BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dian Frilia Utami BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul

  sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Dengan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan, kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan.Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan pasien menjadi salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan yang penting (Pohan, 2007).

  Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien.Dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan. Melalui pengukuran tersebut, dapat diketahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Pasien akan selalu mencari pelayanan kesehatan di fasilitas yang kinerja pelayanan kesehatannya dapat memenuhi harapan atau tidak mengecewakan pasien (Pohan, 2007).

  Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa umumnya fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah masih kurang / tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah bahwa umumnya mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah masih belum atau tidak memenuhi harapan pasien dan atau masyarakat. Pengukuran kepuasan pasien merupakan hal yang penting bagi setiap perusahaan pelayanan jasa khususnya di bidang kesehatan. Dengan mengetahui harapan pasien maka perusahaan dapat mempersiapkan strategi dalam memperbaiki mutu pelayanan kesehatan yang sudah pasti mengarah pada kepuasan pasien (Pohan, 2007).

  Kepuasan pasien selain dipengaruhi oleh persepsi mutu pelayanan, juga ditentukan oleh karakteristik produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat (Rangkuti, 2006). Faktor- faktor tersebut yaitu sebagai berikut :

  1. Karakteristik Produk Karakteristik produk yang dimaksud adalah karakteristik dari pelayanan kesehatan secara fisik, seperti kebersihan ruang perawatan beserta perlengkapannya. Pasien akan merasa puas dengan kebersihan ruangan yang diberikan oleh pemberi pelayanan;

  2. Harga Faktor harga memiliki peran penting dalam menentukan kepuasan pasien, karena pasien cenderung memiliki harapan bahwa semakin mahal biaya pelayanan kesehatan maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang ia terima;

  3. Faktor Pribadi Faktor yang berasal dari dalam individu, dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi: a. Jenis Kelamin

  Tingginya angka kesakitan pada perempuan daripada laki-laki menyebabkan perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak;

  b. Umur Kebutuhan seseorang terhadap suatu barang atau jasa akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Faktanya kebutuhan terhadap pelayanan kuratif atau pengobatan semakin meningkat saat usia mulai meningkat dibandingkan dengan kebutuhan terhadap pelayanan preventif; c. Pendidikan

  Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Perbedaan tingkat pendidikan akan memiliki kecenderungan yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan;

  d. Pekerjaan Secara langsung pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi seseorang. Seseorang yang berpenghasilan di atas rata-rata mempunyai minat yang lebih tinggi dalam memilih pelayanan kesehatan.

  Menurut Supranto (2001), salah satu cara mengukur kepuasn pasien adalah dengan menggunakan kuesioner, agar dapat mengetahui persepsi pasien melalui tingkat kepuasan pasien.

  Untuk menentukan kepuasan pasien digunakan indikator

  Zeintmhal , yaitu:

  a. Tangible (bukti fisik), mengacu pada performance petugas, keadaan sarana dan prasarana serta output yang dihasilkan. Kepuasan dari pelayanan dapat dilihat dengan kasat mata.

  b. Reability (kehandalan), mengacu kepada pelayanan yang cepat, akurat dan diharapkan memuaskan.

  c. Responsiveness (daya tanggap), mengacu kepada petugas untuk membantu pasien jika ada yang kurang jelas dan memberikan layanan dengan tanggap, dapat digunakan untuk mengukur tingkat keterlibatan petugas dalam proses pelayanan kepada pelanggan.

  d. Assurance (jaminan), mengacu kepada kualitas pelayanan dilihat dari sisi kemampuan petugas meyakinkan kepercayaan pasien.

  Indikatornya mencakup pengetahun, kompetensi, dan sifat dapat dipercaya.

  Empathy (empati), mengacu kepada kualitas pelayanan yang

  diberikan berupa sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap pasien/masyarakat. Indikatornya yaitu kemudahan menjalin relasi, komunikasi yang baik, pribadi yang baik, pemahaman atau kebutuhan individual dari pasien, dan bantuan khusus petugas selama proses pelayanan.

  Pengukuran Kepuasan Konsumen B.

  Tingkat kepuasan pelanggan sangat bergantung pada mutu atau kualitas suatu produk/jasa (Supranto, 2011:3). Aspek mutu bisa diukur. Pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Sebetulnya banyak metode untuk mengukur kualitas pelayanan, namun metode yang banyak digunakan adalah sebagai berikut (Purnama, 2006):

  1. Metode Servqual dengan Gap Model, yaitu Servqual berasal dari kata Service Quality yang artinya kualitas layanan. Metode ini didasarkan pada Gap Model yang dikembangkan oleh Parasuraman et.al (1988, 1991, 1993,1994). Kualitas layanan merupakan fungsi gap antara harapan konsumen terhadap layanan dan persepsi mereka terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan.

