PETA KONSEP SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF UNTUK MENGUKUR PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP-KONSEP FISIKA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

  

PETA KONSEP SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF UNTUK

MENGUKUR PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP-KONSEP

FISIKA

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

  

Oleh

Yosephin Emmy Setyawati

NIM: 001424025

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN Tuhan yang memulai Tuhan yang mengakhiri.

  Tuhan takkan terlambat juga takkan lebih cepat. Semuanya itu, Dia

  jadikan indah tepat pada waktu-Nya (Filipi 4:19) Kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus dan Bunda Maria.

  Mamak Valentina Sumaryati dan Adek Elisabeth Candrawati Nugraheni yang telah dipanggil Tuhan Bapak Agustinus Suhadiyono dan Ibu Kusmiati yang tercinta. Adikku Bernadus Dimas Hadisaputro dan Chistina Maria Preti Rosna Wulandari serta keponakanku Debrina Maria Laudia Saputri. Andreas Hari Matwan yang memberikan cinta, kasih sayang, semangat, mendampingi dalam suka dan duka serta selalu mengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang aku hadapi, Fransiskus Xaverius Edi Susanto terima kasih atas kesempatan dan kebahagiaan yang pernah diberikan. Sahabat-sahabat karibku (Rina, Lopek, Made, Venta) terima kasih untuk berbagi cerita dan persahabatan baik dalam suka maupun duka. Sahabat-sahabat seperjuanganku (Rina, Kalista, Ketrin, Merry, Naning, Sri) dan anak-anak PFisika 2000.

  

ABSTRAK

  Yosephin Emmy Setyawati, “Peta Konsep Sebagai Salah Satu Alternatif

Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Tentang Konsep-Konsep Fisika”.

Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2007.

  Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep- konsep fisika. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juli sampai 19 September 2006 di kelas VII SMP Santo Aloysius Turi.

  Ada dua macam data yang diperlukan dalam penelitian ini; yaitu (1) data yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan (2) data berkaitan dengan kemampuan siswa membuat peta konsep. Data yang berkaitan dengan pemahaman konsep dikumpulkan dengan tes pemahaman, sedangkan data yang berkaitan dengan kemampuan membuat peta konsep diperoleh dari peta konsep yang dibuat siswa.

  Dapat tidaknya peta konsep dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur pemahaman konsep, disimpulkan dari ada tidaknya korelasi antara skor tes pemahaman dan skor peta konsep. Ada tidaknya korelasi dinyatakan dengan koefisien korelasi yang dihitung mengunakan korelasi product-moment dari Pearson pada taraf signifikansi 0,05.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara skor tes pemahaman dengan skor kemampuan membuat peta konsep. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika.

  

ABSTRACT

  Emmy Setyawati, Yosephin 2007. “Concept Map is as An Alternative to

  

measure Students’ Understanding about Physics Concept.” Yogyakarta:

  Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, The Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

  This thesis has a purpose to know if a concept map can be used as an alternative to measure students’ understanding about physics concepts. The

  th th

  observation was carried out on July 24 until September 19 2006 in the seven grade of Santo Aloysius Turi Secondary school.

  There are two kinds of data which are needed in this research; The first is data that has relationship with concept understanding and the second is data that has relationship with concept understanding is gathered with the understanding test, while the data which has relationship with in making concept map is gained from concept maps which are made by students.

  To know whether a concept map can be used as one of an equipment to measure concept understanding or not, it will be conclude if there is any relation between the understanding test scores and concept map scores or not. There is any correlation or not will be stated by correlation coefficient and analyzed using product-moment correlation from Pearson and the standard of significant is 0,05.

  The reseach result shows that there is positive correlation between understanding test scores and the capability in making concept map scores. Therefore, it can be concluded that: A concept map can be used as an alternative to measure students’ understanding about physics concepts.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Peta Konsep Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Mengukur Pemahaman Siswa Tentang Konsep-Konsep Fisika” ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulisan skripsi ini terwujud atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, yang telah berkenan membimbing, memberi petunjuk serta motivasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Drs. Fr. Y. Kartika Budi, M.Pd yang telah membimbing serta menyumbangkan ide dalam penulisan skripsi ini.

  2. Bapak Drs. Domi Severianus, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang juga selalu mendorong untuk menyelesaikan tulisan ini.

