Pembuatan Lembaran Katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4 C dengan Variasi Suhu Pengeringan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baterai Lithium

Baterai lithium merupakan salah satu jenis baterai sekunder (rechargeable battery) yang dapat diisi ulang dan merupakan baterai yang ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan yang berbahaya seperti baterai-baterai yg berkembang lebih dahulu yaitu baterai NI-Cd dan Ni-MH. Baterai ini memiliki kelebihan dibandingkan baterai sekunder jenis lain, yaitu memiliki stabilitas penyimpanan energi yang sangat baik ( daya tahan sampai 10 tahun atau lebih), energi densitas tinggi, tidak ada memori efek dan berat yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan baterai jenis lain. Sehingga dengan berat yang sama energi yang dihasilkan baterai lithium dua kali lipat dari baterai jenis lain. (Lawrence et al. 1992).

Jenis baterai ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti dari Exxon yang bernama M. S. Whittingham yang melakukan penelitian dengan judul “Electrical Energy Storage and Intercalation Chemistry” pada tahun 1970. Beliau menjelaskan mengenai proses interkalasi pada baterai litium ion menggunakan titanium (II) sulfide sebagai katoda dan logam litium sebagai anoda. Proses interkalasi adalah proses perpindahan ion lithium dari anoda ke katoda dan sebaliknya pada baterai lithium ion. Baterai lithium terdiri elektroda, elektrolit, separator dan terminal/ current collector. Pembagian komponen sel baterai adalah :

1. Elektroda Negatif (Anoda)

Anoda merupakan elektroda negatif yang berkaitan dengan reaksi oksidasi setengah sel yang melepaskan elektron ke dalam sirkuit eksternal. (Subhan,2011). Anoda berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada anoda biasanya berupa tembaga (Cu foil). Material yang dapat dipakai sebagai anoda harus memiliki karakteristik antara lain memiliki kapasitas energi yang besar, memiliki profil kemampuan menyimpan dan melepas muatan/ion yang baik, memiliki tingkat siklus


(2)

pemakaian yang lama, mudah untuk di proses, aman dalam pemakaian (tidak mengandung racun) dan harganya murah. Anoda yang dipilih dalam penelitian ini adalah lithium metal. Lithium metal merupakan bahan anoda ideal untuk baterai isi ulang karena kapasitas secara teoritis memiliki spesifik sangat tinggi 3.86 Ah/g, memiliki tegangan kerja rendah. Selain itu Keuntungan menggunakan logam lithium sebagai anoda adalah pereduksi yang baik, sangat elektropositif, stabilitas mekanik yang baik, dan mudah fabrikasi. ( Wakihara.M et al. 1998).

2. Elektroda Positif ( Katoda)

Katoda merupakan elektroda positif, dimana terjadi reaksi setengah sel yaitu reaksi reduksi yan menerima elektron dari sirkuit luar sehingga reaksi kimia reduksi terjadi pada elektroda ini. (Subhan, 2011). Pada dasarnya katoda merupakan elektroda yang fungsinya sama seperti anoda yaitu berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada katoda biasanya adalah aluminium (Al foil).

Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan sebagai katoda antara lain material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi dan oksidasi, memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam,memiliki kapasitas energi yang tinggi, memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya murah dan ramah lingkungan. Material yang pertama kali digunakan sebagai katoda adalah LiCoO2, kerapatan energi yang dimilikinya sebesar 140 Ah/kg namun material ini sudah jarang di gunakan karena kestabilannya rendah dan harga relatif mahal. Material lain yang saat ini sedang dikembangkan peneliti sering digunakan sebagai katoda yaitu LiMPO4(M = Fe, Mn, Ni dan Co ) (Subhan,2011).

3. Elektrolit

Elektrolit merupakan material yang bersifat penghantar ionik. Fungsi elektrolit ialah sebagai media untuk mentransfer ion lithium antara katoda dan anoda. Ada beragam jenis elektrolit seperti cair, padat, polimer dan komposit elektrolit. Elektrolit yang banyak digunakan pada baterai lithium adalah elektrolit cair yang terdiri dari garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut berair. Hal yang paling


(3)

penting dalam suatu elektrolit adalah interaksi antara elektrolit dan elektroda pada baterai. Hubungan dua bahan ini akan mempengaruhi kinerja baterai secara signifikan. (Fadhel, 2009).