  2. Metode Servqual dengan Bobot Kepentingan, yaitu pada metode Servqual dengan Gap Model diatas tidak mempertimbangkan bobot tertentu. Dengan kata lain masing-masing dimensi dianggap memiliki bobot yang sama, maka pada metode ini masing-masing dimensi diberikan bobotnya untuk mengetahui dimensi mana yang paling berpengaruh.

  3. Analisis Importance-Performance, yaitu analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Martilla and James (1997), sebagai kerangka sederhana menganalisis atribut-atribut produk. Analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan terhadap kualitas layanan (Importance) dengan tingkat kinerja kualitas layanan (Performance).

C. Analisis Diagram Kartesius

  Analisis ini didasarkan pada hasil pemetaan seluruh pernyataan/atribut dimensi kualitas layanan (Tangibles, Reliablity,

  

Responsiveness, Assurance, dan Emphaty) hasil pengolahan data penelitian

  pada suatu diagram Kartesius. Diagram Kartesius dibagi dalam 4 (empat) bagian yang dinamakan kuadran, diperoleh berdasarkan perpotongan garis antara sumbu X dan sumbu Y pada diagram sumbu XY. Sumbu X merupakan nilai persepsi pelanggan sedangkan sumbu Y merupakan nilai ekspektasi/harapan pelanggan.

  1. Kuadran A. Menunjukkan harapan responden terhadap atribut kualitas layanan lebih besar dari rata-rata, akan tetapi persepsi responden terhadap kualitas layanan yang diterima dibawah rata-rata, akibatnya kurang memuaskan pelanggan. Apabila ada pernyataan/atribut yang terpetakan pada kuadran A, maka responden yang diteliti merasa tidak puas atas kualitas layanan yang terima.

  2. Kuadran B. Menunjukkan harapan dan persepsi responden terhadap atribut kualitas layanan lebih besar dari rata-rata, hal ini menandakan pelanggan merasa puas. Apabila terdapat atribut yang terpetakan pada kuadran ini maka responden yang diteliti dinilai merasa puas atas kualitas layanan yang diberikan apotek, oleh karena itu pihak manajemen apotek harus dapat mempertahankannya.

  3. Kuadran C. Menunjukkan harapan dan persepsi responden terhadap atribut kualitas layanan kurang dari rata-rata, atau dengan kata lain responden tidak merasa puas atas kualitas layanan apotek, akan tetapi responden juga tidak menjadikan hal tersebut menjadi prioritas utama, melainkan hanya sebagai prioritas sampingan. Apabila ada pernyataan/atribut yang terpetakan pada kuadran ini, maka bagi pihak manajemen apotek bukan merupakan suatu hal sangat penting untuk dicari solusinya, tetapi cukup untuk diketahui.

  4. Kuadran D. Menunjukkan harapan responden terhadap atribut kualitas layanan kurang dari rata-rata, namun persepsi responden terhadap atribut kualitas layanan lebih besar dari rata-rata. Apabila ada pernyataan yang terpetakan dalam kuadran D ini, maka dapat dikatakan bahwa apotek telah memberikan layanan dengan baik, tetapi tidak memiliki manfaat yang berarti bagi kepuasan pelanggan.

D. BPJS Kesehatan

  1. Pengertian BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (Peraturan BPJS

  Kesehatan No. 1, 2014).

  2. Visi dan Misi Dalam penyelenggaraannya BPJS Kesehatan memiliki Visi dan

  Misi untuk mencapai mutu pelayanan yang baik kepada seluruh penduduk Indonesia peserta jaminan kesehatan nasional ini (www.bpjs- kesehatan.go.id, diakses 18 november 2015).

  a. Visi BPJS Kesehatan Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul, dan terpercaya.

  b. Misi BPJS Kesehatan 1) Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan

  Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); 2) Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan;

  3) Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program;

  4) Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip- prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul;

  5) Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen resiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan;

  6) Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.

  3. Kepesertaan Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

  Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib menjadi peserta jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan. Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan.Bagi yang mempunyai upah atau gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah atau gaji dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja.Bagi yang tidak mempunyai gaji atau upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran maka iurannya dibayari pemerintah (Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12, 2013).

  Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Bab II tentang peserta dan kepesertaan yang tercantum dalam Pasal 2 bahwa peserta Jaminan Kesehatan meliputi :

  a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

  b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

  1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, meliputi:

  a) Pegawai Negeri Sipil (PNS);

  b) Anggota TNI;

  c) Anggota Polri;

  d) Pejabat Negara;

  e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

  f) Pegawai Swasta; dan

  g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima upah. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, meliputi: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

  b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah. 3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, meliputi :

  a) Investor;

  b) Pemberi Kerja;

  c) Penerima Pensiun;

  d) Veteran;

  e) Perintis Kemerdekaan; dan

  f) Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

  4. Prosedur Pendaftaran Peserta Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

  (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial, termasuk di dalamnya BPJS Kesehatan (UU tentang BPJS No.24, 2011).

  Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertaan anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran (UU tentang SJSN No.40, 2004).

  Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Bab III tentang Pendaftaran Peserta dan Perubahan Data Kepesertaan yang tercantum dalam Pasal 10 bahwa Prosedur Pendaftaran Peserta, meliputi : a. Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan; b. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan; c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

  5. Iuran Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah.Besaran dan tata cara pembayaran iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Undang-Undang No. 24, 2011). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Bab IV tentang Iuran yang tercantum dalam Pasal 17 bahwa Iuran Peserta Jaminan Kesehatan Nasional, meliputi :

  a. Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan seluruh Peserta yang menjadi tanggung jawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan dikenakan denda administrasi sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja;

  b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS

  Kesehatan. Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan dapat dilakukan di awal untuk lebih dari 1 bulan; c. Pilihan iuran sesuai kelas perawatan adalah sebagai berikut :

  1) Kelas 1 : Rp. 59.500 per orang per bulan; 2) Kelas 2 : Rp. 42.500 per orang per bulan; 3) Kelas 3 : Rp. 25.500 per orang per bulan.

  6. Manfaat Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12

  Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Bab V tentang Manfaat Jaminan Kesehatan yang tercantum dalam Pasal 21 bahwa Manfaat Pelayanan Promotif dan Preventif, meliputi pemberian pelayanan :

  a. Penyuluhan Kesehatan Perorangan. Meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat;

  b. Pelayanan Imunisasi Dasar. Meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), dan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, dan

  Difteri Pertusis Tetanus

  Campak yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;

  c. Pelayanan Keluarga Berencana. Meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; d. Pelayanan Skrining Kesehatan. Diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit tertentu.

  7. Fasilitas Kesehatan Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehalibitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan (Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1, 2014).

  Berdasarkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014

  Pasal 47 tentang pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan yaitu terdiri atas : a. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama;

  b. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan;

  c. Pelayanan gawat darurat;

  d. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medik habis pakai;

  e. Pelayanan ambulance;

  f. Pelayanan skrining kesehatan; dan g. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

  Dalam undang-undang BPJS yang termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu: a. Puskesmas atau yang setara;

  b. praktik dokter;

  c. praktik dokter gigi;

  d. klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI;danRumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

  Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan pelayanan kesehatan gawat darurat termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan farmasi.

  Pelayanan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan dan/atau rawat inap baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, dan bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Fasilitas kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan oleh Peserta sesuai indikasi medis.Pelayanan alat kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan.

  Pelayanan alat kesehatan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan sudah termasuk dalam paket INA- CBG’s.Fasilitas kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh

  Peserta sesuai indikasi medis.

  Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan.Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA- CBG’s.Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.

E. Puskesmas

  Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja tertentu.Puskesmas sebagai lembaga pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006). Upaya kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

  1. Upaya kesehatan wajib, yaitu upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatn derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan wajib terdiri dari : a. Upaya promosi kesehatan

  b. Upaya kesehatan lingkungan

  c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

  d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

  e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

  f. Upaya pengobatan

  2. Upaya kesehatan pengembangan, adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipiih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yakni :

  a. Upaya kesehatan sekolah

  b. Upaya kesehatan olahraga

  c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

  d. Upaya kesehatan kerja

  e. Upaya kesehatan gigi dan mulut

  f. Upaya kesehatan jiwa

  g. Upaya kesehatan mata

  h. Upaya kesehatan usia lanjut i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional (DepkesRI, 2004).

  3. Upaya penunjang, yaitu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan di Puskesmas, yang terdiri dari : a. Laboratorium

  b. Farmasi

  c. Pencatatan dan Pelaporan Secara umum, fungsi Puskesmas adalah sebagai berikut :

  a. Pusat penggerak pembangun berwawasan kesehatan

  b. Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat

  c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

  d. Pelayanan kesehatan perseorangan

  e. Pelayanan kesehatan masyarakat

F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

  Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

  Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien (Depkes, 2009).

  Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada swamedikasi.Peran dan tanggungjawab apoteker ini didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, yaitu tanggung jawab apoteker dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan kualitas hidup 10 pasien.Didasarkan pada filosofi ini, maka tanggung jawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat (drug

  • –related problems), sehingga dapat tercapai keluaran terapi yang optimal (ISFI, 2005).

  Menurut Permenkes No. 30 tahun 2014, Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk : 1. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; 2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan 3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

  Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi pengelolaan sumber daya (SDM,sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan administrasi) danpelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, informasi obat danpencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana,sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yangditetapkan yaitu terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di Puskesmas.