  3. Br. Pius Suyoto. CSA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP St. Aloysius Turi.

  4. Ibu MB.W.S. Handayani yang telah membantu dan memberikan masukan samapai tulisan ini bisa selesai.

  5. Siswa-siswa SMP Santo Aloysius Turi kelas VII yang dengan semangat mau membantu sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

  6. Teman-teman guru (Ibu Windati Pramusinta, Ibu Natalia Endri, Ibu Sri Suyanti, Br. Martinus. CSA dan lain-lain) dan staf karyawan SMP Santo Aloysius Turi yang selalu memberi dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

  7. Maya yang telah meminjamkan komputer.

  8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga terselesaikannya skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... v ABSTRAK ....................................................................................................... vi ABSTRACT..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI.................................................................................................... x DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah...........................................................

  1 B. Perumusan Masalah .................................................................

  2 C. Tujuan Penelitian……………………………………………..

  3 D. Manfaat Penulisan....................................................................

  3 BAB II DASAR TEORI .............................................................................

  4 A. Konsep......................................................................................

  4 1. Pengertian Konsep………………………………………..

  4

  2. Perkembangan Konsep……………………………………

  6

  3. Pemahaman Konsep………………………………………

  11 B. Peta Konsep……………………………………………………

  15

  1. Pengertian Peta Konsep…………………………………

  15

  2. Manfaat Peta Konsep……………………………………

  17 3. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep……………….

  19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

  22 A. Waktu, Tempat dan Subyek Penelitian .................................... 22 B. Jenis Penelitian…………………………………………….....

  22 C. Ubahan………………………………………………………. 22

  D. Treatmen……………………………………………………… 23

  E. Instrument ……………………………………………………

  24 1. Tes Pemahaman………………………………………… ...

  24 2. Peta Konsep……………………………………………......

  27 F. Metode Analisis Data…………………………………………

  27 1. Penentuan Skor Tes Pemahaman……………………….. ...

  27 2. Penentuan Skor Peta Konsep…………………………… ...

  28 3. Analisis Data…………………………………………… ....

  29 4. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas………………….......

  30 G. Pelaksanaan Penelitian………………………………………..

  30 BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................

  32 A. Pelaksanaan………………………………………………….. 32 B. Deskripsi Data………………………………………………..

  34 C. Analisis Data……………………………………………….. ..

  39

  1. Uji Normalitas…………………………………………......

  39 2. Uji Homogenitas……………………………………… ......

  41

  3. Korelasi Antara Tes Pemahaman Konsep dengan Kemampuan Membuat Peta Konsep……………………………….. .......

  43 D. Pembahasan ……………………………………………….....

  43 E. Keterbatasan peta konsep sebagai alat untuk mengukur pemahaman konsep siswa………………………………………………….

  44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 45

  A. Kesimpulan ............................................................................ 45

  B. Saran .................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

  46 LAMPIRAN 1................................................................................................... 47 LAMPIRAN 2………………………………………………………………...

  49 LAMPIRAN 3………………………………………………………………… 51 LAMPIRAN 4………………………………………………………………… 52 LAMPIRAN 5……………………………………………………………….... 53 LAMPIRAN 6…………………………………………………………………. 54 LAMPIRAN 7…………………………………………………………………. 55 LAMPIRAN 8…………………………………………………………………. 57 LAMPIRAN 9…………………………………………………………………. 59 LAMPIRAN 10………………………………………………………………… 61 LAMPIRAN 11.................................................................................................... 62

  LAMPIRAN 12................................................................................................... 64 LAMPIRAN 13 .................................................................................................. 66 LAMPIRAN 14 .................................................................................................. 67

  DAFTAR TABEL

  Nama Tabel Halaman Tabel 3.1 Kisi-kisi soal tes pemahaman...................................................

  25 Tabel 3.2 Kriteria skoring tes pemahaman...............................................

  27 Tabel 3.3 Kriteria skoring penyusunan peta konsep ................................

  29 Tabel 4.1 Hasil perhitungan skor tertinggi, skor terendah, mean dan standar deviasi pokok bahasan ”Besaran dan Satuan” serta ”Suhu dan Pemuaian” ................................................................................ 34

Tabel 4.2 Diskripsi frekuensi pemahaman konsep pokok bahasan ”Besaran dan Satuan” ..............................................................................

  35 Tabel 4.3 Diskripsi frekuensi kemampuan membuat peta konsep pokok bahasan ”Besaran dan Satuan”.................................................

  36 Tabel 4.4 Diskripsi frekuensi pemahaman konsep pokok bahasan ”Suhu dan Pemuaian” ................................................................................ 37

Tabel 4.5 Diskripsi frekuensi kemampuan membuat peta konsep pokok bahasan ”Suhu dan Pemuaian”.................................................

