TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL - Raden Intan Repository
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Syariah dan Hukum Oleh:
Dewi Wardah Ningsih NPM: 1321020123
Jurusan: Siyasah
FAKULTAS SYA RI’AH DAN HUKUM
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H/2017 M TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Syariah dan Hukum
Oleh: Dewi Wardah Ningsih
NPM: 1321020123 Jurusan: Siyasah Pembimbing I : Drs, H. Mundzir HZ., M. Ag.
Pembimbing II : Frenki, M. Si
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H/2017 M
ABSTRAK
Pilkada 2015, terdapat sesuatu yang baru dan berbeda dari pilkada sebelumnya yaitu penyelenggaraannya secara langsung dan serentak. Pilkada serentak lahir setelah disahkannya undang-undang nomor 8 tahun 2015 yang sebelumnya mengalami perjalanan panjang. Daerah yang akan mengikuti pilkada serentak 2015 sebanyak 269, setelah KPU membuka pendaftaran hingga batas akhir pendaftaran terdapat tida daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah yaitu kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timur Tengah Utara. Melihat fenomena tersebut banyak pengamat mulai mengeluarkan pendapat tentang apakah pilkada pada tiga daerah yang hanya memiliki satu calon akan tetap dilaksanakan atau tidak mengingat belum ada peraturan undang-undang yang membahas tentang masalah tersebut. Akhirnya setelah Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian, keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PPU-XIII/2015 yang didalamnya menyatakan bahwa daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah dapat mengikuti pilkada serentak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dan politis yang bersifat deskriptif. Selain itu, penelitian ini secara umum menggunakan teori hukum dengan mengerucutkan teori tersebut menjadi teori hukum Islam tentang khalifah atau imamah dan didukung dengan prinsip-prinsip hukum untuk menganalisis putusan yang di keluarkan Mahkamah Konstitusi. Dalam kitab al- ahkam as- sulthaniyah karya Imam al- mawardi dijelaskan bahwa memilih pemimpin untuk sebuah wilayah hukumnya adalah wajib. Perihal hanya terdapat satu calon imam yang memenuhi syarat untuk diangkat sebagai imam dalam buku tersebut dijelaskan bahwa mayoritas fuqaha dan teolog bersepakat untuk tetap melaksanakan pengangkatan terhadap calon tersebut dengan syarat harus ada persetujuan dari golongan pemilih.
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan calon tunggal ikut dalam pilkada implementasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mahkamah Konstitusi dengan segala kewenangannya melakukan improvisasi yang berbeda, namun tetap sesuai dengan UUD 1945 yang intinya untuk melindungi hak konstitusional warga negara, serta sesuai dengan konsep pengangkatan Khalifah dalam hukum Islam dengan tujuan utamanya untuk menjaga kemaslahatan yang bersifat umum.
MOTTO
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada,
mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan
hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah, (QS. Al-Anbya‟: 73)
PERSEMBAHAN
Dengan segala syukur kepada Allah yang Maha Esa dan atas dukungan dan doa akhirnya Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu skripsi ini kupersembahkan untuk: 1.
Ayahanda Tohiri dan Ibunda Suningsih, yang senantiasa dan tiada henti- hentinya memberikan doa, semangat, dukungan kepada penulis dan selalu mendidik dan membesarkanku dengan do’a dan segenap jasa-jasanya yang tak terbilang demi keberhasilan cita-citaku. Aku semakin yakin bahwa ridha Allah SWT adalah keridhaanmu.
2. Kakak tercinta Muhammad Jade Alhaitami yang telah memberikan semangat disetiap saat, semoga Allah juga kabulkan mimpi dan cita- citamu, semoga kita bisa meraih kesuksesan dan keberhasilan.
