FORDA - Jurnal

CADANGAN KARBON HUTAN LINDUNG LONG KETROK
DI KABUPATEN MALINAU, KALIMANTAN TIMUR
UNTUK MENDUKUNG MEKANISME REDD+
(Carbon Stocks of Protection Forest in Malinau District, East
Kalimantan to Support REDD+ Mechanism)
1

Yonky Indrajaya
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201, email: [email protected]
1

Diterima 22 Januari 2013, direvisi 25 April 2013, disetujui 2 Mei 2013
ABSTRACT

Conservation on protection forests through REDD+ mechanism is one of the potential activities that can reduce global emission.
Preserving protection forest from deforestation and forest degradation can prevent forests to emit carbon dioxide. Information on carbon
stocks in virgin forest is important for baseline and to know its potential sequestration. This paper aims to discern the potency of carbon
stocks in biomass of Long Ketrok protection forest managed by Setulang community, located in Malinau East Kalimantan. The method
used in this research is non-destructive using allometric equations developed in tropical forests. Result of this study showed that carbon
stored in biomass of Long Ketrok protection forest is 304 ton/ha, consisting of C stored in aboveground biomass (255 ton/ha), root

biomass (42 ton/ha), and necromass (7 ton/ha). The proportion of stem, branch, root, and leaf carbon biomass are: 70.7%, 14.6%,
14.1% and 0.6% respectively.
Keywords: Biomass, carbon, protection forest
ABSTRAK

Kegiatan konservasi hutan lindung (HL) melalui mekanisme REDD+ merupakan salah satu kegiatan yang
sangat potensial untuk dapat menurunkan emisi global. Menjaga HL dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan
dapat mencegah hutan untuk mengemisi karbondioksida. Informasi tentang jumlah cadangan karbon hutan lindung
yang belum terganggu (hutan perawan) penting sebagai base line dan untuk mengetahui potensi penyerapannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi cadangan karbon yang tersimpan dalam biomassa tegakan hutan
lindung Long Ketrok, yaitu hutan lindung yang dikelola oleh masyarakat desa Setulang, Kabupaten Malinau, Provinsi
Kalimantan Timur. Metode perhitungan cadangan karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode nondestructive dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibangun di hutan tropis. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam hutan lindung Long Ketrok adalah 304 ton/ha yang terdiri dari
karbon tersimpan dalam biomassa di atas permukaan tanah sebesar 255 ton/ha, biomassa akan sebesar 42 ton/ha,
dan nekromassa sebesar 7 ton/ha. Proporsi batang, cabang, akar, dan daun dalam biomassa karbon berturut-turut
sebesar 70,7%, 14,6%, 14,1% dan 0,6%.
Kata kunci: Biomassa, karbon, hutan lindung

I. PENDAHULUAN
Pemanasan global telah terjadi yang diindikasikan oleh peningkatan suhu udara rata-rata

selama 30 tahun terakhir (IPCC, 2007). Pemanasan
global menyebabkan terjadinya perubahan iklim,
antara lain dengan meningkatnya frekuensi maupun
intensitas terjadinya cuaca ekstrim seperti badai
tropis, El-Nino La-Nia, perubahan pola hujan,
perubahan pola angin, perubahan salinitas air laut
dan lain-lain. Selain itu, perubahan iklim dapat pula

berdampak pada perubahan masa reproduksi
hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran
populasi, frekuensi serangan hama dan penyakit,
serta berbagai perubahan pada ekosistem di daerah
lintang yang tinggi dan ekosistem pantai (IPCC,
2007).
Pemanasan global dipicu oleh peningkatan
konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti COX,
NOX, SOX, dll yang bersumber dari proses alami
dan kegiatan manusia. Kontribusi kegiatan
manusia dalam peningkatan emisi global telah


Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

99

menjadi perhatian dunia dan telah dibicarakan
dalam pertemuan-pertemuan internasional.
Negara-negara di dunia telah berkomitmen untuk
mengurangi konsentrasi GRK di atmosfer yang
dituangkan dalam kesepakatan dalam konferensi
para pihak (CoP/Conference of Parties) seperti
misalnya Protokol Kyoto.
Tingkat emisi Indonesia menurut data tahun
2000 berada pada peringkat 15 dunia apabila tidak
memperhitungkan emisi akibat perubahan
penggunaan lahan dan kehutanan/Land Use, Land
Use Change and Forestry (LULUCF), dengan tingkat
emisi sebesar 503 Mt Co2 (Baumert et al., 2005).
Apabila emisi dari kegiatan perubahan penggunaan
lahan dan kehutanan dimasukkan dalam
perhitungan, maka Indonesia berada pada peringkat