Elektrolit yang dipilih dalam penelitian ini adalah LiPF6 (Lithium hexafluorophosphate). Ini adalah bubuk kristal putih. Hal ini digunakan dalam baterai sekunder komersial, sebuah aplikasi yang memanfaatkan kelarutan tinggi dalam pelarut nonpolar.Memiliki densitas 1.5 g/cm3 dan titik leleh 200 oC (392 oF; 473 K).

4. Separator

Separator adalah material berpori yang terletak di antara anoda dan katoda dan diaplikasikan sebagai penjamin faktor keamanan baterai. Karakteristik yang penting untuk dijadikan separator pada baterai yaitu bersifat insulator, memiliki hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik (tidak mudah rusak), memiliki sifat hambatan kimiawi untuk tidak mudah terdegradasi dengan elektrolit serta memiliki ketebalan lapisan yang seragam atau sama diseluruh permukaan.(Subhan, 2011)

Beberapa material yang dapat digunakan sebagai separator antara lain

polyolefins (PE dan PP), Polyvinylidene fluoride (PVDF), PTFE (teflon), PVC, dan polyethylene oxide. Pada penelitian ini separator yang digunakan adalah

Polyethylene.Polyethylene memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 oC. Apabila panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas,

polyethylene akan melelah dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan proses perpindahan lithium ion berhenti. (Patel et al.2003)

5. Current Collector

Alumunium foil pada lembaran katoda dan Cupper foil pada lembaran anoda digunakan sebagai current collector ( pengumpul arus ) pada baterai ion lithium. Alumunium adalah logam yang tahan korosi, konduktor yang cukup baik dan memiliki densitas yang ringan sebesar 2,643 kg/m3. Sedangkan tembaga (Cu) merupakan logam yang memiliki densitas 8,906 kg/m3 dan bersifat konduktor listrik dan panas yang baik. Saat proses discharging, besarnya arus listrik yang mengalir juga dipengaruhi oleh perbedaan standard potensial material elektroda.


(4)

Standart potensial pada Alumunium foil pada suhu 25 0C yaitu –1,66 V sedangkan pada Cupper foil sebesar sebesar 0,52 V(Linden,2002)

2.2. Prinsip Kerja Baterai Lithium Ion.

Dalam kondisi charge dan discharge baterai ion lithium bekerja menurut fenomena interkalasi, yaitu proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di struktur kristal suatu bahan elektroda dan penyisipan ion lithium pada tempat di struktur kristal bahan elektroda yang lain ( Prihandoko, 2010 ).

Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge (Nakanishi, 2014 ).

Selama proses charge baterai, terjadi pergerakan ion lithium dari elektroda positif (katoda) melalui seperator dan elektrolit ke elektroda negatif (anoda). Baterai menyimpan energi selama proses ini (densitas energi). Selama discharge, ion lithium bergerak dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) melalui seperator dan elektrolit, menghasilkan densitas daya pada baterai.

Dalam proses interkalasi elektron mengalir dalam arah yang sama dengan ion di sekitar sirkuit luar. Pergerakan ion dan elektron adalah proses yang saling berhubungan dan jika salah satu dari mereka berhenti maka yang lain juga berhenti.Reaksi yang terjadi pada sistem baterai ion lithium merupakan reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi pada katoda dan anoda baterai. Reaksi reduksi


(5)

adalah reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul atau atom sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu molekul atau atom.

2.3. Bahan Elektroda

Pemilihan kombinasi material katoda dan anoda dilakukan sedemikian rupa hingga didapatkan beda potensial yang tinggi. Pemilihan material elektroda dengan kapasitas listrik yang besar sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan sel baterai dengan power yang memadai. Mengingat elektron akan dilepaskan/ terima oleh elektroda saat pengoperasian baterai, maka material katoda dan anoda juga harus bersifat elektron konduktif. Berbeda dengan material elektrolit yang merupakan media transfer ion, material ini harus bersifat ion konduktif semata. Sifat terakhir ini diperlukan agar tidak terjadi hubungan pendek antara katoda dan anoda yang menyebabkan terbuangnya energi listrik yang tersimpan berupa panas.

