Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum
2.1 1. Tanah
Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan
dari batuan (R.F.Craig, 1989).Di antara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong
yang disebut pori-pori (void space)yang bersisi air dan/atau udara. Tanah memiliki
media pengangkut berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Pada saat
berpindah tempat , ukuran dan bentuk partikel dapat berubah dan terbagi dalam
beberapa rentang ukuran.
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara
fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin,
pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es
dalam batuan. Tanah yang terjadi akibat penghancuran tersebut mempunyai
komposisi yang sama dengan batuan asalnya. Proses pelapukan kimiawi sedikit
berbeda. Proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan
asalnya. Proses ini akan banyak berhubungan dengan proses-proses kimia yang
menyebabkan butir pada batuan yang tadinya menyatu menjadi terlepas-lepas. Salah


8
Universitas Sumatera Utara

satunya sumbernya adalah cairan kimia yang berasal dari tumpukan sampah atau
kotoran hewan bisa memicu proses pelapukan.
Segumpal tanah terdiri atas dua atau tiga bagian.Dalam tanah yang kering,
hanya ada dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. Dalam tanah yang
jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Dalam
keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat (butiran), pori
pori udara, dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk
diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tiga Fase Elemen Tanah
Dalam hal ini:
V

= Isi (Volume)

(cm3)


Va

= Isi udara (Volume of air)

(cm3)

Vw

= Isi air (Volume of water)

(cm3)

Vv

= Isi pori/rongga (Volume of void)

(cm3)

9
Universitas Sumatera Utara


Vs

= Isi butir-butir padat (Volume of solid)

(cm3)

W

= Berat (Weight)

(gr)

Wa

= Berat udara (Weight of air)

(gr)

Ww


= Berat air (Weight of water)

(gr)

Ws

= Berat butir-butir padat (Weight of solid)

(gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk
menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:
V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va

(2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah
(W) dapat dinyatakan dengan:
W = Ws + Ww


(2.2)

2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)
Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat
butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W(%) =

Ww
Ws

(2.3)

x 100

Dimana:
W

= Kadar air


(%)

10
Universitas Sumatera Utara

Ww

= Berat air

(gr)

Ws

= Berat butiran

(gr)

2.1.2.2. Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan

volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.
e=

Vv

(2.4)

Vs

Dimana:
e

= angka pori

Vv

= volume rongga

(cm3)


Vs

= volume butiran

(cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)
Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan
volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.
n=

Vv

(2.5)

V

Dimana:
n


= porositas

Vv

= volume rongga

(cm3)

V

= volume total

(cm3)

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.4. Berat Volume Basah (Unit Weight)
Berat volume lembab atau basah (γb ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).

γb =

W
V

(2.6)

Dimana:
γb

= Berat volume basah (gr/cm3)

W

= berat butiran tanah (gr)

V

= volume total tanah (cm3)


dengan
W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ).
Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
2.1.2.5. Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat volume kering (γd ) merupakan perbandingan antara berat butiran (Ws)
dengan volume total (V) tanah.
γd =

Ws
V

(2.7)

Dimana:
γd

= berat volume kering (gr/cm3)

Ws

= berat butiran tanah (gr)

V

= volume total tanah (cm3)
12
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (γs ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (Ws ) dengan volume butiran tanah padat (Vs ).
γs =

Ws

(2.8)

Vs

Dimana:
γs

= berat volume padat (gr/cm3)

Ws

= berat butiran tanah (gr)

Vs

= volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran
padat
(γs ) dengan berat volume air (γw ) pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah
tidak bersatuan (tidak berdimensi).
Gs =

γs

(2.9)

γw

Dimana:
Gs

= berat jenis

γs

= berat volume padat (gr/cm3)

γw

= berat volume air

(gr/cm3)

13
Universitas Sumatera Utara

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut
ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah

Berat Jenis

Kerikil

2,65 – 2,68

Pasir

2,65 – 2,68

Lanau tak organic

2,62 – 2,68

Lempung organic

2, 58 – 2,65

Lempung tak organic

2,68 – 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 – 1,80

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan
volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.
S(%) =

Vw
Vv

(2.10)

x100

Dimana:
S

= derajat kejenuhan

Vw

= volume air

(cm3)

Vv

= volume total rongga pori tanah

(cm3)

14
Universitas Sumatera Utara

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah
dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah

