BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul “substitusi agregat halus beton - BAB II EKO PRASETYO TS'16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012)

  dalam jurnal yang berjudul “substitusi agregat halus beton menggu nakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton” memaparkan bahwa:

  Keterbatasan material pasir yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya menyebabkan digunakannya kapur alam dan pasir laut sebagai bahan pengganti agregat halus yang secara ilmiah belum diketahui kualitasnya, sehingga perlu dilakukan kajian tentang bahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase kapur alam dan pasir laut yang dapat digunakan dan untuk mengetahui kualitas beton yang dihasilkan. Benda uji yang digunakan adalah beton silinder (diameter 15 cm dan tinggi 30 cm). Metode yang digunakan untuk analisa data adalah statistik deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa persentase yang dapat digunakan untuk pasir laut adalah 100% dan untuk kapur alam adalah 25%.

  Hasil uji kualitas diperoleh bahwa beton yang menggunakan kapur alam memiliki kuat tekan dan kuat tarik belah yang lebih kecil dari beton normal dan tidak mencapai kuat tekan rencana. Sedangkan beton yang menggunakan pasir laut menghasilkan kuat tekan dan kuat tarik belah yang lebih besar dari beton normal.

B. Landasan Teori 1. Beton

  Beton adalah campuran bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yang berupa pasir, batu pecah, atau bahan yang lain dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan beton berlangsung.

  Material pembentuk beton tersebut dicampur merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang homogen sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan. (Istimawan dipohusodo :1999).

  Kualitas atau mutu dari suatu beton sangat bergantung kepada komponen penyusun atau bahan dasar beton, bahan tambahan, cara pembuatan dan alat yang digunakan. Mutu beton digolongkan ke dalam 3 kelas mutu, yaitu beton kelas I, beton kelas II, dan beton kelas III.

  Beton kelas I : f’c=7,4 Mpa (K-100), f’c=9,8 Mpa (K125), f’c=12,2 Mpa (K-150), digunakan untuk bukan pekerjaan struktur. Beton Kelas II : f’c=14,5 Mpa (K-175), f’c=16,9 Mpa (K-200), f’c=19,3 Mpa (K-225), f’c=21,7 Mpa (K-250), f’c=24 Mpa (K-275) digunakankan untuk pekerjaan struktur seperti lantai, jalan, pondasi, sloof, kolom, dll. Beton Kelas III : f’c=28,8 Mpa (K-325), f’c=31,2 Mpa (K-350), adalah beton khusus, misalnya untuk balok dan lantai jembatan, landasan pesawat, dan lain-lain.

2. Sifat-sifat beton

  Pada umumnya beton terdiri dari kurang lebih 15% semen, 8% air, 3% udara, dan selebihnya agregat kasar dan agregat halus. Campuran tersebut dsetelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda tergantung pada cara pembuatan, perbandingan campuran, cara mencampur, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, cara merawat, dan sebagainya, akan mempengaruhi sifat-sifat beton (Tjokrodimuljo, 1995).

  Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton, maka pengetahuan tentang sifat-sifat beton setelah mengeras perlu diketahui, sifat-sifat tersebut antara lain:

  a. Tahan lama (Durrability)

  b. Kuat tekan

  c. Kuat tarik

  d. Modulus elastisitas

  e. Rangkak (creep)

  f. Susut (shrinkage)

  g. Kemampuan dikerjakan (workability) 3.

   Semen Portland

  Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen portland atau semen portland pozzolan, yaitu berupa semen hidrolik yang berfungsi sebagai bahan perekat beton. Dengan jenis semen tersebut diperlukan air guna berlangsungnya reaksi kimia pada proses hidrasi. Pada proses hidrasi semen yang mengeras dan mengikat bahan penyusun beton sehingga membentuk massa padat (Tjokrodimuljo, 1995).

  Semen portland dapat dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butimya. Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO) sekitar 60%-65%, silika (SiO2) sekitar 20%-25%, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%. Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan sifat kimia. berikut ini adalah sifat-sifat Semen Portland:

  a. Kehalusan Butir

  b. Kepadatan (density)

  c. Konsistensi

  d. Waktu Pengikatan

  e. Panas Hidrasi 4.

   Agregat

  Agregat terbagi atas agregat kasar dan agregat halus. Agregat halus umumnya terdiri dari pasir atau partikel-partikel yang lewat saringan #4 atau 5mm. sedangkan agregat kasar tidak dapat melewati saringan tersebut atau diameter butir lebih dari 5mm (Dipohusodo : 1999).

  a. agregat halus Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasil oleh alat-alat pemecah batu. Adapun syarat-syarat dari agregat halus yang digunakan menurut PBI 1971, antara lain : 1) Pasir terdiri dari butir- butir tajam dan keras. Bersifat kekal artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan

  2) Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah bagian- bagian yang bisa melewati ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya pasir untuk bahan pembuat beton.

  3) Tidak mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder. Agregat yang tidak memenuhi syarat percobaan ini bisa dipakai apabila kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan beton dengan agregat yangs sama tapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur yang sama.

  b. agregat kasar Agregat kasar dapat berupa kerikil hasil desintergrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil, dalam penggunaannya harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: 1) Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan.