ke-3 dunia dengan emisi dari sektor LULUCF
sebesar > 2.500 Mt CO2 (Baumert et al., 2005). Oleh
karena itu, Indonesia telah berkomitmen untuk
mengurangi laju emisinya sebesar 26% secara
sukarela dan sebesar 41% dengan bantuan asing
hingga tahun 2020 (Perpres 61/2011) dengan
sektor kehutanan sebagai kontributor tertinggi
dalam penurunan tersebut.
Laju pengurangan emisi dari penurunan tingkat
deforestasi dan degradasi hutan dikenal dengan
REDD (Reducing Emissions from Deforestation and forest
Degradation) yang pertama kali diperkenalkan pada
CoP ke 13 di Bali pada tahun 2007. Pada tahun 2010,
pada CoP ke 16 di Cancun, kegiatan lain yang diakui
sebagai langkah pengurangan emisi sektor
kehutanan adalah peningkatan karbon stok hutan,
konservasi hutan, dan pengelolaan hutan lestari.
Tambahan kegiatan ini memberikan tambahan
tanda ”+” pada REDD menjadi REDD+.
Komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi

telah tertuang dalam Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK)
melaui Perpres No 61 Tahun 2011. Sektor
kehutanan akan berkontribusi dalam penurunan
emisi GRK sebesar 0,672 Giga ton (skenario 26%)
atau 1,039 Giga ton (skenario 41%).
Hutan lindung yang merupakan kawasan hutan
yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan
perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah
(Kepres 32/1990) juga mendapatkan perhatian
dalam RAN GRK, di mana deforestasi dan
degradasi hutan juga terjadi di kawasan hutan

100

lindung (Harris et al., 2008). Oleh karenanya,
menjaga hutan lindung dari perambahan dan
degradasi berperan dalam mengurangi emisi

karbon (HL bebas emisi). Rencana aksi yang terkait
dengan hutan lindung adalah pengembangan
pemanfaatan jasa lingkungan dan pengembangan
kawasan konservasi, ekosistem esensial dan
pembinaan hutan lindung (Perpres 61/2011).
Target penurunan emisi dari pengurangan
perambahan hutan konservasi dan hutan lindung
di 12 propinsi prioritas termasuk Kaltim dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun (2010 - 2014) adalah
sebesar 49,77 juta ton.
Penelitian yang dilakukan oleh Harris et al.
(2008) menyebutkan bahwa laju deforestsi di
Kalimantan Timur di kawasan yang dilindungi
adalah 230.720 ha dengan potensi emisi sebesar
305 juta ton CO2 dari tahun 2003 hingga 2013
dengan asumsi laju deforestasi tetap sama tanpa
ada tindakan pengurangan. Tingkat emisi yang
terjadi per tahun rata-rata adalah sebesar 30 juta ton
CO 2 . Apabila dibandingkan dengan target
penurunan emisi yang kurang lebih sebesar 50 juta

ton CO2, provinsi Kaltim memiliki kontribusi yang
cukup besar dalam target penurunan emisi ini.
Untuk mengetahui tingkat emisi GRK dari
perubahan penggunaan lahan yang terjadi
diperlukan informasi tentang faktor emisi (yaitu
nilai rata-rata emisi karbondioksida/CO2 yang
terjadi akibat perubahan penggunaan lahan) dan
data aktivitas (luas perubahan yang terjadi). Tulisan
ini bertujuan untuk mengetahui potensi cadangan
karbon yang tersimpan dalam biomassa tegakan
hutan lindung Long Ketrok di Kalimantan Timur
untuk mengisi gap informasi terkait dengan faktor
emisi GRK dari sektor kehutanan, terutama hutan
lindung. Hutan Lindung Long Ketrok merupakan
salah satu hutan lindung yang sebagian wilayahnya
dikelola oleh masyarakat adat Desa Setulang, yang
hingga saat ini berupaya untuk memperoleh
manfaat hutannya dari jasa lingkungan (Wunder et
al., 2008).
II. METODE PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Iklim di lokasi penelitian termasuk dalam tipe A
menurut klasifikasi Schmidt and Ferguson (1951),
dengan bulan basah lebih dari 9 (sembilan) bulan

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 2 Juni 2013, Hal. 99 - 109

yang terjadi antara bulan April - Desember, dan
bulan kering selama kurang dari 2 (dua) bulan
(Samsoedin et al., 2009). Rata-rata curah hujan
adalah sebesar 3.828 mm/ tahun dengan suhu
o
o
tertinggi sebesar 34 C dan terendah sebesar 23,5 C,
dengan kelembaban udara berkisar antara 75-98%
(Samsoedin et al., 2009).
Formasi geologi di lokasi penelitian termasuk
dalam formasi batuan pegunungan, methamorfic dan
sediment (Machfudh, 2002). Jenis tanah di lokasi
penelitian termasuk dalam alluvial gleik, gleisol

eutrik dan podsolik ortoksik (Machfudh, 2002).
Ketinggian tempat di lokasi penelitian berkisar
antara 150-500 m dpl. (Sidiyasa et al., 2006).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di hutan lindung (HL)
Long Ketrok, yang sebagian wilayahnya
merupakan hutan adat Desa Setulang, Kabupaten
Malinau, Provinsi Kalimantan Timur. Di hutan
lindung Long Ketrok yang juga merupakan wilayah
Hutan Desa Setulang, masih terdapat pohonpohon yang berukuran sangat besar (diameter >
200 cm). Masyarakat Desa Setulang beranggapan
bahwa menjaga hutan akan memberikan dampak
yang menguntungkan bagi masyarakat yaitu dapat
mencegah banjir, menjaga kualitas air dan menjaga
kesuburan tanah desa karena posisi desa yang
berada di hilir sungai dan hutan adat berada di hulu

