BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shotcrete - PANDU CAHAYA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Shotcrete

  Metode shotcrete adalah aplikasi mesin penyemprot beton yang ditemukan pada tahun 1910 oleh Carl Ethan Akeley (1864-1926). Shotcrete atau beton semprot didefinisikan sebagai beton atau adukan semen yang dilewatkan pada peralatan penyemprot (umumnya disebut ‘gun’) dan ditembakkan pada kecepatan tinggi pada permukaan dinding (umumnya terowongan). Adukan yang relatif kering umumnya digunakan, sehingga beton mampu menyangga berat sendirinya bahkan pada aplikasi vertikal (Birön and Arioğlu, 1983).

Gambar 2.1 Metode Dry Shotcrete

  Sumber: After Mahar et al (1975)

Gambar 2.2 Metode Wet Shotcrete Pada Proyek MTS

  Sumber: Dokumen PT. Karya Cipta Raharja Metode shotcrete memberikan beberapa keuntungan antara lain : 1. Rongga – rongga pada permukaan akan terisi bahkan pada permukaan yang tidak beraturan.

  2. Pengikatan yang baik antara bahan yang dipakai dan permukaan yang dikerjakan.

  3. Menekan biaya pemasangan bekisting dan pembesian.

  4. Menjangkau bidang kerja yang sulit untuk dijangkau (fleksibel).

  Teknik pelaksanaan shotcrete dibedakan menjadi wet mix dan dry mix dan keduanya mempunyai persyaratan tertentu baik dalam hal pelaksanaan, bahan maupun alat yang digunakan. Teknik dengan mix seringkali pula disebut dengan istilah gunite. Kelamahan shotcrete adalah bahwa metode ini memerlukan peralatan yang relative mahal, terjadi rebound, Pemubaziran bahan banyak material yang terbuang pada saat penyemprotan dan memerlukan tenaga operator yang terlatih dan berpengalaman.

  Pada pelaksanaan pekerjaan shotcrete diperlukan beberapa tahapan dan persiapan yang terdiri dari :

  1. Persiapan Permukaan Bersihkan permukaan bidang yang akan dishotcrete dari material yang lepas, lumpur, percikan semen, atau material lain yang dapat menyebabkan ikatan shotcrete melemah atau meratakan permukaan bidang kerja. Untuk mencegah terkena semprotan maka bagian tepi dan sebelahnya harus dilindungi. Selama penggalian dan pembersihan permukaan, harus dihindarkan terjadinya rontok, retakan. Bersihkan permukaan tanah yang lepas dan rusak sampai kedalaman yang mencukupi untuk menyediakan dasar shotcrete. Bersihkan material yang menyebabkan shotcrete terlepas ketika ditembakkan. Arahkan aliran air bila dijumpai supaya shotcrete tidak rusak akibat aliran tersebut.

  2. Pembuatan Drainase Memasang dan mengamankan semua komponen drainase yang tertera dalam gambar atau yang diminta oleh Direksi Pekerjaan di lapangan untuk disesuaikan dengan gambar atau yang diminta oleh Direksi Pekerjaan di lapangan untuk menyesuaikan kondisi lapangan. Jaringan drainase harus mencakup drain strip yang terbuat dan geotekstil nonwoven, pipa PVC untuk lubang sulingan (weep holes) seperti yang tertera dalam gambar atau atas persetujuan Direksi Pekerjaan sesuai dengan kondisi lapangan. Semua komponen tersebut harus terpasang sebelum shotcrete ditempatkan.

  3. Pemasangan Wire Mesh dikaitkan dengan paku yang ditancapkan pada bidang miring

  Wire mesh

  tanah dengan diberi beton decking dibawah tulangan supaya tulangan tidak menempel pada permukaan tanah. Mutu beton decking minimal sama dengan mutu beton shotcrete. Dengan adanya wire mesh diharapkan bahwa shotcrete lebih kuat sebagai penutup galian, dan mengurangi atau meniadakan kemungkinan terjadinya retakan.