Suatu material elektrokimia dapat berfungsi dengan baik sebagai elektroda anoda maupun katoda bergantung pada pemilihan material yang akan menentukan karakteristik perbedaan nilai tegangan kerja dari kedua material yang dipilih. Untuk memperoleh perbedaan potensial yang besar maka material katoda harus memiliki tegangan kerja yang besar dan material anoda harus memiliki tegangan kerja yang kecil (~0). Keunggulan bahan anoda dan katoda terletak pada stabilitas kristal dalam proses interkalasi. Pada umumnya bahan mempunyai tiga kategori/model dalam melakukan interkalasi, yaitu interkalasi dalam satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi, seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tiga model host dari bahan katoda dan anoda (Munshi,1995)

2.3.1. Material Katoda

Dalam teknologi baterai lithium ion, tegangan sel dan kapasitasnya sangat ditentukan oleh bahan katoda yang juga merupakan faktor pembatas dalam laju


(6)

migrasi lithium. Untuk setiap berat material katoda, jumlah ion lithium yang dilepaskan material katoda saat charge dan jumlah ion lithium yang kembali dalam waktu tertentu ke material katoda saat discharge menggambarkan densitas energi dan densitas power sel baterai. ( Triwibowo,2011)

Semakin banyak ion Lithium dipindahkan dari katoda ke anoda maka semakin besar pula densitas energi sel baterai. Semakin banyak ion lithium yang kembali ke katoda dari anoda setiap detiknya, maka semakin besar densitas power-nya. Performa/rate capability sel baterai sangat bergantung pada kondisi transfer muatan/charge transfer. Mekanisme ini berkaitan erat dengan proses difusi dan konduktifitas elektronik dan ionik dari komponen pembentuk sel baterai. Berbeda dengan material elektrolit yang semata-mata hanya memfasilitasi ion lithium menyeberang dari katoda ke anoda dan sebaliknya, hingga harus bersifat konduktif ionik saja. ( Triwibowo,2011)

Material katoda tidak saja harus bersifat konduktif ionik, namun juga harus bersifat konduktif elektronik. Saat proses charge ion lithium akan dilepaskan dari kathoda ke anoda melalui elektrolit, dengan begitu katoda harus bersifat konduktif ionik. Bersamaan dengan itu elektron akan dilepaskan melewati rangkaian luar menuju anoda, ini berarti katoda juga harus bersifat konduktif elektronik. Proses ini diilustrasikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Fenomena konduktifitas ionik dan elektronik pada material katoda ( Park et al.2010 )

Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan sebagai katoda antara lain :


(7)

1. Material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi dan oksidasi.

2. Memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam. 3. Memiliki kerapatan dan kapasitas energi yang tinggi.

4. Memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya murah dan ramah lingkungan. ( Ohzuku.T,1994)

Pada material katoda dikenal struktur NASICON (Na-Super Ionic Conductive), Spinel dan Olivine. Pada struktur NASICON, Li-ion dapat berinterkalasi dalam 2 arah, pada Spinel 3 arah, sementara pada struktur Olivine Li-ion berinterkalasi dalam 1 arah.Bahan katoda konvensional mencakup senyawa lapisan oksida LiMO2 (M adalah logam yang dapat berupa Co, Ni, Mn, dll), senyawa spinel LiM2O4 (M = Mn, dll), dan senyawa olivine LiMPO4 (M = Fe, Mn, Ni, Co,dll). Sebagian besar penelitian yang dilakukan berkisar pada bahan-bahan dan turunannya. (Buchmann,2001)