  2) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.

  • – 3) Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat zat yang reaktif terhadap alkali. 4) Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

5. Air

  Air yang digunakan untuk membuat beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan-bahan lain yang bersifat merusak beton beton dan baja tulangan. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton disebut factor air semen (fas). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai factor air semen 0,40-0,60 tergantung mutu beton yang hendak dicapai (Dipohusodo : 1999). Persyaratan air yang digunakan dalam campuran beton adalah sebagai berikut: a. Air tidak boleh mengandung lumpur (benda-benda melayang lain) lebih dari 2 gram/liter.

  b. Air tidak boleh mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

  c. Air tidak boleh mengandung Chlorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

  d. Air tidak boleh mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

  6. Pasir putih

  Batu gamping atau batu kapur adalah batuan dari hasil sedimentasi yang komposisi utamanya adalah kalsium karbonat (CaCO

  3 ). Semakin

  keras dan padat jenis batu kapur ini, maka semakin cocok untuk pembuatan beton. Batu gamping atau batu kapur sebagian besar mengandung magnesium karbonat disamping kalsium karbonat jadi sangat cocok untuk pembuatan beton.

  Pasir putih diperoleh dari pegunungan di daerah Banjarnegara yang didapatkan dengan cara penambangan batu gamping yang dihancurkan hingga halus seperti pasir pada umumnya.

  7. Mix design

  Berdasarkan SNI 03-2834-1993 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, mix design beton normal dapat diringkas dalam langkah-langkah seperti dibawah ini.

  a.

  Menentukan kuat tekan beton karakteristik yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.

  Tabel2.1 Notasi kuat tekan beton Notasi Bentuk benda uji Ukuran Umur

  Kubus 15x15x15 cm 28 hari K

  Silinder D 15 cm, tinggi 30 cm 28 hari f’c Sumber: SNI 03-2834-1993 Jika umur beton yang dikehendaki saat diuji belum mencapai 28 hari maka harus dikonversi sebagai berikut :

Tabel 2.2 konversi umur uji kuat tekan beton

  28

  7,0 Tanpa kendali 8,4 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995).

  5,6 Jelek

  4,2 Cukup

  Tingkat pengendalian mutu pekerjaan SD (Mpa) Memuaskan 2,8 Sangat baik 3,5 Baik

Tabel 2.3 nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian

  b. Menetapkan Deviasi Standar (SD) Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. semakin baik mutu pelaksanaan maka nilai deviasi standar semakin kecil

  1 Sumber : SNI 03-2834-1993

  0.96

  Umur Perbandingan kuat tekan beton

  21

  0.88

  14

  0.7

  7

  0.46

  3

  Bila suatu produksi beton hanya memiliki data hasil uji yang memenuhi syarat sebanyak 15-29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi standar adalah perkalian deviasi standar yang dihitung dari data hasil uji tersebut dengan faktor pengali dari tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 faktor pengali deviasi standar

  Jumlah data

  30

  25

  20 15 <15 faktor pengali

  1

  1.03

  1.08 1.16 - Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995).

  c. Menghitung nilai tambah (M) Keterangan: M = nilai tambah (Mpa) SD = deviasi standar (Mpa) k = tetapan statistik yang nilainya tergantung pada presentase hasil uji yang lebih rend ah dari f’c. Dalam hal ini diambil 5%, sehingga nilai k =

  1.64.

  d. Menetapkan kuat tekan rata- rata (f’cr) f’cr = f’c + M f’cr = Kuat tekan rata-rata, (Mpa) f'c = Kuat tekan yang disyaratkan, (Mpa) M = Nilai tambah, (Mpa)

  e. Penetapan jenis semen portland Menurut SNI 15-2049-2004

   di indonesia semen portland dibedakan

  menjadi 5jenis yaitu tipe I,II,III,IV,V. Jenis I merupakan jenis semen biasa, sedangkan jenis III merupakan semen yang cepat mengeras. f. Penetapan jenis agregat Jenis agregat kasar dan agregat halus ditetapkan, apakah berupa alami atau batu pecah.

  g. Penetapan faktor air semen Penetapan faktor air semen maksimum faktor air semen maksimum harus memenuhi SNI 03-1915-1992 tentang Spesifikasi Beton Tanah Sulfat dan SNI 03-2914-1994 tentang Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air.

Tabel 2.5 kuat tekan beton (Mpa) dengan faktor air semen 0,5

  Jenis Jenis Umur 3 Umur 7 Umur 28 Umur 91 semen Agregat hari hari hari hari Kasar

  Alami

  17

  23

  33

  40 I,II,III Pecah

  19

  27

  37

  45 Alami

  21

  28

  38

  44 III Pecah

  25

  33

  44

  48 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995).

