Kementerian PPN Bappenas :: Ekonomi 2005 RAPBN-P I

Daftar Isi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................

i

DAFTAR TABEL ......................................................................................

iii

DAFTAR GRAFIK ....................................................................................

iv

BAB I

BAB II

PROSPEK EKONOMI INDONESIA DAN ASUMSI DASAR

APBN PERUBAHAN TAHUN 2005.......................................

1

Pendahuluan ...............................................................................

1

Gambaran Umum dan Arah Kebijakan Ekonomi Makro
Indonesia Terkini.........................................................................

2

Perkembangan dan Prospek Indikator Ekonomi Makro 2004-2005..

11

Pertumbuhan Ekonomi ............................................................

12


Inflasi .................................................................................

16

Nilai Tukar Rupiah ................................................................

18

Suku Bunga SBI-3 Bulan ........................................................

20

Harga Minyak Internasional ....................................................

23

Neraca Pembayaran ..................................................................

25


ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ...

28

Pendahuluan ..............................................................................

28

Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah ....................................

31

Penerimaan Dalam Negeri

...................................................

33

Penerimaan Perpajakan ....................................................


33

Penerimaan Negara Bukan Pajak ......................................

38

Hibah .................................................................................

41

Perkiraan Belanja Negara ...........................................................

42

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat .......................................

43

Alokasi Anggaran Menurut Jenis .......................................


44

Alokasi Anggaran Menurut Organisasi ...............................

52

Alokasi Anggaran Menurut Klasifikasi Fungsi ....................

55

Anggaran Belanja Untuk Daerah ...........................................

57

i

Daftar Isi

Halaman

Dana Perimbangan ...........................................................

59

Dana Bagi Hasil .........................................................

59

Dana Alokasi Umum ....................................................

60

Dana Alokasi Khusus ...................................................

60

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ............................

61


Dana Otonomi Khusus .................................................

61

Dana Penyesuaian .......................................................

61

Defisit Anggaran .......................................................................

61

Pembiayaan Defisit Anggaran ....................................................

62

LAMPIRAN

:


Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Tahun
2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2005 ...........................................................................................

ii

66

Daftar Tabel

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1

Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, 2004 – 2005 ...................

11


Tabel I.2

Laju Pertumbuhan PDB Tahun 2003-2005 Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 .................................................................................

14

Tabel I.3

Perkembangan Suku Bunga, 2002-2005 .......................................

22

Tabel I.4

Perkembangan Harga Rata-rata Minyak,
Desember 2003-Februari 2005 ....................................................

24


Tabel I.5

Ringkasan Neraca Pembayaran Indonesia, 2004 – 2005 ...............

27

Tabel II.1

Perkiraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun 2005...

32

Tabel II.2

Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun 2005 ..................

41

Tabel II.3


Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis, APBN dan
APBN-P Tahun 2005 .................................................................

52

Tabel II.4

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi,
Tahun 2005 ................................................................................

Tabel II.5

56

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi,
Tahun 2005 ...............................................................................

58

Tabel II.6

Perkiraan Anggaran Belanja Untuk Daerah, Tahun 2005 ................

62

Tabel II.7

Perkiraan Pembiayaan Anggaran, Tahun 2005 ...............................

65

iii

Daftar Grafik

DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik I.1

Perkembangan Inflasi, 2003-2005 ...............................................

17

Grafik I.2

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Nominal dan Riil (REER) terhadap
Dolar Amerika Serikat, Tahun 2003 - 2005 ....................................

19

Grafik I.3

Posisi dan Target Indikatif Uang Primer, 2003-2004 ......................

21

Grafik I.4

Perkembangan IHSG dan SBI 1 Bulan, 2003-2005 .......................

23

iv

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

BAB I
PROSPEK EKONOMI INDONESIA DAN
ASUMSI DASAR APBN PERUBAHAN
TAHUN 2005
PENDAHULUAN
Prospek ekonomi Indonesia tahun 2005 sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi tahun 2004, lingkungan eksternal dan kebijakan
ekonomi makro tahun 2005. Kebijakan ekonomi makro 2005 juga harus
merupakan satu rangkaian dari kebijakan ekonomi jangka menengah 20052009 dalam mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang merupakan
program kerja Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu.

Prospek ekonomi Indonesia 2005 dipengaruhi
oleh perkembangan
ekonomi tahun 2004,
lingkungan eksternal,
kebijakan ekonomi
makro.

Prospek ekonomi Indonesia tahun 2005 pada gilirannya akan mempengaruhi
besaran APBN 2005. Dalam kaitan ini, terdapat beberapa indikator ekonomi
makro utama yang sangat mempengaruhi tercapainya sasaran-sasaran dalam
APBN, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan, harga minyak mentah
Indonesia, dan tingkat produksi minyak Indonesia.
Undang-undang APBN 2005 yang disahkan dalam bulan Oktober 2004
didasarkan kepada asumsi-asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi
5,5 persen, nilai tukar rupiah Rp8.600 per dolar Amerika Serikat, harga
minyak mentah US$24 per barel, dan produksi minyak Indonesia 1,125 juta
barel per hari.
Undang-undang APBN 2005 tersebut mempunyai sifat khusus karena
disusun dalam masa peralihan kekuasaan dari pemerintahan Kabinet Gotong
Royong dan DPR hasil Pemilu 1999 kepada pemerintahan dan DPR
sekarang. Dengan mengingat kondisi kekhususan tersebut, APBN 2005
disusun dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan fiskal, tetapi masih
memberikan fleksibilitas yang cukup bagi pemerintahan baru untuk membuat
kebijakan dan prioritas anggaran dan fiskal yang baru, mengingat pada
dasarnya hak untuk melakukan perubahan-perubahan APBN 2005 sesuai
dengan prioritas kebijakan fiskal sepenuhnya terdapat pada Pemerintah dan
DPR sekarang. Lebih dari itu, asumsi-asumsi APBN 2005 yang terkait
dengan target penerimaan dan belanja didasarkan kepada asumsi dan kondisi
lingkungan sampai dengan triwulan III tahun 2004, sedangkan pada triwulan
IV tahun 2004 Indonesia telah dipengaruhi oleh tsunami di Aceh dan
Sumatera Utara dan perkembangan harga minyak internasional, yang pada
gilirannya berdampak kepada besarnya sasaran penerimaan dan pengeluaran
pemerintah, yang secara historis terus berlanjut pada tingkat yang tinggi.

Undang-undang APBN
2005 mempunyai sifat
khusus karena disusun
dalam masa peralihan
kekuasaan dari pemerintahan Kabinet Gotong Royong dan DPR
hasil Pemilu 1999
kepada pemerintahan
dan DPR sekarang.