Gambar 1. Lokasi hutan lindung Long Ketrok, Kab. Malinau, Prov. Kalimantan
Timur

Figure 1. Long Ketrok Protection Forest, Malinau, East Kalimantan

Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

101

(Sidiyasa et al., 2006). Kepedulian masyarakat yang
amat tinggi terhadap lingkungan telah menarik
perhatian para peneliti baik di Indonesia maupun
dari luar negeri untuk meneliti hubungan
masyarakat dengan hutan.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan
November - Desember 2010. Lokasi HL Long
Ketrok disajikan dalam Gambar 1.
C. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari petak ukur berukuran 20
x 20 meter sebanyak 114 buah atau kurang lebih
4,56 ha. Penentuan lokasi sampel dilakukan
berdasarkan informasi awal dari nilai indeks
vegetasi (NDVI) yang telah dilakukan sebelumnya.

Titik sampel yang telah ditentukan kemudian
diklarifikasi dengan penduduk Desa Setulang di
mana lokasi hutan yang tidak terganggu oleh
masyarakat. Jumlah plot yang dibuat adalah
sebanyak 114 buah. Semua pohon dengan ukuran
diameter ≥ 10 cm diukur kelilingnya dan
diidentifikasi jenisnya. Pohon dengan diameter
kurang dari 10 cm tidak dihitung dalam penelitian
ini. Selain itu, nekromassa atau biomassa mati
seperti pohon yang rebah dan pohon yang mati
berdiri juga diukur keliling dan panjangnya. Dalam
penelitian ini tidak tidak dihitung karbon yang
tersimpan di dalam seresah dan tanah.
D. Metode Pengukuran Kandungan Karbon
Biomassa
Lokasi penelitian ini berada di tanah mineral.
Cadangan karbon tanah mineral relatif tetap (IPCC,
2006), maka perhitungan cadangan karbon hutan
hanya dilakukan pada biomassa di atas tanah (Above
Ground Biomass/AGB) dan biomassa di bawah
permukaan tanah (Below Ground Biomass). Estimasi
biomassa pohon banyak dilakukan dengan
persamaan allometrik, yaitu menduga berat seluruh
pohon berdasarkan salah satu ukuran dimensi
pohon (misalnya diameter pohon). Beberapa
persamaan allometrik telah dikembangkan dan
digunakan dalam menghitung biomassa pohon
dalam tegakan hutan alam Dipterokarpa (Yamakura
et al., 1986; Brown, 1997; Chave et al., 2005; Basuki et
al., 2009).
Perhitungan biomassa pohon di atas tanah
(AGB) dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengikuti persamaan yang dibuat oleh Yamakura et

102

al. (1986) yang telah melakukan penelitian di hutan
tropis Kalimantan Timur. Pendekatan yang diambil
dalam menghitung biomassa pohon di atas
permukaan tanah adalah dengan membagi pohon
ke dalam beberapa fraksi, yaitu: batang, cabang,
dan daun. Tinggi pohon diestimasi dari hubungan
antara diameter pohon D (dalam centimeter)
dengan tinggi H (dalam meter) mengikuti
persamaan yang dibuat oleh Ogawa dan Kira
(1977) dalam Yamakura et al. (1986), yaitu:
(1)
Di mana D 4,5 cm. Tinggi hasil estimasi dari
persamaan (1) dan nilai pengukuran diameter
pohon selanjutnya dipergunakan untuk
mengestimasi berat kering batang wS (dalam
kilogram) dengan persamaan:
(2)
Selanjutnya, berat kering batang wS hasil estimasi
dari persamaan (2) dipergunakan untuk
mengestimasi berat kering cabang wB (dalam
kilogram) dengan persamaan:
(3)
Berat kering batang dan cabang hasil estimasi dari
persamaan (2) dan (3) dipergunakan secara
bersama-sama dalam mengestimasi berat kering
daun wL (dalam kilogram) mengikuti persamaan:
(4)
Sebagai pembanding, persamaan allometrik dalam
persamaan 5 yang dibuat oleh Chave et al. (2005)
dan persamaan 6 yang dibuat oleh Brown (1997)
juga digunakan:
(5)

(6)
Karena perhitungan biomassa akar sulit dilakukan,
maka biomassa akar diestimasi mengikuti
persamaan yang dibuat oleh Cairns et al. (1997),
yaitu:
(7)
Setelah mengetahui berat kering tiap fraksi pohon,
cadangan karbon dalam biomassa diasumsikan
sebanyak 0,5 dari total berat kering tiap fraksi.
(8)