Derajat Kejenuhan

Tanah kering

0

Tanah agak lembab

> 0 – 0,25

Tanah lembab

0,26 – 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 – 0,75

Tanah basah

0,76 – 0,99

Tanah jenuh

1

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.3. Uji Klasifikasi Tanah
Ada beberapa pengujian yang dapat kita lakukan untuk mengklasifikasikan
tanah.Diantaranya adalah uji batas-batas atterberg, analisa ukuran butir, dan analisis
hidrometer.
2.1.3.1. Batas-Batas Atterberg
Batas-batas Atterberg digunakan untukmengklasifikasikan jenis tanahuntuk
mengetahuiengineering
tanahberbutir

propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada

halushalyang

palingpenting

adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas

disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam

tanahyangdapatdidefinisikan

sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk

padavolumeyang

15
Universitas Sumatera Utara

konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.
Plastisitas

suatu

tanah

bergantung

padakadar

airsehingga

tanahmemungkinkan menjadi berbentukcair, plastis, semi padat atau padat.
Konsistensi suatu

tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral

lempungnya.
Atterberg (1911) memberikan carauntuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah

berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan

kadar airnya. Batas-batastersebut adalah batas cair, batasplastis dan batas susut.
Batas- batas Atterberg dapatdigambarkan seperti dalamGambar 2.2 .

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
1. Batas cair (Liquid Limit)
Batascair(liquidlimit)

merupakankadarairtanahpadabatasantarakeadaan

cairdankeadaanplastisyaknibatasatasdaridaerahplastis.

Batascairditentukan

dari

pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah
dibentuk sedemikian rupa yang telah berisisampeltanah yang telah dibelah
olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua

sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25
pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan

16
Universitas Sumatera Utara

agar

mendapatkan

persamaan

sehingga

didapatkan

nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–
1000,akantetapikebanyakantanahmemilikinilaibatascairkurangdari100

(Holtz

danKovacs, 1981).
Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool (Das, 2002)
17
Universitas Sumatera Utara

2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah

padakedudukanantara

daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi
manatanahdengandiametersilinder3,2

mmmulaimengalamiretak-retakketika

digulung.
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan
kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas
susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm
dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan
tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan
dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam
berikut:
SL = �

(m 1 −m 2 )
m2



(v 1 −v 2 )γ w
m2

� x 100 %

(2.11)

Dimana:
m1

= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m2

= berat tanah kering oven

(gr)

v1

= volume tanah basah dalam cawan

(cm3)

v2

= volume tanah kering oven

(cm3)

γw

= berat jenis air

(gr/cm3)

18
Universitas Sumatera Utara

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks

Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih

batas

cairdan batas

plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah sesuai
dengan persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.
PI=LL -PL

(2.12)

Dimana:
PI

= indeks plastisitas

LL

= batas cair

PL

= batas plastis
Indeksplastisitasmerupakanintervalkadarair

plastis.

Karenaitu,

indeks

plastisitas

dimanatanahmasih

menunjukkan

sifat

tanahtersebut.Jikatanahmempunyaiintervalkadarairdaerahplastisyang

bersifat

keplastisitasan
kecil,

maka

keadaaninidisebutdengantanahkurus,kebalikannya jikatanah mempunyai interval
kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3

19
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI

Tingkat Plastisitas

Jenis Tanah

Kohesi

0

Non – Plastis

Pasir

Non – Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3.2. Gradasi Ukuran Butir
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya
butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam
tanah.
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan
grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial Size
Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir
yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut
tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang pada daerah
yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang
digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).

20
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)
2.1.3.3. Analisa Hidrometer
Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butirbutir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel-partikel
tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada
bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga digunakan untuk
memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuranukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200.Analisa hidrometer tidak
secara langsung digunakan dalam system klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat
ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984). Berikut ini adalah gambar alat yang
digunakan untuk pengujian analisa hidrometer (Hydrometer Analysis)
21
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)

2.1.4. Sistem Klasifikasi Tanah
2.1.4.1. Klarifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah
Seperti diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir
antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi
tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S.
Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah
system U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk
pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan
persentase susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration. Diagram
klasifikasi tekstur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