Untuk itu, dalam bulan Maret 2005 ini Pemerintah mempercepat pengajuan
RUU APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2005, lebih cepat dari jadwal
yang seharusnya, yaitu bulan September 2005. Percepatan pengajuan RUU
APBN-P 2005 ini penting untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2005,

Pemerintah mempercepat pengajuan RUU
APBN
Perubahan
(APBN-P) tahun 2005,

1
*

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

lebih cepat dari jadwal
seharusnya yaitu bulan
Oktober 2005.

agar lebih realistis, serta untuk lebih mendukung pencapaian sasaran
pembangunan ekonomi 2005 dan jangka menengah baik dalam rangka
penyediaan lapangan kerja baru maupun pengurangan penduduk miskin.
Percepatan pengajuan RUU APBN-P 2005 juga untuk mengakomodasikan
keperluan pembangunan kembali Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan
Sumatera Utara pasca bencana tsunami Desember 2004, yang rencana
kebutuhan pembiayaannya belum ditampung dalam UU APBN 2005, serta
rencana tambahan belanja negara dalam rangka program kompensasi
pengurangan subsidi BBM.

Perubahan asumsi
dasar ekonomi makro,
khususnya asumsi harga minyak mentah
mengandung konsekuensi berubahnya
postur APBN secara
signifikan, terutama terhadap besaran penerimaan migas, dana bagi
hasil untuk daerah, dan
subsidi BBM.

Perubahan asumsi dasar ekonomi makro, khususnya asumsi harga minyak
mentah mengandung konsekuensi berubahnya postur APBN secara
signifikan, terutama terhadap besaran penerimaan migas, dana bagi hasil
untuk daerah, dan subsidi BBM. Untuk menjaga kesehatan dan alokasi
APBN maka diperlukan langkah-langkah kebijakan fiskal seperti kebijakan
pengurangan subsidi BBM. Perubahan asumsi harga minyak dan adanya
kebijakan kenaikan harga BBM dalam negeri membawa konsekuensi kepada
asumsi-asumsi ekonomi makro lainnya seperti inflasi dan tingkat bunga.
Selain itu, perkembangan nilai tukar juga diperkirakan tidak sekuat
sebagaimana diperkirakan semula namun tetap stabil sebagaimana yang
dialami dalam bulan-bulan pasca Pemilu maupun perkembangan awal tahun
2005. Dengan mencermati kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro
yang terdapat dalam APBN 2005 perlu disesuaikan dalam APBN-P 2005
ini. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,5 persen, inflasi 7 persen,
kurs Rp8.900 per dolar Amerika Serikat, serta harga dan produksi minyak
Indonesia mencapai masing-masing sekitar US$35 per barel dan 1,125 juta
barel per hari.

GAMBARAN UMUM DAN ARAH KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO INDONESIA TERKINI
Perekonomian Indonesia tahun 2005 diawali
dengan momentum pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi.

Perekonomian Indonesia tahun 2005 diawali dengan momentum
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan meningkatnya kepercayaan
bisnis dan permintaan investasi dengan pesat. Krisis ekonomi yang telah
memundurkan pembangunan ekonomi dalam 6 tahun terakhir telah diakhiri
dengan suksesnya transisi dari program IMF. Lebih dari itu, tingkat
kemiskinan telah turun di bawah tingkat sebelum krisis.

Momentum pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi tidak terlepas dari terjaganya
stabilitas ekonomi
makro dalam beberapa
tahun terakhir.

Momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut tidak terlepas
dari terjaganya stabilitas ekonomi makro dalam beberapa tahun terakhir,
sebagaimana direfleksikan dalam laju inflasi yang relatif rendah, stabilitas
nilai tukar, dan penurunan tingkat bunga secara bertahap. Perbaikan yang
mengesankan dalam sustainabilitas fiskal dalam tahun-tahun terakhir yang
didukung oleh stabil dan demokratisnya lingkungan politik telah mendukung
gambaran stabilitas ekonomi makro tersebut. Momentum ekonomi bersamasama dengan stabilitas politik dan ekspektasi yang tinggi terhadap kebijakan
ekonomi pemerintahan baru telah memperbaiki sentimen masyarakat. Risiko
ekonomi makro yang diukur dengan rasio utang luar negeri dan utang
pemerintah terhadap PDB terus membaik. Sekalipun demikian, iklim investasi

2

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

masih perlu diperbaiki, khususnya dalam beberapa sektor seperti sektor
pertambangan minyak dan gas yang pada gilirannya menyebabkan turunnya
produksi minyak dan gas.
Dalam tahun 2004, sekalipun terdapat tantangan global dari naiknya harga
minyak mentah, kinerja ekonomi Indonesia lebih baik dari yang diperkirakan
semula. Inflasi relatif rendah, indeks harga saham yang meningkat pada
level tertinggi sepanjang sejarah, dengan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen,
tertinggi sejak krisis tahun 1998.

Dalam tahun 2004,
kinerja ekonomi Indonesia lebih baik dari yang
diperkirakan semula.

Investasi dan ekspor telah mulai menunjukkan peningkatan, sekalipun
demikian stabilitas ekonomi makro masih belum diterjemahkan kepada
penciptaan lapangan kerja yang memadai karena masih terdapatnya berbagai
hambatan di sektor riil. Hal ini merupakan tantangan utama dalam lima
tahun mendatang, yaitu mempercepat pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dengan mengkonsolidasikan reformasi mikro seraya
memelihara stabilitas ekonomi makro.

Investasi dan ekspor
telah mulai menunjukkan peningkatan.

Selanjutnya, untuk lebih mendorong kesejahteraan masyarakat Indonesia,
Pemerintah mempunyai misi ekonomi yang didasarkan kepada tiga strategi
utama. Strategi pertama yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi secara berkelanjutan melalui kombinasi ekspor yang kuat dan
meningkatnya investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri (pro-growth).
Kedua, menstimulasi kinerja sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja
(pro-employment). Ketiga, mendukung pembangunan ekonomi perdesaan
untuk mengentaskan kemiskinan (pro-poor).

Tiga strategi utama misi
ekonomi pemerintah
yaitu: pro-growth, proemployment, pro-poor.

