JurnalKajianUpayaPenguatanMicrobankingdiSumateraBa.

1
EXECUTIVE SUMMARY

Kajian Upaya Penguatan Peran Microbanking dan Pendekatan
Pembiayaan Kelompok dalam Rangka Pengembangan UMK
di Sumatera Barat 
Tim Peneliti
Syukri Lukman (Ketua), Niki Lukviarman, Harif Amali Rivai,
Tafdil Husni, Syafrizal, Maruf

Latar Belakang
Isu dominan yang muncul dalam proses pembiayaan usaha mikro dan kecil, antara lain:
perusahaan dianggap tidak layak secara bisnis, kurang informasi, tidak memiliki agunan
dan/atau agunan yang ada tidak mencukupi, serta berbagai permasalahan lega litas.
Berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan UMK terlihat dari komitmen pemerintah
melalui perbankan, namun masih terkendala pada permasalahan usaha UMK yang
umumnya masih terkategori belum bankable, terutama dikaitkan dengan ketentuan
prudential banking yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Keberadaaan microbanking
(seperti BPR dan BRI unit) memberikan manfaat yang cukup besar dalam mendorong
pertumbuhan UMK di Indonesia. Salah satu pendekatan dalam pengelolaan kredit pada
usaha mikro adalah dengan pember ian pinjaman berkelompok. Bank Indonesia melalui

Pola Hubungan Bank dengan Kelompok (PHBK) telah mengimplementasikan konsep
tersebut. Sasaran PHBK ini terutama ditujukan kepada Usaha Mikro dan Ke lompok
Swadaya Masyarakat (KSM) . Pendekatan pembiayaan kelomp ok (group lending)
tersebut merupakan salah dari beberapa pola (Misal: Klaster dan Kemitraan) yang
diadopsi dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK). Tingkat keberhasilan
pembiayaan dengan pola berkelompok pada beberapa negara-negara berkembang
memperlihatkan kondisi yang berbeda . Perbedaaan tingkat keberhasilan tersebut sangat
mungkin disebabkan oleh fa ktor ekonomis dan non-ekonomis.
Tinjauan Literatur
Pembiayaan oleh lembaga keuangan mikro dengan pola pendekatan kelompok telah
banyak dikembangkan di berbagai negara berkembang. Model pembiayaan yang
dilakukan oleh lembaga keuangan mikro relatif bervariasi antara suatu negara dengan
negara lain. Misalnya, Grameen Bank yang populer di Bangladesh dan BancoSol di
Bolivia, FINCA dan ROSCA di Afri ka, menerapkan pola pinjaman berkelompok dengan
mekanisme jaminan kelompok ( joint liability). Sementara pola pinjaman kelompok
melalui credit union dan koperasi menerapkan mekanisme jaminan kelompok melalui
pola simpanan wajib dan simpanan sukarela. Sementara di Indonesia, pendekatan yang
serupa juga diterapkan oleh BRI unit desa (village bank) melalui penerapan pinjaman
dengan pola mekanisme jaminan individu. Secara lebih terinci jenis model pembiayaan
oleh lembaga keuangan mikro tersebut dapat dilihat pada t abel berikut.



Penelitian ini terselenggaran atas kerjasama antara Bank Indonesia dan Center for Banking Research
Universitas Andalas, Des 2008

Center for Banking Research

2

Center for Banking Research

3
Tipe Pembiayaan oleh Lembaga Keuangan Mikro

Prosedur Dasar

Tugas Kelompok

Mekanisme
Jaminan


Elemen
Modal Sosial
(Social Capital)

Model yang
tersedia

Type 1

Type 2

Type 3

Kelompok dibentuk dengan anggota 3 -10
orang. Pinjaman diberikan pada
kelompok yang secara kolektif menjamin
pengembalian pinjaman. Hal ini dikaitkan
dengan akses terhadap pinjaman
berikutnya ditentukan oleh keberhasilan

tingkat pengembalian pinjaman oleh
semua anggota.

Kelompok dengan anggota 50 200 orang atau lebih.
Pinjaman diberikan pada
individu dalam angota
kelompok yang secara kolektif
menjamin pengembalian
pinjaman.

Mirip dengan metode landing
tradisional, dimana dana
dipinjamkan pada individu
berdasarkan jaminan.

