BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu yang Relevan - ASPEK KEMANDIRIAN DAN TIPE KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MENGGAPAI MATAHARI KARYA ADNAN KATINO (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian tentang psikologi sastra tentu saja sudah ada yang menelitinya

  pada waktu-waktu sebelumnya. Penelitian tentang psikologi sastra adalah penelitian yang terkait dengan jiwa tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Pada penelitian ini penulis mengambil judul kemandirian tokoh utama dalam novel Menggapai

  Matahari karya Adnan Katino sebagai kajiannya. Kemandirian tersebut diwujudkan

  melalui karakter tokoh utama. Terkait dengan penelitian yang relevan atau penelitian yang berhubungan dengan pendekatan psikologi sastra, penulis mengambil tiga jenis penelitian yang relevan.

1. Penelitian dengan Judul Motivasi Berprestasi Tokoh Utama dalam Novel 12

  Menit Karya Oka Aurora Kajian Psikologi Sastra

  Kajian yang pertama yaitu berjudul Motivasi Berprestasi Tokoh Utama

  Dalam Novel 12 Menit Karya Oka Aurora Kajian Psikologi Sastra . Penelitian ini

  dilakukan oleh Niki Saroh Pratitasi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2014. Penelitian itu membahas tentang motivasi berprestasi tokoh utama dalam novel 12 menit karya Oka Aurora. Motivasi berprestasi tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu motivasi dilihat dari dasar pembentukannya dan motivasi dilihat dari jenisnya. Sistem pengetahuan dalam penelitian ini mengenai sikap seseorang yang memiliki motivasi berprestasi di bidang akademik maupun nonakademik. Motivasi berprestasi di bidang akademik meliputi: meraih nilai ulangan kimia tertinggi, terpilih mengikuti olimpiade fisika, mengenyam kuliah musik di Amerika dan memperoleh nilai ujian skripsi A+. Selain itu, motivasi di bidang nonakademik meliputi: piawai dalam bermain alat musik, menjadi field commander, menjadi anggota Snare dalam marching band dan lain- lain.

  Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan objek aspek kemandirian tokoh utama sedangkan penulis sebelumnya menggunakan motivasi berprestasi tokoh utama. Di dalam penelitian ini penulis juga membahas tentang karakter tokoh utama sebagai objek penelitiannya sedangkan penulis sebelumnya tidak membahas hal tersebut. Selain itu, sumber data yang digunakan oleh penulis juga berbeda dengan penulis sebelumnya. Penulis menggunakan novel Menggapai Matahari karya Adnan Katino sebagai sumber data penelitiannya sedangkan penulis sebelumnya menggunakan novel 12 Menit Karya Oka Aurora.

2. Penelitian dengan Judul Motivasi Hidup Tokoh dalam Novel Ranah 3 Warna

  Karya Ahmad Faudi (Kajian Psikologi Sastra)

  Kajian yang kedua berjudul Motivasi Hidup Tokoh Dalam Novel Ranah 3

  Warna Karya Ahamad Faudi . Penelitian ini dilakukan oleh Ani Setia Harini

  mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2013. Motivasi hidup tokoh dalam penelitian ini mencakup dua aspek yaitu (1) psikologi motivasi Abraham Maslow meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan pengakuan dan kasih sayang, kebutuhan penghargaan, kebutuhan kognitif, kebutuhan estetika, kebutuhan aktualisasi diri, (2) psikologi kepribadian meliputi: faktor genetika (pembawaan), faktor lingkungan (environment).

  Perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada objek dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil objek penelitiannya mengenai aspek kemandirian tokoh utama yang mencakup aspek kemandirian dan tipe kepribadian sedangkan penulis sebelumnya mengambil objek penelitian mengenai dua aspek antara lain: (1) psikologi motivasi, (2) psikologi kepribadian. Selain itu, sumber data penelitian yang digunakan oleh penulis juga berbeda dengan sumber data yang digunakan oleh penulis sebelumnya. Penulis menggunakan novel Menggapai Matahari karya Adnan Katino sebagai sumber data penelitiannya sedangkan penulis sebelumnya menggunakan Ranah 3 Warna karya Ahamad Faudi.