Dengan tiga strategi utama tersebut, target-target ekonomi jangka menengah
diharapkan dapat tercapai. Dalam lima tahun mendatang, pengangguran
terbuka diharapkan berkurang dari 9,5 persen dalam tahun 2003 menjadi
5,1 persen. Tingkat kemiskinan juga ditargetkan menurun dari 16,6 persen
tahun 2004 menjadi 8,2 persen tahun 2009. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi rata-rata akan mencapai sekitar 6,6 persen per tahun.
Target-target tersebut hanya akan dicapai apabila terdapat tingkat inflasi
yang rendah, sustainabilitas fiskal, dan upaya untuk berpegang teguh kepada
strategi reformasi ekonomi di atas. Untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, produktivitas diupayakan meningkat di semua sektor. Meningkatnya
produktivitas akan terjadi apabila reformasi ekonomi makro berlanjut, dan
disinkronisasikan dengan berbagai reformasi pada tataran mikro. Berbagai
reformasi yang saat ini sedang aktif dilakukan adalah memperbaiki iklim
investasi, menjamin fleksibilitas pasar kerja, dan memerangi korupsi untuk
menurunkan ekonomi biaya tinggi. Pemerintah juga mempunyai komitmen
untuk melanjutkan proses reformasi hukum, antara lain dengan menerbitkan
Peraturan Presiden tentang pemberantasan korupsi, mendirikan Komite
Pengawas Kejaksaan, dan memerangi penyelundupan. Kesemuanya ini
dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan kepastian investasi di
Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga mempunyai tekad yang kuat untuk
memperbaiki infrastruktur. Dalam bulan Januari 2005 Pemerintah telah
menyelenggarakan Infrastructure Summit di Jakarta yang dihadiri oleh 700
pebisnis dari 22 negara. Kesimpulan dari Infrastructure Summit yaitu
memberi ruang yang lebih besar kepada partisipasi sektor swasta dalam
3

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

membangun berbagai program infrastruktur yang akan memberikan stimulus
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Komitmen
Pemerintah memperbaiki iklim investasi akan melengkapi upaya-upaya dalam
meningkatkan kepastian hukum dan aturan agar merangsang partisipasi
sektor swasta dalam pembangunan.
Memasuki tahun 2005,
Indonesia juga dihadapkan dengan cobaan yang
terberat dalam sejarah
bangsa, baik secara
emosi, sosial, maupun
ekonomi.

Memasuki tahun 2005, Indonesia juga dihadapkan dengan cobaan yang
terberat dalam sejarah bangsa, baik secara emosi, sosial, maupun ekonomi.
Bencana tsunami pada 26 Desember 2004 telah mengakibatkan kerusakan
yang hebat dan kehilangan nyawa sekitar 124.000 jiwa dan 400.000 jiwa
kehilangan tempat tinggal di Aceh dan Sumatera Utara. Tugas yang
mendesak adalah segera memberikan bantuan darurat, dan diikuti dengan
tahapan-tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan memakan waktu
antara 3 - 5 tahun. Untuk itu, pada pertemuan khusus pimpinan ASEAN
setelah gempa bumi dan tsunami di Jakarta pada 6 Januari 2005, Pemerintah
dan berbagai organisasi internasional telah menyampaikan komitmen
mengenai perlunya solidaritas global untuk membantu korban tsunami,
mendukung program-program nasional untuk rehabilitasi dan rekonstruksi,
dan menghindari korban bencana selanjutnya dengan mendirikan sistem
peringatan dini di Samudera Hindia. Mereka juga membuat komitmen untuk
program-program yang telah disetujui pada Tsunami Summit di Jakarta.

Prospek ekonomi dalam
tahun 2005 perlu dicermati untuk mengantisipasi pertumbuhan
ekonomi dunia yang
agak melambat, lebih
tingginya tingkat bunga
di Amerika Serikat, dan
terus berlanjutnya harga
minyak yang cukup
tinggi.

Prospek ekonomi dalam tahun 2005 juga perlu dicermati secara hati-hati
untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi dunia yang agak melambat,
lebih tingginya tingkat bunga di Amerika Serikat, dan terus berlanjutnya
harga minyak yang cukup tinggi. Lebih dari itu, menyadari perlunya
tambahan pengeluaran untuk upaya-upaya pemulihan terkait dengan bencana
tsunami, maka Pemerintah perlu meninjau ulang mengenai rencana awal
penurunan lebih lanjut atas defisit APBN, sehingga target defisit untuk
APBN-P 2005 sedikit diperlonggar menjadi 0,8 persen PDB lebih tinggi
dari 0,7 persen PDB dalam APBN 2005.

Berbagai kebijakan
fiskal utama yang telah
diambil dan akan terus
dilaksanakan mencakup
pelaksanaan kebijakan
untuk mengurangi defisit dan mengendalikan
utang pemerintah pada
tingkat yang aman.

4

Target defisit dalam APBN-P 2005 tersebut masih dalam kerangka program
konsolidasi fiskal. Sejalan dengan kebijakan fiskal yang berhati-hati,
Pemerintah berupaya lebih keras untuk mengendalikan defisit APBN
sekalipun terdapat tambahan kebutuhan dana untuk upaya rekonstruksi
terhadap daerah-daerah yang dilanda tsunami dan untuk pemberian dana
kompensasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. Dukungan hibah
oleh lembaga-lembaga donor, moratorium utang oleh negara-negara donor
yang tergabung dalam Paris Club, dan tambahan dana dari negara-negara
anggota CGI cukup membantu manajemen fiskal Indonesia.
Berbagai kebijakan fiskal utama yang telah diambil dan akan terus
dilaksanakan mencakup pelaksanaan kebijakan untuk mengurangi defisit
dan mengendalikan utang pemerintah pada tingkat yang aman. Selain itu,
Pemerintah akan melanjutkan modernisasi pajak dan kepabeanan dan
melakukan reformasi struktural. Undang-undang perpajakan dan kepabeanan
akan diamandemen agar sistem perpajakan di Indonesia menjadi lebih
kompetitif. Pemerintah juga akan merasionalisasikan belanja negara yang
akan lebih diarahkan kepada hal-hal yang diprioritaskan termasuk langkahlangkah kebijakan kompensasi pengurangan subsidi BBM serta pemulihan

