Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Tanah
Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan
dari batuan. (Craig, 1989)
Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahanbahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
tersebut (Das, 1995).
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan
padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak di permukaan bumi,
terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk,
iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai
kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada
ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3
komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai
pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.
Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau


Universitas Sumatera Utara

udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi
jenuh sebagian (partially saturated).
Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan
udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah
yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.
Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti
ditunjukkan Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah
Dalam hal ini:
V

= Isi (Volume)

(cm3)

Va


= Isi udara (Volume of air)

(cm3)

Vw

= Isi air (Volume of water)

(cm3)

Vv

= Isi pori/rongga (Volume of void)

(cm3)

Universitas Sumatera Utara

Vs


= Isi butir-butir padat (Volume of solid)

(cm3)

W

= Berat (Weight)

(gr)

Wa

= Berat udara (Weight of air)

(gr)

Ww

= Berat air (Weight of water)


(gr)

Ws

= Berat butir-butir padat (Weight of solid)

(gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk
menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va

(2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah
(W) dapat dinyatakan dengan:
W = Ws + Ww

(2.2)


2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W(%) =

Ww
Ws

(2.3)

x 100

Dimana:
W

= Kadar air

(%)


Universitas Sumatera Utara

Ww

= Berat air

(gr)

Ws

= Berat butiran

(gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv)
dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.
e=

Vv


(2.4)

Vs

Dimana:
e

= angka pori

Vv

= volume rongga

(cm3)

Vs

= volume butiran


(cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan
volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.

n=

Vv

(2.5)

V

Dimana:
n

= porositas

Vv


= volume rongga

(cm3)

Universitas Sumatera Utara

V

= volume total

(cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (γb ) merupakan perbandingan antara
berat butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).
γb =

W
V


(2.6)

Dimana:
γb

= Berat volume basah (gr/cm3)

W

= berat butiran tanah (gr)

V

= volume total tanah (cm3)

dengan
W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ).
Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (γd ) merupakan perbandingan antara berat butiran
(Ws) dengan volume total (V) tanah.
γd =

Ws
V

(2.7)

Dimana:
γd

= berat volume kering (gr/cm3)

Universitas Sumatera Utara

Ws

= berat butiran tanah (gr)

V

= volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (γs ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (Ws ) dengan volume butiran tanah padat (Vs ).
γs =

Ws
Vs

(2.8)

Dimana:
γs

= berat volume padat (gr/cm3)

Ws

= berat butiran tanah (gr)

Vs

= volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume
butiran padat (γs ) dengan berat volume air (γw ) pada temperature 4º.Nilai suatu
berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).
Gs =

γs

γw

(2.9)

Dimana:
Gs

= berat jenis

γs

= berat volume padat (gr/cm3)

Universitas Sumatera Utara

γw

(gr/cm3)

= berat volume air

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1
berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah

Berat Jenis

Kerikil

2,65 – 2,68

Pasir

2,65 – 2,68

Lanau tak organic

2,62 – 2,68

Lempung organic

2, 58 – 2,65

Lempung tak organic

2,68 – 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 – 1,80

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan
volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.
S(%) =

Vw
Vv

x100

(2.10)

Universitas Sumatera Utara

Dimana:
S

= derajat kejenuhan

Vw

= volume air

(cm3)

Vv

= volume total rongga pori tanah

(cm3)

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi
tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah

Derajat Kejenuhan

Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 – 0,25

Tanah lembab

0,26 – 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 – 0,75

Tanah basah

0,76 – 0,99

Tanah jenuh

1

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Batas-batas

Atterberg

digunakan

untukmengklasifikasikan

tanahuntuk

mengetahuiengineering

propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada
halushalyang

jenis

palingpenting

tanahberbutir

adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas

disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam
tanahyangdapatdidefinisikan
sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk padavolumeyang
konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis.Sifat plastis
tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah
setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang
bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas
berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit)
dan batas susut (shrinkage limit).
Atterberg (1911) memberikan carauntuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan
kadar airnya. Batas-batastersebut adalah batas cair, batasplastis dan batas susut.
Batas- batas Atterberg dapatdigambarkan seperti dalamGambar 2.2 .