3. Kepada sanak saudara, dan family, buat Mareza Sultriyani, tias Ayu Yulinda, yuni Rikad Artika, melta Afrilia, Anisa Ulfa dan Evi Ria Ningsih yang terus mendoakan keberhasilanku, memberikan semangat dan bantuan secara materil maupun formil dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung yang selalu kubanggakan tempatku menimba ilmu pengetahuan.
RIWAYAT HIDUP
Dewi Wardah Ningsih, seorang anak yang dilahirkan di kota Bandar Lampung, Teluk Betung Selatan tepatnya pada tanggal 23 Agustus 1995 yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Tohiri dan Ibu Suningsih. Pendidikan dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Al- Hukam Bandar Lampung Pengajaran, Lampung lulus pada tahun 2001. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Sumur Putri, Bandar Lampung, Lampung lulus pada tahun 2007. Lanjut sekolah Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Terpadu Ushuluddin Belambangan Penengahan Lampung Selatan, Lampung lulus pada tahun 2010. Sekolah Lanjutan, Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Terpadu Ushuluddin Belambangan Penengahan Lampung Selatan, Lampung lulus pada tahun 2013.
Tahun 2013 terdaftar sebagai mahasiswa di jurusan Siyasah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung.
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah dihaturkan atas kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan nikmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, yang susun salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada jurusan Siyasah di Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw., para sahabat, keluarga dan pengikutnya, dan semoga kita tergolong umatnya.
Penyelesaian skripsi ini, banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, rasa hormat dan terimakasih disampaikan kepada:
1. Dr. Alamsyah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung yang telah banyak memberikan bimbingan kepada mahasiswa; 2. Drs. H. Mundzir HZ., M.Ag. selaku pembimbing I dan Frenki, M. Si, selaku pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan memberikan bimbingan dengan ikhlas dan sabar yang sangat berharga dalam mengarahkan dan memotivasi hingga terselesaikannya skripsi ini;
3. Drs. Susiadi AS. M. Sos.I., selaku Ketua Jurusan Siyasah dan Frengki, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Siyasah, terimaksih atas dorongan dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini;
4. Seluruh dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat hingga
5. Seluruh staf dan karyawan tata usaha Fakultas Syari’ah, perpustakaan
Fakultas dan perpustakaan pusat UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan fasilitas dan bantuannya dalam menyelesaikan karya tulis ini;
6. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung yang selalu kubanggakan tempatku menimba ilmu pengetahuan;
7. Semua pihak dari dalam maupun dari luar yang telah memberikan dukungannya, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan; Skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, namun saat ini telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini.
Untuk itu kepada para pembaca kiranya dapat memberikan masukan dan saran-sarannya serta kritikan, sehingga skripsi ini akan lebih baik dan sempurna dimasa mendatang. Akhirnya semoga karya tulis ini bermanfaat bagi diri pribadi khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, 18 April 2017 Penulis,
Dewi Wardah Ningsih
NPM. 1321020123
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i
ABSTARAK............................................................................................................................. ii
PENGESAHAN ...................................................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan judul ................................................................................................ 1 B. Alasan Memilih Judul ....................................................................................... 3 C. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 3 D. Rumusan Masalah ............................................................................................. 9 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................................... 9 F. Metode Penelitian .............................................................................................. 9 BAB II PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Pencalonan Kepala Daerah Tunggal di Indonesia .......................................... 13 B. Mekanisme Pencalonan Kepala Daerah Tunggal Menurut Hukum Positif ................................................................................................................... 23 C. Pencalonan Kepala Daerah Tunggal Menurut Hukum Islam ......................... 32 BAB
III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG
PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL A. Gambaran Umum Mahkamah Konstitusi ........................................................ 43 B. Penyelesaian Masalah Pemilu Melalui Mahkamah Konstitusi ....................... 53 C. Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pencalonan Kepala Daerah Tunggal ............................................................................................................ 57 BAB IV PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANGPENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL MENURUT
HUKUM ISLAM A. Alasan diperbolehkannya Pencalonan Kepala Daerah Tunggal ...................... 61 B. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pencalonan Kepala Daerah Tunggal ............................................................................................... 63 C.BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................................... 75 B. Saran ................................................................................................................ 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Guna memperjelas persepsi mengenai skripsi ini, perlu penjelasan
makna atau definisi dari istilah-istilah yang terkandung di dalamnya. Skripsi ini adalah Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Tentang Pencalonan Kepala Daerah Tunggal. Judul
tersebut terdiri dari beberapa istilah pokok sebagai berikut: Tinjauan hukum Islam. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, 1 pendapat (sesudah menyelidik, mempelajari). Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang berpijak pada kitabullah dan kitabulhadits sebagai sumber utama ijtihad pijakan kedua sebagai sumber pelengkap atau 2 penyempurna sumber utama. Dari pengertian kedua istilah tersebut, dapat dipahami bahwa tinjauan hukum Islam adalah pandangan yang berpijak pada syari’at Islam.
Putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang 3 . terbuka untuk umum sebagai hasil dari periksaan perkara gugatan Sedangkan Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga Negara yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 1470 2 Amnawaty, Wati Rahmi Ria, Hukum dan Hukum Islam (Bandar Lampung: Penerbit University Lampung, 2008), h. 7.
4
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian putusan Mahkamah Konstitusi adalah pernyataan hakim Mahkamah Konstitusi yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan sebagai hasil dari periksaan perkara gugatan.
Pencalonan kepala daerah tunggal. Pencalonan adalah upaya atau perbuatan mencadangkan orang sebagai calon wilayah atau daerah bagian kabupaten (kota madya) yang membawakan kelurahan dan desa yang 5 dikepalai oleh seorang camat. Kepala Daerah adalah orang yang diberikan 6 tugas oleh pemerintah pusat untuk menjalankan pemerintahan di daerah.
Sedangkan Tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu pola kalimat, yaitu terdiri dari satu subjek, satu predikat, dan bisa dilengkapi dengan objek dan 7 keterangan . Dengan demikian pencalonan kepala daerah tunggal adalah pencalonan yang hanya mempunyai satu pasangan calon dalam mengikuti Pilkada.
Berdasarkan pengertian istilah-istilah di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pencalonan Kepala Daerah Tunggal adalah pandangan yang berpijak pada s yari’at Islam tentang putusan hakim
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi Negara yang melakukan tugas dalam memutuskan perkara pencalonan kepala daerah tunggal.
4 Wikipedia, “Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia” (On-Line), tersedia di
Orang, 19 Desember 2016 5 6 Sudarsono,” Kamus Hukum”, (Jakarta: Rineka Cipta), 2010, h. 70 C.S.T Kansil dan Chiristine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, PT Rineka Cipta: Jakarta, 2000, h. 101
B. Alasan Memilih Judul
Adapun alasan yang mendorong penulis untuk membahas masalah dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Alasan objektif a.
Adanya perbedaan antara putusan Mahkamah Konstitusi No.
100/PPU-XIII/2015 dengan UU No 8 Tahun 2015.
b.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal menimbulkan perdebatan di kalangan akademisi dan praktisi hukum, untuk itu perlu dibahas secara mendalam.
2. Alasan subjektif a.
Tersedianya literatur yang menunjang dalam usaha menyelesaikan skripsi ini.
b.
Objek kajian pembahasannya sesuai dengan kesyari’ahan dalam bidang Siyasah.
C. Latar Belakang
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang memiliki wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang (Judicial Review) secara teoritik maupun praktek dikenal ada 2 (dua) macam yaitu: Pengujian formal dan materil. Pengujian secara formal adalah apakah suatu produk legislatif dibuat sesuai dengan prosedur atau tidak, serta apakah suatu kekuasaan berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Sedang pengujian secara Materil adalah wewenang untuk menyelidiki dan menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam hal ini rumusan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tidak membatasi hak-hak pengujian tersebut yang dibatasi oleh subjek 8 yang diuji, yaitu undang-undang.