  38 Tabel 4.6 One- sample Kolmogorov Smirnov test Pem1.........................

  39 Tabel 4.7 One – sample Kolmogorov Smirnov test PK 1........................

  39 Tabel 4.8 One-sample Kolmogorov Smirnov test Pem 2.........................

  40 Tabel 4.9 One-sample Kolmogorov Smirnov test PK 2...........................

  40 Tabel 4.10 Test of homogenitas of variance Pem 1 dan PK 1 ..................

  41 Tabel 4.11 Test of homogenitas of variance Pem 2 dan PK 2 ..................

  42

Tabel 4.12 Hasil uji normalitas dan uji homogenitas.................................

  42 Tabel 4.13 Hasil korelasi antara tes pemahanan dengan kemampuan membuat peta konsep...............................................................................

  43

  DAFTAR GAMBAR

  Nama Gambar Halaman Gambar 2.1 Peta konsep yang paling sederhana............................................

  16 Gambar 2.2 Peta konsep yang memuat konsep perantara..............................

  16 Gambar 2.3 Peta konsep yang mengandung konsep perantara......................

  17 Gambar 4.1 Pemahaman konsep siswa pokok bahasan ”Besaran dan Satuan” 36

Gambar 4.2 Kemampuan membuat peta konsep pokok bahasan ”Besaran dan

  Satuan” ....................................................................................... 37

Gambar 4.3 Pemahaman konsep siswa pokok bahasan ”Suhu dan Pemuaian” .. 38Gambar 4.4 Kemampuan membuat peta konsep pokok bahasan ”Suhu dan

  Pemuaian” .................................................................................. 39

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kompetensi adalah kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara

  abstrak atau batiniah (Pusat Bahasa: 584). Kompetensi secara umum bisa diartikan sebagai batas minimal yang harus dicapai atau dikuasai siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran sains (fisika) kompetensi berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga sains (fisika) bukan hanya menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

  Kompetensi sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena dengan kompetensi siswa dituntut untuk mengerti dan memahami dalam proses belajar mengajar.

  Dengan proses pembelajaran yang dilakukan berarti dapat membangun kompetensi yang harus dicapai siswa selama periode tertentu. Salah satu aspek kompetensi adalah pemahaman akan konsep-konsep sains (fisika). Pemahaman merupakan bagian yang sangat penting pada kegiatan belajar mengajar karena menjadi bagian yang menonjol atau yang paling ditonjolkan. Bila diadakan kegiatan belajar mengajar, maka pertama-tama yang akan dicapai adalah memahami atau mengerti konsep apa yang sedang kita pelajari.

  Dalam kegiatan belajar mengajar sains (fisika) yang harus dipahami adalah konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori artinya untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Berdasarkan hal ini maka pemahaman konsep memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar.

  Pada umumnya dalam kegiatan belajar mengajar perlu diadakan evaluasi terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti pelajaran selama periode waktu tertentu. Salah satu fungsi evaluasi adalah mengukur sejauh mana siswa dapat memahami atau mengerti akan sesuatu yang sedang dipelajari.

  Dalam dunia pendidikan pemahaman siswa biasanya diukur menggunakan tes atau ujian, baik tes obyektif maupun tes esai. Pertanyaan yang muncul adalah apakah tidak ada cara atau alat lain yang dapat digunakan untuk mengukur pemahaman siswa.

  Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah

  

peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengukur

pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika. Materi pembelajaran yang

  akan diteliti dibatasi pada materi pokok besaran dan satuan serta suhu dan pemuaian.

B. PERUMUSAN MASALAH

  Dalam penelitian ini, masalah dirumuskan sebagai berikut: Apakah peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Mengetahui apakah peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika

  D. MANFAAT DARI HASIL PENELITIAN

  1. Menambah wawasan tentang cara mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika.

  2. Guru dapat menggunakan alternatif lain untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep-konsep fisika di samping dengan cara tes seperti yang selama ini dilakukan.