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

dan rekonstruksi Aceh. Selain itu, pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan
desentralisasi fiskal juga akan diperbaiki berdasarkan Undang-undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah dengan maksud untuk memperbaiki mekanisme pinjaman
daerah. Pemerintah juga akan mengusulkan amandemen Undang-undang
Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk
memberikan lingkungan yang kondusif bagi investasi di daerah.
Dalam kaitannya dengan pembiayaan anggaran, Paris Club telah
mengadakan pertemuan pada tanggal 12 Januari 2005 dan 9-10 Maret 2005
untuk mendiskusikan penawaran moratorium utang bagi negara peminjam
yang terkena dampak bencana tsunami pada bulan Desember 2004. Tujuan
utama penawaran moratorium utang yaitu agar negara-negara peminjam
yang terkena bencana tsunami mempunyai sumber dana yang cukup untuk
membiayai keperluan rekonstruksi dan kemanusiaan di daerah-daerah yang
terkena bencana. Pada tanggal 10 Maret 2005, Paris Club mengeluarkan
press release yang isinya bahwa negara-negara anggota yang terkena
bencana tsunami dapat keringanan untuk tidak membayar kewajiban utang
sampai dengan 31 Desember 2005. Penundaan utang pokok dan bunga
dibayarkan dengan tenggang waktu lima tahun dan grace period satu tahun.
Dalam kaitan ini, Pemerintah Indonesia menyetujui tawaran penundaan utang
pokok dan bunga dari Paris Club sebesar 2,4 miliar dolar AS.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan reformasi sektor finansial,
Departemen Keuangan dan Bank Indonesia telah menandatangani Nota
Kesepahaman (Memorandum of Understanding) atas prosedur penutupan
perbankan dan lender of the last resort. Rancangan Undang-undang tentang
Jaring Pengaman Keuangan saat ini juga sedang dipersiapkan. Undangundang Lembaga Penjaminan Simpanan telah disahkan DPR tahun 2004,
dan Sistem Penjamin Simpanan saat ini mulai diterapkan secara bertahap.
Selain itu, cetak biru mengenai Otoritas Jasa Keuangan yang terintegrasi
juga sedang dipersiapkan. Di lingkungan Departemen Keuangan, Bapepam
juga akan digabung dengan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan agar
supervisi aktivitas pasar modal dan lembaga keuangan dapat dilaksanakan
lebih baik.
Selanjutnya, perbaikan manajemen sektor publik yang merupakan bagian
dari upaya peningkatan akuntabilitas sektor pemerintah sebagai
penyelenggara negara akan dipercepat. Berbagai aspek mengenai perbaikan
manajemen sektor publik mencakup antara lain manajemen belanja negara,
manajemen utang, procurement dan akuntansi, serta auditing dan kontrol
pada semua tingkatan pemerintahan. Berbagai kegiatan yang sedang
dilakukan dengan bantuan berbagai lembaga internasional, yaitu (i) perbaikan
manajemen keuangan, (ii) penguatan pungutan penerimaan dan manajemen
keuangan publik dan akuntabilitas, (iii) penguatan fungsi pemeriksaan,
termasuk untuk pemerintah daerah dan melakukan harmonisasi sistem
keuangan daerah dan pusat serta mekanisme peminjaman dan hibah daerah,
(iv) memperkenalkan sistem anggaran berbasis kinerja, (v) membuat model
strategi manajemen utang, dan (vi) membentuk unit penasehat (advisory
unit) untuk memberikan arahan kebijakan pada keseluruhan manajemen
pengeluaran publik.

Tujuan utama penawaran moratorium utang
yaitu agar negaranegara peminjam yang
terkena bencana tsunami mempunyai sumber dana yang cukup
untuk membiayai keperluan rekonstruksi dan
kemanusiaan di daerahdaerah yang terkena
bencana.

Departemen Keuangan
dan Bank Indonesia
telah menandatangani
Nota Kesepahaman
(Memorandum of Understanding) atas prosedur penutupan perbankan dan lender of the
last resort.

Perbaikan manajemen
sektor publik yang
merupakan bagian dari
upaya peningkatan
akuntabilitas sektor
pemerintah sebagai
penyelenggara negara
akan dipercepat.

5

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

Dengan dipeliharanya
kebijakan moneter yang
sehat yang didukung
oleh aliran modal yang
bebas dan rezim nilai
tukar mengambang
bebas, otoritas moneter
telah berhasil menjaga
stabilitas perekonomian

Di bidang moneter, tahun 2004 bukan hanya merupakan tahun prestasi tetapi
juga merupakan tahun yang penuh tantangan. Tahun 2004 pada dasarnya
merupakan tahun transisi politik dan dalam prosesnya pemilihan umum dapat
dilaksanakan dengan demokratis, damai, jujur, dan terbuka. Sekalipun
demikian, dengan dipeliharanya kebijakan moneter yang sehat yang didukung
oleh aliran modal yang bebas dan rezim nilai tukar mengambang bebas,
otoritas moneter telah berhasil menjaga stabilitas perekonomian, yang
tercermin dari stabilitas nilai tukar pada tingkat rata-rata Rp8.938 per dolar
Amerika Serikat atau terdapat depresiasi 4,21 persen setahun, menurunnya
tingkat bunga domestik sampai pertengahan 2004, serta inflasi dan ekspektasi
inflasi tetap terkendali. Inflasi tahunan (y-o-y) tahun 2004 mencapai 6,40
persen. Kebutuhan riil perekonomian, terutama untuk kepentingan korporasi
yang cukup tinggi, dan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap
berbagai mata uang dunia yang dipicu oleh kenaikan suku bunga The Fed
mempunyai peranan yang berarti terhadap melemahnya nilai tukar rupiah
dalam kurun waktu 2004.

Stabilitas ekonomi
makro dipekirakan dapat dipelihara pada
tahun-tahun mendatang.

Memasuki tahun 2005, sejalan dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi
Indonesia, stabilitas ekonomi makro diperkirakan dapat dipelihara pada tahuntahun mendatang. Nilai tukar rupiah tahun 2005 diperkirakan relatif stabil
dengan rata-rata setahun diperkirakan sebesar Rp8.900 per US$ dan
terdapat kecenderungan apresiasi untuk jangka menengah.

Melemahnya nilai tukar
rupiah pada gilirannya
akan diikuti oleh adanya
tekanan inflasi yang
lebih tinggi.

Sementara itu, inflasi terkait erat dengan perkembangan nilai tukar rupiah.
Melemahnya nilai tukar rupiah pada gilirannya akan diikuti oleh adanya
tekanan inflasi yang lebih tinggi. Laju inflasi tahun 2004 mencapai 6,40
persen, lebih tinggi dibanding laju inflasi tahun 2003 sebesar 5,06 persen.
Ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi tahun 2004 selain
karena melemahnya nilai tukar rupiah, juga bersumber dari tingginya harga
komoditas impor dan meningkatnya permintaan agregat. Sementara itu, laju
inflasi y-o-y dalam bulan Februari 2005 mencapai 7,15 persen. Meskipun
Pemerintah menaikkan harga beberapa produk BBM pada awal bulan Maret
2005, tetapi diperkirakan dampak kenaikan harga BBM tersebut terhadap
laju inflasi masih dalam batas yang wajar. Pemerintah maupun Bank
Indonesia juga telah dan akan melakukan upaya-upaya untuk meredam
gejolak harga barang-barang lainnya sebagai akibat kenaikan harga BBM
maupun dalam rangka pengendalian inflasi secara keseluruhan. Dalam hal
ini, otoritas moneter tetap berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan
moneter yang sehat, sejalan dengan misi untuk menjamin stabilitas nilai tukar
rupiah dan supervisi perbankan secara hari-hati untuk menjamin kesehatan
dan efektivitas sistem perbankan. Sementara itu, Pemerintah akan senantiasa
berkoordinasi untuk turut membantu pengendalian inflasi, terutama dengan
menjaga kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dengan senantiasa
memantau kelancaran distribusi maupun ketersediaan stok di pasar dan
mengendalikan kenaikan-kenaikan tarif yang penentuannya dipengaruhi oleh
Pemerintah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, laju inflasi
dalam tahun 2005 diperkirakan dapat dikendalikan pada angka 7 persen.
Hal ini masih dalam batas sasaran inflasi tahun 2005 yang ditetapkan
Pemerintah sebesar 6 persen dengan deviasi lebih kurang 1 persen.