22
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur
2.1.4.2. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang
paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan
tanah.Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batasbatas Atterberg.Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil
percobaan ini.
Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui
ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan No.200.Sistem
ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan
oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 , tetapi diubah sedikit
23
Universitas Sumatera Utara

pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksikonstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah
dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:
Huruf pertama:

Huruf kedua:

G

= kerikil (Gravel)

W

= bergradasi baik (Well graded)

S

= pasir (Sand)

P

= bergradasi buruk (Poor graded)

W & P dari lengkung gradasi
M

= kelanauan (Muddy)

C

= kelempungan (Clayey)

dari diagram plaastisitas
M

= lanau (Mud)

L

= batas cair rendah (Low LL)

C

= lempung (Clay)

H

= bataas cair tinggi (High LL)

O

= organik (Organic)

24
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
2.1.4.3 Klasifikasi Sistem AASHTO (AASHTO Classification System)
Klasifikasi tanah sistem ini dikembangkan pada tahun 1929 oleh Public Road
Administration Classification System.Dalam sistem klasifikasi AASHTO ini, tanah
diklasifikasikan dalam 7 kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah-tanah

25
Universitas Sumatera Utara

yang diklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah-tanah
berbutir kasar dimana 35% atau kurang butir-butir tersebut melalui ayakan No.200.
Sedangkan tanah-tanah yang diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan
A-7 adalah tanah dimana butir-butirnya 35% atau lebih melalui ayakan No.200. Pada
umumnya tanah ini adalah lumpur dan lempung.

Gambar 2.8 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.5. Sifat-Sifat Mekanis Tanah
2.1.5.1. Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan
memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi
perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan
merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis
26
Universitas Sumatera Utara

untuk menghasilkan pemampatan partikel.Energi pemadatan di lapangan dapat
diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan getaran dan dari benda-benda berat
yang dijatuhkan.Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk
percobaan. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis
beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).
Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk
menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi
kering maksimum (Maximum Dry Density= γd ). Percobaan-percobaan tersebut ialah
percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan pemadatan

modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami pengujian
pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan kadar air.
Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan
kepadatan maksimum dan kadar air optimum.

Gambar 2.9 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
2.1.5.2. Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

27
Universitas Sumatera Utara

Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan
asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas
adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada
saat

regangan

axialnya

mencapai

20%.Bilamaksudpengujianadalah

menentukanparameterkuatgeser tanah,pengujian ini
tanah

untuk

hanya cocok untuk jenis

lempung

jenuh,

dimana

padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji.
Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

Gambar 2.10 Skema Uji Tekan Bebas
Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah
sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karenaσ3=0,maka:
τf =

σ1
2

=

qu
2

(2.13)

= cu

Dimana:
τf

= kuat geser

(kg/cm2)
28
Universitas Sumatera Utara

σ1

= tegangan utama

(kg/cm2)

qu

= kuat tekan bebas tanah

(kg/cm2)

cu

= kohesi

(kg/cm2)

Gambar 2.11 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined
Compression Test (UCT).

Gambar 2.11 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai
Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)

Tabel 2.4 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi

qu (kN/m2)

Lempung keras

> 400

Lempung sangat kaku

200 – 400

Lempung kaku

100 – 200

Lempung sedang

50 – 100

Lempung lunak

25 – 50

Lempung sangat lunak

< 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2

29
Universitas Sumatera Utara

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang
diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada
kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs,
1981):
1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam
ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan
benda uji bertambah.
2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan
kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.
3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa penentuan
kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.
4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah
mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu
lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan kekang
dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok
biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.
2.1.5.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teorikeruntuhanberfungsiuntuk
normaldantegangan

mengujihubunganantarategangan
gesertanah,dimanakeruntuhan(failure)adalah

ketidakmampuanelementanahuntukmenahanbeban
akibatpembebanan.Keruntuhanjugadapat
didefenisikansebagaikeadaandimanatanahtidakdapat menahanreganganyangbesardan
ataupenurunankeadaanreganganyangsangat cepat.
30
Universitas Sumatera Utara

Padasekitartahun1776, Coulombmemperkenalkanhubunganlinearyang terjadi
antara tegangan normal dan tegangan geser.
τf = c + tan∅

(2.14)

Dimana:

(kg/cm2)

c

= kohesi

Ø

= sudut geser internal ( º)