Menyeleksi anggota, memilih ketua,
menilai, memutuskan dan menyetujui
jumlah pinjaman yang dibutuhkan
anggota, menjamin pengembalian
pinjaman dan mengumpulkan cicilan,

serta memberikan sanksi pada anggota
yang tidak melakukan pembayaran.

Mengorganisir pertemuan
mingguan dengan anggota,
memonitor pengembalian
kredit anggota.

Menyediakan informasi pada
pemberi pinjaman tentang
resiko kredit, latar belakang
kredit anggota dan informasi
lain yang diperlukan pemberi
pinjaman.

Jaminan teman sejawat.
Peningkatan batasan kredit berdasarkan
catatan pembayaran pinjaman
sebelumnya.
Simpanan wajib.


Jaminan teman sejawat.
Simpanan wajib dan sukarela.
Pinjaman progresif

Jaminan fisik
Pinjaman progresif

Sangat Tinggi
-Mutual trust
-Saling mengenal sesama anggota dengan
baik
-Menganut norma sosial dan konvensi
yang sama.

Moderat

Rendah

Tempat tinggal yang saling

berjauhan dan berpencar.

Anggota kelompok kurang
mengenal satu dengan yang
lainnya.

Koperasi dan Kredit Union
contoh: SANASA Srilanka,
Cameroon Credit Union dll.

BRI Unit Desa,
Badan Kredit Kecamatan,
Kredit Usaha Rakyat Kecil

Kelompok solidaritas, bank desa,
lembaga keuangan mikro. contoh:
Grameen Bank, BRAC Bangladesh,
ACCION Internasional Bancosol Bolivia.

Source: (Gurgad, Pederson et al. 1994), (Magil 1994), (Hulme dan Mosley 1996).


Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan (misal, Greenberg, 1999; Hackman,
1990), terungkap bahwa keberhasilan kelompok, yang diperlihatkan oleh kinerja
kelompok tersebut ditentukan oleh (1) Solidaritas dan loyalitas pada kelompok (group), (2)
Keikutsertaan anggota dalam pengambilan keputusan yang dibuat oleh dan untuk
kelompok, (3) Komitmen para anggota untuk menjalankan setiap keputusan yang dibuat
oleh kelompok, (4) Adanya rasa saling percaya dan mempercayai sesama anggota dalam
kelompok (mutual trust in group), (5) Setiap keputusan dan kebijakan yang diambil oleh
kelompok, para anggota berkemauan untuk menjalankannya dengan baik.
Berdasarkan model yang diajukan oleh Fishben dan Ajzen (1967) yang dikenal dengan
beliefs-attitudes-behavioral intentions model, maka dapat dikatakan bahwa hubungan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kelompok (group) adalah bersifat hierarikis.
Hubungan hierarkisnya dapat diperlihatkan seperti gambar berikut.

Center for Banking Research

4
Gambar Hubungan Hirarki Behavioral dan Kinerja Kelompok

S ilid a r it a s s a n

L o y a lit a s p a d a G r o u p

M in a
m e n ja
K e s e p a k a
G ro

M u t u a lT r u s t
d a la m G r o u p

t u tk
la n k a n
t a n d a la m
u p

K in e r ja G r o u p

K o m it m e n p a d a
G ro u p


Secara umum lembaga keuangan mikro memberikan bantuan yang cukup besar pada
usaha mikro untuk menjalin hubungan dengan berbagai pihak seperti pemerintah,
konsumen, pemasok, lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder lainnya yang pada
akhirnya dapat memperluas j aringan (net working) dan social capital dari pengusaha
mikro tersebut. Misalnya di Poltar-Slovakia, lembaga keuangan mikro bekerjasama
dengan sebuah lembaga swadaya masyarakat dalam menyediakan berbagai layanan untuk
para pelaku usaha mikro seperti: penelitian pasar, pelatihan, pembinaan dan supervisi
pinjaman usaha mikro. Penelitian yang dilakukan oleh Alexeeva dan Mosley (2004) di
slovakia menunjukkan bahwa responden usaha mikro setuju bahwa lembaga keuangan
mikro telah membantu mereka berhubungan dengan lembaga pemerintah 54% dan
organisasi lainnya (20%).
Kajian terhadap dampak program LKM telah banyak dilakukan di berbagai negara (misal
studi yang dilakukan Zohir dan Matin, 2004). Beberapa kajian yang dilakukan did orong
oleh kebutuhan agar peran LKM menjadi semakin meningkat sehingga mampu
memberikan dampak yang signifikan terhadap pengembangan ekonomi dan sosial
masyarakat. Pada tabel berikut, dijelaskan berbagai dampak sosial dan ekonomis terhadap
usaha mikro dan kecil dari keberadaan LKM menggunakan beberapa variabel berikut.
Tabel 2.4. Dampak Sosial dan Ekonomis LKM
No
1