BAB II DASAR TEORI A. KONSEP 1. Pengertian konsep Banyak para ahli yang berusaha mendefinisikan konsep, namun definisi

  tersebut mungkin belum dapat mengungkapkan arti yang luas. Dahar mendefinisikan konsep sebagai pengkategorian berbagai stimulus yang ada di lingkungannya, stimulus-stimulus tersebut dapat berasal dari peristiwa-peristiwa, obyek atau kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya. Hellen Heffermin mendefinisikan konsep sebagai gambaran mental (mental image) mengenai sesuatu. Gambaran mental tersebut dapat diperoleh melalui generalisasi dari contoh-contah, data atau peristiwa khusus (Kartika Budi,1987). Rosser mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan yang mencakup atribut yang sama. Tisher, Power dan Endean (1972) mendefinisikan konsep sebagai berikut: a. Cara individu mengorganisasikan dan memperoleh pengertian dari pengalamannya.

  b. Sintesis-sintesis dari pengertian-pengertian dan penarikan kesimpulan mengenai pengalaman-pengalaman yang dialami.

  c. Gambaran mental(mental image) yang membantu individu mengklasifikasikan pengalamannya.

  d. Generalisasi atau abstraksi yang digunakan untuk menginterprestasikan sekelompok benda-benda.

  Pengkategorian stimulus atau gambaran mental yang kita persepsikan harus mengungkap hakikat atau ciri esensialnya untuk membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lain. Flavell menyiratkan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi (Dahar,1989) yaitu: a. Atribut. Setiap konsep memiliki atribut yang berbeda baik ditinjau secara fisik maupun fungsinya. Misalnya, konsep meja harus memiliki permukaan datar dan sambungan-sambungan yang mengarah kebawah yang mengangkat permukaan dari lantai.

  b. Struktur. Struktur yaitu cara bagaimana atribut tersebut saling terkait. Ada tiga macam struktur yaitu (1) struktur konjungtif yaitu konsep di mana terdapat contoh konsep, seperti percepatan adalah perubahan kecepatan tiap satuan waktu. Dua atribut yaitu perubahan kecepatan dan selang waktu harus ada agar memenuhi konsep percepatan, (2) konsep disjungtif yaitu konsep di mana satu dari dua atau lebih sifat harus ada, (3) konsep relasional manyatakan hubungan tertentu antara atribut-atribut konsep, seperti superposisi.

  c. Keabstrakan. Ada konsep yang begitu konkrit dan abstrak, misalnya: jarak dan elektron.

  d. Generalitas atau keumuman. Bila diklasifikasikan konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinat, misalnya energi merupakan superordinat dari energi kinetik.

  e. Ketepatan, menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh-contoh dari non contoh. f. Kekuatan ditentukan sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.

  Penjelasan yang kita berikan pada orang lain mengenai suatu konsep dengan menunjukkan salah satu atau lebih dari dimensi-dimensi yang dicakup oleh konsep yang dimaksud. Konsep sangat penting untuk memudahkan pengorganisasian dan penjelasan deskripsi verbal serta representasi visual untuk mengkomunikasikan pengertian konsep (Tisher, Power dan Endean,1972).

2. Perkembangan konsep

  Berdasarkan definisi konsep di atas maka konsep jelas sangat berguna untuk komunikasi, mengkomunikasikan berbagai stimulus yang ada disekitar kita.

  Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa konsep sangat penting dalam proses pengorganisasian pengalaman-pengalaman dan penggabungan beberapa pengertian yang selanjutnya digunakan sebagai transfer dalam kegiatan pembelajaran.

  Berdasarkan hasil studi Tisher, Power dan Endean(1972) dari beberapa literatur hasil penelitian dan teori-teori psikologi pendidikan diuraikan beberapa informasi mengenai perkembangan konsep, khususnya perkembangan konsep sain(fisika) sebagai berikut: a. Konsep yang dimiliki seseorang terus berkembang, perkembangan tersebut menuju pada tingkat pemikiran konsep yang lebih stabil (mantap). Proses perkembangan konsep tersebut berlangsung secara bertahap mulai dari fakta-fakta, informasi-informasi, berkembang dari hal-hal yang spesifik ke yang lebih umum, peristiwa-peristiwa konkrit menjadi lebih abstrak dan formal. Ini sesuai dengan perkembangan Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan intelektual serta konsekuensi dalam pembentukan konsep berlangsung secara bertahap dari tingkat konkrit ke tingkat formal. Sebagai tahap akhir untuk mencapai konsep yang cukup memadai dilakukan kegiatan eksperimen. Sebagai implikasi dari proses perkembangan konsep di atas, maka seorang pengajar sain (khususnya fisika), akan sangat terbantu jika dengan menggunakan contoh-contoh, gambar, model, demonstrasi atau kegiatan-kegiatan sejenis lainnya untuk mengembangkan konsep fisika.