4. Penyemprotan Shotcrete

  Penempatan shotcrete dilakukan dari bawah ke atas untuk mencegah terjadinya rebound yang berlebihan. Arahkan nozzle pada jarak 60 – 100 cm berulang-ulang sehingga tercapai ketebalan rencana dan usahakan agar tegak lurus dengan bidang kerja sehingga rebound diminimalkan dan kepadatan yang diperoleh maksimum. Tulangan harus dipastikan bersih dan shotcrete ditempatkan dibelakang tulangan sehingga dicegah terjadinya rongga atau penumpukkan pasir kosong. Gunakan pipa penyemprot untuk membersihkan rebound dan penempatan shotcrete yang berlebih. Rebound yang telah mengeras dan shotcrete berlebih harus dibersihkan sebelum penempatan shotcrete lanjutan, pembersihan dilakukan dengan menggunakan teknik yang memadai. Bila shotcrete digunakan untuk mengisi bagian lubang bor yang berada dekat dengan permukaan, arahkan nozzle ke lubang tersebut sampai terisi penuh.

  Pekerjaan shotcrete yang diaplikasikan untuk perbaikan struktur diperlukan mutu bahan yang konsisten dan baik pencampurannya. Untuk itu biasanya menggunakan ready-pack atau site mix.

  5. Perawatan (Curing) yang telah ditempatkan harus dijaga kelembabannya paling

  Shotcrete

  tidak selama 7 hari setelah ditempatkan dengan menggunakan metode yang menjamin permukaan shotcrete dalam keadaan basah. Perawatan dimulai 1 jam setelah shotcrete ditempatkan, namun bila suhu udara lebih dari 27° Celcius maka perawatan harus dimulai segera setelah ditempatkan. Lakukan perawatan sebagai berikut:

  • permukaan shotcrete dalam keadaan basah dan menjaga supaya permukaan tidak terkikis oleh aliran air. Pembasahan yang dilakukan tidak tertatur sehingga shotcrete mengalami kering basah selama masa curing tidak diperbolehkan.

  Perawatan dengan air. Pemberian air diatur sedemikian rupa sehingga

  • pada permukaan yang akan menerima shotcrete baru kecuali bila permukaan tersebut dibersihkan dengan menggunakan sand blast.

  Perawatan dengan membran. Curing compound tidak boleh digunakan

  disemprotkan pada permukaan segera

  Curing compound membran setelah shotcrete mulai mengeras tidak lebih dari 2-5 Liter/ m2.

2.2 Mix Design Beton Shotcrete

  Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air. Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, dimana beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan juga bahan

  pozzolan , abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain-lain (Neville dan Brooks, 1987).

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu :

  1. Proporsi bahan-bahan penyusun

  2. Metode perancangan

  3. Perawatan

  4. Keadaan pada saat pengecoran (Tri Mulyono, 2003) Material penyusun beton terdiri dari semen, agregat kasar, agregat halus, air dan fly ash sebagai tambahan. Semua bahan-bahan diatas mempunyai karakteristik yang berbeda bila digunakan sebagai bahan adukan dalam beton. Dengan alasan ini maka perlu diketahui sifat dan karakteristik masing-masing material penyusun beton agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi kesalahan pemilihan dan penggunaan material, sehingga dapat menghasilkan beton dengan kekuatan karakteristik yang dikehendaki.

  (PC) atau lebih dikenal dengan semen merupakan

  Portland cement

  suatu bahan yang mempunyai sifat hidrolis, semen membantu pengikatan halus dan agregat kasar apabila tercampur dengan air. Selain itu,

  agregat semen juga mampu mengisi rongga - rongga antara agregat tersebut.

  Banyaknya kandungan semen dalam beton berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Jumlah semen yang terlalu sedikit, berarti banyaknya air juga sedikit mengakibatkan adukan beton sulit dipadatkan, sehingga kuat tekan beton menjadi rendah. Kelebihan jumlah semen, berarti banyaknya air juga berlebihan sehingga beton menjadi banyak pori, dan akibatnya kuat tekan beton menjadi rendah

  Sifat kimia dari semen portland sangat rumit, dan belum dimengerti sepenuhnya. Hampir dua pertiga bagian semen terbentuk dari zat kapur yang proporsinya berperan penting terhadap sifat-sifat semen. Zat kapur yang berlebihan kurang baik untuk semen karena menyebabkan terjadinya disintegrasi (perpecahan) semen setelah timbul ikatan. Kadar kapur yang tinggi tetapi tidak berlebihan cenderung memperlambat pengikatan, tetapi menghasilkan kekuatan awal yang tinggi. Kekurangan zat kapur menghasilkan semen yang lemah (Murdock dan Brook,1979).

