Muhamad Abdul Rohim BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KANKER SERVIK 1. Pengertian Kanker servik (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak

  normal pada leher rahim (Nasir, 2008). Kanker servik adalah pertumbuhan sel yang bersifat abnormal yang terjadi pada servik uterus, yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antar rahim (uterus) dengan liang senggama atau di kenal dengan leher rahim (Andrijono, 2009). Kanker servik adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI). Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian terbesar pada abad ini. Pada tahun-tahun ini tampak adanya peningkatan adanya kasus kanker karena disebabkan oleh pola hidup diantaranya adalah seperti kebiasan merokok, minum-minuman yang mengandung alkhohol, makanan yang mengandung lemak jenuh, kehidupan sek bebas dan lain-lain.

   Kanker merupakan suatu jenis penyakit yang di tandai dengan

  pertumbuhan abnormal dan tidak terkendali dari sel-sel tubuh (Hembing, 2005). Kanker servik sering terjadi pada usia reproduktif yaitu dialami pada usia 30-40 tahun, akan tetapi pada saat ini kanker

  13 servik menyerang pada usia dini yaitu 18 tahun.

  

Hal tersebut terjadi karena salah satu penyebab kanker servik

  adalah telah melakukan hubungan seksual pada usia dini yaitu di bawah 20 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Adapun diagnosis dapat ditemukan setelah hasil pap smear di sertai dengan adanya displai, atau sel-sel atipik persisten, yang diikuti dengan hasil biopsi yang mengidentifikasiadanya neoplasia intra epitel (CIN) atu lesi intra epitel skuamosa tingkat tinggi (HGSIL). Istilah ini dignakan dalam mengklasifikasi lesi servikal prmaligman. Infeksi HPV biasanya menyulitkan kondisi ini. Temuan biopsi dapat juga mengidentifikasi kanker insitu. Kanker servikal dapat dideteksi ketika pasien mengeluh adanya rabas, perdarahan tidak teratur, atau perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, tetapi biasanya penyakit ini tidak menimbulkan gejala. Rabas vagina pada kanker servik lanjut meningkat secara bertahap dan menjadi lebih encer dan akhirnya berwarna lebih gelap dan sangat berbau akibat nekrosis dan infeksi tumor.

  

Perdarahan yang terjadi pada interval yang tidak teratur anatar

  periode menstruasi (metroagia), atu setelah menopose, mungkin hanya sedikit bercak darah (hanya cukup tampak pada celana dalam), dan biasany terjadisetelah trauma ringan (seperti hubungan seksual, irigasi, atau defekasi). Sejalan dengan berlajutnya penyakit, perdarahan dapat menetap dan meningkat. Infeksi serviks kronis dapat berperan signifikan dalam kanker servik. Tanda

  • –tanda klinis penyakit termasuk pertumbuhan besar, kemerahan atau crater yang mengalami ulserasi cukup dalam sebelum pasien mengalami gejala. Dengan berkembangnya kanker, jaringan diluar servik dapat terkena, termasuk kelenjar limfe anterior ke sakrum. Pada sepertiga pasien dengan kanker servikal invasif, penyakit ini juga menyerang fundus uteri. Saraf-saraf region ini dapat terkena, yang menyebabkan nyeri tajam pada punggung dan tungkai yang hilang hanya dengan analgesik opioid dengan dosis besar. Tahap akhir jika penyakit ini tidak diobati , menyebabkan emasiasi ekstrim dan anemia, biasanya disertai dengan demam akibat infeksi sekunder dan abses pada massa yang mengalami ulserasi, dan pembentukan fistula.

2. Etiologi

  

Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel servik tidak diketahui

  secara pasti , tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker servik di antaranya (Nurarif & kusuma, 2013):

  a. HPV (human papilomavirus)Adalah virus penyebab kutil genetalis (kondiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual.

  Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.

  b. Merokok tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuana tubuh untuk melawan infeksi HPV pada servik.

  c. Hubungan seksual pertama yang di lakukan pada usia dini. d. Berganti-ganti pasangan seksual.

  e. Suami / pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia dibawah 18 tahun, berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita dengan yang menderita kanker servik.

  f. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran ( banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

  g. Gangguan sistem kekebalan.

  h. Pemakaian pil KB. i. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun. j. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin) Pap smear merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi dini gejala prakanker servik. Pemeriksaan ini di anjurkan oleh departement kesehatan menganjurkan bahwa semua wanita yang telah berhubungan seksual yang berusia 20-60 tahun harus melakukan pap smear.