Penyelengaraan pilkada serentak pertama kali pada Desember 2015 muncul problematika calon tunggal di beberapa tempat penyelenggaraan pilkada serentak di Indonesia. Berdasarkan data komisi Pemilihan Umum 9
(KPU) dari 269 daerah yang akan menggelar pilkada, terdapat beberapa daerah kabupaten/kota yang hanya memiliki satu pasangan calon, diantaranya kabupaten Blitar, Pacitan, Tasikmalaya, Timor Tengah Utara, Mataram, Samarinda. Pilkada serentak diadakan kembali pada tanggal 17 Februari 2017 yang dilaksanakan di 101 daerah, jumlah pasangan calon 337 pasangan calon yang terdiri dari 81 pasangan calon perseorangan dan 247 pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dari 101 daerah tersebut, terdapat 7 (tujuh) daerah yang hanya 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar yaitu kota Tebing Tinggi, Tulang Bawang Barat, Kulonporo, Pati,
10 Landak, Buton, dan Tambrauw. Hingga lahirlah putusan Mahkamah 11 Konstitusi No. 100/PPU-XIII/2015 (selanjutnya disebut putusan MK) yang memperbolehkan keberadaan calon tunggal dalam pilkada serentak. 8 Fatkhurohman dkk, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Cet.
Ke-1 (Bandung: PT Citra Aditya Bakti 2004), h. 21. 9 Komisi Pemilihan Umum RI, “KPU-Bawaslu Paparkan Data Tahapan Pencalonan” (On- Line), Tersedia di7 Desember 2015) 10 K omisi Pemilihan Umum RI “KPU Kebut Pengesahan PKPU Untuk PILKADA SERENTAK” (On-Line), Tesedia di(23 Februari 2017).
Selain itu Effendi Gazali juga mengajukan bahwa apabila permohonannya diterima oleh Mahkamah Konstitusi maka pada proses pemilihan pasangan calon tunggal akan dihadapkan dengan pasangan kotak 12 kosong.
Setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan gugatan yang diajukan oleh Effendi Gazali, akhirnya Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 100/PPU-XIII/2015. Adapun isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut ialah bahwa daerah yang hanya mempunyai satu pasangan calon kepala daerah dapat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Desember 2015. Mahkamah Konstitusi berpandangan Pemilihan Kepala Daerah wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam hal memilih dan dipilih, jadi harus ada jaminan pilkada tetap terselenggara.
Di sisi lain, pengamat politik dari lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai ada bahaya yang tersembunyi di balik Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan pasangan calon tunggal ikut pilkada serentak. beralasan jika terdapat pasangan calon kepala daerah yang ingin menang dengan cara mendesain pilkada dengan pasangan calon tunggal sehingga memudahkan langkahnya untuk menjadi kepala 13 daerah.
Penerapan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah sebagai wujud nyata atas terjaminnya hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia agar tetap bisa memilih dan dipilih melalui mekanisme referendum. Konsep 12 Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor 100/PPU-XIII/2015 tentang Calon Tunggal Pilkada. 13 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PPU-XIII/2015 Prihal Pengujian UU No
pilkada serentak yang pelaksanaannya dibagi 3 (tiga) tahap telah terlaksana dengan tahap awalnya pada bulan Desember 2015. Dari beberapa permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan pilkada serentak putaran kedua yang dilaksanakan pada 15 Februari 2017.