  Semen portland mempunyai beberapa sifat fisik, 1. Kehalusan butir

  Semakin halus semen, maka pemukaan butiranya akan semakin luas, sehingga persenyawaanya dengan air akan semakin cepat dan membutuhkan air dalam jumlah yang besar pula. Kehalusan dari semen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain denga analisa saringan.

  Semen pada umumnya mampu lolos saringan 44 mikron dalam jumlah 80 % beratnya.

  2. Berat jenis dan berat isi Berat jenis semen pada umumnya berkisar 3.15 kg/liter. Berat jenis ini penting untuk diketahui karena semen dengan berat jenis yang rendah dan dicampur dengan bubuk batuan lain, pada pembakarannya menjadi titik sempurna. Berat isi semen bergantung pada cara pengisiannya ke dalam takaran. Cara pengisian gembur, berat isinya akan rendah sekitar 1.1 Kg/liter, sedangkan cara pengisian padat akan menghasilkan berat isi yang relatif tinggi sekitar 1.5 Kg/liter.

  3. Waktu pengerasan semen Pada pengerasan semen dikenal dengan adanya waktu pengikatan awal (initial setting) dan waktu pengikatan akhir (final setting). Waktu pengikatan awal dihitung sejak semen tercampur dengan air hingga mengeras. Pengikatan awal untuk semua jenis semen harus diantara 60 – 120 menit.

  4. Kekekalan bentuk Bubur semen yang dibuat dalam bentuk tertentu dan bentuknya tidak berubah pada waktu mengeras, maka semen tersebut mempunyai sifat kekal bentuk. Demikian juga sebaliknya jika bubur semen tersebut mengeras dan menunjukkan adanya cacat (retak, melengkung, membesar dan menyusut), berarti semen tersebut tidak mempunyai sifat kekal bentuk.

  Sifat kekal bentuk sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3A, karena kandungan C3A dalam jumlah tinggi menyebabkan bubur semen mengembang pada saat proses pengerasan karena dilepaskannya panas oleh senyawa tersebut.

  5. Kekuatan semen Pengukuran kekuatan semen biasanyan dilakukan menggunakan nilai kuat tekan semen yang dicampur dengan pasir. Kekuatan semen sangat berpengaruh terhadap kualitas beton, karena semen sebagai bahan pengikat material beton.

  6. Pengaruh suhu Pengikatan semen sangat tergantung oleh suhu di sekitarnya.

  Pengikatan semen berlangsung dengan baik pada suhu 35 C dan berjalan dengan lambat pada suhu di bawah 15 C. adalah limbah dari sisa pembakaran batubara, suatu

  Fly ash

  pembangkit listrik tenaga Uap yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed atau yang dikenal dengan unggun pancar.

  system

  adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah

  Fluidized bed system

  menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai

  

temperature bakar batubara (300°C) maka diumpankanlah batubara. Sistem

  ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash.

  Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding (10-20%). Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di atas yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara

  conveyor

  yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed banyak digunakan pada industri tekstil sebagai pembangkit uap (steam

  system

  generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).

  Beberapa keuntungan penggunaan Fly Ash yaitu :

  1. Mengurangi keberadaan unsur kalsium-hidroksida di dalam beton, yang merupakan bagian yang lemah pada beton, serta menggantikannya setelah bereaksi dengan SiO2 menjadi kalsium-silikat-hidrat ( CSH gel ) yang selanjutnya memberikan peningkatan kekuatan beton

  2. Pozzolan yang berbutir halus akan mengisi pori-pori sehingga porositasnya menjadi rendah.

  3. Pengurangan kalsium-hidroksida oleh SiO2 akan mengurangi sensitivitas terhadap ketahan sulfat yang juga didukung oleh meningkatnya kerapatan beton yang pada akhirnya akan meningkatkan kekedapan terhadap air (Tri Mulyono, 2003 ). adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan

  Agregat

  pengisi dalam campuran mortar atau beton. Dalam bidang teknologi beton nilai batas daerah agregat kasar dan agregat halus adalah 4,75 mm atau 4,80 mm. Agregat yang butirannya lebih kecil dari 4,8 mm disebut agregat halus. Secara umum agregat kasar sering disebut kerikil, kericak, batu pecah atau split. Adapun agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai, tanah galian atau dari hasil pemecahan batu. yang butiranya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus,

  Agregat

  sedangkan butiran yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut lanau, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut lempung. yang digunakan untuk shotcrete harus memenuhi persyaratan

