BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - AVIX SYAIFUL ANWAR BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia,

  yang meliputi bidang ekonomi, tehnologi, sosial dan budaya serta bidang bidang yang lain telah membawa pengaruh yang besar bagi manusia itu sendiri. Kahidupan yang sulit dan komplek dengan meningkatnya kebutuhan menyebabkan bertambahnya stressor psikososial telah menyebabkan manusia tidak mampu menghindari tekanan tekanan hidup yang dialami. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kwalitas maupun kwantitas penyakit mental-emosional manusia (Hidayati,2000).

  Menurut WHO pada tahun 2001 kira–kira 450 juta orang dewasa dari populasi dunia mengalami gangguan jiwa (Admin, 2007). Kasus penyakit mental emosional yang bersifat universal yang angka prevalensinya semakin meningkat di masyarakat adalah skizofrenia (Ditkeswa, 1983). Penelitian epidemiologi didapatkan bahwa insiden skizofrenia dalam masyarakat adalah berkisar antara 0,3 sampai 0,6 tiap 1000 penduduk, dan prevalensinya sekitar 4 per 1000 (Wicaksana,1991). Sementara menurut Maramis (1994) insiden skizoprenia diseluruh dunia diperkirakan antara 0,2 – 0,8 pertahun.

  Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (Neurosa) dan gangguan jiwa berat (Psikosis). Psikosis ada 2 jenis yaitu psikosis organik, dimana didapatkan kelainan pada otak dan psikosis

  1

  

fungsional, tidak terdapat kelainan pada otak. Psikosis sebagai salah satu

  bentuk gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari – hari. Tanda dan gejala psikosis antara lain : perilaku regresi, perasaan tidak sesuai, berkurangnya pengawasan-pengawasan terhadap impul-impul, waham dan halusinasi .

  Salah satu gejala psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa adalah

  

halusinasi yang merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

  sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis, 2005). Halusinasi merupakan persepsi sensorik penglihatan, sentuh, pendengaran, penghidu / pengecap tanpa rangsang luar (Dorland, 1998). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), 70% halusinasi adalah halusinasi auditorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman.

  Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

  Tindakan keperawatan yang dapat diberikan yaitu terapi modalitas yang meliputi terapi individu, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga (Keliat, 2004). Halusinasi yang tidak mendapatkan pengobatan maupun perawatan, lebih lanjut dapat menyebabkan perubahan perilaku seperti agresi, bunuh diri, menarik diri dari lingkungan dan dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuard dan Sundeen, 1995).

  Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien terutama dengan

  

halusinasi , yaitu klien diberikan pengobatan psikofarmaka dan terapi

  modalitas keperawatan (terapi aktifitas kelompok, terapi rekreasi, terapi lingkungan, terapi individu dan terapi okupasi). Terapi individu merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada klien secara tatap muka perawat – klien dengan durasi waktu tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Akemat, 2004).

  Terapi aktivitas kelompok adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi yang diderita klien diantaranya dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri. Salah satu penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol halusinasi yang dialaminya.

  Berdasarkan survey pendahuluan di RSUD Banyumas data pasien jiwa di Ruang Sakura menunjukkan angka yang terus meningkat secara bermakna dari tahun ke tahun. Berikut ini adalah data pasien Ruang Sakura (Yudistira dan Samiaji) tahun 2001 – 2009 dengan jumlah tempat tidur 74 TT : Tahun 2001 (99%), 2002 (100%), 2003 (101%), 2004 (110%), 2005 (118,8%), 2007 (114%), 2008 (kelas III : 202%, kelas VIP, I, II : 92%), 2009 (Kelas III : 178%, kelas VIP, I, II : 80%). Jumlah pasien sakit jiwa yang dirawat di RSUD Banyumas pada 2010 rata-rata meningkat 5 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2011 sampai dengan bulan April jumlah pasien yang dirawat di ruang Sakura RSUD Banyumas sebanyak 70 pasien pada bulan Januari dengan jumlah pasien halusinasi sebanyak 21 orang, Februari 77 pasien dengan jumlah pasien halusinasi sebanyak 24 orang, Maret 88 pasien dengan jumlah pasien halusinasi sebanyak 27 orang, dan April sebanyak 57 pasien dengan jumlah pasien halusinasi sebanyak 17 orang, jadi jumlah keseluruhan pasien yang dirawat sampai dengan bulan April adalah 292 pasien dan jumlah pasien halusinasi sekitar 30% dari keseluruhan pasien yang dirawat di ruang Sakura RSUD Banyumas.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk mengetahui “bagaimanakah pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien halusinasi di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012?”.

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien halusinasi di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengidentifikasi karakteristik responden di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012. b.

  Mengidentifikasi gambaran kemampuan klien mengontrol halusinasi sebelum dilakukan TAK pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012.

  c.

  Mengidentifikasi perbedaan kemampuan klien mengontrol halusinasi sesudah dilakukan TAK pada kelempok intervensi dan kelompok kontrol yang tidak di beri perlakuan TAK di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012.

  d.

  Mengetahui perbedaan selisih kemampuan klien mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah dilakukan TAK pada responden kelempok intervensi dan kelompok kontrol yang tidak di beri perlakuan TAK di ruang Sakura RSUD Banyumas tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi peneliti Dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

  Hasil dari penelitian ini dapat di gunakan sebagai salah satu refrensi bagi mahasiswa serta sebagai perbendaharaan kepustakaan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Bagi klien dan keluarga.

  3. Hasil penelitian ini dapat membantu, mempercepat proses pemulihan keadaan klien yang mengalami gangguan halusinasi, memberikan informasi bagi klien dan keluarga tentang penanganan halusinasi dengan terapi aktifitas kelompok.

4. Bagi RSUD Banyumas

  Hasil penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sebagai masukan untuk perawat dalam mengaplikasikan terapi aktifitas kelompok yang telah di lakukan.

E. Penelitian Terkait 1.

  Penelitian Suryaningsih (2007) dengan judul “pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi presepsi halusinasi terhadap frekuensi halusinasi di ruang P2A Rumah Sakit Grahasia Propinsi DIY “.

  Hasil penelitian dengan uji non parametrik Wilcoxon Signet Rank

  Test yaitu bahwa ada pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan terapi

  aktifitas kelompok stimulasi presepsi halusinasi terhadap frekuensi terjadinya halusinasi pada klien rawat inap di ruang P2A rumah sakit Grahasia Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta. Penelitian ini berbeda dari uji statistik Yang digunakan oleh peneliti yaitu uji t-test dependent dengan variable terikat yaitu kemampuan kognitif dan lokasi penelitian di rumah sakit daerah surakarta.

2. Sri dewi megayanti (2009) dengan judul “pengaruh terapi aktivitas

  .

  Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan pretest

  • – posttest control group design . Penelitian ini menggunakan tehnik

  

purposive sampling . Analisis data menggunakan uji non parametrik

Wilcoxon Signed Rank Test. Setelah pelaksanaan terapi aktivitas kelompok

  orientasi realita seluruh sampel kelompok eksperimen (100%) mengalami penurunan frekuensi halusinasi. Pada kelompok kontrol terdapat 6 orang (31,58%) mengalami penurunan frekuensi halusinasi. Berdasarkan analisa data dengan Wilcoxon Signed Rank Test diproleh hasil z sebesar -3,852 dengan signifikansi (p) <0,05. Sehingga Ho ditolak.

  Perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian diatas adalah variabel terikat yang digunakan berupa kemampuan klien mengontrol halusinasi, jumlah sampel dan tempat penelitian, serta menggunakan analisa data dengan menggunakan uji t-test.