BAB II LANDASAN TEORI - PENGARUH SIKAP, KESADARAN WAJIB PAJAK DAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi pada Wajib Pajak PBB Di Desa Sambirejo Kota Ngawi) - UMBY repository

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pajak

  Pengertian pajak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan adalah sebagai berikut : “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmura n rakyat”

  Dr. Soeparman Soemahamidjaja menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Waluyo, 2011: 2).

  Menurut Priantara (2012) pajak diartikan sebagai iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada negara. Atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada si pembayar pajak. Dengan kata lain pajak merupakan iuran yang dibayarkan ke Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran pokok atau iuran wajib berupa uang yang dikenakan kepada rakyat yang sudah mempunyai penghasilan tanpa ada imbalan berdasarkan undang-undang dan dibayarkan kepada pemerintah sehingga pemerintah dapat menggunakan iuran tersebut untuk membiayai pengeluaran Negara, yaitu pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat untuk masyarakat luas.

2.2 Fungsi Pajak

  Fungsi pajak menurut Diana (2013:37) pajak memiliki dua fungsi, diantaranya adalah :

  2.2.1 Fungsi Penerimaan (Budgeter)

  Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh, dimasukkanya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. Sebagai fungsi penerimaan, pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang dominan karena persentase penerimaan dari sektor ini cukup besar jika dibandingkan dengan penerimaan dari sektor-sektor lainnya.

  2.2.2 Fungsi Mengatur (Reguler)

  Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau fungsi mengatur, pajak bukan saja merupakan alat untuk mengurangi kesenjangan sosial tetapi juga mengarah pada pemerataan dalam masyarakat, karena secara tidak langsung pajak dapat merupakan pembebanan pada barang publik.

2.3 Jenis-jenis Pajak

  Menurut Waluyo (2011 :12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

2.3.1 Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut : 1.

   Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

  dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

  dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

2.3.2 Menurut Sifat

  Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut :

  1. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperlihatkan keadaan dari Wajib Pajak.

  2. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

2.3.3 Menurut pemungut dan pengelolanya

  1. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

  2. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.4 Sistem Pemungutan Pajak

  Menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak terdiri dari :

  2.4.1 Official Assesment System

  Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya :

  1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

  2. Wajib Pajak bersifat pasif.

  3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

  2.4.2 Self Assesment System

  Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

  Ciri-cirinya :

  1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak sendiri.

  2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

  3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

2.4.3 With Holding System

  Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkutan.

2.5 Tata Cara Pemungutan Pajak

  Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam yang biasa dilakukan (Suandy, 2008:40), yaitu :

2.5.1 Asas domisili (tempat tinggal)

  Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu Negara. Negara dimana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam Negeri maupun luar Negeri dan melihat kebangsaan Wajib Pajak tersebut.

  2.5.2 Asas Sumber

  Pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan / penghasilan dalam suatu Negara. Menurut asas ini, Negara yang menjadi sumber pendapatan / penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak.

  2.5.3 Asas Kebangsaan

  Pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan / penghasilan tersebut maupun di Negara mana domisili dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

2.6 Ketentuan dan TataCara Pepajakan

2.6.1 Definisi Wajib Pajak

  Dalam Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 2 disebutkan pengertian Wajib Pajak yaitu:

  “Wajib Pajak merupakan orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban., meliputi pembayar pajak, pemungut pajak, pemotong pajak, yang diatur dalam perundang-undangan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saja, namun juga bagi yang sudah memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak meskipun belum memiliki NPWP.”

  Berdasarkan definisi Wajib Pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yang meliputi pemungut pajak, pemotong pajak, dan pembayar pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2.6.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

  a. Berikut ini adalah Hak Wajib Pajak (Mardiasmo:2011) :

  1. Mengajukan keberatan dan surat banding

  2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT

  3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan

  4. Mengajukan permohonan penundaan penyimpanan SPT

  5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak

  6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak

  7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

  8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah

  9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya

  10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak

  11. Mengajukan keberatan dan banding

  b. Kewajiban Wajib Pajak (Mardiasmo:2011) antara lain sebagai berikut :

  1. Mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP

  2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

  3. Menghitung dan membayar sendiri pajak yang benar

  4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

  5. Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan

  6. Jika diperiksa wajib :

  a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

  b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberikan

  7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan ini ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

2.6.3 Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak

  Menurut Diana Sari (2013:179) pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban Wajib Pajak.