  Agregat

  kekuatan dan durabilitas. Ada dua jenis agregat yang digunakan, yaitu:

  a) Agregat normal, penggunaan agregat ini seperti yang tercantum dalam

  ASTM C 33 dengan gradasi sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ketentuan Gradasi Agregat

  Ukuran Ayakan Person Berat yang Lolos untuk Agregat

  Gradasi 1 Gradasi 2 Gradasi 3 ’ (19.1 mm) ’ (12.5 mm)

  • 100

  3/8' (9.50 mm) No. 4 (4.75 mm) No. 8 (2.36 mm) No. 16 (1.18 mm) No.30 (0.60 mm) No. 50 (0.30 mm) No. 100(0.15mm)

  100 95-100 80-100

  50-85 25-60 10-30

  2-10

  90-100 70-85 50-70 35-55 20-35

  8-20 2-10

  100 85-95 70-90 50-70 35-55 20-45 10-30

  5-17 2-10

  Gradasi No.1 digunakan untuk shotcrete dengan agregat halus, sedangkan Gradasi No.2 dan No.3 untuk shotcrete dengan agregat kasar.

  b) Agregat ringan, penggunaan agregat ringan ini seperti yang tercantum dalam ASTM C 330.

  Fungsi air pada campuran beton adalah untuk membantu reaksi kimia yang menyebabkan berlangsungnya proses pengikatan serta sebagai pelicin antara campuran agregat dan semen agar mudah dikerjakan.

  Air diperlukan pada pembentukan semen yang berpengaruh terhadap sifat kemudahan pengerjaan adukan beton (workability), kekuatan, susut dan keawetan beton. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25 % dari berat semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit jika kurang dari 0,35. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan dipakai sebagai pelumas, tambahan air ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton menjadi rendah dan beton menjadi keropos. Kelebihan air ini dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan terbentuk suatu selaput tipis (laitance). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan bidang sambung yang lemah (Tjokrodimuljo,1996).

  Pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan (PBI 1971) : 1. Tidak mengandung Lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.

  2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organic, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter

  3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter

  4. Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter Menurut ACI Committee 212.1R-8 (Revised 1986) yang selalu diperbaiki sejak 1944, 2954, 1963, 1971, jenis bahan tambah untuk beton dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu: accelerating, air-entraining, water reducer and set-controlling, finely devided mineral dan miscellaneous.

  Beberapa tujuan yang penting dari penggunaan bahan tambah ini menurut manual of concrete practice dalam admixtures and concrete (ACI.212.1R-8, Revised 1986) antara lain: 1.

  Memodifikasi Beton Segar, Mortar dan Grouting.

2. Menambah sifat kemudahan pekerjaan tanpa menambah air atau mengurangi kandungan air dengan sifat pengerjaan yang sama.

  3. Menghambat atau mempercepat waktu peningkatan awal dari campuran beton.

  4. Mengurangi atau mencegah secara preventif penurunan atau perubahan volume beton.

  5. Mengurangi segregasi.

  6. Mengembangkan dan meningkatkan sifat penetrai dan pemompaan beton segar.

  7. Mengurangi kehilangan nilai slump. b) Memodifikasi Beton Keras, Mortar dan Grouting.

  8. Menghambat atau mengurangi ekolusi panas selama pengerasan awal (beton muda).

  9. Mempercepat laju pengembangan kekuatan beton pada umur muda.

  10. Menambah kekuatan beton (kuat tekan, kuat lentur atau kuat geser dari beton).

  11. Menambah sifat keawetan beton atau ketahanan dari gangguan luar termasuk serangan garam – garam sulfat.

  12. Mengurangi kapilaritas dari air.

  13. Mengurangi sifat permeabilitas.

  14. Mengontrol pengembangan yang disebabkan oleh reaksi dari alkali termasuk alkali dalam agregat.

  15. Menghasilkan struktur beton yang baik.

  16. Menambah kekuatan ikatan beton bertulang.

  17. Mengembangkan ketahanan gaya impact (berulang) dan ketahanan abrasi.

  18. Mencegah korosi yang terjadi pada baja (embedded metal).

  19. Menghailkan warna tertentu pada beton atau mortar.

  Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku seperti SNI, ASTM, atau ACI.

  Selain itu, yang terpenting adalah memperhatikan petunjuk dalam manualnya jika menggunkaan bahan ”paten” yang diperdagangkan. Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan jika menggunakan bahan tambah: 1.