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
1. Batas cair (Liquid Limit)
Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,
tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batascairditentukan dari
pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah
dibentuk dapat dilihat pada gambar 2.3 sedemikian rupa yang telah
berisisampeltanah

yang

telah

dibelah

olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel
dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25
pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan
agar

mendapatkan

persamaan

sehingga

didapatkan

nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–
1000,akantetapikebanyakantanahmemilikinilaibatascairkurangdari100

(Holtz

danKovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah
dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah
tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan

Universitas Sumatera Utara

ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut
1

selebar 12,7 mm (2 ��) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada
Gambar 2.3 di bawah ini.

Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool (Das, 2002)

Universitas Sumatera Utara

2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah

padakedudukanantara

daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi
manatanahdengandiametersilinder3,2

mmmulaimengalamiretak-retakketika

digulung.Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau
diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah
dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas
plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.
1

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (8 ��), kadar
airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam berikut:
SL = �

(m 1 −m 2 )
m2



(v 1 −v 2 )γ w
m2

� x 100 %

(2.11)

Dimana:

Universitas Sumatera Utara

m1

= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m2

= berat tanah kering oven

(gr)

v1

= volume tanah basah dalam cawan

(cm3)

v2

= volume tanah kering oven

(cm3)

γw

= berat jenis air

(gr/cm3)

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Indeks

Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih

plastis.Adapunrumusandalammenghitung

batas

cairdan batas

besarannilaiindeksplastisitasadalah

sesuai dengan Persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.
IP=LL -PL

(2.12)

Dimana:
PI

= indeks plastisitas

LL

= batas cair

PL

= batas plastis
Indeksplastisitasmerupakanintervalkadarair

plastis.

Karenaitu,

indeks

plastisitas

dimanatanahmasih

menunjukkan

sifat

bersifat

keplastisitasan

tanahtersebut.Jikatanahmempunyaiintervalkadarairdaerahplastisyang kecil, maka
keadaaninidisebutdengantanahkurus,kebalikannya jikatanah mempunyai interval

Universitas Sumatera Utara

kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI

Tingkat Plastisitas

Jenis Tanah

Kohesi

0

Non – Plastis

Pasir

Non – Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
5. Indeks Kecairan (Liquid Indeks)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan
perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks
plastisitasnya. Berikut persamaannya:
�� = �� =

Dimana :

� � −��
��−��

=

� � −��
��

(2.13)

LI = Liquidity Index (%)
WN = Kadar air asli (%)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI
atau IL (Bowles, 1991)
6. Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama
7.
8.
Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)
Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan
1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk
lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks
Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan
mempunyai LI> 1.

2.1.4Gradasi Ukuran Butiran
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya.
Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama
pada macam tanah.
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan
grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial
Size Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran
butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama)
disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang

Universitas Sumatera Utara

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah
gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).

Gambar 2.5 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)
Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.
Karakteristik pengelompokkan tanah :
1.

Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir

2.

Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung

Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:

Universitas Sumatera Utara



Cu

(uniformity

coefficient)

adalah

koefiseien

keseragaman

dimana

menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform)
tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam.
Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti
semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada
Persamaan 2.14 berikut :
D

Cu = D 60

Cu =

10

D 60
D 10

(2.14)

Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan



Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi
- Tanah bergradasi sgt baik bila Cu >15 .
- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk
tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan
- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).
Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :

Cc = D

D 2 30
60 xD 10

Cc =

D 2 30
D 60 x D 10

(2.15)

Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan
D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Sistem Klasifikasi Tanah
2.1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu.Seperti
diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir,
lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini
dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of
Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem
U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan
jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase
susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration.
Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USCS
3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Diagram klasifikasi tekstur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur

2.1.5.2 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang
paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan
tanah.Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batasbatas Atterberg.Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil
percobaan ini.