3. Penelitian dengan Judul Kepribadian Tokoh Utama pada Novel Mihrab Cinta

  Karya Habiburrahman El Shirazy (Tinjauan Psikologi Sastra)

  Kajian yang ketiga berjudul Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel Mihrab . Penelitian ini

  Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (Tinjauan Psikologi Sastra)

  dilakukan oleh Riko Anggih Dwi Utomo mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2014. Penelitian ini membahas Kepribadian meliputi: bentuk- bentuk kepribadian, struktur kepribadian dan dinamika kepribadian pada tokoh utama dalam novel Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy. Bentuk kepribadian tokoh utama dalam novel ini berupa rajin dan tekun, pemberani, jujur, bertanggung jawab serta religius.

  Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek dan sumber datanya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan objek penelitian mengenai aspek kemandirian tokoh utama yang mencakup kemandirian Intelektual, kemandirian sosial, kemandirian emosi dan kemandirian ekonomi serta tiga tipe kepribadian yaitu tipe sanguin, tipe flegmetik dan tipe kolerik sedangkan penulis sebelumnya menggunakan objek mengenai kepribadian tokoh utama yang mencakup bentuk-bentuk kepribadian, struktur kepribadian dan dinamika kepribadian. Selain itu, sumber data yang digunakan oleh penulis juga berbeda dengan penulis sebelumnya. Penulis menggunakan novel Menggapai Matahari Karya Adnan Katino sebagai sumber data penelitiannya sedangkan penulis sebelumnya menggunakan novel Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

B. Novel 1. Pengertian Novel

  Menurut Suyitno (2009: 35), kata novel berasal dari bahasa Latin yaitu

  novellus . Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru, atau new dalam

  bahasa Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Seiring dengan pendapat tersebut, Badudu dan Zain (dalam Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 2), menambahkan bahwa novel merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.

  Novel dengan bentuk prosa lain seperti cerpen tentunya memiliki perbedaan. Perbedaan ini menjadikan pengertian atau definisi novel semakin jelas. Menurut Aminuddin (2013:66), perbedaan antara novel dengan cerpen terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung dalam sebuah cerita. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2010: 10), perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama (dan yang terutama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita. Sebuah cerita panjang, katakanlah berjumlah ratusan halaman, jelas tak dapat disebut sebagai cerpen, melainkan lebih tepat sebagai novel. Menurut Sayuti (2000: 10), sebuah novel jelas tidak akan dapat selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena panjangnya, sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu, kronologi, dan hal ini tidak mungkin dilakukan pengarang melalui cerpen. Pendapat dari para ahli tentang novel dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra jenis prosa baru yang menggambarkan kehidupan tokoh dengan berbagai konfliknya dan memiliki jumlah sampai ratusan halaman.

2. Unsur-Unsur Novel a. Tokoh

  Menurut Nurgiyantoro (2010: 165), istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Menurut Sayuti (2000:73), tokoh adalah elemen struktural fiksi yang melahirkan peristiwa. Tokoh merupakan sarana bagi pengarang yang menampilkan wadah pelaku-pelaku ke dalam bentuk cerita. Tanpa adanya tokoh tidak mungkin ada peristiwa dalam cerita.

  Nurgiyantoro (2010:176), menjelaskan macam tokoh dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu: satu segi peranan, dua segi perwatakan, tiga segi berkembang atau tidaknya perwatakan dalam sebuah cerita.

1) Segi Peranan

  Ditinjau dari segi peranannya, tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh pembantu atau tokoh tambahan. Di bawah ini penjelasan tokoh utama dan tokoh pembantu atau tokoh tambahan:

a) Tokoh Utama

  Tokoh utama atau tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa cerita. Peristiwa atau kejadian-kejadian tokoh utama dalam fiksi dapat ditentukan dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu paling terlibat dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti, 2000:74). Menurut Nurgiyantoro (2010:177), tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kajadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Tokoh utama memang paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang mempengaruhi plot. Aminuddin (2013: 80), menjelaskan bahwa untuk menentukan tokoh utama dalam cerita atau karya fiksi, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pertimbangan. Pertama, melihat keseringan kemunculan dalam suatu cerita. Kedua, ditentukan lewat petunjuk pengarang. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang saling memberi komentar yang dibicarakan oleh pengarangnya.