  Setiap Wajib Pajak memiliki NPWP yang unik dan berbeda dengan Wajib Pajak lain. NPWP terdiri dari 15 digit. 8 digit pertama merupakan kode administrasi pajak, 1 check digit, 3 kode kpp, dan 3 kode cabang.

2.6.4 Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

  Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (Diana Sari :2013) :

  1. Sarana dalam administrasi perpajakan

  2. Tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

  3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan, setiap dokumen perpajakan sebagai contoh Surat Setoran Pajak(SSP), Faktur Pajak, Surat Pemberitahuan, harus mencantumkan NPWP

  4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan

  5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan, seperti Dokumen Impor

  6. Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya paspor, kredit bank dan lelang.

2.6.5 Cara Memperoleh NPWP

  Menurut Diana Sari (2013:180), sesuai dengan Self

  Assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk

  mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration, yaitu suatu cara pendaftaran

  NPWP melalui media elektronik on-line melalui situs Pajak

  Untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak maka Wajib Pajak harus mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dan selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap.

2.6.6 Wajib Pajak yang wajib mendaftar dan mendapat NPWP

  Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 73/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa yang diwajibkan mendaftar dan mendapatkan NPWP adalah :

  1. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian harta yang didasarkan keputusan hakim dikehendaki secara tertulis

  2. Wajib Pajak orang bribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebut di beberapa tempat

  3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun

  4. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan untuk memperoleh NPWP

2.7. Pajak Bumi dan Bangunan

2.7.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

  Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 ditetapkan menjadi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan pajak atas bumi dan / atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutananan dan pertambangan. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ini dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan UU No. 28 tahun 2009.

  Pajak Bumi dan Bangunan bersifat kebendaan yang artinya besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu keadaan tanah dan bangunan. Sedangkan keadaan subjek yang membayar pajak tidak ikut menentukan pengenaan pajak terutang, karena itu Pajak Bumi dan Bangunan disebut pajak objektif. Menurut (Soemitro, 2006:1 dalam Nafilah, 2013) Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak. Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan Objek Pajak yaitu Bumi dan Bangunan, keadaan Subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang (Waluyo, 2010:196)

  Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang ditanggung oleh orang pribadi atau badan yang mendapatkan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik karena hak atas tanah dan bangunannya.

2.7.2 Asas Pajak Bumi dan Bangunan

  Brikut ini adalah asas-asas Pajak Bumi dan Bangunan menurut Mardiasmo (2011:331) :

  a. Memberikan kemudahan dan Kesederhanaan

  b. Adanya kepastian hukum

  c. Mudah dimengerti dan adil

  d. Menghindari pajak berganda

2.7.3 Klasifikasi Penggolongan PBB

Tabel 2.1 KLASIFIKASI PENGGOLONGAN DAN KETENTUAN NILAI JUAL

  BERDASARKAN KEP.MEN.KEU NO : 523/KMK.04/1998 BUMI KELOMPOK A NJOP Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi Penggolongan Nilai Jual Bumi Bumi

  

Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)

1 > 3.000.000 s.d 3.200.000 3.100.000 26 > 178.000 s.d 223.000 200.0000 2 > 2.850.000 s.d 3.000.000 2.925.000 27 > 142.000 s.d 178.000 160.0000 3 > 2.708.000 s.d 2.850.000 2.779.000 28 > 114.000 s.d 142.000 128.0000 4 > 2.573.000 s.d 2.708.000 2.640.000 29 > 91.000 s.d 114.000 103.0000 5 > 2.444.000 s.d 2.573.000 2.508.000 30 > 73.000 s.d 91.000 82.0000 6 > 2.261.000 s.d 2.444.000 2.352.000 31 > 55.000 s.d 73.000 64.0000 7 > 2.091.000 s.d 2.261.000 2.176.000 32 > 41.000 s.d 55.000 48.0000 8 > 1.934.000 s.d 2.091.000 2.013.000 33 > 31.000 s.d 41.000 36.0000 9 > 1.789.000 s.d 1.934.000 1.862.000 34 > 23.000 s.d 31.000 27.0000