3. Manifestasi Klinis (Nurarif & Kusuma, 2013)

  a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

  b. Perdarahan yang terjadi diluar senggama (tingkat II dan III).

  c. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%).

  d. Pedarahan spontan saat defekasi.

  e. Perdarahan spontan pervagina. f. Anemi akibat perdarahan berulang.

  g. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf.

4. Departemen Kesehatan RI (2009), menyebutkan bahwa Pencegahan Kanker Servik dapat dilakukan dengan :

  a. Pencegahan yang utama adalah tidak berperilaku seksual beresiko untuk terinfeksi HVP seperti tidak brganti-ganti pasangan seksual dan tidak melakukan hubungan seksual pada usia dini (kurang dari 18 tahun).

  b. Menghindari fakrot resiko lain yang dapat memicu terjadinya kanker seperti paparan asap rokok, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan banyak mengandung vitamin C, A dan asam folat.

  c. Melakukan skrining atau penapisan untuk menentukan apakah mereka telah terinfeksi HPV atau mengalami lesi prakanker yang harus dilanjutkan dengan pengobatan yang sesuai bila ditemukan lesi. Penapisan harus dilakukan karena kanker leher Rahim adalah jenis kanker kedua yang paling sering trjadi prempuan diseluruh dunia, juga termasuk diindonesia. Selain itu kanker leher Rahim merupakan salah satu kanker yang dpat deketahui sejak dini bahkan belum calon kanker pada keadaan lesi prankanker. Adapun yang dianjurkan untuk melakukan penapisan adalah semua perempuan yang telah melakukan hubungan seksual secara aktif, terutama yang telah berusia 30-50 tahun. Dianjurkan untuk melkukan penapisan 5 tahun sekali, dan bila memungkinkan 3 tahun sekali. Berikut beberapa tes penapisan untuk Kanker Leher Rahim: 1) Tes HPV

  Merupakan tes penapisan dengan menggunakan teknik pemeriksaan molekuler, DNA yang sudah terkait dengan HPV diuji dari sebuah contoh sel yang diambil dari leher rahi atau ling senggama.

  2) Tes Pap/Pap Smear Merupakan pemeriksaan sitologis dari apusan sl-sel yang diambil dari leher Rahim. Slide diperiksa oelh teknii sitology atau dokter ahli yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, dysplasia atau kanker.

  3) Tes IVA Merupakan pemeriksaan inspeksi visual dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) seluruh permukaan leher Rahim dengan bantuan asam asetat/cuka yang diencerkan. Pemeriksaan dilakukan tidak dalam keadaan hamil maupun haid. 4) Servikografi

  Merupakan kamera khusus digunakan untuk memfoto leher Rahim. Film dicetak dan foto diinterpretasi oleh petugas terlatih. Pemeriksaan ini terutama digunakan sebagai tambahan dari deteksi dini dengan menggunakan IVA, tetapi dapat juga sebagai metode panapisan primer. 5) Kolposkopi

  Merupakan pemeriksaan visual bertenaga tinggi (pembesaran) untuk melihat leher rahim, bagian luar dan kanal bagian leher rahim. Biasanya disertai biopsy jaringan ikat yang tampak abnormal. Terutama diunakan untuk mendiagnosa.

  d. Melakukan vaksinasi HPV yang saat ini telah dikembangkan untuk beberap tipe yaitu bivalea (tipe 16 dan 18) atau kuadrivalen (tipe 6, 11, 16 , 18). Namun kendala utama pelaksaan vaksin saat ini adalah kendala biaya.

  Dari beberapa tes diatas yaitu tes IVA atau Pap dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas atau bidan/dokter atau jajaran kesehatan lainya.