Material katoda yang sedang banyak dilakukan penelitian salah satunya adalah senyawa phosphate (LiMPO4). Contoh dari senyawa ini adalah LiFePO4. senyawa ini memiliki kestabilan yang baik pada temperature tinggi, relatif lebih murah dibandingkan material katoda lainnya. Senyawa phosphate lainnya adalah LiMnPO4 dan LiNiPO4. Material ini dilaporkan mampu menghasilkan voltase yang tinggi, yaitu masing-masing 4.1 dan 5 V , lebih tinggi dibandingkan LiFePO4 (3.5 V), namun sayangnya memiliki kapasitas energi yg rendah. (Padhi,1997).Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan konduktifitas sekaligus memperbaiki performa baterai, termasuk didalamnya untuk mencapai nilai teoritik kapasitas baterai. Cara yang umum dilakukan diantaranya adalah :

1. Memberikan lapisan karbon pada butir serbuk material katoda/carbon coating. Dengan cara ini konduktifitas elektronik akan meningkat.

2. Doping dengan elemen hingga terbentuk defects dalam struktur kristal dimana lithium ion dapat dengan mudah berinterkalasi dalam jumlah yang besar kedalam host material.

3. Pemilihan material matriks yang tepat sesuai dengan peruntukannya, apakah konduktif ionik atau elektronik. (Padhi, 1997)


(8)

Karakteristik material katoda senyawa phosphate LiMPO4 (M = Fe, Mn, Ni dan Co) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik Elektrokimia dari beberapa material katoda.

Katoda LiFePO4 LiMnPO4 LiNiPO4 LiCoPO4

Potential (V) 3,5 4 5,1 4,7

Specific capacity

( mAh/g)

169 160 140 170

Konduktifitas ( S/cm)

10-9 <10-10 10-14 10-9

Sumber : (Sanusi,2010)

Penelitian ini memadukan LiFePO4, LiMnPO4 dan LiNiPO4 yang telah disintesis oleh Elma (2015) untuk menghasilkan voltase dan kapasitas energi yang cukup tinggi. Campuran ini diharapkan merupakan salah satu calon kuat bahan katoda baterai litium ion. Dengan tingginya voltase yang dihasilkan dapat mengurangi jumlah baterai yang dibutuhkan.

2.4. Bahan Pembentuk Lembaran Katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C

Sel baterai lithium ion yang dilakukan adalah solid polymer battery. Sel baterai ini dihasilkan dengan membuat komposit yang terdiri dari polimer sebagai matrix dan serbuk katoda sebagai filler. Material komposit merupakan gabungan dari dua material yang memiliki fasa yang berbeda menjadi sebuah material yang baru dengan properties yang lebih baik dari keduanya. (Gibson, 1994)

Material komposit terdiri dari dua bagian utama yang saling menyatu menjadi satu kesatuan yaitu :

1. Matriks, dapat berasal dari logam, keramik, atau polimer. Matriks berfungsi sebagai pengikat dari penguat, melindungi penguat dari kerusakan permukaan, dan juga memisahkan penguat yang satu dengan yang lainnya. Matriks polimer yang digunakan harus bersifat penghantar listrik, memiliki struktur dan senyawa yang stabil terhadap bahan elektroda dan elektrolit. (Gibson, 1994)


(9)

yang terdapat dalam komposit. Dengan adanya penambahan penguat pada material komposit maka sifat mekanis dari material komposit tersebut akan meningkat. (Gibson, 1994).

Pada penelitian ini lembaran katoda terdiri dari serbuk LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C sebagai filler, AB sebagai zat aditif, PVdF sebagai matriks polimer, dan DMAC sebagai pelarut.

2.4.1. Polyvinyl Diflouride (PVdF)

Binder adalah bagian penting dari formulasi elektroda pada baterai ion lithium karena binder mempertahankan struktur fisik elektroda, tanpa binder elektroda akan berantakan. (Liu et al.2009). PVdF adalah polimer saat ini banyak digunakan oleh produsen baterai Li-ion sebagai bahan pengikat, terutama di katoda. PVdF memiliki titik leleh 141oC. Pada suhu tinggi binder meggembungkan dalam elektrolit melebihi ambang batas, kontak listrik antara material aktif dan anoda akan hilang, maka pada saat itu kapasitas pun akan mengecil.