  10 > 1.665.000 s.d 1.789.000 1.722.000 35 > 17.000 s.d 23.000 20.0000 11 > 1.490.000 s.d 1.665.000 1.573.000 36 > 12.000 s.d 17.000 14.0000 12 > 1.341.000 s.d 1.490.000 1.416.000 37 > 8.400 s.d 12.000 10.0000 13 > 1.207.000 s.d 1.341.000 1.274.000 38 > 5.900 s.d 8.400 7.1500 14 > 1.086.000 s.d 1.207.000 1.147.000 39 > 4.100 s.d 5.900 5.0000 15 > 977.000 s.d 1.086.000 1.032.000 40 > 2.900 s.d 4.100 3.5000 16 > 855.000 s.d 977.000 916.000 41 > 2.000 s.d 2.900 2.4500 17 > 748.000 s.d 855.000 802.000 42 > 1.400 s.d 2.000 1.7000 18 > 655.000 s.d 748.000 702.000 43 > 1.050 s.d 1.000 1.2000 19 > 573.000 s.d 655.000 614.000 44 > 760 s.d 1.050 900 20 > 501.000 s.d 573.000 537.000 45 > 550 s.d 760 660 21 > 426.000 s.d 501.000 464.000 46 > 410 s.d 550 400

  23 > 308.000 s.d 362.000 335.000 48 > 240 s.d 310 270 24 > 262.000 s.d 308.000 285.000 49 > 170 s.d 240 200 25 > 223.000 s.d 262.000 243.000 50 < 170 140

  KELOMPOK B Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)

  1 > 67.390.000 s.d 69.700.000 68.545.000 26 > 22.640.000 s.d 23.950.000 23.295.000 2 > 65.120.000 s.d 37.390.000 66.225.000 27 > 21.370.000 s.d 22.640.000 22.005.000 3 > 62.890.000 s.d 65.120.000 64.005.000 28 > 20.140.000 s.d 21.370.000 20.755.000 4 > 60.700.000 s.d 62.890.000 91.795.000 29 > 18.950.000 s.d 20.140.000 19.545.000 5 > 58.550.000 s.d 60.700.000 59.625.000 30 > 17.800.000 s.d 18.950.000 18.375.000 6 > 56.440.000 s.d 58.550.000 57.495.000

  31 > 16.690.000 s.d 17.800.000 17.245.000 7 > 54.370.000 s.d 56.440.000 55.405.000 32 > 15.620.000 s.d 16.690.000 16.155.000 8 > 52.340.000 s.d 54.370.000 53.355.000 33 > 14.590.000 s.d 15.620.000 15.105.000 9 > 50.350.000 s.d 52.340.000 51.345.000 34 > 13.600.000 s.d 14.590.000 14.095.000 10 > 48.400.000 s.d 50.350.000 49.375.000 35 > 12.650.000 s.d 13.600.000 13.125.000 11 > 46.490.000 s.d 48.400.000 47.445.000 36 > 11.740.000 s.d 12.650.000 12.195.000 12 > 44.620.000 s.d 46.490.000 45.555.000 37 > 10.870.000 s.d 11.740.000 11.305.000 13 > 42.700.000 s.d 44.620.000 43.705.000 38 > 10.040.000 s.d 10.870.000 10.455.000 14 > 41.000.000 s.d 42.700.000 41.895.000 39 > 9.250.000 s.d 10.040.000 9.645.000 15 > 39.250.000 s.d 41.000.000 40.125.000 40 > 8.500.000 s.d 9.250.000 8.875.000 16 > 37.540.000 s.d 39.250.000 38.395.000 41 > 7.790.000 s.d 8.500.000 8.145.000 17 > 35.870.000 s.d 37.540.000 36.705.000 42 > 7.120.000 s.d 7.790.000 7.455.000 18 > 34.240.000 s.d 35.870.000 35.055.000 43 > 6.490.000 s.d 7.120.000 6.805.000 19 > 32.650.000 s.d 34.240.000 33.445.000 44 > 5.900.000 s.d 6.490.000 6.195.000 20 > 31.100.000 s.d 32.650.000 31.875.000 45 > 5.350.000 s.d 5.900.000 5.625.000 21 > 29.590.000 s.d 31.100.000 30.345.000 46 > 4.840.000 s.d 5.350.000 5.095.000 22 > 28.120.000 s.d 29.590.000 28.855.000 47 > 4.370.000 s.d 4.840.000 4.605.000