  Penggunaan semen dengan tipe yang khusus 2. Penggunaan satu atau lebih bahan tambah 3. Petunjuk umum mengenai penggunaan atau temperatur yangt diijinkan pada saat pengadukan dan pengecoran. Selanjutnya hal yang menjadi perhatian adalah: a.

  Penggantian tipe semen atau sumber dari semen atau jumlah dari semen yang digunakan atau memodifikasi gradasi agregat, atau proporsi campuran yang diharapkan b. Banyak bahan tambah mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang – kadang justru merugikan c.

  Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.

  Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical ) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) . Bahan tambah

  admixture

admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksaaan pengecoran

  (placing) sedangkan bahan tambah aditif yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambah ini biasanya merupakan bahan tambah kimia yang dimasukkan lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. yang digunakan sebagai bahan tambahan campuran beton

  Admixture

  mempunyai jenis-jenis dan sifat yang beraneka ragam, contohnya antara lain sebagai berikut:

  1. Water reducer admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi utama untuk mereduksi air sehingga memperkecil water cement ratio dan diperoleh kekuatan yang lebih besar.

2. Retarder admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi untuk menunda waktu pengikatan beton.

  3. Plasticizer admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi untuk meningkatkan kelecakan, tetapi penggunaannya memperpendek setting time. Pada umumnya plasticizer meningkatkan kekuatan awal beton.

2.3 Beton Konvensional

  Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air.

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu :

  1. Proporsi bahan-bahan penyusun

  2. Metode perancangan

  3. Perawatan

  4. Keadaan pada saat pengecoran (Tri Mulyono, 2003)

  5. Bahan tambah Material penyusun beton terdiri dari semen, agregat kasar, agregat halus, dan air. Semua bahan-bahan diatas mempunyai karakteristik yang berbeda bila digunakan sebagai bahan adukan dalam beton. Dengan alasan ini maka perlu diketahui sifat dan karakteristik masing-masing material penyusun beton agar dalam pelaksanaan nanti tidak terjadi kesalahan pemilihan dan penggunaan material, sehingga dapat menghasilkan beton dengan kekuatan karakteristik yang dikehendaki.

2.3.1 Bahan

2.3.1.1 Semen

  (PC) atau lebih dikenal dengan semen merupakan suatu

  Portland cement

  bahan yang mempunyai sifat hidrolis, semen membantu pengikatan agregat halus dan agregat kasar apabila tercampur dengan air. Selain itu, semen juga mampu mengisi rongga-rongga antara agregat tersebut.

2.3.1.2 Agregat

  adalah material berbutir seperti pasir, kerikil, batu pecah yang

  Agregat

  digunakan dengan media pengikat untuk membentuk mortar. Dalam bidang teknologi beton nilai batas daerah agregat kasar dan agregat halus adalah 4,75 mm atau 4,80 mm. Agregat yang butirannya lebih kecil dari 4,8 mm disebut agregat halus. Secara umum agregat kasar sering disebut kerikil, kericak, batu pecah atau split. Adapun agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai, tanah galian atau dari hasil pemecahan batu. Agregat yang butiranya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butiran yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut lanau, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut lempung. umumnya digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

  Agregat 1.

  Batu, umumnya besar butiran lebih dari 40 mm 2. Kerikil, untuk butiran antara 5 sampai 40 mm 3. Pasir, untuk butiran antara 0,15 sampai 5 mm

  Agregat harus mempunyai bentuk yang baik (bulat dan mendekati

  kubus), bersih, keras, kuat dan gradasinya baik. Bila butiran agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butiranya bervariasi maka volume pori menjadi kecil. Hal ini karena butiran yang kecil dapat mengisi pori diantara butiran yang lebih besar sehingga pori-pori menjadi sedikit, dengan kata lain agregat tersebut mempunyai kemampatan tinggi. Agregat harus pula mempunyai kestabilan kimiawi dan dalam hal-hal tertentu harus tahan aus dan tahan cuaca.

  2.3.1.3 Air

  Pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan (PBI 1971) : 1. Tidak mengandung Lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.

  2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organic, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter.

  3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter

  4. Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter

  2.3.1.4 Bahan Tambah

  Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical ) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) . Bahan tambah

  admixture

admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksaaan pengecoran

  (placing) sedangkan bahan tambah aditif yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambah ini biasanya merupakan bahan tambah kimia yang dimasukkan lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan.