5. Evaluasi Diagnostik

  

Pentahapan klinis memperkirakan keparahan penyakit sehingga

  pengobatan dapat di rencanakan lebih spesifik dan prognosis lebih dapat diprediksi. Tanda dan gejala-gejala dapat dievaluasi, dan rongten, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan spesifik seperti biopsi punch dan kolposkopi dilakukan. Pemeriksaan lainya dapat dilakukan untuk menetuka keluasan penyakit dan pengobatan yang sesuai bergantung pada tahap tumor. Pemeriksaan ini termasuk dilatasi dan kuretasi (D&C), pemindai CT, pencitraan resonan magnetik (MRI), urogram intravena (IVU), sistogram, dan pemeriksan rongten barium (Smeltzer & Brenda, 2002).

6. Penatalalaksanaan (Smeltzer & Brenda, 2002)

  Apabila lesi prekusor seperti lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL) atau lesi intra epitel skuamosa tingkat tinggi (HGSIL) ditemukan melaui koloskopi dan biopsi, pengangkatan nonbedah konservatif memungkinkan untuk dilakukan. Kriotterapi (pembekuan dengan oksida nitrat) atau terapi laser efektif untuk kondisi ini. Konisasi (pengangkatan bagian yang berbentuk krucut dari servik) dilakukan bila temuan biopsi menunjukan CIN atau HGSIL, yang sebanding dengan displasiadan karsinoma in situ. CIN I dan II sesuai dengan displasia ringan sampai sedang atau LGSIL (klasifikasi betehsda). Adapun prosedur bedah yang mungkin dapat dilakukan adalah: a. Histerektomi total = pengangkatan iterus, servik, dan ovarium.

  b. Histerktomi Radikal (Wertheim) = pengangkatan uterus, adneksa, dan vagina proksimal dan nodus limfe bilateral melalui insisi abdomen.

  c. Histerektomi vaginal radikal (Scahuta) = pengangkatan vagina uterus, adneska, dan vagina proksimal, (Catatan : “ Radikal” menunjukan bahwa suatu area ekstensif paravaginal, paraservikal, parametrial, dan uterosakralndiangkat bersama uterus).

  d. Limfadenektomi pelvis bilateral = pengangkatan pembuluh dan nodus iliaka komunis, iliaka eksterna, hipogastrik, dan limfatik obstutator.

  e. Ekstenterasi pelvis = pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung kemih dan rektum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi, dan vagina.

  f. Salpingo-oofarektomi (bilateral) = pengangkatan tuba fallopi dan ovarium.

  Tindak lanjut yang sering oleh ahli onkologi ginekologi sangat penting untuk dilakukan, karena resiko kekambuhan kondisi adalah 35% setelah pengobatan ka nker servik invasive. Radiasi sering menjadi bagian pengobatan untuk mengurangi kekambuhan penyakit dan dapat diberikan melalui penyinaran eksternal atau melalui bakhiterapi (metode yang meletakan sumber radiasi dekat dengan tumor).

  g. Eksenterasi Pelvis = bebrapa pasien dengan kekambuhan kenker servikal dipertimbangkan untuk menjalani eksetrasi pelvis, dimana bagian besar isi pelvis diangkat. Edema tungkai unilateral, skiatika, dan obstruksi uretal menunjukan kemungkinan progersivitas penyakit. Pasien dengan gejala-gejala ini tidak dipertimbangkan untuk menjalani prosedur bedah mayor.

  Komplukasinya besar dan mencakup edema pulmoner, infark miokardium, CVA, hemoragi, sepsis, obstruksi usu halus, pembentukan fistula, obstruksi perkemihan akibat kondisi ileus, dan pielo nefritis.

B. TEMAN SEBAYA 1. Pengertian teman sebaya

  Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia yang sama atau tingkat kematangan yang sama. Biasa juga disebut peer group adalah sekumpulan remaja yang sebaya yang punya hubungan erat dan saling tergantung. Kesamaan yang ada pada kelompok teman sebaya dilatarbelakangi dari factor usia/tingkat kedewasaan, sekolah, sosial, ekonomi, aktivitas, bermain, minat, dsb. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relaif besar dalam kelompoknya.

  Teman sebaya salah satu motivasi dalam dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika remaja menjalin asrama dengan lawan jenis. Kadang teman sebaya juga sebagai sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja. Saat remaja pendekatan dengan teman sebaya sangat tinggi dengan ikatan teman sepermainan menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber infeksi, simpati dan pengertian, Saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi.