  b. Untuk lebih mengembangkan konsep-konsep yang dimiliki, perlu dilakukan variasi-variasi terhadap pengalaman dan kemudian mengulangnya kembali pada pengalaman yang sama untuk lebih menguatkan definisi konsep yang telah dibentuk. Namun ada kalanya pada saat kita melakukan pengulangan- pengulangan tersebut, justru kita mendapatkan informasi-informasi yang tidak relevan yang dapat “menghambat” perkembangan konsep.

  c. Setiap individu memiliki domain pengalaman yang berbeda, konstruksi pengetahuan lama serta jaringan struktur kognitif yang berbeda, maka setiap individu juga akan mengalami perkembangan konsep dalam taraf yang berbeda-beda baik itu dalam hal ketelitian, ruang lingkup, perasaan (emosi) maupun nilai-nilai mengenai konsep. Kondisi ini harus disadari oleh pengajar yang konstruktivis. Melalui pengalaman yang bervariasi siswa akan menemukan pengorganisasian konsep yang stabil (mantap) yang selanjutnya pengalaman-pengalaman tersebut akan sangat berguna bagi masing-masing individu. Relevansi dari kelanjutan tersebut setiap individu dapat mengecek. Keinginan untuk mengecek tersebut berguna untuk mengevaluasi kesesuaian dari konsep mereka sendiri sehingga dalam proses perkembangan konsep ini siswa sungguh dituntut untuk berperan aktif untuk memperkembangkan konsepnya sendiri di mana pengajar hanya bertindak sebagai mediator dan fasilitator untuk mendorong perkembangan konsep siswa.

  d. Konsep dapat berkembang dari kesamaan-kesaman serta perbedaan dari sejumlah pengetahuan konsep dan hubungan yang baru antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Kegiatan-kegiatan seperti membandingkan serta membedakan memang merupakan aktivitas yang penting dalam menjelaskan konsep-konsep dan kegiatan tersebut akan semakin menambah atau mempertinggi perkembangan konsep-konsep tersebut. Kegiatan ini dikategorikan sebagai penelitian aktif (active

  searching ) dari proses berpikir produktif (productive thinking) yang akan meningkatkan generalitas serta keabstrakkan konsep-konsep individu.

  Konsep-konsep yang mereka kembangkan menuntut reorganisasi pengalaman. Reorganisasi pengalaman tersebut berlangsung secara kontinu sehingga memberi peluang terjadinya perubahan-perubahan konsep yang membuat siswa berusaha untuk merumuskan konsep baru yang memadai untuk pengalaman-pengalaman baru tersebut.

  Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi mengenai perkembangan konsep, khususnya konsep sain(fisika) sebagai berikut:

  a. Konsep itu berkembang secara bertahap menuju pada pengertian konsep yang lebih stabil (mantap). Sejumlah fakta-fakta, informasi baik itu diperoleh dari interaksi kita dengan obyek yang ada di sekitar kita maupun dalam kegiatan eksperimental di mana kita memberi kontrol pada beberapa variabel tertentu untuk mempelajari hubungan antara variabel yang melekat pada konsep tersebut. Karena fisika merupakan ilmu eksperimental maka konsep-konsep fisika itu akan cepat berkembang jika banyak dilakukan kegiatan eksperimental. Melalui kegiatan eksperimental ini konsep-konsep yang dimiliki siswa dapat berkembang sehingga dimungkinkan siswa merumuskan prinsip-prinsip atau teori. Prinsip dan teori yang telah dikembangkan perlu diuji coba kembali melalui kegiatan eksperimen. Jika prinsip atau teori sesuai dengan hasil eksperimen (yang dilakukan secara tepat) maka prinsip atau teori dianggap benar dan jika tidak sesuai dengan hasil eksperimen maka prinsip dan teori dianggap salah dan perlu diubah.