Universitas Sumatera Utara

Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui
ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan
No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan
terbang, diuraikan oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 ,
tetapi diubah sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi
bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan
untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:
Huruf pertama:

Huruf kedua:

G

W

=

P

= bergradasi buruk (Poor graded)

= kerikil (Gravel)

bergradasi

baik

(Well

graded)
S

= pasir (Sand)

W & P dari lengkung gradasi
M

= kelanauan (Muddy)

C

= kelempungan (Clayey)

dari diagram plastisitas
M

= lanau (Mud)

L

= batas cair rendah (Low LL)

C

= lempung (Clay)

H

= bataas cair tinggi (High LL)

O

= organik (Organic)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

2.1.5.3Sistem Klasifikasi AASHTO
Klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State
Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami
beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road
of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.
200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
Khususuntuk
diidentifikasikan

tanah-tanah
lebih

lanjut

yang

mengandung

dengan

indeks

bahan

butir

halus

kelompoknya.Bagan

pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.5.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Menurut AASHTO (Das 1993)

Universitas Sumatera Utara

2.1.6Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.6.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah
dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara:
tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada
dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan
pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Energi
pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan
getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di dalam laboratorium
digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang
dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air
selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang
digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk
menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat
isi kering maksimum (Maximum Dry Density= γd ). Percobaan-percobaan tersebut

ialah percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan
pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami
pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan
kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume
kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah

2.1.6.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)
Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).CBR untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun
1928.Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah
perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar
0,1”/0,2”

denganbeban

yang

ditahan

batu

pecah

standar

padapenetrasi0,1”/0,2”.(Sukirman,1995)
Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban
percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam
prosentase.Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam
kepadatan maksimum.Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah

Universitas Sumatera Utara

dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai
nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.
CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli
di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk
perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan
dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan
yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan
direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai
CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan
(swelling) yang maksimum.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1.

Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap
penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2(1000 psi).
Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap
penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a.

CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Universitas Sumatera Utara

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit
karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini
selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa
rendaman.

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium
(Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)

2.1.6.3 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam
keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan

Universitas Sumatera Utara

bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami
keruntuhan

pada

saat

regangan

20%.Bilamaksudpengujianadalah
tanah,pengujian

ini

hanya

untuk

cocok

untuk

axialnya

mencapai

menentukanparameterkuatgeser
jenis

tanah

lempung

jenuh,

dimana padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji.
Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

Gambar 2.9 Skema Uji Tekan Bebas
Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah
sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karenaσ3=0,maka:
τf =

σ1
2

=

qu
2

(2.16)

= cu

Dimana:
τf

= kuat geser

(kg/cm2)

Universitas Sumatera Utara

σ1

= tegangan utama

(kg/cm2)

qu

= kuat tekan bebas tanah

(kg/cm2)

cu

= kohesi

(kg/cm2)

Gambar 2.10 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined
Compression Test (UCT).

Gambar 2.10 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai
Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi

qu (kN/m2)

Lempung keras

> 400

Lempung sangat kaku

200 – 400

Lempung kaku

100 – 200

Lempung sedang

50 – 100

Lempung lunak

25 – 50

Lempung sangat lunak

< 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang
diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada
kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs,
1981):
1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di
dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga
kekuatan benda uji bertambah.
2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain.
Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.