  Maka tidak heran jika remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima dari teman sebaya.

  Hasil studi tentang remaja juga menunjukan yang positif tentang teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian yang positif (Santrock, 2007). Teman sebaya juga memberi pengaruh dan memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi remaja (Hartup dalam Desmita, 2009). Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Maryatun, (2013) tentang “Peran teman Sebaya Terhadap Perilaku sex Pra nikah Pada Remaja Di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta” tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual pra nikah pada remaja. Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan bermakna antara teman sebaya dengan perilaku seksual pra nikah yang berarti peran teman sebaya berpeluang melakukan perilaku sexsual pra nikah lebih besar dari pada dengan responden yang tidak mendapatkan pengaruh oleh teman sebaya. Itu artinya jika teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan karakter dan perilaku serta sikap dalam kehidupan sebaya tersebut. Melihat jika tman sebaya dapat mempengaruhi, maka sudah seharusnya kita manfaatkan peran teman sebaya dalam hal yang positif seperti dalam penelitian kali ini dalam pengetahuan dan sikap tentang pencegahann kanke servik. Kelly dan Hansen dalam Desmita (2009) menyebutkan fungsi dari teman sebaya, yaitu: a. Mengontrol impuls-impuls agresif, yaitu melalui interaksi dengan temn sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan- pertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.

  b. Memperoleh dorongan emosional dan sosial derta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman semaja mereka ini menyebabkan kekurangan ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.

  c. Menigkatkan ketrampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengn cara-cara yang lebih matang. Percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya akan membantu remaja untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah.

  d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran berdasarkan jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman-teman sebaya.

  e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Pergaulan dengan kelompok teman sebaya akan membantu remaja untuk mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki teman sebayanya serta memutuskan mana yang benar. f. Meningkatkan harga diri (self

  • – estem)

  Menurut Harter pengaruh utama terhadap harga diri adalah dukungan social dari orangtua, teman sebaya, dan guru. Akan tetapi pada umumnya, hal ini tidak akan mengimbangi evaluasi diri yag rendah.

C. Pengetahuan 1. Pengertian

  Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan pengembangan dari 3 tingkat renah perilaku yang artinya adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,hidung,telinga,dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga),dan indera penglihatan (mata). Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Cheren, herlina dan franly (2013) tentang “ Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Siswi Tentang Pencegahan Kanker Servik Di SMA Negri

  1 Manado “ bertujan untuk mengetahui perubahan pengetahuan siswi terhadap pengetahuan serta sebagai upaya pencegahab tentang bahaya kanker servik di SMA Negri Manado tersebut. Dalam hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pengetahuan siswi tentang pencegahan kanker servik sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan kesehatan. hal tersebut menunjukan jika pengetahuan seseorang akan selalu berubah bila mendapat penjelasan akan sesuatu yang baru maka seseorang yang belum mengetahui akan menjadi bertambah pengetahuanya setelah mendapat intervensi.

2. Tingkat Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (know)

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu “tahu” itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

  b. Memahami (Comperhension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpertasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan terhadap objek yang dipelajari.

  c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

  d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masi ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokan.

  e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formula dari formulasi-formulasi yang ada.

  f. Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

  a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Nursalam, 2003). Menurut Pondaag et. all (2013) dalam penelitianya mengatakan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan di SMA terhadap para siswi tentang pengetahuannya akan kanker servik didapatkan hasil terjadi peningkatan pengetahuan siswi akan kanker servik setelah diberikan penkes. Itu artinya semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. hal itu juga mengisyaratkan jika pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan. Pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai pihak termasuk oleh tenaga medis.

  Menurut Batas et. all (2013) dalam penelitiannya “pengetahuan dan sikap wanita mengenai kanker servik dan pap smear di RSU.