b) Tokoh Pembantu atau Tokoh Tambahan

  Menurut Nurgiyantoro (2010: 176-177) tokoh pembantu atau tokoh tambahan adalah tokoh yang mendukung cerita dan perwatakan tokoh utama. Dia diperlukan agar tingkah laku perbuatan, peristiwa dan kejadian yang dialami oleh tokoh utama menjadi wajar, hidup dan menarik. Kehadirannya turut mempertajam dan menonjolkan peranan dan perwatakan tokoh utama serta memperjelas tema pokok atau tema mayor yang disampaikan. Selain itu, ia juga membuat sebuah cerita menjadi realistis dan sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Selanjutnya menurut Sayuti (2000:76), tokoh tambahan merupakan tokoh yang berfungsi untuk membuka jalan bertemunya tokoh utama atau tokoh sentral dengan tokoh tambahan atau tokoh periferal.

2) Segi Perwatakan

  Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex

  atau round character) . Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh

  yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Tokoh kompleks atau bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya (Nurgiyantoro 2010:181-183). Hal itu sesuai dengan pendapat Sayuti (2000: 76-78), bahwa tokoh fiksi juga dapat dibedakan berdasarkan watak atau karakternya, yaitu tokoh sederhana (simple atau flat characters), dan tokoh kompleks (complex atau round

  character). Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing pakar.

3) Segi Berkembangan atau Tidaknya Perwatakan

  Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis , tak berkembang (static character) dan tokoh berkembang (developing character). tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan (Nurgiyantoro 2010:188).

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pada dasarnya dari penjabaran tokoh-tokoh tersebut memiliki arti dan tujuan yang sama dalam sebuah karya sastra yakni mendeskripsikan tentang tokoh-tokoh dalam sebuah cerita.

b. Penokohan Penokohan pada dasarnya unsur yang penting dalam suatu karya naratif.

  Menurut Nurgiyantoro (2010: 165), penokohan dan karakterisasi perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Selanjutnya menurut Aminuddin (2013:79), penokohan menunjuk pada cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro 2010:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dengan demikan penokohan mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya dan bagaimana penempatan serta pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

  Menurut Sayuti (2000: 90-109), penggambaran tokoh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa metode anatara lain: Satu metode diskusif atau cara analitik.

  Pengarang memilih metode ini untuk menceritkan atau menggambarkan kepada pembaca tentang karakter tokohnya. Dengan metode ini pengarang menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. Dua metode dramatis. Dalam metode ini pengarang membiarkan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri melalui kata-kata, tindakan-tindakan, atau perbuatan mereka sendiri. metode kontekstual ialah cara menyatakan karakter tokoh melalui konteks

  Tiga

  verbal yang mengelilinginya atau dengan kata lain, penggambaran karakter tokoh melalui bahasa yang digunakan tokoh- tokoh lain yang ada dalam sebuah cerita.

  Selanjutnya menurut Nurgiyantoro (2010:195-210), tokoh

  • –tokoh yang ada dalam sebuah cerita dapat dilukiskan dengan cara: pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung. Pelukisan secara langsung atau teknik analitis adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita dihadirkan oleh pengarang langsung disertai deskripsi kediriannya yang berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga terdapat ciri fisiknya. Pelukisan tokoh secara tidak langsung atau teknik dramatik adalah pengarang tidak mendeskrisikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Penampilan tokoh cerita dramatik dapat dilakukan dengan
sejumlah teknik antara lain: teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaaan, teknik arus kesadaran, teknik tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar serta teknik pelukisan fisik.

  Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan penokohan adalah pelukisan atau penggambaran dengan jelas tentang seorang tokoh dalam sebuah cerita fiksi yang ditampilkan melalui kekreatifan seorang pengarang, sehingga membentuk karakter yang berbeda-beda.

C. Hubungan Sastra dengan Psikologi

  Menurut Atkinson (dalam Minderop, 2013:3), psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia.

  Selanjutnya menurut Aristoteles (dalam Gerungan, 2004:6), psikologi adalah yang mengenai jiwa-jiwa. Dari uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahawa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia yang meliputi gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya yang dilukisikan dalam tingkah laku serta aktivitas manusia atau individu.

  Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya yaitu manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

  Menurut Wellek dan Werren (2014:3), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Menurut Semi (2012: 96) psikologi sastra adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh-tokoh faktual.

  Psikologi sastra memberikan suatu perhatian pada masalah yang timbul dari unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Aspek-aspek kemanusian inilah yang menjadi objek utama psikologi sastra, karena dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan ditanamkan. Penelitian psikologi sastra dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis (Ratna, 2011:343-344).

D. Teori Psikologi Kepribadian

  Menurut Yusuf dan Nurihsan (2007: 3), kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality. Kata personality berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Di sini para tokoh menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti:

  “Saya seorang yang terbuka” atau “Saya seorang pendiam”,(2) kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti: “Dia agresif” atau “Dia Jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti: “Dia baik” atau “Dia pendendam”. Sementara itu, menurut Agustiani (2006:128), kepribadian merupakan karakteristik atau cara bertingkah laku yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Hal ini ditegaskan Maddy dan Burt (dalam Alwisol, 2009:8), kepribadian diartikan sebagai seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman serta perbedaan tingkah laku psikologik (berfikir, merasa dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang.

  Menurut Minderop (2013: 8) sasaran pertama dalam psikologi kepribadian adalah memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Karya-karya sastra, sejarah, dan agama dapat memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia. Sasaran kedua adalah psikologi kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan memuaskan. Sasaran ketiga adalah psikologi kepribadian bertujuan agar setiap individu mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui perubahan lingkungan psikologis. Dalam psikologi kepribadian juga terdapat beberapa fungsi. Pertama adalah fungsi deskriptif, yaitu mengorganisasikan tingkah laku manusia atau kejadian yang dialami oleh individu secara sistematis. Fungsi kedua adalah fungsi predikat, yaitu dalam ilmu juga harus mampu meramalkan tingkah laku, kejadian, atau akibat yang belum muncul dalam diri individu tersebut. Menurut Hippocrates (dalam Alwisol, 2009: 166), tipe kepribadian dibagi menjadi empat golongan yaitu: 1.

   Tipe Sanguin

  Menurut Kant (dalam Suryabrata, 2011: 56), seseorang yang termasuk dalam tipe ini berciri-ciri antara lain: mempunyai banyak harapan, senang menolong orang lain, ramah dan periang. Sementara itu menurut Sjarkawi (2009: 11), seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: bersemangat, mempunyai gairah, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Faktor yang mendasari kejadian ini adalah teman sebaya, lingkungan dan orang tua.

  2. Tipe Flegmetik

  Menurut Kant (dalam Suryabrata, 2011: 58), seseorang yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki ciri-ciri anatara lain: lambat menjadi panas, tidak mudah marah, tenang dalam bertindak. Sementara itu menurut Sjarkawi (2009:11-12), seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri anatara lain: cenderung tenang, gejolak emosinya tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih atau senang, sehingga turun naik emosinya tidak terlihat secara jelas. Orang bertipe ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik, lebih introspektif, memikirkan ke dalam dan mampu melihat, menatap serta memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.

  3. Tipe Melankolik

  Menurut Kant (dalam Suryabrata, 20011: 57), seseorang yang termasuk dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri antara lain: semua hal yang bersangkutan dengan dirinya dianggap penting, perhatian tertuju kepada segi kesukaran-kesukarannya, perasaannya sensitif dan halus. Sementara itu menurut Sjarkawi (2009:12), seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: terobsesi dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat dan sensitif.

  4. Tipe Kolerik

  Menurut Kant (dalam Suryabrata, 2011: 57-58), seseorang yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: selalu sibuk, lekas terbakar tetapi juga lekas padam atau tenang, tanpa membenci. Sementara itu menurut Sjarkawi (2009:

  12), seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah gambaran dari diri seseorang yang tampil, dan memberikan kesan terhadap individu- individu yang lainnya. Kepribadian menjadi dasar sifat dari seseorang, yang bisa menjadi ciri khas dalam diri seseorang. Kepribadian itu biasanya tercermin dalam setiap tingkah laku, dan bahasa keseharian. Kepribadian merupakan sebuah gaya sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan- bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil dan juga bawaan dari lahir. Kepribadian merupakan ciri khas pada diri seseorang untuk hidup di tengah lingkungan sosialnya tersebut.