6

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

Nilai tukar rupiah yang cenderung melemah secara moderat dan laju inflasi
yang sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2003, masih menunjukkan relatif
stabilnya kondisi makro ekonomi dan moneter dalam tahun 2004. Kondisi
ini memberikan peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga
secara bertahap. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan rata-rata suku bunga
SBI-3 bulan dari 8,15 persen pada bulan Januari 2004 menjadi 7,29 persen
dalam bulan Desember 2004. Dengan demikian, dalam tahun 2004, realisasi
rata-rata suku bunga SBI-3 bulan mencapai 7,39 persen. Sementara itu,
pada bulan Maret 2005 suku bunga SBI-3 bulan mencapai 7,31 persen,
lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 7,27 persen. Berdasarkan
perkiraan akan adanya tekanan terhadap inflasi, dalam tahun 2005, Bank
Indonesia berencana untuk menerapkan kebijakan moneter yang cenderung
ketat. Untuk itu, dalam tahun 2005 suku bunga SBI-3 bulan diperkirakan
dapat dikendalikan sebesar 8 persen.

Kondisi makro ekonomi
dan moneter dalam
tahun 2004 relatif stabil.

Membaiknya kondisi ekonomi makro dan moneter juga turut mendorong
membaiknya kinerja sektor perbankan. Penurunan suku bunga perbankan
secara bertahap direspon oleh kenaikan kredit perbankan yang cukup besar.
Sampai dengan bulan Januari 2005, kredit perbankan meningkat sebesar
25,36 persen dan dana perbankan tumbuh sebesar 5,41 persen dari akhir
tahun 2003. Membaiknya kinerja sektor perbankan juga tercermin pada
meningkatnya LDR dari 43,20 persen pada Desember 2003 menjadi 49,95
persen pada Desember 2004, dan meningkatnya CAR dari 19,29 persen
menjadi 19,42 persen dalam periode yang sama.

Membaiknya kondisi
ekonomi makro dan
moneter juga turut mendorong membaiknya
kinerja sektor perbankan.

Pada sektor perbankan, pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi
memerlukan industri perbankan yang semakin kuat dan efisien. Untuk itu,
kebijakan perbankan dalam tahun 2005 akan diutamakan pada upaya
penguatan industri perbankan dengan menjaga kehati-hatian supervisi
perbankan untuk menjamin kesehatan dan efisiensi sistem perbankan. Dalam
hal ini, kebijakan perbankan akan diarahkan pada pencapaian lima tujuan.
Pertama, mempercepat proses konsolidasi dalam industri perbankan. Kedua,
melanjutkan penyesuaian mekanisme dan prosedur sistem perbankan agar
lebih mendukung kebutuhan perekonomian nasional. Ketiga, mengambil
langkah-langkah untuk memperkuat infrastruktur sistem keuangan. Keempat,
memperbaiki aspek prudensial perbankan dan fungsi intermediasi. Dalam
kaitan ini, berbagai upaya akan difokuskan pada pengembangan manajemen
yang lebih hati-hati kepada industri perbankan dan kepedulian yang lebih
kuat atas risiko-risiko perbankan. Tujuan kelima, industri perbankan
Indonesia diharapkan setingkat dengan negara-negara kawasan dengan
mengimplementasikan Kerangka Kerja Bassel II dalam tahun 2008.

Kebijakan perbankan
dalam tahun 2005 akan
diutamakan pada upaya
penguatan industri perbankan dengan menjaga
kehati-hatian supervisi
perbankan.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat mengalami tekanan
pada bulan Mei dan Juni 2004, pada akhir Juli 2004 kembali meningkat
hingga menembus angka 1.000 pada akhir tahun 2004. Sampai dengan akhir
bulan Februari 2005, IHSG telah mencapai 1.073,82. Ekspektasi membaiknya
pertumbuhan ekonomi dan keuntungan korporasi yang lebih baik, serta
relatif stabilnya keamanan dan politik telah mendukung pemulihan indeks
harga saham tersebut.

IHSG menembus angka
1.000 pada akhir tahun
2004.

7

Bab I

Perdagangan Obligasi
Negara pada tahun 2004
juga mengalami kenaikan.

.

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

Sementara itu, perdagangan Obligasi Negara pada tahun 2004 juga
mengalami kenaikan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya volume
perdagangan bulanan Obligasi Negara di pasar sekunder yang mencapai
sekitar 57 persen, yaitu dari Rp30,3 triliun dalam Desember tahun 2003
menjadi Rp47,8 triliun dalam bulan Desember tahun 2004. Peningkatan
perdagangan Obligasi Negara tahun 2004 tersebut diikuti dengan penurunan
imbal hasil (yield) yang signifikan terutama selama periode Januari-Mei
2004 meskipun kembali sedikit meningkat hingga akhir tahun 2004. Faktorfaktor yang mendorong penurunan yield Obligasi Negara dalam periode
tersebut utamanya adalah adanya penurunan tingkat suku bunga SBI dan
membaiknya kondisi ekonomi makro Indonesia, sehingga berpengaruh positif
pada peningkatan credit rating Indonesia. Faktor-faktor tersebut turut
pula memberikan kontribusi pada suksesnya penerbitan Obligasi Negara di
pasar perdana (primary market) baik di pasar domestik maupun
internasional. Sementara itu, dalam periode Juni-Desember 2004,
perdagangan Obligasi Negara sedikit mengalami fluktuasi yang disertai
dengan kenaikan yield Obligasi Negara. Hal ini terutama disebabkan oleh
gejolak pasar finansial dunia akibat kenaikan Fed Fund Rate di Amerika
Serikat, meningkatnya ekspektasi inflasi akibat tingginya harga minyak dunia,
serta melemahnya rupiah. Faktor-faktor yang memberikan sentimen positif
bagi perdagangan Obligasi Negara sampai akhir tahun 2004 diantaranya
adalah berlangsungnya pemilihan umum presiden secara langsung dengan
lancar dan aman, adanya koordinasi yang baik antara otoritas fiskal dan
otoritas moneter, serta masih besarnya kelebihan likuiditas di pasar yang
dapat ditempatkan pada Obligasi Negara.

Kinerja reksadana juga
menunjukkan peningkatan yang tercermin
pada meningkatnya nilai
aktiva bersih (NAB).