  Lehmana Lambean ” didapatkan hasil bahwa responden yang berpendidikan SMA memiliki pengetahuan lebih baik akan kanker servik dibandingan dengan responden yang berlatar belakang pendidikan SD dan SMP. Hal ini berarti pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat pengetahuan seseorang.

  b. Informasi atau media masa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupum non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

  

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

  pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengethuan masyarakat tentang inovasi baru. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Pondaag et. all (2012) tentang pengetahuan siswi tentang kanker servik menunjukan bahwa skor rata-rata pengetahuan sebelum pemberian informasi adalah yang berpengetahuan Baik= 0%, pengetahuan Cukup 79,0%, dan berpengetahuan Kurang 21,0% dan sesudah dilakukan intervensi dengan pemberian informasi mengalami peningkatan yaitu berpengetahuan Baik= 92,0%, berpengetahuan Cukup 8,0% dan berpengetahuan Kurang= 0%. Hasil analisis lebih lanjut didaptkan nilai p value = 0,000 yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan skor rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian informasi c. Sosial budaya dan ekonomi

  Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga setatus ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut Mardiana et. all (2013) dalam penelitannya tentang

  ”Hubungan Mekanisme Koping dengan Kualitas hidup penderita Kanker servik di RSUD Prof. dr Margono Soekarjo Purwokerto

  ” mengatakan bahwa kondisi sosial budaya dan ekonomi dipengaruhi oleh pengetahuan penderita kanker servik dalam menjalanai pengobatanya serta dalam copping masalah yang efektif dalam menjalani hidup sebagai penderita kanker servik. Itu artinya bahwa antara budaya dan keadaan sosial ekonomi berpengaruh besardalam sifat setiap individu.

  d. Lingkungan

  Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dilingkungan tersebut.

  Sulistianingsih (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa di dalam lingkungan pergaulan remaja terdapat beberapa lingkungan seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Remaja yang tinggal bersama orang tua maupun di kos - kosan tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap remaja contohnya pola kehidupan masyarakat, teman bergaul, media massa.

  e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

  Menurut Sukamidinata (2007) bahwa pengalaman seorang individu tentang berbagai hal diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya. Orang yang berpengalaman mudah menerima informasi dari lingkungan sekitar sehingga tingkat pengetahuannya akan bertambah dan lebih baik dalam mengambil keputusan. Ayuningtyas (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh pada jumlah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin lama seseorang bekerja dalam bagian tertentu maka diharapkan akan semakin bertambah pengalaman dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.

  f. Umur Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan smakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

  Menurut Batas et. all (2013) dalam penelitiannya “pengetahuan dan sikap wanita mengenai kanker servik dan pap smear di RSU.

  Lehmana Lambean ” menyatakan bahwa tingakat pengetahuan seseoran lebih baik terbanyak pada usia >40tahun sedangkan pengetahuan kurang baik pada usia <30 tahun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti pengalaman dan tingkat pengetahuan. Semua itu terjadi karena adanya proses pendewasaan dan perkembangan responden mulai dari pendidikan yang diperolehnya serta pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya terutama lingkungan.

4. Hubungan pengetahuan dengan perilaku

  Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Blum (1986) menyatakan ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan padamanusia yaitu genetik

  

(hereditas) , lingkungan, pelayann kesehatan, dan perilaku

(Notoatmodjo, 2007).

  Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut:

  a. Faktor yang mempermudah (predisposing faktor) yang mencangkup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat.

  b. Faktor pendukung (enabling faktor) antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia.

  c. Faktor pendorong (reinforcing faktor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

5. Pengukuran Pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur apat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2005). Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan, kemudahan dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawabanbenardan nilai 0 untuk jawaban salah. Kemudian digolongkan menjadi 4 katagori yaitu: a. Baik, bila subyek menjawab dengan benar >75% - 100%.

  b. Cukup baik, bila subyek mampu menjawab dengan benar >55% - 75% dari seluruh pertanyaan.

  c. Kurang baik, bila subyek mampu menjawab dengan benar >40% - 55% dari seluruh pertanyaan.

  d. Tidak baik, jika presentase jawaban <40% (Arikunto, 2006).

D. Sikap 1. Pengertian

   Sikap evalusi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,

  orang lain, subyek, atau issue (Azwar, 2003). Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfaforible) pada obyek tersebut.

   Nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat

  berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam definisi-definisi mengenai sikap.Kadang-kadang dijumpai pula pemakaian istilah sikap, nilai, dan opini yang disamakan atau diperlukan artinya.