2
3
4
5
6

Dampak Sosial
Tingkat pendidikan anggota keluarga semakin meningkat
Meningkatnya partisipasi wanita dalam berusaha
Meningkatnya jaringan sosial (social network)
Meningkatnya link antara pengusaha dengan pemerintah, LSM, dan
Stakeholder lainnya
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang lembaga keuangan
Mendorong masyarakat untuk berwirausaha

Dampak Ekonomis
Bertumbuhnya jumlah usaha mikro
Meningkatnya skala usaha
Meningkatnya penyerapan tenaga kerja
Meningkatnya penghasilan masyarakat
miskin
Mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal
Meningkatkan mobilasi dana masyarakat

Peran lembaga keuangan mikro pada berbagai negara berkembang (misal; Bangladesh)
memberikan dampak yang signifikan terutama dalam hal pengurangan tingkat
kemiskinan. Pada dasarnya peran lembaga keuangan mikro dapat dilihat dari empat
fungsi berikut; (1) financing, (2) social intermediary, (3) service market, (4)
entrepreneur. Dengan demikian, keberhasilan dari sebuah lembaga keuangan mikro

Center for Banking Research

5
ditunjukkan oleh indikator sampai sejauhmana sebuah LKM dapat mengakomodasi
berbagai fungsi di atas. Dari sisi lain, ke empat fungsi di atas juga menggambarkan
keunggulan LKM dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya yang dikenal secara
umum.
Sejalan dengan perubahan pola pendanaan, cakupan operasi lembaga keuangan mikro
telah berkembang sepanjang waktu. Intititusi lembaga keuangan mikro telah berkembang
untuk dapat menyediakan berbagai jasa financial yang meliputi deposito, pinjaman, jasa
pembayaran, dan asuransi bagi rumah tangga yang berpendapatan rendah, dan usaha
mikro. Motivasi utamanya tetap untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dan
mengurangi kemiskinan. Grameen Ba nk dan BRI unit desa memberikan pinjaman kepada
individu yang tergabung dengan group. Pinjaman awal yang diberikan sangat kecil,
kemudian dapat ditingkatkan sejalan dengan kemampuan untuk mengembalikan
pinjaman. Hal ini menciptakan insentif untuk melakukan monitoring secara kolektif.
Peran bank dalam tahap awal adalah untuk menilai tahap pertama dari pinjaman. Para
staf lembaga keuangan umumnya direkrut secara local, untuk menekan biaya. Pinjaman
selanjutnnya akan meningkat sejalan dengan pengembangan usah a.
Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor -faktor yang menentukan
keberhasilan dan sustainability pembiayaan UMK melalui pendekatan kelompok oleh
microbanking di Sumatera Barat. Selanjutnya melalui kajian ini diharapkan dapat
memberikan rekomendasi dalam rangka peningkatan peran microbanking dalam
pembiayaan kelompok.
Selanjutnya, penelitian ini mencoba mengembangkan kerangka pemikiran yang didasari
oleh peran Microbanking sebagai salah satu lembaga yang dapat memberikan solusi
terhadap permasalahan klasik yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil. Tujuan
penggunaan dana yang diperoleh dari Microbanking kemungkinan tidak sepenuhnya
digunakan untuk tujuan bisnis. Dengan kata lain, peran Microbanking selain memberikan
financial service juga berdampak terhadap nilai-nilai sosial (misalnya terbentuknya group
landing dan jiwa kewirausahaan). Penguatan peran tersebut tentunya perlu upaya yang
terintegrasi dari pemerintah dan lembaga -lembaga donor (e.g. NGOs) . Kerangka
pemikiran ini dapat dilihat pada g ambar berikut.
Penguatan Micro Banking

Micro Banking

Group Lending
(UMK)