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 2 Juni 2013, Hal. 99 - 109

Nekromass (biomassa mati) dihitung dengan
menggunakan persamaan dari Hairiah et al. (2011),
yaitu:
(9)
Dimana N merupakan berat kering nekromass
(dalam kg), D adalah diameter, H adalah panjang
nekromass, dan adalah berat jenis (rata-rata berat
3
jenis pada penelitian ini adalah 0,68 g/cm ).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Tegakan dan Komposisi Jenis
hutan lindung Long Ketrok
Berdasarkan pengukuran pada 114 petak ukur,
struktur tegakan HL Long Ketrok mengikuti
bentuk J terbalik yaitu jumlah individu pohon pada
kelas diameter terkecil adalah terbanyak dan
semakin berkurang dengan bertambahnya kelas
diameter pohon. Struktur seperti ini menunjukkan
hutan dalam keadaan normal, seperti disajikan
dalam Gambar 2.
Komposisi jenis tegakan di hutan Malinau telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti misalnya
Sidiyasa et al. (2006) dan Sheil et al. (2010). Penelitian
ini mengikuti jalur yang telah dibuat oleh CIFOR
dan komposisi jenis di HL Long Ketrok telah
dilaporkan oleh Sidiyasa et al. (2006). Beberapa
jenis pohon yang ada di HL Long Ketrok antara
lain: Meranti Merah (Shorea sp.), Meranti Putih

(Shorea sp.), Majau (Shorea johorensis), Ulin
(Eusideroxylon zwageri), Tengkawang (terutama
Shorea macrophylla dan S. beccariana), Kajen Ase
(Medhuca spectabilis), Keruing (Dipterocarpus sp.),
Darah-darah (Myristica sp.), Kapur (Dyobalanops
aromatica), dan Meranti Kuning (Shorea sp.). Jenis
Meranti Merah dan Meranti Putih mendominasi
komposisi tegakan di HL Long Ketrok dengan
INP berturut-turut sebesar 20,47% dan 20,45%
(Sidiyasa et al., 2006).
Penelitian lain di hutan alam di Malinau
menyebutkan bahwa suku Dipterocarpaceae
mendominasi baik pada jumlah pohon maupun
kerapatan bidang dasarnya. Beberapa jenis pohon
dari suku Dipterocarpaceae diantaranya adalah
Anisoptera grossivenia, Dipterocarpus lowii, D. stellatus,
Shorea spp. (S. agami, S. atrinervosa, S. brunnescens, S.
exelliptica, S. macroptera, S. maxwelliana, S. ochracea, S.
parvifolia, S. pauciflora, S. pinanga, S. rubra, S.
venulosa), dan Vatica spp. (V. albiramis, V. granulata,
V. Umbonata) berkontribusi terhadap lebih dari
50% kerapatan bidang dasar total (Sheil et al., 2010).
Sementara itu, penelitian yang dilakukan di hutan
alam di Berau juga menemukan bahwa kontribusi
suku Dipterocarpaceae terhadap kerapatan bidang
dasar total adalah sebesar 48% (Sist and Saridan,
1999).
Beberapa jenis tumbuhan yang dilindungi dan
banyak digunakan oleh masyarakat Desa Setulang
adalah Licuala valida atau daun sang yang banyak
digunakan untuk membuat anyaman topi, tikar,

Gambar 2. Struktur tegakan hutan lindung Long Ketrok
Figure 2. Stand structure of Long Ketrok protection forest

Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

103

dsb.; Alocasia sp. atau talas hutan yang banyak
digunakan untuk sayur, pohon buah-buahan,
tumbuhan obat, dan lain-lain (Sidiyasa et al., 2006).
Ares (Duabanga moluccana), salah satu tumbuhan
yang dilindungi menurut SK Menteri Pertanian No.
54/Kpts/Um/2/1972 juga banyak ditemukan di
tempat terbuka. Pohon tengkawang yang dulu
pernah menjadi primadona karena memberikan
keuntungan ekonomi yang tinggi banyak juga
terdapat di Hutan Desa Setulang.
Beberapa jenis tumbuhan yang dilindungi di
Hutan Desa Setulang adalah: Eusideroxylon zwageri
(Ulin), Shorea macrophylla (Tengkawang), Shore
pinanga (Tengkawang Rambai), Shorea beccariana
(Tengkawang Tengkal/Tengkawang Burung) ,
Shorea seminis (Tengkawang Terendak), Dyera
costulata (Jelutung), Palaquium gutta (Ketipai),
Koompassia excelsa (Banggeris), Pangium edule
(Pangi/Kepayang), Aquilaria beccariana (Gaharu),
Korthalsia echnometra (Rotan Merah), Calamus caesius
(Rotan Sega), Calamus javanensis (Rotan Lilin),
Calamus pogonocanthus (Rotan Semule), Daemonorops
sabut (Rotan Gelang) (Sidiyasa et al., 2006).
B. Karbon Tersimpan dalam Biomassa
Hasil dari perhitungan cadangan karbon
disajikan dalam Tabel 1. Pohon dengan diameter
besar (> 60 cm) hanya berjumlah 24 batang/ha
(Gambar 2) namun berkontribusi lebih kurang 67%
dalam menyimpan karbon dalam biomassa di atas
permukaan tanah yaitu sebanyak 171 ton C/ha
(Gambar 3). Sementara itu, pohon berdiameter