  Kegiatan eksperimen merupakan kunci kebenaran sain (fisika) (Berg,1991). Kemampuan berpikir induktif dan deduktif juga berperan besar dalam membantu perkembangan konsep siswa. Dalam kegiatan eksperimen yang berlangsung, dimungkinkan siswa menemukan hal-hal yang khusus yang kemudian dilakukan pengamatan-pengamatan lebih lanjut dan teliti sehingga diperoleh gejala-gejala yang bersifat umum yang membentuk konsep, prinsip dan teori-teori baru yang lebih umum. Sebaliknya dari gejala-gejala umum yang dihadapi, dapat diteliti beberapa variabel yang mungkin terkait sehingga perhatian terpusat pada hal-hal yang lebih khusus. Melalui kegiatan eksperimental ini, kita banyak berhadapan dengan benda-benda atau peristiwa konkrit itu mungkin ada gejala-gejala yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra kita, namun merupakan bagian atau serangkaian proses dalam kegiatan eksperimental yang sangat berpengaruh atau memberi efek terhadap hasil eksperimen. Sebagai contoh, pada saat kita memanaskan salah satu ujung logam, maka ujung yang lain lama kelamaan juga akan menjadi panas. Efek panas dan kegiatan kita memanasi logam, dapat ditangkap langsung oleh panca indra kita yaitu proses ikut panasnya ujung logam yang lain pada saat kita memanaskan ujung yang satunya. Dalam proses tersebut seharusnya ada semacam zat yang menghantarkan panas tersebut sehingga mampu mencapai ujung yang lain. Untuk menjelaskan proses tersebut seseorang kemudian membuat imajinasi-imajinasi sehingga terbentuk konsep aliran arus dan elektron dalam bahan. Kedua konsep tersebut bersifat abstrak dan dapat diberi penjelasan secara formal.

  b. Pengalaman-pengalaman serta pemvariasian kegiatan perlu dilakukan untuk menguji coba kebenaran serta ketepatan teori-teori yang telah dibentuk dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Melalui variasi-variasi kegiatan tersebut kita dapat mengetahui apakah teori-teori yang telah dibentuk siswa tersebut berlaku untuk hal-hal yang sifatnya umum atau hanya untuk kasus-kasus tertentu saja. Di sini timbul situasi di mana siswa mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi konsepnya sendiri.

  c. Seorang siswa sain harus menyadari kemampuan setiap individu dalam proses pembentukan konsep, hukum atau teori karena setiap individu memiliki domain pengalaman, konstruksi pengetahuan lama serta jaringan struktur kognitif yang berbeda-beda. Peran pengajar sebagai mediator dan fasilitator harus difungsikan secara tepat dan benar sehingga mampu menjangkau semua siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep seseorang berkembang melalui dua proses yaitu proses asimilasi dan proses akomadasi.

  

Proses asimilasi terjadi jika seorang masih dapat menggunakan skema-skema

  lamanya terhadap situasi atau pengalaman baru dan tinggal memperluasnya saja, sehingga terbentuklah konsep-konsep baru yang sifatnya lebih luas. Sedangkan

  proses akomodasi terjadi jika seseorang tidak dapat lagi menggunakan skema-

  skema lamanya dalam menghadapi situasi atau pengalaman baru, sehingga orang tersebut harus mengubah skema lama yang telah dimiliki. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan seseorang untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, atau memecahkan persoalan. Orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang benar (Suparno, 1997). Betencourt menyebutkan ada beberapa situasi atau kondisi yang memungkinkan siswa melakukan perubahan-perubahan konsepnya (baik itu proses asimilasi maupun akomodasi). Konteks membuat masuk akal , konteks penjelasan dan konteks pembenaran (justification).

3. Pemahaman konsep

  Dalam Sumbangan Pikiran Terhadap Pendidikan Matematika dan Fisika, yang dikaryakan oleh Marpaung dan Suparno, Kartika Budi dengan artikelnya yang berjudul “Konsep: Pembentukan dan Penanamannya”, (1987:233) berpendapat bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek kognitif dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting pada pelaksanan kegiatan belajar mengajar karena manjadi aspek yang menonjol atau yang paling ditonjolkan. Bila diadakan kegiatan belajar mengajar, maka pertama-tama yang akan dicapai adalah memahami atau mengerti apa yang kita pelajari.

  Menurut Moh. Amien yang dikutip oleh Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul “Konsep: Pembentukan dan Penanamannya”, (1987:233) dipandang dari segi isi, dalam kegiatan belajar mengajar fisika (IPA, sains) yang harus dipahami adalah konsep-konsep, prinsip-prinsi dan teori-teori. Prinsip adalah generalisasi yang berisi konsep-konsep yang saling berkaitan, sedangkan teori adalah generalisasi yang berisi prinsip-prinsip yang saling berhubungan yang menjelaskan gejala-gejala.

  Seperti yang dikutip oleh Katika Budi dalam artikel yang berjudul “Konsep: Pembentukan dan Penanamannya”, dalam buku Sumbangan Pikiran

  

Terhadap Pendidikan Matematika dan Fisika (1987:233) pemahaman konsep

  merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori artinya untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Berdasarkan ini maka pemahaman konsep memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimengerti dan diterima sejauh tidak mengabaikan aspek-aspek lain.