Faktor Penghambat&
Pendukung Program
Pembiayaan Kelompok

Center for Banking Research

Group Lending
Sustainable&
Berkembang

Dampak
Ekonomi dan
Sosial

6
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung dari pelaku UMK dengan menggunakan kuesioner maupun
wawancara dengan guided-open questions dan data tersebut akan dikonfirma si dengan
Focus Group Discussion dengan stakeholder.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat kesuksesan pendekatan berkelompok
(group approach) dipengaruhi oleh sikap dan perilaku nasabah dalam mengelola kredit
secara berkelompok, yang terdiri dari variabel (1) solidaritas dan loyalitas kepada
kelompok; (2) partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan dalam kelompok; (3)
keinginan atau hasrat untuk menjalankan keputusan dan kebijakan yang diambil oleh
kelompok; (4) komitmen t erhadap kelompok; (5) Saling percaya dalam kelompok; (6)
kinerja (performance) dari kelompok. Hubungan antar variabel ditunjukkan dengan pola:
sikap  hasrat menjalankan keputusan/kebijakan group  kinerja group. Peranan
variabel “Hasrat untuk Menjalankan Keputusan Kelompok” tidak memperlihatkan
peranannya sebagai variabel mediator. Hal ini berarti bahwa pengaruh variabel
independen yang berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kelompok adalah “Solidaritas
dan Loyalitas kepada Kelompok ” dan “Rasa Saling Percaya Sesama Anggota dalam
Kelompok”. Sementara itu, variabel independen lainnya yaitu variabel Partisipasi
Anggota dalam Membuat Keputusan dan Komitmen pada Kelompok memperlihat kan
pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini dapat berimplikasi bahwa individu alistik dalam
kelompok sangat menonjol sehingga cenderung mengabaikan keputusan/kebijakan group.
Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa kinerja atau keberhasilan group (kelancaran
kredit) lebih banyak ditentukan oleh kinerja individu. Dengan kata lain, kecenderungan
sikap dari kelompok sebelum mendapatkan kredit berupaya untuk memperlihatkan
intensi yang cukup tinggi hingga kredit diperoleh, tetapi setelah kredit diperoleh akan
muncul perubahan intensi.

Temuan penelitian mengidentifikasi bahwa terdapat tiga permasalahan utama yang
dihadapi bank dalam mengelola pinjaman kelompok yaitu: kemampuan memahami
karakter debitur rendah, kemampuan SDM perbankan yang terbatas, dan tuntutan
karyawan terhadap gaji yang lebih tinggi. Sedangkan secara eksternal terdapat lima
kendala yang masih dihadapi bank meliputi: tingginya resiko pembiayaan terhadap
debitur, nilai agunan debitur yang tidak memadai, persaingan dengan lembaga keuangan
lainnya, lokasi usaha UMK yang sulit dan peraturan Bank Indonesia yang kurang
mendukung. Peraturan Bank Indonesia disini yang dimaksud oleh bank mikro adalah
tidak adanya aturan khusus yang memberikan pengecualian terhadap UMK dalam
mendapatkan kredit terutama yang berkaitan dengan prinsip prudential banking.
Sementara itu menurut bank yang masih aktif dalam menyalurkan pinjaman kelompok
terdapat tiga permasalahan pokok dalam mengelola pinjaman kelompok yaitu: kesulitan
mencari ketua kelompok yang mampu memimpin dengan baik, kesulitan dalam
membentuk kelompok, dan k esulitan dalam mendapat kan agunan yang dapat
dinotarilkan. Sementara itu, bank juga menilai bahwa biaya operasional pinjaman