   Notoatmodjo (2007) menggambarkan terjadinya sikap dan reaksi

  tingkah laku manusia melalui suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut:

  Reaksi tingkah

Proses

Rangka laku (terbuka)

stimulus

stimulus Sikap tertutup

Gambar 2.1 Skema proses terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku

  Sikap tersebut sangat dipengaruhi oleh pengetahuan seorang akan suatu hal yang terbarukan. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Batas et. all (2013) dalam penelitianya mengenai pengetahuan dan sikap wanita mengenai kanker servik didapat hasil penelitian bahwa tingkat pengetahuan sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku.

2. Komponen sikap

  

Azwar (2003), mengatakan struktur sikap terdiri atas 3 komponen

  yang saling menunjang yaitu:

  a. Komponen kognitif merupakan reprentasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang di miliki individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganannya (opini) terutama apabila menyangkut masalah issue atau problem yang kontroversial.

  b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasa berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

  c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan bererilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi kecenderungan untuk bertindak/ bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan obyek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

3. Tingkatan Sikap

  Sikap terdiri dari bebagai tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2002):

  a. Menerima (receiving) Menerima di artikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

  b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.

  c. Menghargai (vauling) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seseorang yang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudara, dsb) untuk menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

  b. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

  Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

  4. Sifat Sikap

  Menurut Heri Purwanto yang dikutip wawan dan dewi (2010), sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negative yaitu: a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyayangi, mengharapkan obyek tertentu.

  b. Sikap negatif terdapat kecenderungan adalah untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

  5. Ciri – Ciri Sikap

  Ciri

  • – ciri sikap adalah (Heri Purwanto, 1998: 63):

  a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan objeknya.

  Sifat ini membedakannya dengan sifat motif

  • – motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

  b. Sikap dapat berubah

  • – ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang
  • –orang bila terdapat keadaan – keadaan dan sy
  • – syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

  c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan terntenu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senatiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

  d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal

  • – hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi

  • –segi motivasi dan segi – segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan
  • – kecakapan atau pengetahuan – pengetahuan yang dimiliki orang.

6. Fakto – Faktor yang Mempengaruhi Sikap

  Faktor

  • – factor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap lain (Azwar, 2005) antara lain:

  a. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan pesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk beralifiasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.

  c. Pengaruuh Kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang membri corak pengalaman individu

  • – masyarakat asuhnya.

  d. Media Masa

  Dalam pemberitaan surat kabar atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumenya.

  e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan system kepercayaan idaklah mengherankan jika kalu pada giliranya konsep tersebut mempengaruhhi sikap.

  f. Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pertanyan yang didassari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustai atau bentuk mekanisme pertahanan ego.

7. Pengukuran Sikap

  

Salah satu aspek yang paling penting guna memahami sikap dan

  perilaku adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measuresment) sikap. Azwar (2003) menunjukan beberapa karakteristik sikap yaitu: a. Sikap mempunyai arah, sikap terpilah menjadi dua arah kesetujuan yaitu setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai subyek. Orang yang setuju, mendukung dan memihak terhadap suatu obyek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif dan sebaliknya.

  b. Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahmya mungkin tidak berbeda.

  c. Sikap memiliki keluasan, kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada obyek sikap.

  d. Sikap memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian anatara pernyataan sikap yang di kemukakan dengan responnya terhadap obyek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu.

  Beberapa metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang (Azwar, 2003): a. Observasi perilaku

   Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu dapat dengan mempehatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku yang kita amati dapat menjadi indikator sikap dalam konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang di tampakan oleh sesorang. b. Penanyaan Langsung

  

Sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung

(direct questioning) pada yang bersangkutan. Asumsi yang

  mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah asumsi bahwa individu orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan yang kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuaka apa yang dia rasakan.

  

Cara pengukuran ini mempunyai keterbatasan dan kelemahan

  yang mendasar. Metode ini akan menghasilkan ukuran yang valid hanya apabila apabila situasi dan kondisinya memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa tekanan psikologis maupun fisik.

c. Pengungkapan Langsung

  Suatu versi pengungkapan langsung (direct assessement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal dengan menggunakan aitem ganda Azwar (2003). Prosedur pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana. Responden meminta menjawab langsung pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian responnya yang dilakukan lebih jujur bila dia tidak menuliskan nama dan identitasnya. Variasi bentuk pengungkapan dengan aitem tunggal adalah menggunakan kata sikap ekstrim pada suatu kontinum sepuluh titik suka sampai benci.