E. Karakter

  Menurut Gunawan (2015: 291), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, kepribadian, budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang. Selanjutnya menurut Saptono (2011:18), istilah karakter dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian

  pertama, bersifat deterministik yaitu karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi

  rohanian pada diri kita yang sudah teranugrahi dari sejak lahir. Dengan demikian karakter tersebut merupakan kondisi yang kita terima, tidak dapat diubah dan membedakan karakter orang yang satu dengan orang yang lain. pengertian kedua, bersifat nondetermistik atau dinamis yaitu karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi yang sudah diberikan. Karakter ini merupakan proses dikehendaki oleh seseorang untuk menyempurnakan kemanusiaannya.

  Menurut Coon (dalam Zubaedi, 2013:8), mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subjektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. karakter berarti tabiat atau kepribadian. Karakter merupakan keseluruhan di posisi kodrati dan di posisi yang telah dikusai secara stabil yang mendefinisikan seorang individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak.

  Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak, kepribadian, budi pekerti menjadi ciri khas seseorang yang sudah teranugerahi sejak lahir sebagai atribut yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter juga dapat dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi yang sudah diberikan. Karakter ini merupakan proses dikehendaki oleh seseorang untuk menyempurnakan kemanusiaannya.

F. Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian

  Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009:185), kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri serta membuat keputusan-keputusan sendiri. Kemandirian suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, seseorang diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

  Selanjutnya kemandirian adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas (Yaumi,2014:98).Menurut Sefert dan Huffnung (dalam Desmita, 2009:185), kemandirian merupakan kemampuan untuk mengurus atau memerintah dan mengatur pemikiran diri sendiri, perasaan, dan tindakan dengan bebas dan bertanggung jawab serta menanggulangi rasa dan keraguan.

  Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah suatu kemampuan dimana seseorang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan dan mempunyai rasa percaya diri. Selain itu, kemandirian juga ditandai dengan adanya kebebasan untuk memilih, mengurus, mengatur diri dan perasaannya sendiri dengan bertanggung jawab serta menanggulangi rasa malu dan keraguan.

2. Aspek-Aspek Kemandirian

  Desmita (2011: 186) membedakan kemandirian atas empat aspek kemandirian, yaitu: kemandirian intelektual, kemandirian sosial, kemandirian emosi, kemandirian ekonomi. Adapun deskripsi keempat aspek kemandirian ini sebagai berikut.

  a. Kemandirian Intelektual

  Menurut Desmita (2011: 186) kemandirian intelektual adalah kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Seseorang percaya pada kemampuannya sendiri dalam memecahkan masalah, memiliki inisiatif, kreatif, dapat mengambil keputusan sendiri dalam bentuk kemampuan memilih dan bertanggung jawab atas tindakannya. Menurut Robins (2009: 82) kemamupuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental, berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.

  b. Kemandirian Sosial

  Menurut Desmita (2011: 186) kemandirian sosial adalah kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain. seseorang mampu secara aktif untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kemandirian sosial ini ditandai oleh sikap seseorang yang pandai bergaul dan senang berbagi dengan orang lain. Menurut Soelaeman (2009: 4) Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan atau berinteraksi.

  c. Kemandirian emosi

  Menurut Desmita (2011: 186) kemandirian emosi adalah kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

  Seseorang mampu mengelola emosinya dan mempunyai kontrol diri yang baik. Hal ini ditandai oleh sikap seseorang yang dapat mengontrol emosi bangga, takut, malu, sedih. Menurut Shaleh (2009: 167) emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap ransangan- ransangan yang datang dari luar.

d. Kemandirian ekonomi

  Menurut Desmita (2011: 186) kemandirian ekonomi adalah kemampuan untuk mengatur dan mengelola ekonomi sendiri dan tidak tergantunganya kebutuhan ekonomi orang lain. Hal ini ditandai oleh sikap seseorang yang dapat mengatur kebutuhannya seperti menabung dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

  Menurut Putong (2003: 15) ekonomi memusatkan perhatiannya pada bagaimana perilaku manusia memenuhi kebutuhannya, yang untuk mendapatkannya dibutuhkan pengorbanan karena ketersediaannya yang terbatas.