  Admixture yang digunakan sebagai bahan tambahan campuran beton

  mempunyai jenis-jenis dan sifat yang beraneka ragam, contohnya antara lain sebagai berikut:

  1. Water reducer admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi utama untuk mereduksi air sehingga memperkecil water cement ratio dan diperoleh kekuatan yang lebih besar.

2. Retarder admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi untuk menunda waktu pengikatan beton.

  3. Plasticizer admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan pada campuran beton dengan fungsi untuk meningkatkan kelecakan, tetapi penggunaannya memperpendek setting time. Pada umumnya plasticizer meningkatkan kekuatan awal beton.

2.3.2 Pelat Beton Bertulang

  Pelat satu arah adalah pelat beton bertulang yang mempunyai anka perbandingan antara bentang yang panjang dengan bentang yang pendek lebih besar atau sama dengan 3,0. Pada pelat satu arah, momen yang diperhitungkan.

  Ly > 3,00 pelat satu arah, dimana Lx Ly = Bentang yang lebih panjang Lx = Bentang pendek Beban pada pelat pada umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m2 atau

  KN/m'. Distribusi gaya-gaya dalam pelat satu arah dapat dianggap sebagai gelagar di atas beberapa tumpuan. Pada SKSNI T 15-1991-03 pasal 3.6.6. mengijinkan untuk menentukan distribusi gaya dengan menggunakan koefisien momen. Koefisien tersebut dapat digunakan dengan beberapa persyaratan sebagai berikut (Gideon K, 1993) : a.

  Jumlah bentang paling sedikit harus dua.

  b.

  Panjang bentang bersebelahan yang paling besar di bagian sebelah kiri dan kanan tumpuan tidak boleh lebih dari l,2kali lipat lebih besar dari panjang bentang bersebelahan yang lebih pendek.

  c.

  Beban harus merupakan beban terbagi rata.

  d.

  Beban hidup harus tiga kali lebih kecil dibandingkan dengan beban mati.

Gambar 2.3 Koefisien momen

  Sumber: SNI-03-2847-2002 Beban Wu pada pelat dihitung dengan rumus W = 1,2 W + 1,6

  u D

  W , dimana W adalah beban pelat akibat beban mati dan W beban pelat

  L D L akibat beban hidup.

  Untuk perencanaan tebal pelat dapat menggunakan Tabel 3.2.5 (a) pada SKSNI T-15-1991-03 seperti tercantum pada Tabel 3.1. Dalam desain pelat, penulangan dapat dihitung dengan menggunakan lengan momen (d- a/2) atau 0,9 d seperti pada desain balok bertulangan tunggal atau dengan menggunakan rumus : Untuk f' c <30 MPa, k =

  = 0,8. ) ρ.fy(1 – 0,588ρ.

  Dengan menggunakan rumus ABC, akan diperoleh nilai sehingga

  ρ

  luas tulangan yang diperlukan adalah As = .b.d

  ρ

  Penulangan pada pelat harus memenuhi syarat < < , dimana:

  ρ min ρ ρ max

  = 0,0018 untuk f = 400 MPa dan = 0,0025 untuk f = 240 Mpa

  m i n y m i n y ρ ρ =0,75. b

  ρ

  Pada pelat geser tidak diperhitungkan.Sedangkan untuk menahan susut dan tegangan akibat perubahan suhu, maka perlu dipasang tulangan susut/tulangan bagi dalam arah tegak lurus tulangan utama. Besarnya tulangan susut/tulangan bagi menurut SKSNI T15-1991-03 pasal 3.16.12 adalah :

  Untuk f = 400 Mpa : As = 0,18 b.h

  y

  100 Untuk f = 240 Mpa : As = 0,25 b.h

  y

  100 Berikut tahapan perencanaan atau penggunaan rumus untuk mencari tebal pelat dan penulangan pelat:

  1. Menghitung h minimum Pelat dari SKSNI T15-1991-03 Tabel 3.2.5.(a), jika ketebalan Pelat tidak memenuhi ketentuan ketebalan minimal maka dilakukan percobaan dengan memasukan ketebalan Pelat mulai dari 10 cm, 15 cm dan 20 cm.

  2. ), dalam perhitungan beban ini penulis

  u

  Menghitung beban (W menggunakan data dari perhitungan shotcrete yang dibuat oleh PT.