Pada dasarnya kepemimpinan itu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak disisi Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah menggariskan beberapa kaidah yang berhubungan dengan kepemimpinan, yaitu: Pertama, Kepemimpinan bersifat tunggal. Dalam khazanah politik Islam, kepemimpinan negara bersifat tunggal, tidak ada pemisah, ataupun pembagian kekuasaan. Kekuasaan berada di tangan seorang khalifah secara mutlak. Kedua, Kepemimpinan Islam itu bersifat universal. Artinya, kepemimpinan dalam Islam diperuntukan untuk semuanya, baik muslim maupun non muslim. Ketiga, Kepemimpinan adalah amanah yang membutuhkan karakter dan sifat-sifat tertentu. Yaitu (kuat), (ketaqwaan), (lemah lembut). Keempat, Kepemimpinan adalah tugas pengaturan bukan kekuasaan otoriter. Pemimpin dalam Islam berfungsi mengatur urusan umat, Mengatur urusan umat dengan aturan dari Allah SWT. Selama ia berjalan sesuai dengan aturan syari’at Islam maka ia wajib di taati. Kelima, Kepemimpinan dalam Islam bersifat manusiawi artinya bahwa seorang pemimpin bukanlah orang yang bebas dari dosa (ma’shum) dan kelalaian.
Keenam, Kepemimpinan ditegakkan untuk menerapkan hukum Allah SWT.
Islam telah mewajibkan penguasa untuk menjalankan roda pemerintah 14 berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah. Jadi dalam hal ini calon tunggal yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tentunya tidak dapat ditolak keberadaannya secara syariat ini dikarenakan tidak semua keinginan serta kepentingan warga dan masyarakat terakomodasi oleh adanya partai politik sehingga sangat diperlukan orang yang tidak terafiliasi dengan partai dalam arti pencalonan tunggal untuk menjaga kemaslahatan umat ini.
Berbicara tentang pemilihan kepala daerah tunggal dalam perspektif hukum Islam, tentu tidak akan terlepas dari al- Qur’an dan hadits, yang nota
bene -nya merupakan dokumen penting dan wajib diikuti oleh umat Islam untuk keberlangsungan hidup beragama dan bernegara.
Berkaitan dengan calon pemimpin dalam Islam, terdapat dalam Al- Qur’an An-nisa 58:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
. mendengar lagi Maha melihat
Berdasarkan ayat ini menjelaskan bahwasanya amanah merupakan sifat yang harus dimilik seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah diberikan kepadanya. Dan ia tidak akan memikirkan kepentingan diri sendiri melainkan akan memikirkan kepentingan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan kriteria pemimpin dalam Islam bahwa ada empat kriteria yang harus
fathonah (kecerdasan, cakap, dan handal) dan tabligh (penyampaian secara
jujur dan bertanggung jawab). Jika keempat kriteria tersebut dimiliki oleh seorang calon pemimpin maka akan menjadi pemimpin sejati. Sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan Hukum Islam yang bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasulullah.
Islam menilai bahwa calon pemimpin bukan hanya sekedar kontrak sosial yang melahirkan janji dari calon pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai kesepakatan bersama, serta ketaatan dari yang dipimpin kepada calon pemimpin, tetapi juga harus terjalin hubungan harmonis antara yang diberi wewenang memimpin dengan tuhan. Yaitu berupa janji untuk menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkannya sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan Hukum 15 Islam yang bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasulullah. Mengenai kaidah di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Islam tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai jumlah calon pemimpin dalam pemilihan. Apakah calon pemimpin tersebut tunggal, dua orang calon, atau lebih, namun yang terpenting dalam Islam bahwa calon pemimpin dapat memenuhi kriteria sebagai pemimpin dan menjaga kemaslahatan umat.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan meneliti dan mengkaji lebih mendalam tentang putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal dan di tinjau dari Hukum Islam.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal?
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1.
Tujuan a.
Untuk mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal.
b.
Memberikan kontribusi pemahaman yang lebih jelas mengenai tinjauan hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal.
F. Metode Penelitian
Metode yang secara pengertiannya adalah cara bertindak menurut sistem dan aturan tertentu. Maksud dari metode ialah supaya kegiatan praktis 16 terlaksana dengan rasional dan terarah, serta mencapai hasil yang optimal.