Universitas Sumatera Utara

3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa
penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah
lempung.
4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah
mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu
lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan
kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang
cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

2.2 Bahan-Bahan Penelitian
2.2.1 Tanah Lempung
2.2.1.1 Defenisi Lempung
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai
dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan
mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan
partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineralmineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut
tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel
mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur
dengan air” (Grim, 1953).
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Di beberapa

Universitas Sumatera Utara

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan
sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung
(Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat
2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya
Mineral lempung merupakansenyawasilikat yangkompleksyang terdiri
darialuminium,magnesium danbesi.Duaunitdasardariminerallempungadalah silika
tetrahedradan aluminium oktahedra. Setiap unittetrahedra terdiri dari empatatom
oksigenyangmengelilingisatuatom

silikondanunitoktahedraterdiri

darienamgugusionhidroksil(OH)yangmengelilingiatomaluminium(Das, 2008).
Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron
dan aluminium octahedron.Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari
komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam
ikatan antara masing-masing lembaran.
Unitunitsilikatetrahedraberkombinasimembentuklembaransilika(silicasheet) dan unitunit oktahedraberkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite sheet).

Universitas Sumatera Utara

Bilalembaransilikaituditumpukdiataslembaranoktahedra,atom-atomoksigen
tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi
keseimbangan muatan mereka.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 2.11StrukturAtomMineral Lempung (a )silicatetrahedra; (b)silica sheet ;
( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran
silika – gibbsite (Das, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral
lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain
dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group)
1. Kaolinite
Kaolinite adalahhasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung
karbonatpadatemperatursedang.

Dimanakaolinitemurniumumnya

berwarnaputih,putihkelabu,kekuning-kuningan
Mineralkaoliniteberwujudseperti

ataukecoklat-coklatan.
lempengan-lempengantipisdengan

diameter1000Åsampai20000Ådanketebalandari100Åsampai1000

Å

denganluasanspesifikperunit massa±15m2/gr.
Silikatetrahedramerupakanbagiandasar
daristrukturkaoliniteyangdigabungdengansatu
lembaranaluminaoktahedran(gibbsite)
dengantebalsekitar

7,2Å

danmembentuksatuunitdasar
(1Å=10-10m)sepertiyang

terlihatpada

Gambar2.12(a).Hubunganantarunit dasarditentukanolehikatanhidrogen dan gaya
bervalensi sekunder. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa
sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra
membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan
aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen Gambar 2.12(b). Pada keadaan
tertentu, partikel

kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara
lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel
satuannya. Mineral kaolinite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

(OH)8Al4Si4O10
Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
2. Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847. Montrnorillonite, disebut
juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan
satu lembaran aluminium (gibbsite) Gambar 2.13(a). Lembaran oktahedra terletak
di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil
dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal Gambar 2.13(b).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)
Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
Dimana:
nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite
juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya
terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng
aluminium oktahedral ditengahnya.
Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh
magnesium. Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah di antara
ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran
oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan

Universitas Sumatera Utara

lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu
mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yangmengandung
montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang
selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan
perkerasan jalan raya.
3. Illite
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral
kelompok illite.Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.Dalam lembaran
oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan
dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium
(Gambar 2.13).Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ionion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan
ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan
kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal
montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara
lembaran-lembarannya.
Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya
ada pada :

Universitas Sumatera Utara



Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.



Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng
tetrahedral.



Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.14

Gambar 2.14 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953 )
2.2.1.3 Sifat Umum Lempung
Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain:
1. Hidrasi.
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh

lapisan-lapisan

Universitas Sumatera Utara

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki
tebal dua molekul.Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau
lapisan ganda.
2. Aktivitas
Hasil pengujian indexproperties dapat digunakanuntukmengidentifikasi
tanahekspansif.Hardiyatmo(2006)
mendefinisikanaktivitastanah

merujukpadaSkempton(1953)
lempungsebagaiperbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganpersentasebutiranyanglebihkecildari0,002mmyangdinotasika
ndenganhurufC,disederhanakandalampersamaan:
PI

(2.17)

A = fraksitanahlempung
Dimana untuknilai A >1,25

tanah

digolongkan

aktif dan

bersifat

ekspansif. Pada nilai1,25

Dokumen yang terkait

Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi

16 160 88

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

1 11 108

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 16

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 1

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 1 7

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 1

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 2

Analisis Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Pada Stabilisas Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 15

Analisis Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Pada Stabilisas Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 1

Analisis Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Pada Stabilisas Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 9