Fungsi kerja PVdF sebagai pengikat berperan penting dalam hal membantu menjaga integritas elektroda, juga memberikan kontak intim antara partikel aditif konduktif untuk meningkatkan konduktifitas elektronik dan peningkatan antarmuka antara binder dan filler. Ikatan antara material aktif, PVdF dan AB dapat dilihat pada Gambar 2.4. PVdF membutuhkan NMP (N Methyl 2-pirolidon) atau DMAC sebagai pelarut kemudiam dicampur dengan bahan penyimpanan lithium aktif seperti grafit, silikon, timah, LiCoO2, LiMn2O4 atau LiFePO4 dan aditif konduktif seperti karbon nanofibers hitam atau karbon. (Liu et al.2009).


(10)

2.4.2. Zat aditif Acetylene Black (AB)

Penambahan carbon black pada polimer termoplastik seperti acetylene black

dapat menciptakan sebuah material komposit yang memiliki kekuatan yang baik, tetapi juga memiliki konduktifitas listrik yang baik. Jumlah karbon biasanya digunakan adalah di bawah 10% berat dari total massa elektroda. (Liu et al. 2009). Penggunaan acetylene black didalam baterai memiliki beberapa keunggulan yaitu dari absorpsi yang tinggi dan bersifat konduktif sehingga

acetylene black digunakan untuk mempertahankan larutan elektrolit dalam banyak baterai kering dan meningkatkan konduktivitas listrik dari elektroda baterai. Karakteristik acetylene black dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Acetylene Black (AB) Parameter Nilai Ukuran partikel 0.042 µm Warna Hitam Densitas 1.75 g/cc Titik lebur 116 - 180 °C Modulus elastisitas 0.180 - 7.00 GPa Kristalisasi suhu 12.0 - 146 °C

Sumber : (Liu et al. 2009)

2.4.3. Pelarut N,N DMAC (N,N Dimethyl-acetamide )

N-N Dimethylacetamide (DMAC) adalah pelarut yang kuat yang memiliki titik didih tinggi,titik beku dan stabilitas yang baik. DMAC pada dasarnya netral, pelarut dengan konstanta dielektrik yang tinggi. DMAC adalah pelarut yang mudah menguap, bersifat racun dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata.

Selain itu pelarut DMAC tidak reaktif dalam reaksi kimia dan juga memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, DMAC benar-benar larut dalam air, eter, ester, keton, senyawa aromatik dan senyawa alifatik tidak jenuh. DMAC memiliki kestabilan yang bagus, dan tidak akan mengalami degradasi dan perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 3500C.DMAC memiliki titik leleh 161oC dan memiliki titik beku -20oC .(Delacourt et al. 2006)


(11)

2.5. Karakterisasi Material Aktif dan Lembaran Katoda 2.5.1. X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar – X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar- x merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisi XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar kisi) dalam struktur material. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-x suatu kristal. Hal ini dapat diketahui dari persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar kisi) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg :

n = βd sin (2.1) dengan : d = jarak antar kristal

= sudut pengukuran (sudut difraksi) = panjang gelombang sinar-X

n = urutan sinar ( dalam bilangan bulat)

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan di teruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi,inilah yang digunakan untuk menganalisis. (Nuffield, 1966)

Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Didalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar-X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks Miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula.(Nuffield, 1966)


(12)

Dari data XRD yang di peroleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan database ICCD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta struktur, space group,dan parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

2.5.2. Scanning ElectronMicroscope (SEM)

SEM dilakukan untuk melihat keterikatan serbuk,impurity dan porositas dari komposit baterai.Analisa morfologi dari hasil perlakuan panas pada benda uji harus dilakukan untuk melihat sejauh mana proses perekatan komposisi bahan pada lembaran katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C. Analisa dilakukan dengan menggunakan alat SEM ( Scanning Electron Microscope).