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library
research ), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan cara menelaah semua bahan-bahan pustaka yang tersedia di perpustakaan dan tempat lain yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Yakni terkait putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal dalam pilkada.
2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang akan berusaha mendeskripsikan dan mencatat semua persoalan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Yaitu dengan menjabarkan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal.
3. Pendekatan Penelitian Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis dan normatif. Pertama, pendekatan yuridis terhadap putusan
Mahkamah Konstitusi dan undang-undang terkait lainnya. Kedua, 17 pendekatan normatif pada norma-norma dan kaidah-kaidah agama serta keterkaitannya dengan prinsip-prinsip siyasah.
4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka dari itu teknik yang digunakan adalah pengumpulan data-data dan literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan pokok yang menjadi sasaran penelitian. Dalam penelitian ini, data-data dan literatur akan dilaksanakan ke dalam tiga bagian, yaitu data primer, sekunder dan tersier.
Data primer adalah data yang merupakan sumber pokok dalam penelitian ini atau dengan kata lain data yang mempunyai kaitan langsung dengan masalah yang diteliti yaitu Penelitian ini menjelaskan berdasarkan data dokumentasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan kepala daerah tunggal Nomor 100/PPU-XIII/2015.
Data sekunder adalah memberikan penjelasan atau membahas lebih lanjut mengenai masalah-masalah yang diteliti pada data primer, dalam hal ini adalah buku, majalah, surat kabar, artikel, makalah, dan dokumen- dokumen lainnya. Data tersier adalah data yang memberikan penjelasan terhadap data primer dan data sekunder, dalam hal ini adalah kamus 18 Ensiklopedia.
5. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, dan tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. 1)
Data Kepustakaan Data kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari materi-materi bacaan berupa literatur, buku-buku ilmiah, catatan hasil inventarisasi bahan hukum, perundang-undangan yang berlaku dan bahan lain dalam penelitian ini.
6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penulis mengualifikasikan data-data yang bersifat umum, dan kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. Kemudian data yang diperoleh disusun dan dideskripsikan.
BAB II PENCALONAN KEPALA DAERAH TUNGGAL MENURUT HUKUM ISLAM A. Pencalonan Kepala Daerah Tunggal di Indonesia 1. Kepala Daerah Kepala daerah adalah pemerintah daerah baik di daerah provinsi
maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif di daerah, sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota merupakan
19
lembaga legislatif daerah. Kepala daerah adalah kepala pemerintah daerah
20
yang dipilih secara demokratis, dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah salah satu lembaga yang mewakili seluruh lapisan masyarakat dalam pemerintah.
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: a.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 19 Amandemen Undang-Undang Pemerintah Daerah 2008, (Jakarta: Sinar Grafik, 2008),
b.
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi, dan kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah c. Berpendidikkan sekurang-kurangnya sekolah tingkat atas dan/atau sederajat d.
Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun untuk calon bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota e.
Sehat jasmani dan rohani f. Tidak pernah dijatuhi pidana perkara g.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya h. Mengenal daerahnya dan dikenal oeh masyarakat i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi j. Tidak memiliki tanggungan utang k.
Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah selama 2 kali masa jabatan
21 dalam jabatan yang sama.