  24 > 25.300.000 s.d 26.690.000 25.995.000 49 > 3.550.000 s.d 3.940.000 3.745.000 25 > 23.950.000 s.d 25.300.000 24.625.000 50 > 3.200.000 s.d 3.550.000 3.375.000

   Bangunan :

  a. : Kelas 20 ( Rp. 50.000,- ) s.d. Kelas 1 ( Rp. 1.200.000,- )

  b. : Kelas 20 ( Rp. 1.516.000,- ) s.d. Kelas 1 ( Rp. 15.250.000,- )

TABEL 2.2 KLASIFIKASI PENGGOLONGAN DAN KETENTUAN NILAI JUAL

  BERDASARKAN KEP.MEN.KEU NO : 523/KMK.04/1998 Bangunan KELOMPOKB

  KELOMPOK A Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bm Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bm

Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)

  1 > 14.700.000 s.d 15.800.000 15.250.000 1 > 1.034.000 s.d 1.366.000 1.200.000 2 > 13.600.000 s.d 14.700.000 14.150.000 2 > 902.000 s.d 1.034.000 968.000 3 > 12.550.000 s.d 13.600.000 13.075.000 3 > 744.000 s.d 902.000 823.000 4 > 11.550.000 s.d 12.550.000 12.050.000 4 > 656.000 s.d 744.000 700.000 5 > 10.600.000 s.d 11.550.000 11.075.000 5 > 534.000 s.d 656.000 595.000 6 > 9.700.000 s.d 10.600.000 10.150.000 6 > 476.000 s.d 534.000 505.000 > 8.850.000 s.d 9.700.000 9.275.000 7 > 382.000 s.d 476.000 429.000 8 > 8.050.000 s.d 8.850.000 8.450.000 8 > 348.000 s.d 382.000 365.000 9 > 7.300.000 s.d 8.050.000 7.675.000 9 > 272.000 s.d 348.000 310.000 10 > 6.600.000 s.d 7.300.000 6.950.000

  10 > 256.000 s.d 272.000 264.000 11 > 5.850.000 s.d 6.600.000 6.225.000 11 > 194.000 s.d 256.000 225.000 12 > 5.150.000 s.d 5.850.000 5.500.000 12 > 188.000 s.d 194.000 191.000 13 > 4.500.000 s.d 5.150.000 4.825.000 13 > 136.000 s.d 188.000 162.000

  14 > 3.900.000 s.d 4.500.000 4.200.000 14 > 128.000 s.d 136.000 132.000 15 > 3.350.000 s.d 3.900.000 3.625.000 15 > 104.000 s.d 128.000 116.000 16 > 2.850.000 s.d 3.350.000 3.100.000 16 > 92.000 s.d 104.000 98.000 17 > 2.400.000 s.d 2.850.000 2.625.000 17 > 74.000 s.d 92.000 83.000 18 > 2.000.000 s.d 2.400.000 2.200.000 18 > 68.000 s.d 74.000 71.000 19 > 1.666.000 s.d 2.000.000 1.833.000 19 > 52.000 s.d 68.000 60.000 20 > 1.366.000 s.d 1.666.000 1.516.000 20 < 52.000 50.000

2.7.4 Objek Pajak 1) Objek Pajak PBB

  Menurut Mardiasmo (2011) yang menjadi objek pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang.

  Dalam dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor

  • – faktor sebagai berikut : 1) Letak 2) Peruntukan 3) Pemanfaatan 4) Kondisi lingkungan dan lain – lain

a. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB

  Menurut Mardiasmo (2011:334), Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak seperti dibawah ini :

  1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:

  a) Di bidang ibadah, contohnya masjid, gereja dan vihara b) Di bidang kesehatan, contohnya rumah sakit c) Di bidang pendidikan, contohnya madrasah dan pesantren d) Di bidang sosial, contohnya panti asuhan e) Di bidang kebudayaan nasional, contohnya museum dan candi

  2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu 3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan

  4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

  5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

  b. Subjek Pajak PBB

  Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No.12 Tahun 1994, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

  1) Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau; 2) Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; 3) Memiliki bangunan, dan atau; 4) Menguasai bangunan, dan atau; 5) Memperoleh manfaat atas bangunan Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

  c. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

  Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak

  d. Dasar Pengenaan Pajak Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.