kecil (< 60 cm) yang berjumlah 480 batang/ha,
hanya berkontribusi sebesar 33% dalam
penyimpanan karbon dalam biomassa di atas
permukaan tanah, yaitu sebesar 84 ton C/ha
(Gambar 3).
Apabila terjadi perambahan hutan, dimana
pohon dengan kelas diameter >60 cm dipanen, dan
diasumsikan 50% dari pohon yang berada di kelas
diameter ini adalah jenis komersial (Bertault and
Sist, 1997), dan tingkat kerusakan yang terjadi
akibat kegiatan pembalakan liar adalah 50%1 (Sist et
al., 2003), maka potensi cadangan karbon yang
akan hilang adalah sebesar kurang lebih 149 ton
C/ha pada saat terjadi perambahan. Potensi
kehilangan ini berasal dari pohon ditebang
sebanyak 12 pohon DBH >60 cm (85 ton/ha), dan
pohon yang mati (64 ton/ha)2.
Penelitian ini meng gunakan beberapa
persamaan allometrik biomassa untuk bisa
dibandingkan dengan penelitian lain yang
menggunakan metode yang sama. Penelitian ini
tidak bisa memberikan justifikasi atas persamaan
allometrik yang memberikan hasil estimasi paling
mendekati kenyataan karena tidak dilakukannya
pengukuran biomassa secara langsung di lapangan
(penerapan metode non-desctructive sampling).
1 Pembalakan yang dilakukan diasumsikan mengikuti teknik konvensional dimana
kerusakan tegakan tinggal (yaitu pohon terluka dan mati) akibat kegiatan ini adalah
kurang lebih 50% dari kondisi tegakan awal.
2 Sist
et al. (2003) menyebutkan bahwa dari kerusakan tegakan tinggal, proporsi pohon
yang mati dan terluka masing-masing adalah sebesar 50%. Dalam penelitian ini, total
karbon tersimpan dalam biomassa di atas permukaan tanah adalah sebesar 255 ton
C/ha, sehingga total karbon tersimpan dalam biomassa pohon mati adalah sebesar 50%
x 50% x 255 = 64 ton C/ha.

Gambar 3. Karbon tersimpan dalam biomassa pohon beberapa kelas diameter
Figure 3. Carbon stored in tree biomass in several diameter classes
104

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 2 Juni 2013, Hal. 99 - 109

Persamaan allometrik
(allometric equation)

Kelas diameter
(Diameter class)
10 - 20 cm
N/ha

31-40cm

21-30cm

41-50cm

Total
(Total)

61-70cm

51-60cm

71-80cm

81-90cm

91-100cm

≥ 101cm

367

69

27

13

11

5

4

4

4

7

23

25

35

45

55

66

76

87

95

125

144

485

1160

2234

3563

5641

7890

10791

13385

24540

30

34

31

30

41

31

31

38

50

183

14

16

15

14

19

15

15

18

23

86

129

404

949

1830

2946

4754

6789

9527

12075

23995

27

28

26

24

34

26

27

33

45

179

13

13

12

12

16

12

13

16

21

84

33

29

36

42

46

50

53

56

58

63

126

440

1050

2014

3199

5045

7045

9636

11965

22170

19

75

189

376

614

995

1416

1973

2482

4769

4

9

16

26

37

51

65

82

96

151

150

523

1255

2416

3849

6091

8527

11691

14544

27090

15
Sumber (source): data primer (primary data)

17

16

15

21

16

16

19

25

95

D rata-rata

Chave

TAGB (kg/phn)
TAGB (ton/ha)
Karbon (ton/
ha)

Brown

TAGB (kg/phn)
TAGB (ton/ha)

234

Karbon (ton/
ha)
Tinggi rata-rata
Batang (kg/phn)

Yamakura

Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

Tabel 1. Karbon tersimpan dalam biomassa di atas permukaan tanah HL Long Ketrok
Table 1. Carbon stored in above ground biomass of Long Ketrok Protection Forest

Cabang (kg/phn)
Daun (kg/phn)
TAGB (kg/phn)

211

Karbon (ton/
ha)

255

105

Tabel 2. Nekromassa di HL Long Ketrok
Table 2. Necromass in Long Ketrok Protection Forest
Jumlah batang
per ha (Number of
stems) (N/ha)

Keliling rata-rata
(Average girth)
(cm)

14

Diameter rata-rata
(Average Diameter)
(cm)

100

Panjang rata-rata Karbon rata-rata per ha
(Average length) (Average carbon stored in
(m)
necromass per ha)(ton/ha)

32

15

7

Sumber (source): data primer (primary data)

Tabel 3 . Karbon tersimpan dalam biomassa HL Long Ketrok
Table 3. Carbon stored in biomass of Long Ketrok Protection Forest
Persamaan
Allometrik
(Allometric
Equation)
Chave
Brown
Yamakura

Karbon dalam
Karbon Akar
Nekromassa
(Carbon in RB)/
(Necromass)
/ ton
ton ha-1
ha-1
RB
Nec

Karbon atas tanah
(Carbon in AGB) /
ton ha-1
AGB
234
211
255

39
36
42

Total Karbon dalam biomass
(Total carbon stored in biomass) /
ton ha-1
Tot = AGB+RB+Nec