Gambar 2.1 penetapan f.a.s berdasarkan jenis semen dan kuat tekan rata- rataGambar 2.2 penetapan f.a.s berdasarkan jenis semen, jenis agregat, dan kuat tekan rata-rataTabel 2.6 persyaratan f.a.s maksimum untuk berbagai pembetonan dan lingkungan khusus

  Jenis pembetonan f.a.s max

  1. Keadaan keliling non korosif 0,6

  2. Keadaan keliling non korosif oleh kondensasi 0,52

  3. Tidak terlindung dari hujan dan panas 0,55

  4. Terlindung dari hujan dan panas 0,6

  5. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 0,55 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995). h. Penetapan nilai slump Penetapan nilai slump dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan maupun jenis strukturnya.

Tabel 2.7 penetapan nilai slump

  Pemakaian beton Maks Min Dinding, plat pondasi, dan pondasi telapak bertulang 12,5

  5 Pondasi telapak tidak bertulang, kaison, struktur bawah 9 2,5 tanah Plat, balok, kolom, dan dinding 15 7,5 Pengerasan jalan

  7,5

  5 Pembetonan masal 7,5 2,5 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995). i. Penetapan besarnya butir agregat maksimum

  Besar Butir Agregat Maksimum tidak boleh melebihi 1) Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan.

  2) Sepertiga dari tebal pelat. 3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan. j. Penetapan jumlah air tiap 1 m3 beton, berdasarkan ukuran agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan

Tabel 2.8 perkiraan kebutuhan air tiap m3

  Ukuran maks kerikil (mm) Jenis batuan Slump (mm)

  0-10 10-30 30-60 60-80

  10 Alami 150 180 205 225 Pecah 180 205 230 250

  20 Alami 135 160 180 195 Pecah 170 190 210 255

  40 Alami 115 140 160 175 Pecah 155 175 190 205 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995).

  Dari tabel apabila agregat halus dan agregat kasar dari jenis yang berbeda maka jumlah air yang diperkirakan dengan rumus A = 0,67 Ah + 0,33 Ak Dimana A = jumlah air yang dibutuhkan (liter/m3) Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya (liter) Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya (liter) k. Hitung berat semen yang diperlukan

  Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah 9) dengan f.a.s yang diperoleh pada (langkah 7) l. Kebutuhan semen minimum

Tabel 2.9 kebutuhan semen minimum

  Jenis pembetonan Semen min

  1. Keadaan keliling non korosif 275

  2. Keadaan keliling non korosif oleh kondensasi 325

  3. Tidak terlindung dari hujan dan panas 325

  4. Terlindung dari hujan dan panas 275

  5. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995). m. Penyesuaian kebutuhan semen

  Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari no 10 ternyata lebih sedikit dari kebutuhan minimum no 11 maka kebutuhan semen harus dipakai yang minimum nilainya lebih besar. n. Penyesuaian jumlah air atau f.a.s Jika semen ada perubahan akibat langkah 12 maka nilai f.a.s berubah. o. Penentuan daerah gradasi agregat halus

  Berdasarkan gradasinya (hasil analisis ayakan) agregat halus yang akan dipakai diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi tersebut didasarkan atas grafik gradasi yang ada dalam tabel berikut.

Tabel 2.10 batas gradasi pasir

  Lubang Persen butir yang lewat ayakan ayakan (mm)

  1

  2

  3

  4 10 100 100 100 100 4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 35-59 60-79 80-100 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50

  0,15 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber : (Tjokrodimuljo, 1995). p. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar

  Nilai banding antara berat agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik.

Gambar 2.3 grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan q. Berat jenis agregat campuran Berat jenis agregat campuran dapat dihitung dengan rumus

  Bj campuran Dengan Bj campuran = berat jenis agregat campuran kg/m3 Bj agr halus = berat jenis agregat halus kg/m3 Bj agr kasar = berat jenis agregat kasar kg/m3 P = persentase agregat halus terhadap agregat kasar (%) K = persentase agregat kasar terhadap agregat halus (%) r. Penentuan berat beton

  • =

  Untuk menentukan berat beton dapat digunakan data berat jenis campuran dan kebutuhan air tiap m3, setelah itu kemudian data dimasukan dalam grafik berikut

Gambar 2.4. grafik hubungan kandungan air, berat jenis agregat campuran, dan berat beton s. Menentukan kebutuhan pasir dan kerikil Berat pasir + berat kerikil = berat beton

  • – kebutuhan air – kebutuhan semen

  t. Menentukan kebutuhan pasir Kebutuhan pasir = kebutuhan pasir dan kerikil x % berat pasir u. Menentukan kebutuhan kerikil

  Kebutuhan kerikil = kebutuhan pasir dan kerikil

  • – kebutuhan pasir 8.

   Kuat tekan beton

  Beton yang baik adalah beton yang mempunyai kuat tekan yang tinggi, kuat tarik tinggi, kuat lekat tinggi, susut kecil, tahan atas pengaruh cuaca, tahan terhadap zat kimia dan mempunyai elastisitas tinggi, maka sifat-sifat beton yang lain cenderung baik sehingga perencanaan campuran dengan target utama yang dicapai adalah kuat tekan beton yang tinggi.

  Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1979), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus f’c = P/A (untuk sampel beton berbentuk silinder).

  Keterangan: f’c = kuat tekan beton (Mpa) P = beban tekan maksimum (N) A = luas permukaan benda uji (cm²)