  12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi Undang- Undang No. 12 Tahun 1994 Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :

  1) harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar; 2) perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

  3) nilai perolehan baru; 4) penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

  e. Dasar Penghitungan Pajak Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No.

  12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi Undang- Undang No. 12 Tahun 1994, dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

  1) Objek pajak perkebunan adalah 40% 2) Objek pajak kehutanan adalah 40% 3) Objek pajak pertambangan adalah 40% 4) Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

  a) Apabila NJOP- nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%

  b) Apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

f. Rumus Penghitungan Pajak

  Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP 1) Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

  = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

  2) Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

  Keterangan :

  1. NJKP = Nilai Jual Kena Pajak

  2. NJOP = Nilai Jual Objek Pajak

  3. NJOPTKP = Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

2.8 Variabel-variabel Penelitian

2.8.1 Kepatuhan Wajib Pajak

  Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh adalah taat pada aturan. Jadi kepatuhan adalah ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Menurut Nurmantu (2010:148) dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan yaitu:

  1. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana

  Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi:

  a. Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu.

  b. Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.

  c. Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengertian kepatuhan materiil sesuai dengan penjelasan dari Rahayu (2010:110) adalah: a. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak apabila petugas membutuhkan informasi.

  b. Wajib pajak berikap kooperatif (tidak menyusahkan) petugas pajak dalam pelaksanaan proses administrasi perpajakan.

  Kepatuhan material menurut Rahayu (2010:110) adalah dimana suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara subtansi/hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

  c. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan tindakan sebagai warga negara yang baik. Pengertian kepatuhan pajak adalah suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam situasi dimana wajib pajak paham dan berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang

  • –undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar dan membayar pajak tepat pada waktunya pajak (Zain, 2003:31 dalam

2.8.2 Sikap Wajib Pajak

  Sikap sebagai pre disposis tingkah laku manusia (La Midjan 1994 dalam Agus Nugroho 2006) sangat dipengaruhi oleh rangsangan dan stimulus tertentu. Dapat dikatakan bahwa rangsangan diperoleh dari luar pribadi individu, kemudian akan membentuk persepsi antara lain sebagai hasil hubungan di dalam suatu lingkungan sosial. Sikap juga merupakan hasil dari faktor genetis dan proses belajar, dan selalu berhubungan dengan suatu obyek produk.

  Sikap Wajib Pajak dapat diartikan sebagai pernyataan atau pertimbangan evaluatif dari Wajib Pajak, baik yang menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai objek, orang atau peristiwa (Hardika, 2006:77)

  Apabila Wajib Pajak merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua Wajib Pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara Wajib Pajak badan dengan perorangan, Wajib Pajak besar dengan Wajib Pajak kecil dalam artian bahwa semua Wajib Pajak diperlakukan secara adil maka setiap Wajib Pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri Wajib Pajak.

  Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap Wajib Pajak adalah pernyataan, pertimbangan atau prespektif individu dari Wajib Pajak yang menjadi dasar interaksi dengan orang lain atau peristiwa, baik itu menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai suatu objek.

2.8.3 Kesadaran Wajib Pajak

  Kesadaran adalah keadaan mengetahui, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak, sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak (Rahayu, 2010:141).

  Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, efektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah (Tarjo dan Suwarjuwono, 2005:126)

  Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajiban dan memberikan kontribusi kepada negara yang menunjang pembangunan negara. membayar pajak merupakan suatu beban namun mereka menganggap hal ini adalah suatu kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara sehingga mereka tidak keberatan dan membayar pajaknya dengan sukarela. Hal ini terjadi karena mereka memiliki pandangan bahwa membayar pajak merupakan salah satu cara untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui pajak sehingga mendukung kebijakan pajak oleh pemerintah.