Center for Banking Research

7
berkelompok juga tergolong tinggi. Biaya operasional yang dimaksud disini oleh bank
terutama yang berhubungan dengan biaya pemrosesan kredit dan biaya pem binaan
nasabah. Lebih jauh bank mengemukakan bahwa terdapat tiga fak tor penyebab
munculnya masalah pada pinjaman kelompok yaitu: penyalahgunaan wewenang oleh
ketua kelompok (moral hazard), penyimpangan penggunaan kredit, dan pembentukan
kelompok yang tidak terencana dengan baik. Sebaliknya tiga fa ktor penting yang
dianggap menunjang keberhasilan penyaluran pinjaman kelompok dari sisi perbankan
adalah: kunjungan rutin petugas yang terjadwal, pelatihan khusus bagi petugas pinja man
kelompok, dan kunjungan non -formal dalam rangka menjalin hubungan emosional.
Menurut perspektif nasabah terdapat tiga faktor penyebab timbulnya masalah internal
dalam kelompok yaitu: pembentukan kelompok tidak terencana dengan baik, anggota
tidak mematuhi prinsip tanggung renteng, dan kurangnya pembinaan serta pengawasan.
Sebaliknya menurut nasabah keberhasilan program pinjaman kelompok tersebut
didukung oleh tiga faktor penting yaitu: sesama anggota kelompok saling mengenal
dengan baik, kunjungan rutin dan terjadwal, dan melakukan pertemuan formal secara
rutin. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kinerja pinjaman kelompok lebih baik
pada kelompok yang memiliki jenis usaha heterogen daripada jenis usaha yang homogen.
Pemberian pinjaman kepada kelompok yang homogen (bergerak disektor trading dengan
produk yang sejenis) cenderung memperihatkan tingkat kesuksesan pengembalian yang
rendah. Hal ini dapat disebabkan karena munculnya kompetisi internal dalam anggota
kelompok. Selanjutnya berdasarkan temuan lapangan mendukung bahwa kesu ksesan
tingkat pengembalian juga dipenaruhi oleh peran aktif tokoh atau masyarakat yang
dianggap berpengaruh terhadap kelompok (misalnya pemuka adapt). K inerja pinjaman
kelompok juga lebih baik pada daerah yang pimpinan adatnya berperan aktif dalam
mengelola kelompok.
Kinerja pengembalian kredit menunjukkan hasil yang bervariasi jika dilihat dari
pendekatan yang digunakan dalam pembentukan kelompok peminjam. Tingkat
pengembalian kredit seratus persen lancar pada kelompok yang usaha anggotanya
bervariasi. Keragaman usaha anggota kelompok memungkinkan mereka untuk
melakukan sinergi satu sama lain sehingga mereka berusaha mempertahankan eksistensi
kelompok tersebut dengan menerapkan prinsip tanggung renteng secara konsisten.
Sebaliknya tingkat pengembalian pin jaman mengalami masalah paling tinggi pada
kelompok yang memiliki usaha sejenis. Kelompok dengan usaha sejenis tersebut
terutama bergerak disektor perdagangan. Para pedagang yang menjual komoditi yang
sama tersebut merasa saling bersaing satu sama lain dan tidak bisa menciptakan sinergi
antara sesama anggota. Hal ini akan memicu timbulnya keengganan anggota untuk
menerapkan prinsip tanggung renteng secara penuh dan pada akhirnya menyebabkan
terjadinya kredit bermasalah (macet). Tingkat kredit bermasalah jug a tergolong tinggi
pada kelompok yang anggotanya memiliki hubungan keluarga. Sejalan dengan temuan
penelitian terdahulu diketahui bahwa peer control sangat rendah pada kelompok yang
anggotanya memiliki hubungan keluarga. Kondisi ini akan memicu munculnya moral
hazard sehingga meningkatkan potensi terjadinya penyimpangan penggunangan kredit
yang pada akhirnya meningkatkan kredit macet.