Wewenang dan tugas kepala daerah yaitu mengatur dan mengurus kabupaten dan kota yang menjadi tanggung jawabnya sebagai kepala daerah dalam bimbingan, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan organisasi kearah pencapaian tujuan keberhasilan. Walaupun tugas kepala daerah cukup kompleks dan diwarnai oleh karakteristik organisasi, menurut Tjikromidjojo dalam buku Kepemimpinan Kepala Daerah terdapat tugas dan fungsi kepala daerah yang sifatnya universal karena selalu dilakukan oleh setiap pemimpin organisasi, yaitu mengambil kebijakan organisasi, menentukan arah dan pelaksanaan kebijaksanaan, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi organisasi pemerintahan, mengevaluasi tujuan organisasi dan mengantisipasikan perubahan-perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat,
22
mengkoordinasikan unit-unit kerja dan mengambil keputusan. Di dalam buku yang sama Ateng Syafrudin mengemukakan bahwa kepala daerah bertugas sebagai pamong masyarakat yang dapat memenuhi harapan masyarakat di bidang ketentraman, ketertiban dan keamanan agar masyarakat berada dalam suasana dan semangat kekeluargaan guna tercapainya kesejahteraan yang mengandung keadilan sosial, demi utuhnya kesatuan dan
23
persatuan bangsa. Penulis menyimpulkan bahwa seorang pemimpin pemerintahan termasuk kepala daerah perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang makin tinggi pula, dan tidak cukup jika hanya mengandalkan ungkapan semata.
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 mengatur tugas dan wewenang kepala daerah, sebagai berikut: a.
Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b.
Mengajukan rancangan perda; c. Menetapkan perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD; d. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBN kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e.
Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f.
Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan; dan g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
24 perundang-undangan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi kepala daerah telah diatur dengan peraturan pelaksanaan, yang apabila diidentifikasikan terdapat 2 (dua) kriteria tugas dan kewajiban yaitu sebagai berikut: a.
Tugas administrasi/manajerial Tugas administrasi/manajerial adalah tugas yang dilakukan kepala daerah dalam merencanakan, mengorganisir, menggerakan, mengarahkan dan mengendalikan, serta mengawasi jalannya organisasi kearah pencapaian tujuan. Tugas tersebut meliputi koordinasi atas kegiatan instansi-instansi verikal dengan dinas-dinas daerah, mengusahakan terus menerus agar semua peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dijalankan oleh instansi pemerintahan serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu dan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, serta melaksanakan segala tugas pemerintahan yang diberikan kepadanya (undang-undang No. 5 tahun 1974). Mengambil keputusan mengenai masalah yang berbeda-beda di lokasi yang berlainan, dengan kondisi yang beraneka ragam, memberikan penjelaskan pada sidang DPRD, konsultasi dengan pimpinan, komisi-komisi, fraksi dan anggota-anggota DPRD, rapat staf secara periodic/insidentil, rapat koordinasi dan pertemuan konsultatif dengan unsur-unsur pimpinan daerah.
Adapun Kewajiban kepala daerah yaitu mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai cita- cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, memegang teguh pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menghormati kedaulatan rakyat, menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, serta mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai peraturan daerah bersama DPRD.
b.
Tugas manajer publik Sebagai manajer publik, kepala daerah mempunyai tugas menggerakan partisipasi masyarakat, membimbing dan membina kehidupan masyarakat sehingga masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Secara oprasional tugas tersebut terbentuk pembinaan ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah mewakili di dalam dan di luar pengadilan serta menyelenggarakan pemerintahan umum (undang-undang No. 5 Tahun 1974).
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan perda, menetapkan perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD, menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang tentang APBD, kepada DPRD, untuk dibahas dan ditetapkan bersama, pengupayaan terlaksananya kewajiban daerah, mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada kewajiban kepala daerah adalah memegang teguh Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan menegakan keseluruhan peraturan perundang-undangan, menjaga etika dan norma dalam menjalankan pemerintahan daerah, memajukan dan mengembangkan daya saing daerah, melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik, melaksanakan dan mempertanggung jawabkan pengelolaan keuangan daerah, menjalani hubungan kerja dangan seluruh instansi vertical di daerah dan semua perangkat daerah serta menyampaian rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain itu, kepala daerah mempunyai kewajiban-kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahaan daerah kepada pemerintah, untuk Gubernur untuk Bupati/walikota sebanyk 1 (satu) kali dalam setahun, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD dan menginformasikan laporan penyelenggaraan
25 pemerintahan daerah kepada masyarakat.