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan TeganganGeser

2.2. Bahan-Bahan Penelitian
2.2.1. Tanah Lempung
2.1.2.1 Defenisi Lempung
Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan
sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis biasa)
yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari
mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral sangat halus
lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (mineral

31
Universitas Sumatera Utara

lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang
“menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953).
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Di beberapa kasus
partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai
partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung (Hardiyatmo,
1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat
2.1.2.2. Lempung dan Mineral Penyusunnya
Mineral

lempung merupakansenyawasilikat

yangkompleksyang terdiri

darialuminium,magnesium danbesi.Duaunitdasardariminerallempungadalah silika
tetrahedradan aluminium oktahedra. Setiap unittetrahedra terdiri dari empatatom
oksigenyangmengelilingisatuatom

silikondanunitoktahedraterdiri

darienamgugusionhidroksil(OH)yangmengelilingiatomaluminium(Das, 2008).
Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan
aluminium octahedron.Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur
lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi
susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara

32
Universitas Sumatera Utara

masing-masing lembaran.
Unit-unitsilikatetrahedraberkombinasimembentuklembaransilika(silicasheet)
dan unit-unit oktahedraberkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite
sheet).

Bilalembaransilikaituditumpukdiataslembaranoktahedra,atom-atomoksigen

tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi
keseimbangan muatan mereka.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 2.13StrukturAtomMineral Lempung (a )silicatetrahedra; (b)silica sheet ; (
c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran silika –
gibbsite (Das, 2008).
33
Universitas Sumatera Utara

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung
(kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran
sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group)
1. Kaolinite
Kaolinite adalahhasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung
karbonatpadatemperatursedang.

Dimanakaolinitemurniumumnya

berwarnaputih,putihkelabu,kekuning-kuningan
Mineralkaoliniteberwujudseperti

ataukecoklat-coklatan.
lempengan-lempengantipisdengan

diameter1000Åsampai20000Ådanketebalandari100Åsampai1000

Å

denganluasanspesifikperunit massa±15m2/gr.
Silikatetrahedramerupakanbagiandasar
daristrukturkaoliniteyangdigabungdengansatu lembaranaluminaoktahedran(gibbsite)
danmembentuksatuunitdasar
terlihatpada

dengantebalsekitar

Gambar2.14a.Hubunganantarunit

7,2Å

(1Å=10-10m)sepertiyang

dasarditentukanolehikatanhidrogen

dan gaya bervalensi sekunder. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian
rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra
membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan
aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.14b). Pada keadaan
tertentu, partikel

kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara
lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel
satuannya. Mineral kaolinite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

34
Universitas Sumatera Utara

(OH)8Al4Si4O10
Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.14

Gambar 2.14 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
2. Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847. Montrnorillonite, disebut
juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan
satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.15a). Lembaran oktahedra terletak di
antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari
lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.15b).

35
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.15 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)
Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
Dimana:
nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite
juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya
terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng
aluminium oktahedral ditengahnya.
Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh
magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung
lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra,
air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya.
Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya
tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yangmengandung montmorillonite sangat

36
Universitas Sumatera Utara

mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan
pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
3. Illite
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral
kelompok illite.Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.Dalam lembaran
oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan
dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar
2.16).Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium
yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+)
lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi
lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan
Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada
pada :


Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.



Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng
tetrahedral.



Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

37
Universitas Sumatera Utara

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.16

Gambar 2.16 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953 )
2.2.1.3. Sifat Umum Lempung
Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain:
1. Hidrasi.
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul
air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua
molekul.Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas
Hasil pengujianindex properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tanahekspansif.Hardiyatmo(2006)

merujukpadaSkempton(1953)

38
Universitas Sumatera Utara

mendefinisikanaktivitastanah

lempungsebagaiperbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganprosentase
butiranyanglebihkecildari0,002mmyangdinotasikandenganhurufC,disederhanakandal
ampersamaan:
PI

(2.15)

A = fraksitanahlempung
Dimana untuknilai A >1,25
ekspansif.

Pada

nilai1,25 10).

50
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi

16 160 88

Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Campuran Semen Dan Abu Cangkang Sawit

14 117 79

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

3 17 95

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

1 11 108

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 17

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 1 1

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 7

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Limbah Karbit Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 2

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

0 0 16

TUGAS AKHIR PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI

0 1 14