Prinsip kerja SEM adalah difraksi elektron, yaitu dengan cara menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi pada permukaan sampel. Kemudian berkas elektron yang mengenai permukaan sampel akan menghasilkan pantulan berupa berkas elektron sekunder yang memancarkan kesegala arah. Berkas elektron sekunder yang memancar kesegala arah ini akan tertangkap oleh detektor. Kemudian informasi dari detektor dilanjutkan ke

transducer yang berfungsi mengubah signal menjadi image. Image yang tergambar diperoleh dari berkas elektron sekunder yang terpancar secara acak sehingga dapat memberikan informasi morfologi permukaan. (Prihandoko, 2008)

2.6. Karakterisasi Sel Baterai

2.6.1. Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS)

Pergerakan elektron dan ionik dalam baterai lithium dapat diamati secara elektrokimia dengan menggunakan metode EIS (Electrochemical Impedance Spectrometry). Impedansi elektrokimia biasa diukur dengan menggunakan sebuah tegangan AC(U) pada sebuah sel elektrokimia dan mengukur arus listrik yang melalui sel. Arus massa dalam elektrolit dipengaruhi oleh besaran frekuensi, dimana kontrol kinetik sangat menonjol ketika frekuensi rendah.


(13)

Rtot, maka kita harus mendapatkan Z” (Z imajiner) = 0 dengan cara melakukan ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran. Impedansi menjelaskan ukuran penolakan terhadap arus bolak balik. Impedansi memperluas konsep resistansi listrik sirkuit AC. Dalam koordinat kartesius,maka

Z = R + jX (2.2)

Dimana bagian nyata dari impedansi adalah resistansi (R) dan bagian imajiner reaktansi (X). Dalam satuan SI adalah ohm.Dari nilai Z = Rtot ini, kita dapat menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan persamaan :

R = ρ (2.3)

dengan

R = Resistivitas bahan (ohm)

ρ = Hambatan jenis bahan (ohm.cm) t = Tebal bahan (cm)

A = luas penampang bahan (cm2)

Dikarenakan σ = 1/ ρ , maka rumus persamaan menjadi μ σ = = =

(2.4) dengan μ σ = konduktifitas (Ω-1

.cm-1)

2.6.2. Voltametri Siklik

Voltametri siklik digunakan untuk mempelajari reaksi khususnya reaksi elektrokimia seperti reaksi redoks. Prinsip dasarnya adalah melihat hubungan antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur. Karena sistem ini melibatkan reaksi redoks di anoda dan katoda maka peristiwa reaksi di kedua elektroda tersebut dimonitor pada besarnya arus yang timbul. Kegunaan voltametri siklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltamogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elektrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai jalan reaksi.Voltametri siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan


(14)

potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu Y ) versus potensial (sumbu X). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapat dianggap sebagi sumbu waktu, seperti yang diberikan Gambar 2.5

Gambar 2.5. Voltamogram siklik reaksi reduksi-oksidasi secara reversible.

( Wang, 2000)

2.6.3. Charge Discharge

Pengujian sel baterai dilakukan dengan proses charging dan discharging. Untuk mendapatkan performa sebuah baterai maka diperlukan pengujian

charge/discharge sehingga didapatkan kapasitas pada sel baterai. Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai, yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan kondisi tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapsitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging - discharging, dan temperatur. Kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampare hours, ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge

pada tegangan nominal baterai. Menentukan kapasitas baterai dengan menggunakan persamaan :


(15)

C = I x t (2.4) Dimana

C = kapasitas baterai (Ah) I = Kuat arus (Ampere) t = Waktu (hour)

Nilai charging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan kerangkaian luar (beban), yang diambil dari baterai. Nilai charge-discharge ditentukan dengan mambagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging-discharging baterai. Nilai

charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai di discharge sangat cepat (arus discharge tinggi) , maka sejumlah energi yang digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapasitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan suatu materi/ komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak keposisi seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah kebentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi.(Triwibowo, 2011)