Kinerja reksadana juga menunjukkan peningkatan yang tercermin pada
meningkatnya nilai aktiva bersih (NAB) dari Rp69,5 triliun pada akhir tahun
2003 menjadi Rp110,1 triliun pada bulan Januari 2005. Peningkatan nilai
aktiva bersih tersebut terjadi pada hampir semua jenis reksadana, yaitu
reksadana campuran, pendapatan tetap, dan saham. Sedangkan reksadana
pasar uang mengalami penurunan. Meningkatnya nilai aktiva bersih
reksadana tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya suku bunga
SBI, suku bunga perbankan, dan tidak dikenakannya pajak atas capital
gain bagi reksadana yang berumur kurang dari 5 tahun.

Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan untuk mendorong penanaman modal
asing (foreign direct investment) dan memperbaiki iklim investasi
di Indonesia.

Dalam tahun 2004, Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan untuk
mendorong penanaman modal asing (foreign direct investment) dan
memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Pertama, Pemerintah
mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan semua persetujuan investasi
asing hanya melalui satu instansi, yaitu Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), sebelumnya, persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) harus
diperoleh melalui berbagai instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
setelah implementasi undang-undang otonomi daerah tahun 1999, atau
instansi di daerah tergantung kepada lokasi usulan PMA. Maksud dari aturan
tersebut yaitu untuk menyederhanakan proses persetujuan PMA dan
membatasi pemerintah propinsi atau kabupaten/kota dalam menerapkan
persyaratan mereka sendiri atas PMA, yang pada gilirannya menghambat
investasi. Kedua, Pemerintah telah mengimplementasikan undang-undang
yang memfasilitasi negosiasi dan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan

8

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

antara pekerja dan pengusaha untuk menghindari pemogokan. Pemerintah
menerapkan aturan ini untuk menjawab kepedulian investor asing bahwa
undang-undang ketenagakerjaan Indonesia lebih berpihak kepada pekerja.
Sejak krisis keuangan Asia, persetujuan penanaman modal asing berfluktuasi
dari tahun ke tahun. Dalam tahun 2004, persetujuan penanaman modal asing
menurun sebesar 26,4 persen dari US$14,0 miliar menjadi US$10,3 miliar
dalam tahun 2003 yang telah meningkat sebesar 41,4 persen dari tahun
2002 sebesar US$9,9 miliar.
Tingkat realisasi persetujuan PMA, yaitu proporsi PMA yang direalisasikan,
juga berfluktuasi selama tahun 2000-2004. Tingkat realisasi PMA tahun
2000 sebesar 62 persen dari yang disetujui (terealisasi US$9,9 miliar).
Selanjutnya, tingkat realisasi menurun menjadi hanya 23 persen dari
persetujuan PMA (terealisasi US$3,5 miliar) dalam tahun 2001, tetapi
meningkat menjadi 31 persen (terealisasi US$3,1 miliar) dalam tahun 2002.
Tingkat realisasi persetujuan PMA menurun lagi dalam tahun 2003 menjadi
39 persen (terealisasi US$5,4 miliar). Dari gambaran estimasi tahun 2004,
tingkat realisasi PMA meningkat menjadi 44 persen (terealisasi sekitar
US$4,6 miliar).
Dari sisi eksternal, pertumbuhan nilai ekspor dan impor cenderung meningkat
yang terutama karena meningkatnya ekspor migas terkait dengan tingginya
harga komoditi tersebut. Dalam tahun 2004, ekspor meningkat 11,5 persen
menjadi US$69,7 miliar dari US$62,5 miliar dalam tahun 2003. Ekspor bukan
minyak dan gas meningkat 10,6 persen menjadi US$54,1 miliar, dibandingkan
dengan US$48,9 miliar tahun 2003. Peningkatan ekspor non minyak dan
gas ini terutama karena meningkatnya ekspor produk industri. Ekspor
manufaktur meningkat karena kuatnya pertumbuhan ekspor minyak sawit,
produk karet, produk besi/metal, kertas dan tekstil. Ekspor minyak sawit
meningkat karena meningkatnya produksi dan lebih tingginya permintaan
dunia, khususnya dari India, Cina, dan Belanda. Volume ekspor produk karet,
produk besi, kertas dan tekstil meningkat dalam tahun 2004 karena
meningkatnya permintaan dunia. Dalam sektor pertambangan, hampir semua
produk mengalami pertumbuhan, khususnya batu bara dan nikel. Ekspor
batu bara dan nikel mengalami peningkatan pesat tahun 2004 dibandingkan
dengan tahun 2003, terutama karena meningkatnya volume ekspor dan lebih
tingginya harga di pasar internasional. Meningkatnya ekspor mineral sebagian
diganti oleh menurunnya ekspor tembaga karena turunnya produksi tembaga.
Ekspor produk pertanian turun dalam tahun 2004 sehubungan dengan
melemahnya ekspor kopi dan udang. Produksi udang menurun dalam tahun
2004 karena virus yang mempengaruhi stok udang dalam berbagai fasilitas
produksi, kesulitan dalam pembiayaan untuk ekspansi produksi, dan
ketidakcukupan training operator tambak udang. Ekspor kopi turun karena
menurunnya permintaan dunia dan lebih rendahnya harga kopi dunia.

Pertumbuhan nilai
ekspor dan impor cenderung meningkat yang
terutama karena meningkatnya nilai ekspor
migas

Ekspor minyak dan gas tahun 2004 meningkat 13,9 persen menjadi US$15,6
miliar, dibandingkan dengan US$13,7 miliar tahun 2003. Harga ekspor
minyak meningkat signifikan dalam tahun 2004, dengan rata-rata sekitar
US$37 per barel, yang meningkatkan nilai ekspor minyak dan gas Indonesia,
meskipun terdapat penurunan produksi minyak dan gas menjadi sekitar 1
9

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

juta barel per hari tahun 2004, dibandingkan dengan 1,1 juta barel per hari
tahun 2003. Lebih dari itu, ekspor LNG, LPG, dan gas alam meningkat 18,5
persen menjadi US$7,7 miliar dari US$6,5 miliar tahun 2003 sejalan dengan
meningkatnya permintaan dunia atas permintaan produk-produk gas alam,
terutama Jepang, Korea, dan Taiwan.
Dalam tahun 2004,
impor meningkat 39,6
persen, dari US$33,1
miliar tahun 2003
menjadi US$46,2 miliar.

