah sast ra Indonesia. Kini, sast raw an anggot a Lekra dan
simpat isannya di pojok-pojok dunia masih mengangsur hidup di bat as senja,
t et ap berkarya dan menambah keragaman sast ra Indonesia kini. M enuju proses
pembent ukan jat i diri sast ra nasional Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

D.S. M oeljanto dan Taufiq Ismail, Prahara Kebudayaan; Kilas Balik Ofensif Lekra dan PKI,
Bandung: M izan dan HU Republika, 1995.
Foulcher, Keith, Social commit ment in lit erat ure and t he art s; The Indonesian inst it ut e of
people’s cult ure 1950-1965. Australia: Southeast Asian Studies, M onash
University, 1986.
Rhoma D. A. Yuliantri dan M uhidin M . Dahlan, Lekra Tidak M embakar Buku; Suara
Senyap
Lembar
Kebudyaan
Harian
Rakjat
1950-1965, Yogyakarta:
M erakesumba, 2008.
, Gugur M erah; Sehimpunan Pusisi Lekra 1950-1965, Yogyakarta: M erakesumba,
2008.
, Laporan dari Bawah; Sehimpunan Cerit a Pendek Lekra-Harian Rakjat 1950-65,
Yogyakarta: M erakesumba, 2008.
S. M argana, Pujangga dalam Bayang-bayang Kolonial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004.

Surat Kabar

Iramani, ‘Pelukis Rakjat” , Harian Rakjat 14 Agustus 1954.
‘Laporan umum pengurus pusat LEKRA kepada Konggres Nasional ke I LEKRA’, Harian
Rakjat 31-1-1959.
‘Laporan Kusni Sulang melaw an musik ngak-ngik-ngok mengembangkan musik jang
kerajatan’, Harian Rakjat 2-1-1964.

Njoto didepan Konfer nas I LEKRA: Kesusastr aan r evolusioner dan ger akan
r evolusioner , HR. 13 Apr il 1963.
Njoto. “Njoto; Galang per satu2an semua sater aw an patr iotik”. HR. 6 Apr il 1963.
Njoto. “Njoto; Galang per satu2an semua sater aw an patr iotik”. HR. 6 Apr il 1963. P. IV.
A.S. Dhar ta. “Ukur an Bagi Kr itik Sastr a Indonesia Dew asa Ini” . Zaman Bar u. No. 3
bulan Djuni 1950.
Njoto, “10 Tahun Lekr a: Per satuan Tenaga2 Kebudajaan Patr iotik dan Demokr atik”,
Zaman Bar u, No. 18-19 1960, Nomor Pleno Agustus.

W awancara

Waw ancara dengan S. Anantaguna, 2009.
Waw ancara dengan

M ichael Karatem 2010.