Kapasitas baterai dimaksudkan sebagai besarnya energi listrik yang dapat dikeluarkan baterai pada waktu tertentu, kapasitas baterai tergantung pada jenis aktif material yang digunakan dan kecepatan reaksi elektrokimia saat baterai digunakan atau diisi. Luas kontak permukaan antar material aktif juga akan memperbesar kapasitas baterai. (Triwibowo,2011)


(1)

2.4.2. Zat aditif Acetylene Black (AB)

Penambahan carbon black pada polimer termoplastik seperti acetylene black

dapat menciptakan sebuah material komposit yang memiliki kekuatan yang baik, tetapi juga memiliki konduktifitas listrik yang baik. Jumlah karbon biasanya digunakan adalah di bawah 10% berat dari total massa elektroda. (Liu et al. 2009). Penggunaan acetylene black didalam baterai memiliki beberapa keunggulan yaitu dari absorpsi yang tinggi dan bersifat konduktif sehingga

acetylene black digunakan untuk mempertahankan larutan elektrolit dalam banyak baterai kering dan meningkatkan konduktivitas listrik dari elektroda baterai. Karakteristik acetylene black dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Acetylene Black (AB) Parameter Nilai Ukuran partikel 0.042 µm Warna Hitam Densitas 1.75 g/cc Titik lebur 116 - 180 °C Modulus elastisitas 0.180 - 7.00 GPa Kristalisasi suhu 12.0 - 146 °C

Sumber : (Liu et al. 2009)

2.4.3. Pelarut N,N DMAC (N,N Dimethyl-acetamide )

N-N Dimethylacetamide (DMAC) adalah pelarut yang kuat yang memiliki titik didih tinggi,titik beku dan stabilitas yang baik. DMAC pada dasarnya netral, pelarut dengan konstanta dielektrik yang tinggi. DMAC adalah pelarut yang mudah menguap, bersifat racun dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata.

Selain itu pelarut DMAC tidak reaktif dalam reaksi kimia dan juga memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, DMAC benar-benar larut dalam air, eter, ester, keton, senyawa aromatik dan senyawa alifatik tidak jenuh. DMAC memiliki kestabilan yang bagus, dan tidak akan mengalami degradasi dan perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 3500C.DMAC memiliki titik leleh 161oC dan memiliki titik beku -20oC .(Delacourt et al. 2006)


(2)

2.5. Karakterisasi Material Aktif dan Lembaran Katoda 2.5.1. X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar – X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar- x merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisi XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar kisi) dalam struktur material. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-x suatu kristal. Hal ini dapat diketahui dari persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar kisi) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg :

n = βd sin (2.1) dengan : d = jarak antar kristal

= sudut pengukuran (sudut difraksi) = panjang gelombang sinar-X

n = urutan sinar ( dalam bilangan bulat)

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan di teruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi,inilah yang digunakan untuk menganalisis. (Nuffield, 1966)

Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Didalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar-X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks Miller. Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula.(Nuffield, 1966)


(3)

Dari data XRD yang di peroleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut dengan database ICCD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta struktur, space group,dan parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

2.5.2. Scanning ElectronMicroscope (SEM)

SEM dilakukan untuk melihat keterikatan serbuk,impurity dan porositas dari komposit baterai.Analisa morfologi dari hasil perlakuan panas pada benda uji harus dilakukan untuk melihat sejauh mana proses perekatan komposisi bahan pada lembaran katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C. Analisa dilakukan dengan menggunakan alat SEM ( Scanning Electron Microscope).

Prinsip kerja SEM adalah difraksi elektron, yaitu dengan cara menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi pada permukaan sampel. Kemudian berkas elektron yang mengenai permukaan sampel akan menghasilkan pantulan berupa berkas elektron sekunder yang memancarkan kesegala arah. Berkas elektron sekunder yang memancar kesegala arah ini akan tertangkap oleh detektor. Kemudian informasi dari detektor dilanjutkan ke

transducer yang berfungsi mengubah signal menjadi image. Image yang tergambar diperoleh dari berkas elektron sekunder yang terpancar secara acak sehingga dapat memberikan informasi morfologi permukaan. (Prihandoko, 2008)

2.6. Karakterisasi Sel Baterai

2.6.1. Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS)

Pergerakan elektron dan ionik dalam baterai lithium dapat diamati secara elektrokimia dengan menggunakan metode EIS (Electrochemical Impedance Spectrometry). Impedansi elektrokimia biasa diukur dengan menggunakan sebuah tegangan AC(U) pada sebuah sel elektrokimia dan mengukur arus listrik yang melalui sel. Arus massa dalam elektrolit dipengaruhi oleh besaran frekuensi, dimana kontrol kinetik sangat menonjol ketika frekuensi rendah.