7
7
7

280
254
304

14.14%
0.61%
14.56%

Batang
Cabang
Daun
Akar

70.70%

Gambar 4. Proporsi karbon tersimpan dalam biomassa HL Long Ketrok
Figure 4. Proportion of carbon stored in biomass of Long Ketrok protection forest
Tabel 2 menunjukkan karbon tersimpan dalam
nekromassa di lokasi penelitian yang terdiri dari 63
batang dalam plot yang diamati (atau 14 batang/ha)
dengan diameter antara 8 - 137 cm dan panjang
antara 6 - 32 meter. Total karbon dalam nekromassa per ha berdasarkan persamaan (9) adalah 7
ton/ha.
Tabel 3 metode Yamakura et al. (1986)
menunjukkan karbon tersimpan dalam biomassa
hutan lindung Long Ketrok cukup tinggi yaitu 304
ton/ha. Proporsi karbon tersimpan dalam
biomassa hutan tertinggi berada pada biomassa di
atas tanah dengan karbon tersimpan hingga 255
ton/ha. Sementara itu, estimasi karbon tersimpan
dalam biomassa di bawah permukaan tanah (akar)
106

adalah sebesar 42 ton/ha. Walaupun tidak ada
kegiatan oleh manusia di dalam hutan, secara
alami pohon seperti halnya makhluk hidup lain
akan mati karena usia maupun karena faktor
alam seperti terkena penyakit atau petir. Karbon
tersimpan dalam nekromassa hutan lindung
Long Ketrok adalah sebesar 7 ton/ha, yang
sebagian besar berupa pohon yang secara alami
mati dan tumbang. Karbon tersimpan dalam
nekromassa yang ada di dalam HL Long Ketrok
ini relatif kecil karena tidak adanya kegiatan
penebangan oleh manusia. Karbon tersimpan
dalam nekromassa pada hutan bekas tebangan
cukup tinggi, yaitu lebih dari 50 ton/ha (Indrajaya,
2012).

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 2 Juni 2013, Hal. 99 - 109

Penelitian perhitungan cadangan karbon di
hutan alam tak terganggu telah pula dilakukan di
beberapa tempat di Kalimantan Timur, antara lain:
di hutan wilayah PT Inhutani II, pada hutan primer
sebelum penebangan, jumlah karbon yang
tersimpan dalam biomassa adalah sebesar 264
ton/ha (Samsoedin et al., 2009). Penelitian lain di
Kabupaten Nunukan yang dilakukan oleh ICRAF,
menunjukkan bahwa karbon tersimpan dalam
biomassa tegakan hutan alam adalah sebesar 230
ton/ha (Rahayu et al., 2006). Kedua penelitian ini
hanya memperhitungkan karbon tersimpan dalam
biomassa di atas permukaan tanah, dan keduanya
menggunakan persamaan Chave et al. (2005).
Apabila dibandingkan dengan penelitian ini dengan
persamaan Chave et al. (2005), karbon tersimpan di
atas permukaan tanah adalah sebesar 234 ton/ha.
Dari karbon yang ada di dalam biomassa, fraksi
pohon yang memiliki cadangan karbon tertinggi
adalah berurutan adalah batang, cabang, akar, dan
daun dengan persentase sebesar 70,7%, 14,56%,
14,14% dan 0,61 % (Gambar 4).
C. Upaya Pemanfaatan HL Bebas Emisi
Pada dasarnya hutan akan memberikan manfaat
lingkungan (perlindungan DAS, konservasi
keanekaragaman hayati, dan penyimpan karbon)
yang dapat dinikmati oleh para penerima manfaat
apabila dalam kondisi tidak terganggu. Pihak
penerima manfaat lingkungan perlindungan DAS
adalah masyarakat yang tinggal di hilir sungai di
mana hutan di hulu sungai berada (Pagiola et al.,
2002). Kualitas, kuantitas dan kontinuitas aliran air
sungai di hulu dipengaruhi oleh kondisi hutan di
hulu DAS. Sementara itu, penerima manfaat
lingkungan HL sebagai penyimpan karbon dan
konservasi keanekaragaman hayati adalah
komunitas internasional (Pagiola et al., 2002).
Dalam konteks HL yang berperan sebagai
penyimpan karbon, beberapa upaya perlindungan
untuk menghindari deforestasi dan degradasi hutan
yang dapat dilakukan antara lain:
Kontrol terhadap hama dan penyakit
berkoordinasi dengan lembaga penelitian seperti
Balitbang Kehutanan dan Dinas Kehutanan
Kabupaten Malinau
Perlindungan terhadap para penjarah hutan
terutama pelaku illegal logging dengan patroli
keamanan rutin oleh petugas pengamanan
didukung oleh partisipasi masyarakat