  Menurut Kartika Budi (1992) dalam artikelnya yang berjudul “Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa Salah Konsepsi yang Terjadi” yang dimuat dalam majalah Widya Dharma edisi Oktober 1992 disebutkan bahwa fisika pada hakikatnya merupakan akumulasi hasil keilmuan berupa konsep- konsep fisis, prinsip, hukum dan teori yang diperoleh melalui proses keilmuan. Sehingga mengajar fisika dapat diartikan sebagai proses penanaman konsep, hukum dan teori; menanamkan pengetahuan tentang proses keilmuan dan kemampuan melakukannya; menanamkan sikap keilmuan. Bila hal ini dilakukan, maka tujuan yang harus dicapai siswa dalam belajar fisika adalah bahwa mereka dapat memahami konsep, dapat melakukan proses keilmuan dan memiliki sikap keilmuan yang diperlukan dalam melakukan proses tersebut.

  Pemahaman dan pengembangan konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai tujuan belajar fisika. Dalam belajar mengajar diperlukan usaha agar siswa memahami konsep sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilannya. Untuk memutuskan apakah seseorang siswa memahami sesuatu konsep atau tidak diperlukan kriteria-kriteria atau indikator-indikator yang dapat menunjukkan pemahaman tersebut ( Kartika Budi,1992:113).

  Menurut Kartika Budi dalam artikelanya yang berjudul “Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa Salah Konsepsi yang Terjadi” telah disebutkan beberapa indikator yang munjukkan pemahaman seseorang akan suatu konsep antara lain (1) dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri, (2) dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain, (3) dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum, (4) menerapkan konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus (b) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi, (5) dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat, (6) dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lain yang saling berkaitan, (7) dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah dan dapat membuat peta konsep dari konsep-konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan.

  Nana Sudjana (1995:22) dalam penilaian hasil proses belajar mengajar menyebutkan bahwa menurut Bloom, klasifikasi hasil belajar secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomator (1995:22-25). Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

  Hasil belajar pemahaman adalah lebih tinggi dari pada hasil belajar pengetahuan. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan, sebab untuk dapat memahami perlu lebih dahulu atau mengenal (Nana Sudjana,1995:24).

  Pemahaman dibedakan dalam tiga kategori (Nana Sudjana,1995:24) yakni tingkat rendah, tingkat kedua dan tingkat ketiga atau tingkat tertinggi. Tingkat terendah yang meliputi pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia. Tinggat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan bagian dari grafik atau kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalah.

B. PETA KONSEP 1. Pengertian Peta Konsep

  Peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan beberapa konsep yang merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu bidang studi, dalam arti luas peta konsep adalah peta atau jaringan yang membuat konsep- konsep lengkap dengan hubunganya (Ratna Willis Dahar,1990:136). Sedangkan dalam arti yang lebih spesifik peta konsep dapat menyatakan hierarkis antar konsep yang satu dengan konsep yang lain (Ratna Willis Dahar,1990:115).

  Menurut Ratna Willis Dahar peta konsep tersebut diperjelas lagi dengan beberapa ciri yaitu: a. Peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dari proposisi-proposisi suatu bidang studi fisika, kimia, biologi, geografi dan sejarah atau yang lainnya.

  b. Peta konsep merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu bidang studi.

  c. Peta konsep merupakan suatu hubungan antar konsep-konsep.

  Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama, ini berarti ada beberapa konsep yang inklusif dari pada konsep yang lain.

  d. Peta konsep ialah tentang hierarki, bila dua atau lebih konsep digabungkan dibawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada konsep itu.

  Peta konsep yang paling sederhana terdiri dari dua konsep dan salah satu hubungan, seperti pada gambar berikut:

  FASE PADAT BENDA / ZAT dapat berujud

  Gambar 2.1 Peta konsep yang paling sederhana

  Peta konsep di atas, memuat konsep benda dan konsep padat. Hubungannya adalah benda dapat berujud. Hubungan dapat berujud adalah hubungan yang proposisional, karena hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk proporsi. Dalam arti yang lebih spesifik peta konsep dapat menyatakan hubungan hierarkis antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Dalam konsep yang demikian dapat ditunjukkan mana konsep yang paling umum (most inclusive) dan konsep yang paling khusus (least inclusive, most specific). Peta konsep dapat memuat konsep perantara, konsep perantara kecuali dimunculkan sebagai konsep yang merupakan unsur peta tersebut, juga dapat dijadikan bagian dari proposisinya.