(4)

Rtot, maka kita harus mendapatkan Z” (Z imajiner) = 0 dengan cara melakukan ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran. Impedansi menjelaskan ukuran penolakan terhadap arus bolak balik. Impedansi memperluas konsep resistansi listrik sirkuit AC. Dalam koordinat kartesius,maka

Z = R + jX (2.2)

Dimana bagian nyata dari impedansi adalah resistansi (R) dan bagian imajiner reaktansi (X). Dalam satuan SI adalah ohm.Dari nilai Z = Rtot ini, kita dapat menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan persamaan :

R = ρ (2.3)

dengan

R = Resistivitas bahan (ohm)

ρ = Hambatan jenis bahan (ohm.cm) t = Tebal bahan (cm)

A = luas penampang bahan (cm2)

Dikarenakan σ = 1/ ρ , maka rumus persamaan menjadi μ σ = = =

(2.4) dengan μ σ = konduktifitas (Ω-1

.cm-1)

2.6.2. Voltametri Siklik

Voltametri siklik digunakan untuk mempelajari reaksi khususnya reaksi elektrokimia seperti reaksi redoks. Prinsip dasarnya adalah melihat hubungan antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur. Karena sistem ini melibatkan reaksi redoks di anoda dan katoda maka peristiwa reaksi di kedua elektroda tersebut dimonitor pada besarnya arus yang timbul. Kegunaan voltametri siklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltamogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elektrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai jalan reaksi.Voltametri siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan


(5)

potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu Y ) versus potensial (sumbu X). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu horizontal dapat dianggap sebagi sumbu waktu, seperti yang diberikan Gambar 2.5

Gambar 2.5. Voltamogram siklik reaksi reduksi-oksidasi secara reversible.

( Wang, 2000)

2.6.3. Charge Discharge

Pengujian sel baterai dilakukan dengan proses charging dan discharging. Untuk mendapatkan performa sebuah baterai maka diperlukan pengujian

charge/discharge sehingga didapatkan kapasitas pada sel baterai. Kapasitas baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai, yang ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan kondisi tertentu. Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapsitas nominalnya, diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai, parameter charging - discharging, dan temperatur. Kapasitas baterai ini sering dinyatakan dalam Ampare hours, ditentukan sebagai waktu dalam jam yang dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge

pada tegangan nominal baterai. Menentukan kapasitas baterai dengan menggunakan persamaan :


(6)

C = I x t (2.4) Dimana

C = kapasitas baterai (Ah) I = Kuat arus (Ampere) t = Waktu (hour)

Nilai charging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang digunakan kerangkaian luar (beban), yang diambil dari baterai. Nilai charge-discharge ditentukan dengan mambagi kapasitas baterai (Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging-discharging baterai. Nilai

charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika baterai di discharge sangat cepat (arus discharge tinggi) , maka sejumlah energi yang digunakan oleh baterai menjadi berkurang sehingga kapasitas baterai menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan suatu materi/ komponen untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak keposisi seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah kebentuk lain, sehingga energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya arus discharge yang digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas baterai menjadi lebih tinggi.(Triwibowo, 2011)

Kapasitas baterai dimaksudkan sebagai besarnya energi listrik yang dapat dikeluarkan baterai pada waktu tertentu, kapasitas baterai tergantung pada jenis aktif material yang digunakan dan kecepatan reaksi elektrokimia saat baterai digunakan atau diisi. Luas kontak permukaan antar material aktif juga akan memperbesar kapasitas baterai. (Triwibowo,2011)