Dalam tahun 2004, impor meningkat 39,6 persen, dari US$33,1 miliar tahun
2003 menjadi US$46,2 miliar. Impor barang meningkat secara keseluruhan
dalam semua sektor utama, sejalan dengan meningkatnya permintaan
domestik atas produk impor dan meningkatnya investasi modal di Indonesia.
Impor bukan minyak dan gas meningkat 35,7 persen menjadi US$34,6 miliar
tahun 2004 dari US$25,5 miliar tahun 2003. Peningkatan impor bahan baku,
karena meningkatnya permintaan terutama makanan, kendaraan angkutan,
dan barang-barang konsumsi. Impor barang modal meningkat, karena
meningkatnya investasi dalam industri pengolahan, dan tingginya pembelian
alat-alat transportasi. Selanjutnya, lebih tingginya konsumsi masyarakat dan
kebijakan pemerintah untuk mengimpor makanan mendorong permintaan
konsumsi barang-barang impor, tumbuh 34,8 persen menjadi US$3,1 miliar
tahun 2004 dan merupakan 5,7 persen dari total impor 2004.
Impor minyak dan gas meningkat 52,4 persen dari US$7,6 miliar tahun 2003
menjadi US$11,6 miliar tahun 2004. Meningkatnya impor minyak dan gas
di samping tingginya harga minyak di pasaran internasional juga karena lebih
tingginya konsumsi dalam negeri dan lebih rendahnya produksi domestik.
Produksi minyak turun rata-rata dari 1,138 juta barel per hari tahun 2003
menjadi 1,040 juta barel per hari tahun 2004.

Pembayaran utang
pemerintah baik cicilan
maupun bunganya masih merupakan beban
yang cukup berat bagi
APBN.

Optimisme dari membaiknya gambaran ekonomi makro terkini Indonesia di
atas tetap perlu mempertimbangkan risiko ekonomi makro yang mungkin
timbul. Sekalipun rasio stok utang pemerintah terhadap PDB menunjukkan
penurunan yang tajam, pembayaran utang pemerintah baik cicilan maupun
bunganya masih merupakan beban yang cukup berat bagi APBN. Sebagai
hasilnya, Pemerintah masih memerlukan pinjaman baik dalam maupun luar
negeri yang cukup besar. Hal tersebut dimungkinkan apabila fundamental
ekonomi makro tetap kuat. Ketidakstabilan ekonomi makro akan membuat
pinjaman tersebut menjadi lebih mahal.

Pertumbuhan ekonomi
yang masih berkisar 5
persen belum mampu
menciptakan lapangan
kerja yang memadai

Pertumbuhan ekonomi yang masih berkisar 5 persen belum mampu
menciptakan lapangan kerja yang memadai guna menampung tambahan
angkatan kerja serta mengurangi pengangguran yang ada. Pengangguran
terbuka yang dalam tahun 1997 berjumlah 4,2 juta orang atau 4,7 persen
dari total angkatan kerja, meningkat menjadi 9,5 juta orang (9,5 persen dari
total angkatan kerja) pada tahun 2003. Dalam tahun 2004, tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia meningkat menjadi 9,9 persen dari 9,5
persen pada tahun 2003. Sekalipun lapangan kerja baru yang tercipta tahun
2004 lebih tinggi dari tahun 2003 pada tingkat 2,3 juta, tingkat pengangguran
terbuka tahun 2004 meningkat sejalan dengan masuknya sekitar 3,7 juta
angkatan baru ke pasar kerja. Dalam tahun 2004, angkatan kerja meningkat
menjadi 103,9 juta. Jumlah pengangguran terbuka meningkat 0,8 juta dari
9,5 juta pada tahun 2003 menjadi 10,3 juta pada tahun 2004. Lebih dari itu,
jumlah setengah penganggur (masyarakat yang bekerja kurang dari 35 jam

10

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

seminggu) mencapai sekitar 30 juta. Meningkatnya pengangguran terbuka
dan setengah penganggur tahun 2004 antara lain karena adanya pemutusan
hubungan kerja di berbagai industri pengolahan, termasuk tekstil dan alas
kaki, dan BUMN termasuk industri dirgantara. Penggangguran diperkirakan
tetap menjadi masalah di Indonesia sepanjang pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja tidak mampu berpacu dengan tambahan
penduduk.
Berbeda dengan tingkat pengangguran yang semakin meningkat, persentase
jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan menurun secara
signifikan dalam periode setelah krisis. Dalam tahun 2003, persentase
penduduk miskin mencapai 17,4 persen, membaik pada tingkat sebelum
krisis (1996) sebesar 17,7 persen, namun masih mencakup jumlah besar
yaitu sekitar 37,3 juta jiwa. Selanjutnya, pada tahun 2004 jumlah penduduk
miskin menurun menjadi 36,1 juta jiwa atau sekitar 16,6 persen jumlah
penduduk.

Persentase jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan menurun secara
signifikan dalam periode
setelah krisis.

Penurunan angka kemiskinan terutama berasal dari pertumbuhan pendapatan,
dan menurunnya inflasi, khususnya terkendalinya harga-harga bahan
makanan. Menurut studi Bank Dunia, setiap kenaikan 10 persen pendapatan
perkapita riil akan mengurangi indeks kemiskinan 1,3 persen. Pada saat
yang sama, setiap kenaikan 10 persen harga riil beras menyebabkan
peningkatan angka kemiskinan 3,2 persen.

PERKEMBANGAN DAN PROSPEK INDIKATOR
EKONOMI MAKRO 2004-2005
Prospek beberapa variabel ekonomi makro tahun 2005 yang digunakan
sebagai asumsi dasar penyusunan APBN 2005 meliputi pertumbuhan
ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga SBI-3 bulan, harga minyak
mentah, dan produksi minyak Indonesia. Perkembangan beberapa indikator
ekonomi tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1.

Tabel I.1
Perkem bangan Asum si Ekonom i M akro, 2004 – 2005
2005

2004

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pertumbuhan Ekonomi (persen)
Tingkat infl asi ( persen)
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
Suku Bunga SBI-3 bul an ( persen)
Harga Mi nyak Internasional (US$/barel)
Produksi Minyak (juta barel /hari)

Realisasi

APBN

APBN-P

5,1
6,4
8.939
7,39
37,17
1,040

5,4
5,5
8.600
6,5
24
1,125

5,5
7,0
8.900
8,0
35
1,125

11

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

PERTUMBUHAN EKONOMI
Dalam tahun 2004,
pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 5,1
persen.

Dalam tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1 persen,
lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 4,1 persen.
Membaiknya kinerja pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari relatif
terjaganya stabilitas ekonomi makro dalam beberapa periode terakhir, serta
ditunjang oleh terbentuknya pemerintahan baru hasil Pemilu langsung 2004
yang mampu mendorong meningkatnya ekspektasi pasar.

Konsumsi masyarakat
masih menunjukkan
kontribusi yang cukup
besar dalam perekonomian nasional.