  Problem utama dalam aitem tunggal adalah masalah relaibilitas hasilnya. Aitem tunggal terlalu terbuka terhadap sumber error pengukuran. Error yang terjadi dapat berkaitan dengan masalah kalimat atau redaksional pertanyaannya yang mungkin kurang jelas, mungkin dipahami secara salah, mungkin menggunakan istilah teknis yang mempunyai arti khusus dan mungkin pula mengandung istilah yang sensitive sehingga jawaban yang diinginkan oleh individu tidak menggambarkan jawaban yang seharusnya. Salah satu pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik deferensi semantik. Teknik defernsi semantik dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan yang berkaitan dengan suatu obyek tertentu.

  d. Skala sikap Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu yang disebut dengan skala sikap.

  Skala sikap berupa kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu obyek sikap. Dari respon subyek pada setiap pertanyaan ini kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula diungkap mengenai keluasan serta konsistensi sikap. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pertanyaan dapat berupa pertanyaan langsung yang jelas tujuan ukurannya tetapi dapat pula berupa pertanyaan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurannya bagi responden.

  Proses pengungkapan sikap merupakan proses yang rentan terhadap berbagai kemungkinan error dikarenakan sikap itu sendiri merupakan suatu kontrak hipotetik atau konsep psikologis yang tidak mudah dirumuskan secara operasional. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan error pengukuran, skala sikap harus dirancang secara hati-hati dengan sunggu-ungguh dan ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan skala yang berlaku.

  e. Pengukuran terselabung Metode pengukuran terselabung sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang sudah dikemukakan diatas, akan tetapi sebagai obyek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reakasi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan.

  Cara mengukur sikap (Hidayat, 2007) maka digunakan: 1) Pernyataan positif (favorable)

  a) Sangat setuju

  b) Setuju

  c) Tidak setuju

  2) Pernyataan negative (unfavorable)

  a) Sangat setuju

  b) Setuju

  c) Tidak setuju E.

   PENDIDIKAN KESEHATAN 1. Pengertian Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan

  untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmojo, 2003). Dari batasan diatas tersirat unsur-unsur pendidikan yakni in put adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain dan out put adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Corwin, 2000).

   Pendidikan kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu

  kesehatan, juga mempunyai dua sisi yakni sisi ilmu dan seni. Dari sisi seni yakni praktisi atau aplikasi, pendidikan kesehatan merupakan penunjang dari program-program kesehatan lain. Artinya setiap program kesehatan misalnya pemberatasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan dan sebagainya perlu dibantu oleh pendidikan kesehatan atau sering disebut penyuluhan kesehatan (Notoatmojo, 2003).

  

Penelitian yang dilakukan oleh Suagiarsi (2011) tentang

  “Pendidikan Kesehatan Pada Kelompok Ibu PKK Dalam Meningkatkan Pemahaman Masyarakat Untuk Mencegah Penyakit Kanker Servik

  “ bertujan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan sikap dan perilaku masyarakatdalam mencegah penyakit kanker di Desa Triyagan. Dalam hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pengetahuan ibu-ibu PKK sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker servik dengan nilaip=0,0001.

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

  

Berdasar batasan WHO (1954) tujuan pendidikan kesehatan adalah

  untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi sehat. Seperti kita ketahui bila perilaku tidak sesuai dengan prinsip kesehatan, maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan (Susilo, 2011)

  

Meskipun menurut WHO secara garis besar tujuan dari pendidikan

  kesehatan mengubah perilaku nbelum sehat menjadi perilaku sehat, namun perilaku tersebut ternyata mencangkup hal yang luas, sehingga perlu perilaku tersebut dikategorikan secara mendasar Azwar (1983:

  18) membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan pendidikan kesehatan menjadi 3 macam : a. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

  b. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok.

  c. Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada secara teapat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.

3. Sasaran

  

Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan kepada

  program pembangunan Indonesia adalah: a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.

  b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negri.

  c. Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu.

4. Tahap – tahap kegiatan

  

Oleh karena mengubah perilaku seseorang tidak mudah, maka