1. Pengelolaan Sumber Daya

  a. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Puskesmasadalah Apoteker (UU RI No23 Th 1992 tentang kesehatan). Kompetensi apoteker diPuskesmas sebagai berikut: 1) Mampu memberikan dan menyediakan pelayanan kefarmasian yang bermutu.

  2) Mampu mengambil keputusan secara profesional. 4) Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatanlainnya dengan menggunakan bahasa verbal, non verbal maupun bahasa lokal. 5) Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehinggailmu dan keterampilan yang dimilki selalu baru (up to date).Sedangkan asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan apotekerdalam melaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut.

  b. Prasarana dan Sarana Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsungmendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah suatu tempat, fasilitasdan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian.Dalamupaya mendukung pelayanan kefarmasian di puskesmas diperlukan sarana danprasarana yang memadaidisesuaikan dengan kebutuhan masing-masing puskesmasdengan memperhatikan luas cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlahkaryawan, angka kunjungan dan kepuasan pasien.

  Prasarana dan sarana yang perlu dimiliki puskesmas untuk meningkatkankualitas pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1)

  Papan nama “apotek” atau “kamar obat” yang dapat terlihat jelas oleh pasien. 2) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

  3) Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram danmiligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain. 4) Tersedia tempat dan alat untuk mendisplay informasi obat bebas dalam upayapenyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet, booklet dan majalah kesehatan. 5) Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayananinformasi obat. Antara lain Farmakope

  Indonesia edisi terakhir, InformasiSpesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). 6) Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai. 7) Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria, serum danvaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturanperundangan yang berlaku. 8) Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agarpemasukan dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapatdipantau dengan baik. 9) Tempat penyerahan obat, yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan informasi obat.

  c. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukanuntuk menyelenggarakan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

  d. Administrasi Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipandalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatanmaupun pengelolaan resep supaya lebih mudahdimonitor dan dievaluasi.

  Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semuatahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu: 1) Perencanaan 2) Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/kota 3) Penerimaan 4) Penyimpanan menggunakan kartu stok atau komputer 5) Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LP-LPO

  Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien (umum, miskin, asuransi), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 3tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara.Pengadministrasian termasuk juga untuk: 1) Kesalahan pengobatan (medication eror) 2) Monitoring efek samping obat (MESO) 3) Medication record

2. Pelayanan Farmasi Klinik

  a. Pelayanan Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepadaapoteker untuk menyediaakan dan menyerakan obat bagi pasien sesuai peraturanperundangan yang berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputiaspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep,peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resepdilakukan sebagai berikut : 1) Penerimaan Resep

  Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu: nama dokter, nomor suratizin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep,nama obat, jumlah obat, cara penggunaan , nama pasien, umur pasien, dan jeniskelamin pasien. b) Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi,stabilitas, cara, dan lama penggunaan obat.

  c) Pertimbangan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.

  d) Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak tersedia. 2) Peracikan Obat

  Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

  a) Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat,dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

  b) Peracikan obat

  c) Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untukobat luar, serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan obat dalam bentuk larutan.

  d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yangberbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah. 3) Penyerahan Obat

  Setalah peracikan obat, dilakukan hal-hal berikut:

  a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembalimengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis danjumlah obat.

  b) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dansopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurangstabil.

  c) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

  d) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkaitdengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yangharus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll.

  4) Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidakbias, etis, bijaksana, dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obatyang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah buku Farmakope Indonesia,Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia(IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapatdiperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :

  a) Nama dagang obat jadi

  b) Komposisi

  c) Bobot, isi atau jumlah tiap wadah

  d) Dosis pemakaian

  e) Cara pemakaian

  f) Khasiat atau kegunaan

  g) Kontra indikasi (bila ada)

  h) Tanggal kadaluarsa i) Nomor ijin edar/nomor regristasi j) Nomor kode produksi k) Nama dan alamat industri Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:

  a) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,apakah diwaktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obatdiminum sebelum atau sesudah makan.

  b) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah merasa sembuh.

  Obat antibiotika harus dihabiskan untukmencegah timbulnya resistensi.

  c) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan.Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetesmata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, supositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Petunjuk pemakaian obat yang benar:

  a) Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut) (1) Cara oral merupakan cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah danaman. Yang terbaik adalah minum obat dengan segelas air. (2) Ikuti petunjuk dari profesi kesehatan (saat makan atau saat perut kosong) (3) Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya, tidak bolehdikunyah atau dipecah. (4) Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuranketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga. (5) Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter mintapilihan bentuk sediaan lain.

  b) Petunjuk Pemakaian Obat Oral Untuk Bayi/Balita (1) Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takardalam kemasan obat.

  (2) Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasaenak/pahit.

3. Monitoring dan Evaluasi

  Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di puskesmas perludilakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakankegiatan pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan prosespenilaian kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri.Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatanpelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayananinformasi obat kepada pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanankefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.