  Perentjana Djaja. 3. ), Pelat ditumpu bebas digunakan rumus :

  u

  Menghitung momen (M

  2 l

  M = 1/8 W

  u u

  Keterangan : M = Momen terfaktor pada penampang (KN/m)

  u

  W = Beban (KNm)

  u l

  = Panjang bentang Pelat searah (mm) 4. Memperkirakan dan menghitung tinggi efektif Pelat d, menggunakan batang tulangan baja D13 dan selimut beton pelindung tulangan baja 40 mm, menggunakan perhitungan sebagai berikut : d = h – p – ½ Ø

  D

  Keterangan : d = Tinggi efektif (mm) h = Tebal Pelat (mm) p = Tebal penutup beton (mm) Ø = Diameter tulangan (mm)

  D 5.

  Hitung k, menggunakan rumus sebagai berikut : k = Keterangan : b = lebar dari muka tekan komponen struktur (mm) k = Koefisien Tahanan (MPa) M = Momen terfaktor pada penampang (KN/m)

  u

  6. ), Menggunakan rumus : Menentukan rasio penulangan ( ρ

  Keterangan : = Rasio Penulangan (MPa)

  ρ

  f = Tegangan leleh baja tulangan yang disyaratkan (MPa)

  y

  f’ = Kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa)

  c

  dan = 1,4 ( < < )

  ρ min ρ min ρ ρ max

  f

  y

  Keterangan : f = Tegangan leleh baja tulangan yang disyaratkan (MPa)

  y 7.

  Menghitung As yang diperlukan menggunakan rumus : A = bd

  s ρ

  Keterangan :

  2 A = Luas penampang tulangan baja (mm ) s

  = Rasio Penulangan (MPa)

  ρ

  b = lebar dari muka tekan komponen struktur (mm) d = Tinggi efektif (mm)

  Sesuai dengan SKSNI T15-1991-03 Pasal 3.16.12, dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama harus disediakan tulangan pembagi (demi tegangan susut dan suhu). Untuk f = 400 Mpa : A = 0,18 bh

  y s

  100 Keterangan : b = lebar dari muka tekan komponen struktur (mm) h = Tebal Pelat (mm)

  Tabel 2. 3 Luas Penampang Tulangan Baja Per Meter Panjang Pelat

  2 Diameter Luas Penampang (mm )

  batang Jarak Spasi p.k.p (mm) (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 6 565,5 282,7 188,5 141,4 113,1 94,2 80,8 70,7 62,8

  8 1005,3 502,7 335,1 251,3 201,1 167,6 143,6 125,7 111,7 9 1272,3 636,2 424,1 318,1 254,5 212,1 181,8 159,0 141,4 10 1570,8 785,4 523,6 392,7 314,2 261,8 224,4 196,3 174,5 12 2261,9 1131,0 754,0 565,5 452,4 377,0 323,1 282,7 251,3 13 2654,6 1327,3 884,9 663,7 530,9 442,4 379,2 331,8 294,9 14 3078,8 1539,4 1026,3 769,7 615,8 513,1 439,8 384,8 342,1 16 4021,2 2010,6 1340,4 1005,3 8042,0 670,2 574,5 502,7 446,8 18 5089,4 2544,7 1696,5 1272,3 1017,9 848,2 727,1 636,2 565,5 19 5670,6 2835,3 1890,2 1417,6 1134,1 945,1 810,1 708,8 630,1 20 6283,2 3141,6 2094,4 1570,8 1256,6 1047,2 897,6 785,4 698,1 22 3801,3 2534,2 1900,7 1520,5 1267,1 1086,1 950,3 844,7 25 4908,7 3272,5 2454,4 1963,5 1636,2 1402,5 1227,2 1090,8 28 6157,5 4105,0 3078,8 2463,0 2052,5 1759,3 1539,4 1368,3 29 6605,2 4403,5 3302,6 2642,1 2201,7 1887,2 1651,3 1467,8 32 8042,5 5361,7 4021,2 3217,0 2680,8 2297,9 2010,6 1787,2 36 6785,8 5089,4 4071,5 3392,9 2908,2 2544,7 2261,9 40 8377,6 6283,2 5026,5 4188,8 3590,4 3141,6 2792,5 50 13090 9817,5 7854,0 6545,0 5609,9 4908,7 4363,3