  Gaya memiliki

  Percepatan Besar

  ditentukan oleh

  Massa

  Gambar 2.2 Peta konsep yang memuat konsep perantara

  Gaya besarnya ditentukan oleh

  Percepatan Massa

  Gambar 2.3 Peta konsep yang mengandung konsep perantara

  Bila ada dua orang yang membangun peta konsep tentang teori yang sama, tidak dapat diharapkan hasilnya adalah peta konsep yang sama. Bahkan dapat dipastikan bahwa peta konsep dari kedua orang itu akan berbeda. Hal itu dikarenakan kekayaan akan konsep-konsep dari kedua orang itu mungkin berbeda, keluasan, dan kedalaman akan pemahaman konsep dan hubungannya mungkin juga berbeda (Katika Budi,1990:70).

2. Manfaat Peta Konsep

  Beberapa keuntungan penggunaan peta konsep dalam pembelajaran (Ratna Willis Dahar,1989) adalah sebagai berikut:

  a. Dengan peta konsep kita dapat menemukan pokok-pokok yang ingin kita beri penekanan.

  b. Kita dapat melihat bagian-bagian materi yang biasa yang mungkin ingin kita hilangkan.

  c. Kita dapat memahami bagaimana siswa dapat melihat atau mengorganisasi materi pelajaran secara berbeda.

  d. Proses pemetaan konsep dapat membantu kita untuk mengidentifikasikan konsep yang merupakan kunci keberhasilan siswa. e. Peta konsep membantu kita untuk memilih materi yang tersedia, kita dapat membuat peta untuk mengefektifkan strategi pembelajaran dengan lebih baik sesuai dengan waktu dan materi pembelajaran.

  f. Kita dapat menjelaskan secara nyata hubungan–hubungan antar konsep.

  g. Kita dapat menggunakan peta konsep untuk melengkapi sebuah pokok pembicaraan siswa dan merangkum konsep-konsep umumnya.

  h. Peta konsep dapat meningkatkan kemampuan kita dalam melihat berbagai cara dalam membentuk kebermaknaan belajar kepada siswa. i. Pemetaan konsep dapat membantu kita dalam mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi, runtut dan berkesinambungan.

  Menurut Kartika Budi(1990:72-74) ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dari dalam mengelola proses pembelajaran IPA (fisika), antara lain : a. Peta konsep merupakan salah satu cara untuk mengeksternalisasi konsep- konsep yang telah diperoleh beserta hubungannya dan peta konsep merupakan hasil eksternalisasi tersebut.

  b. Dari peta konsep dapat dilihat keutuhan dari bangunan pengetahuan yang dimiliki. Dari peta konsep juga dapat diketahui keluasan (banyaknya konsep yang dapat ditangkap dari apa yang dipelajari) dan kedalam pemahaman (banyaknya hubungan antara konsep-konsep yang dapat dinyatakan).

  c. Dengan menganalisis peta konsep dapat dilihat ketepatan hubungan antar konsep yang satu dengan konsep yang lain dibandingkan dengan hubungan yang diterima sebagai hubungan yang benar. Dengan demikian melalui peta konsep dapat dideteksi adanya salah konsep, yaitu bila ditemukan hubungan yang salah satu kurang tepat.

  d. Dari peta konsep yang “baik” dapat dipilih dan ditetapkan mana konsep- konsep yang penting, kurang penting dan tidak penting dalam konteks materi yang dipelajari. Penetapannya didasarkan pada intensitas hubungan dengan konsep-konsep yang lain. Suatu konsep yang tidak dapat diletakkan dalam peta konsep, berarti tidak mempunyai hubungan dengan konsep- konsep dalam peta konsep tersebut, dalam konteks materi atau pokok bahasan yang kurang bahkan mungkin tidak penting.

  e. Dengan peta konsep dapat ditunjukkan saling hubungan antara pokok bahasan yang satu dengan pokok bahasan yang lain dengan suatu sub bidang studi, sehingga guru dapat menunjukkan kapan, di mana dan untuk apa konsep yang akan dipelajari, sehingga motivasi belajar dapat meningkat.

  f. Dari peta konsep dapat diketahui apakah suatu konsep dipelajari secara bermakna atau secara hafalan. Bila suatu konsep yang seharusnya mempunyai hubungan dengan konsep yang lain ternyata tidak dapat diletakkan dalam peta konsep yang telah dimiliki, maka konsep tersebut dipelajari secara hafalan.