Pengeluaran konsumsi, terutama konsumsi masyarakat masih menunjukkan
kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian nasional. Laju pertumbuhan
konsumsi masyarakat dalam tahun 2004 mencapai 4,9 persen, lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,9 persen. Hal
ini terutama terkait dengan relatif terkendalinya laju inflasi domestik,
meningkatnya pendapatan riil masyarakat, nilai tukar rupiah yang relatif
stabil, tingkat bunga domestik yang relatif rendah, meningkatnya penyaluran
kredit konsumsi baik oleh perbankan maupun lembaga-lembaga pembiayaan
konsumen, dan maraknya fasilitas pembiayaan konsumsi.
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami
kenaikan yang pesat, dari 1,0 persen dalam tahun 2003 menjadi 15,7 persen
dalam tahun 2004. Kecenderungan penguatan kinerja investasi dalam tahun
2004 tercermin dari meningkatnya konsumsi semen nasional. Konsumsi
semen pada bulan Oktober 2004 mencapai rekor tertinggi selama kurun
waktu pasca krisis sekitar 3 juta ton, atau mengalami kenaikan sekitar 9
persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu,
membaiknya kinerja investasi juga terlihat dari peningkatan penjualan
kendaraan jenis truk. Selama kurun waktu November 2003 - Agustus 2004,
penjualan kendaraan jenis truk menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat, dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2004, mencapai
lebih dari 15 ribu unit.

Laju pertumbuhan kredit investasi dalam tiga
triwulan pertama 2004
menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

Dari sisi pembiayaan, laju pertumbuhan kredit investasi dalam tiga triwulan
pertama tahun 2004 juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
Laju pertumbuhan kredit investasi yang disalurkan perbankan dalam bulan
September 2004 adalah sebesar 22,9 persen, lebih tinggi dari laju
pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 17,4 persen.
Perbaikan kinerja sektor perbankan diharapkan akan dapat mendukung
kinerja investasi, khususnya dari sisi pembiayaannya.

Kinerja ekspor juga menunjukkan penguatan.

Pada sisi lain, kinerja ekspor riil juga menunjukkan penguatan. Bila dalam
tahun 2003, laju pertumbuhan ekspor mencapai 8,2 persen, dalam tahun
2004 laju pertumbuhan ekspor meningkat menjadi 8,5 persen. Meningkatnya
laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa antara lain terkait dengan
menguatnya kinerja perekonomian global. Dalam World Economic Outlook
(WEO) yang dikeluarkan pada bulan September 2004, laju pertumbuhan
output dunia dalam tahun 2004 diperkirakan mencapai 5,0 persen, lebih
tinggi dibanding dengan laju pertumbuhan tahun 2003 sebesar 3,9 persen.
Sementara itu, volume perdagangan dunia dalam tahun 2005 diperkirakan
tumbuh sebesar 8,8 persen, lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan tahun
sebelumnya sebesar 5,1 persen.

12

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Perubahan

Kecenderungan membaiknya kinerja sektor produktif tersebut, dalam hal
ini investasi dan ekspor barang dan jasa, menunjukkan mulai adanya arah
perbaikan struktur ekonomi nasional dari consumtive-driven growth menjadi
productive-driven growth. Perbaikan struktural ini, pada gilirannya
diharapkan dapat mendorong perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi
terkait dengan upaya penciptaan lapangan kerja untuk mengatasi masalah
pengangguran sekaligus menanggulangi kemiskinan.

Kecenderungan membaiknya kinerja sektor
produktif menunjukkan
mulai adanya arah
perbaikan struktur.

Searah dengan penguatan yang terjadi pada beberapa komponen permintaan
domestik, khususnya investasi riil dan ekspor, serta masih relatif kuatnya
konsumsi masyarakat, kebutuhan impor barang dan jasa juga menunjukkan
peningkatan cukup signifikan. Laju pertumbuhan impor barang dan jasa
dalam tahun 2004 mencapai sebesar 25,0 persen, jauh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2003 sebesar 2,7 persen.
Dilihat dari sisi produksi, dalam tahun 2004, sektor pertanian meningkat
sebesar 4,1 persen, sedikit lebih rendah dari dari tahun 2003. Pertumbuhan
sektor pertanian terutama didorong oleh subsektor perikanan, diikuti oleh
peternakan dan makanan. Meningkatnya subsektor makanan dan hasil bumi
terutama karena meningkatnya produksi padi sekitar 3,7 persen menjadi
54,1 juta ton.

Dalam tahun 2004,
sektor pertanian meningkat sebesar 4,1
persen, sedikit lebih
rendah dari tahun 2003.

Sektor pertambangan dalam tahun 2004 menurun sebesar 4,6 persen, lebih
tinggi dari tahun sebelumnya yang turun 0,9 persen. Penurunan pertumbuhan
tersebut terutama karena berlanjutnya investasi yang rendah dalam
pertambangan dan penggalian, khususnya dalam subsektor minyak dan gas.

Sektor pertambangan
dalam tahun 2004
menurun sebesar 4,6
persen.

Dalam tahun 2004 sektor industri tumbuh sebesar 6,2 persen, sedikit lebih
tinggi dari pertumbuhannnya dalam tahun 2003 sebesar 5,3 persen. Di satu
pihak, industri pengolahan bukan migas tumbuh sebesar 7,7 persen, di lain
sisi industri minyak dan gas turun 4,6 persen. Menurunnya pertumbuhan
industri minyak dan gas, terutama karena terus rendahnya investasi di sektor
ini dalam tahun 2004. Meningkatnya industri pengolahan bukan minyak dan
gas terutama didorong oleh industri mesin dan perlengkapan transportasi,
semen, dan kimia. Khususnya, pertumbuhan industri otomotif meningkat
pesat sebesar 23 persen dalam tahun 2004. Meningkatnya permintaan
perumahan dan infrastruktur mendorong lebih tingginya output industri
semen.

Sektor industri tumbuh
sebesar 6,2 persen, sedikit lebih tinggi dari
pertumbuhannnya dalam tahun 2003 sebesar
5,3 persen.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencatat pertumbuhan sebesar
5,8 persen dalam tahun 2004, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhannya dalam
tahun 2003 sebesar 5,3 persen. Subsektor hotel mencatat pertumbuhan
tertinggi sebesar 11 persen sebagai hasil dari meningkatnya turis domestik
dan asing, sekalipun terdapat adanya peringatan perjalanan (travel
warnings) dari beberapa negara maju. Perdagangan besar dan eceran,
tumbuh sebesar 5,5 persen, terutama karena lebih tingginya pertumbuhan
perdagangan eceran dan meningkatnya jumlah dan tingkat penghunian pusat
perbelanjaan dan mal.

Sektor perdagangan,
hotel, dan restoran mencatat pertumbuhan sebesar 5,8 persen dalam
tahun 2004.

Dalam tahun 2004, sektor transportasi dan komunikasi