2.8.4 Pengetahuan Perpajakan

  Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Hardiningsih dan Yulinawati, 2011, dalam Naky 2013).

  Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak.

  Konsep Pengetahuan pajak menurut Rahayu (2010:139) yaitu wajib pajak harus meliputi pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia dan pengetahuan mengenai fungsi perpajakan.

  Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan atau seorang wajib pajak dalam berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

2.9 Hasil Penelitian Terdahulu

  Johan Yusdinar, dkk (2015) melakukan pengujian terhadap pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan. Faktor-faktor tersebut adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Pengetahuan Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Pajak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara serentak SPPT, Pengetahuan Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

  Agus Nugroho (2006) melakukan pengujian tentang pengaruh sikap Wajib Pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di kota Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi sikap Wajib Pajak terhadap pelaksanaan sanksi,pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan maka makin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.

  Arief Rachman, dkk (2008) dalam penelitiannya menguji pengaruh pemahaman, kesadaran, serta kepatuhan Wajib Pajak PBB terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kecamatan kota Sumenep kabupaten Sumenep. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa pemahaman Wajib Pajak dan kepatuhan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB, namun kesadaran perpajakan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB.

  Nur Imaniyah, dkk (2008) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh penghasilan dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB di kelurahan Tegalrejo kota Pekalongan. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa penghasilan Wajin Pajak dan pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan membayar PBB.

2.10 Hipotesis

  Hipotesis adalah penjelasan sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai masalah yang sedang dipelajari, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih (Dwiyanti, 2010) perumusan yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan yaitu sikap,kesadaran dan pengetahuan perpajakan.

  1. Pengaruh sikap Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB Berdasarkan penelitian I Gede Prayuda Budhiartama, dkk (2016)

  Sikap wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada Kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Artinya semakin baik sikap wajib pajak maka kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan semakin tinggi.

  H

  1 : Sikap Wajib Pajak berpengaruh terdahap kepatuhan Wajib Pajak

  dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan

  2. Pengaruh kesadaran Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB Wajib Pajak yang memiliki kesadaran tinggi tidak menganggap membayar pajak merupakan suatu beban namun mereka menganggap hal ini adalah suatu kewajiban dan tanggungjawab mereka sebagai warga Negara sehingga mereka tidak keberatan dan membayar pajaknya dengan sukarela (Yusdinar dkk,2015)

  Berdasarkan penelitian Teguh Erawati (2017) kesadaran Wajib Pajak tentang perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini berarti sikap sukarela peraturan, pemahaman tentang pajak, tidak menunggak pembayaran, dan kepercayaan penuh terhadap aparat pajak mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. H

  2 : Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

  3. Pengaruh pengetahuan perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

  Menurut penelitian Teguh Erawati (2017) Pengetahuan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak bumi dan bangunan. Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan atau seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka .Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan perpajakan maka tingkat kepatuhannya juga semakin meningkat. H

  3 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

2.11 Kerangka Pemikiran

  

Gambar 2.1

1 Kerangka Pemikiran Sikap Wajib Pajak (X ) Kepatuhan Wajib Pajak

  Kesadaran Wajib dalam membayar Pajak Pajak (X 2 )

  Bumi dan Bangunan (Y) Pengetahuan Perpajakan (X 3 )

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

0 1 12

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

3 58 12

PENGARUH PENERAPAN SISTEM E-FILING, PEMAHAMAN PERPAJAKAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

0 1 19

PENGARUH SIKAP, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN TUBAN KABUPATEN TUBAN SKRIPSI

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - PENGARUH SIKAP, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYARPAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KECAMATAN TUBAN KABUPATEN TUBAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 8

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KESADARAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK, DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan Klurak Kecamatan Candi Sidoarjo)

0 0 25

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KESADARAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK, DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi kasus di Desa Sedengan Mijen Kecamatan Krian Sidoarjo)

0 0 20

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PAJAK, SANKSI PAJAK, KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI dan BANGUNAN PADA DESA MASANGAN KULON KEC. SUKODONO

0 0 18

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KESADARAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK, dan KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Kecamatan Krembung Kelurahan Krembung Sidoarjo)

0 0 27

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DIKOTA PALEMBANG

2 6 32