2. Pencalonan Kepala Daerah Tunggal
Calon Presiden atau kepala daerah tunggal dapat mencalonkan diri secara perorangan atau maupun dari suatu institusi non partai. Pencalonan kepala daerah tunggal di salah satu daerah yang akan melangsungkan pilkada, terdapat sebuah sistem pemilu yang mengatur proses pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon dengan mengubah disain metode pemberian suara untuk memilih setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal sehingga
26 pilkada dapat tetap dilangsungkan.
Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dengan demikian dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada dasarnya merupakan suatu proses politik bangsa menuju kehidupan yang lebih demokratis
27 (kedaulatan rakyat), transparan, dan bertanggung jawab.
Dalam Pelaksanaan Pemilihan kepala daerah hakekatnya sama seperti tahap pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Menurut
Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tahap pelaksanaan Kepala Daerah meliputi: penetapan daftar pemilih, pendaftaran dan penetapan calon Kepala Daerah/ wakil Kepala Daerah, kampanye, pemungutan suara,
26 Gunawan A. Tauda, “Komisi negara tunggal”, (Yogyakarta: Penerbit, Gentra Press 2012), h. 99. 27 Elvi Juliansyah, Pilkada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil perhitungan suara, dan penetapan pasangan calon Kepala Daerah atau Wakil
28 Kepala Daerah terpilih, pengesahan, dan Pelantikan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah memasuki era baru ketika Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Era baru penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dari perbedaan yuridis maupun filosofis. Perbedaan yuridis tertuang dalam bentuk pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya, sedangkan perbedaan filosofis terlihat dari makna dan orientasi yang secara tersurat terkandung dalam pasal-pasal yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya. Perbedaan secara yuridis, sangat terlihat dengan tidak adanya pasal-pasal yang mengatur tentang
29 penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Dalam pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah diatur dengan undang-undang. Perihal pemilihan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam hal ini di beberapa daerah pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tidak dapat melaksanakan pemilihan secara serentak namun, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam beberapa pasal Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan Atas Undang- 28 Titik Triwulan Tutik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No. 32/2004 Dalam Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup menetapakan 1 (satu) pasangan calon gubernur dan calon Wakil Gubernur, 1 (satu) pasangan calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan calon Walikota dan calon Wakil Walikota, dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon gubernur dan calon Wakil Gubernur, 1 (satu) pasangan calon Bupati dan calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan calon Walikota dan calon Wakil Walikota. Dari berbagai pertimbangan dalam beberapa pasal Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang dilakukan uji materi yang mana hal ini dalam kewenangan Lembaga Negara yang diatur dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Jo.
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, menyatakan bertentangan dengan semangat UUD 1945 jika Pemilihan Kepala Daerah tidak dilaksanakan dan ditunda sampai Pemilihan berikutnya sebab hal itu merugikan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih, hanya karena tidak terpenuhinya syarat paling sedikit adanya dua pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala daerah meskipun sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain demi menjamin terpenuhinya hak konstitusional warga negara, Pemilihan kepala daerah harus tetap dilaksanakan meskipun hanya terdapat satu pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah walaupun sebelumnya telah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan paling sedikit dua pasangan calon.
B.
Mekanisme Pencalonan Kepala Daerah Tunggal Menurut Hukum Positif
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pimpinan Fraksi- fraksi untuk menetapkan nama-nama sedikit-sedikitnya 3(tiga) dan sebanyak- banyaknya 5 (lima) orang calon kepala daerah untuk dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang telah memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 14 undang-undang No. 5 tahun 1974. Nama-nama calon kepala daerah yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dinyatakan dalam keputusuan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disampaikan oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada pejabat yang berwenang untuk mendapatkan persetujuannya.
Pejabat yang berwenang menjelaskan persetujuannya kepada ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan menginstruksikan kepadanya supaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah segera menyelenggarakan pemilihan calon kepala daerah.