Meminimalisir kegiatan tebang dan bakar pada
perladangan berpindah yang dilakukan oleh
masyarakat
Memberikan kompensasi yang cukup apabila
ternyata di dalam kawasan HL terdapat potensi
cadangan mineral yang bernilai tinggi.
Upaya-upaya yang dilakukan yang bertujuan
untuk meminimalisir emisi dari hutan lindung
dapat berjalan beriringan dengan kegiatan yang
bertujuan untuk perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. Untuk membiayai kegiatan
perlindungan HL di atas, diperlukan insentif dari
pihak penerima keuntungan (beneficiary parties)
antara lain melalui meknaisme Payment for
Environmental Services (PES). Inisiatif imbal jasa
lingkungan (PES) yang telah dilakukan oleh
masyarakat Desa Setulang adalah dengan menjual
jasa lingkungan keanekaragaman hayati. Namun,
inisiatif ini menemui kendala antar lain:
keterbatasan waktu yang dimiliki oleh donor dan
sulitnya memenuhi prinsip conditionality (Wunder et
al., 2008). PES REDD memiliki keunggulan dalam
hal jelasnya tujuan yang ingin dicapai yaitu
penurunan emisi dengan cara mengurangi laju
deforestasi dan degradasi hutan yang dapat diukur
dengan metode yang jelas (Blom et al., 2010).
Dengan semakin baiknya kondisi hutan dan
menurunnya laju deforestasi, jasa lingkungan lain
seperti perlindungan keanekaraman hayati pun
dapat diperoleh.
Upaya untuk menjual jasa lingkungan karbon
pun telah dilakukan awalnya dengan bekerja sama
dengan sektor swasta dan telah dipresentasikan di
Bali dalam Conference of Parties ke 13. Namun
demikian, upaya ini pun masih menemui kendala
terutama terkait dengan payung perundangan yang
ada. Upaya kemudian dilanjutkan dengan bekerja
sama dengan GIZ (lembaga bantuan teknis dari
Jerman) melalui program FORCLIME (Forest and
Climate Change Programme) yang didanai oleh
KfW (Bank Pembangunan Jerman) untuk menjual
jasa lingkungan karbon dari HL Long Ketrok ini.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Dari hasil analisis tentang karbon tersimpan
dalam biomassa tegakan hutan lindung Long
Ketrok dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

107

1. Hutan Lindung Long Ketrok telah memberikan

2.

3.

4.

5.

manfaat lingkungan bagi warga Desa Setulang
sebagai pengatur tata air dan hasil hutan non
kayu seperti rotan, buah-buahan, tanaman obatobatan, sayur, dsb.
Komposisi jenis HL Long Ketrok adalah Ulin,
Tengkawang,Tengkawang Rambai, Tengkawang
Tengkal/Tengkawng Burung, Tengkawang
Terendak , Jelutung , Ketipai , Banggeris ,
Pangi/Kepayang, Gaharu, Rotan Merah, Rotan
Sega, Rotan Lilin, Rotan Semule, Rotan Gelang.
Estimasi total karbon tersimpan dalam biomassa
hutan lindung Long Ketrok menurut metode
Yamakura et al. (1986) adalah 304 ton/ha dengan
jumlah karbon di atas permukaan tanah sebesar
255 ton/ha, karbon tersimpan dalam akar
sebesar 42 ton/ha, dan karbon tersimpan dalam
nekromassa sebesar 7 ton/ha, sementara itu,
karbon tersimpan dalam biomassa di atas
permukaan tanah, dalam akar, dan nekromass
menurut metode Chave et al. (2005), berturutturut adalah: 234, 39, dan 7 ton/ha, sedangkan
menurut metode Brown. (1997) karbon
tersimpan dalam biomassa di atas permukaan
tanah, dalam akar, dan nekromass berturut-turut
adalah: 211, 36, dan 7 ton/ha.
Perbedaan hasil perhitungan estimasi karbon
tersimpan dalam biomassa tegakan terjadi
karena metode yang digunakan berbeda.
Pemilihan metode dapat dilakukan berdasarkan
skenario optimis dan pesimis, dimana metode
Yamakura et al. (1986) dengan hasil estimasi
tertinggi dapat digunakan sebagai skenario
optimis. Sedangkan, metode Brown (1997)
dengan hasil terendah dapat dipergunakan
sebagai skenario pesimis.
Proporsi fraksi pohon batang, cabang, akar, dan
daun dalam biomassa hutan lindung Long
Ketrok berturut-turut adalah: 70,70%, 14,56%,
14,14%, dan 0,61%

B. Saran

Penelitian ini menunjukkan bahwa total karbon
yang tersimpan dalam biomassa hutan alam tidak
terganggu cukup bervariasi dan tidak seragam
seperti yang ditunjukkan dalam nilai default dalam
Tier 1. Untuk dapat memberikan gambaran tentang
variasi jumlah karbon tersimpan dalam biomassa
tegakan hutan alam tidak terganggu skala nasional,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada zona
ekologi yang berbeda.
108

Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Yuli Nugroho dan
Kresno Dwi Santosa yang telah membantu penulis
dalam pengambilan data di lapangan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Tropenbos International Indonesia Programme
atas dukungan dana dan fasilitas alat yang
diberikan, sehingga kegiatan penelitian ini dapat
dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, T.M., van Laake, P.E., Skidmore, A.K.,
Hussin, Y.A., 2009. Allometric equations for
estimating the above-ground biomass in
tropical lowland Dipterocarp forests. Forest
Ecology and Management 257, 1684-1694.
Baumert, K.A., Herzog, T., Pershing, J., 2005.
Navigating the numbers: Greenhouse gas
data and international climate policy. World
Resorce Institute.
Bertault, J.G., Sist, P., 1997. An experimental
comparison of different harvesting
intensities with reduced-impact and
conventional logging in East Kalimantan,
Indonesia. Forest Ecology and Management
94, 209-218.
Blom, B., Sunderland, T., Murdiyarso, D., 2010.
Getting REDD to work locally: lessons
learned from integrated conservation and
development projects. Environmental
Science and Policy.
Brown, S., 1997. Estimating Biomass and Biomass
Change of Tropical Forests: a Primer. In.
FAO, Rome.
Cairns, M.A., Brown, S., Helmer, E.H.,
Baumgardner, G.A., 1997. Root biomass
allocation in the world's upland forests.
Oecologia 111, 1-11.
Chave, J., Andalo, C., Brown, S., Cairns, M.A.,
Chambers, J.Q., Eamus, D., Folster, H.,
Fromard, F., Higuchi, N., Kira, T., Lescure,
J.P., Nelson, B.W., Ogawa, H., Puig, H., Riera,
B., Yamakura, T., 2005. Tree allometry and
improved estimation of carbon stocks and

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 2 Juni 2013, Hal. 99 - 109

balance in tropical forests. Oecologia 145, 8799.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S.,
2011. Pengukuran cadangan karbon dari
tingkat lahan ke bentang lahan. World
Agroforestry Center, Bogor Indonesia.
Harris, N.L., Petrova, S., Stolle, F., Brown, S., 2008.
Identifying optimal areas for REDD
intervention: East Kalimantan, Indonesia as
a case study. Environmental Research Letter
3.
Indrajaya, Y., 2012. Cadangan karbon hutan bekas
tebangan pembalakan berdampak rendah
dan konvensional di Kalimantan Timur:
Studi kasus hutan Malinau. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan 9, 21-30.
IPCC, 2006. IPCC Guideline 2006 Guidelines for
national green house gas inventories.
IPCC, 2007. Climate change 2007: Impacts,
adaptation, and vulnerability. In: Parry, M.,
Canziani, O., Palutikof, J., Linden, P.v.d.,
Hanson, C. (Eds.), Contribution of Working
Group II to the Fourth Assessment Report
of the Inter Governmental Panel on Climate
Change. IPCC.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
Machfudh, 2002. General description of the
Bulungan Research Forest. In, Technical
report phase I 1997-2001 ITTO Project PD
12/97 Rev.1 (F) Forest, Science and
Sustainability: The Bulungan model forest.
CIFOR, Bogor Indonesia.
Pagiola, S., Landell-Mills, N., Bishop, J., 2002.
Market-based mechanisms for forest
conservation and development. In: Pagiola,
S., Landell-Mills, N., Bishop, J. (Eds.), Selling
Forest Environmental Services: Marketbased mechanism for conservation and
development. Earthscan, London.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61
tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah
Kaca.

Rahayu, S., Lusiana, B., Noordwijk, M.v., 2006.
Pendugaan cadangan karbon di atas
permukaan tanah pada berbagai sistem
penggunaan lahan di kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur. ICRAF, BogorIndonesia.
Samsoedin, I., Dharmawan, I.W.S., Siregar, C.A.,
2009. Potensi biomassa karbon hutan alam
dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun
di hutan penelitian Malinau, Kalimantan
Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam VI, 47-56.
Sheil, D., Kartawinata, K., Samsoedin, I., Priyadi,
H., Afriastini, J.J., 2010. The lowland forest
tree community in Malinau, Kalimantan
(Indonesian Borneo): results from a onehectare plot. Plant Ecol Divers 3, 59-66.
Sidiyasa, K., Zakaria, Iwan, R., 2006. Hutan Desa
Setulang dan Sengayan Malinau, Kalimantan
Timur: Potensi dan identifikasi langkahlangkah perlindungan dalam rangka
pengelolaannya secara lestari. CIFOR,
Bogor Indonesia.
Sist, P., Saridan, A., 1999. Stand Structure and
floristic composition of a primary lowland
Dipterocarp forest in East Kalimantan.
Journal of Tropical Forest Science 11, 704722.
Sist, P., Sheil, D., Kartawinata, K., Priyadi, H., 2003.
Reduced-impact logging in Indonesian
Borneo: some results confirming the need
for new silvicultural prescriptions. Forest
Ecol Manag 179, 415-427.
Wunder, S., Campbell, B., Frost, P.G.H., Sayer, J.A.,
Iwan, R., Wollenberg, L., 2008. When
Donors Get Cold Feet: the Community
Conservation Concession in Setulang
(Kalimantan, Indonesia) that Never
Happened. Ecol Soc 13.
Yamakura, T., Hagihara, A., Sukardjo, S., Ogawa,
H., 1986. Aboveground Biomass of Tropical
Rain-Forest Stands in Indonesian Borneo.
Vegetatio 68, 71-82.

Cadangan Karbon Hutan Lindung Long Ketrok di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur untuk ..... (Yonky Indrajaya)

109