Center for Banking Research

8
Kesimpulan, Rekomendasi dan Kebijakan.
Kesimpulan
Penelitian tentang pembiayaan UKM dengan pendekatan kelompok (group -approach)
telah banyak dikembangkan diberbagai negara -negara berkembang. Model yang diadopsi
oleh masing-masing negara bervariasi sesuai dengan karakteristik sosial budaya masingmasing negara. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendekatan pembiayaan kelom pok
oleh microbanking di Sumatera Barat dapat diperoleh beberapa kesimpulan berikut:
1. Keberhasilan pendekatan pembiayaan berkelompok ( group lending approach )
sangat ditentukan oleh karakteristik social budaya masyarakat dimana lembaga
pembiayaan –bank mikro (BPR dan BRI Unit) beroperasi
2. Implementasi pembiayaan berkelompok di Sumatera Barat, memperlihatkan
tingkat kesuksesan yang beragam. Keragaman tersebut dipengaruhi karakteristik
social dan budaya yang berdampak terhadap sikap dan perilaku dalam mengelola
kredit. Seperti kisah suskes program pembiayaan kelompok pada BPR Sungai
Rumbai. Keberhasilan pada BPR ini didukung oleh tingginya komitmen anggota
kelompok yang berasal dari etnis yang sama (etnis Jawa). Kelompok tersebut
memiliki ikatan sosial yang cuk up tinggi dan tingkat kepatuhan anggota yang
cukup tinggi terhadap ketua kelompok selaku pemberi rekomendasi. Tanggung
jawab yang dipikul oleh nasabah kelompok ini bersifat tanggung renteng,
sehingga fungsi kontrol sosial (social control) sangat menentukan motivasi dan
komitmen anggota dalam pelunasan kredit.
3. Sebaliknya pada beberapa daerah yang mengalami kegagalan program
pembiayaan kelompok, disebabkan oleh anggota kelompok tidak bersedia
menjalankan prinsip tanggung renteng setelah munculnya permasalahan (kredit
macet). Selain itu faktor moral hazard dari ketua kelompok, pembentukan
kelompok yang tidak terencana dengan baik , dan rendahnya kemampuan
leadership ketua kelompok, juga menjadi faktor pemicu terjadinya kredit
bermasalah.
4. Pada kasus nasabah pinjaman kelompok, yang berusaha di sek tor perkebunan
tingkat keberhasilan lebih tinggi karena kelompok tersebut dikontrol secara
bersama oleh anggotanya dan mereka saling mengingatkan ( peers control).
Tingkat pengembalian kredit ( repayment rate) pada kelompok tersebut cukup
tinggi karena resiko usaha di bidang tersebut relatif rendah serta usaha hasil
perkebunan yang prospektif
5. Kelompok-kelompok usaha yang berhasil dan berkembang melalui pola
pembiayaan ini didukung oleh kepatuhan para anggota terhadap ketu a kelompok
dan norma yang berlaku dalam kelompok . Hal ini disebabkan karena jaminan
terhadap kesuksesan pelunasan kredit diatur oleh ketua dalam bentuk joint
liability atau social collateral.
6. Umumnya bank mikro enggan untuk memberikan kredit secara kelompok tanpa
adanya agunan, hal ini disebabkan bank menerapkan prinsip kehati -hatian
(prudential) dalam rangka meminimalisir resiko. Di sisi lain, sebagian besar
UMK tidak memiliki kolateral tetapi usaha yang dijalankan adalah usaha yang
prospektif.

Center for Banking Research

9
7. Kegagalan dalam pembiayaan kelompok dapat disebabkan oleh persepsi yang
berkembang pada saat pembentukan kelompok. Kelompok yang terbentuk dengan
usia yang relatif muda, terbentuk karena adanya desakan untuk menjalankan
program pemerintah atau perbankan dalam rangka pembiayaan kelompok.
Dengan kata lain pembentukan kelompok tersebut tidak terbentuk secara spontan,
adakalanya di bentuk oleh bank, tidak mencerminkan kebutuhan kelompok serta
dapat berakibat kepada rendahnya komitmen anggota karena variasi dari
perbedaan nilai-nilai personal yang cukup tinggi.
8. Sebaliknya, kelompok yang telah lama terbentuk, kemudian didanai oleh bank
dalam bentuk pemberian kredit memperlihatkan tingkat pengembalian kredit yang
cukup tinggi.
9. Potensi pengembangan program pembiayaan kelompok di Sumatera Barat cukup
besar yang terlihat dari tingginya proporsi responden non kelompok yang
berminat mengikuti program pinjaman kelompok dan bersedia menerapkan
prinsip tanggung renteng.
10. Persepsi nasabah yang bukan penerima pinjaman kelompok terhadap program
pinjaman kelompok mencerminkan pendapat mereka tentang kelompok peminjam
yang ideal dengan karakteristik sebagai berikut: lokasi tempat tinggal anggota
berdekatan, kelompok dibina bersama oleh bank dan pembentuk kelompok,
kelompok dibentuk secara mandiri (atas keinginan sendiri), bersedia menjalankan
prinsip tanggung renteng, jumlah anggota kelompok antara 1 -5 orang dan ketua
kelompok dipilih oleh anggota. Hal ini sejalan dengan penelitian -penelitian
sebelumnya tentang karakteristik pembiayaan kelo mpok yang berhasil.

Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian, maka dapat direkomendasikan berberapa
kebijakan yang dapat membantu perbankan dalam program pembiayaan kelompok
terhadap UMK:
1. Pemberian pinjaman berkelompok sebaiknya d itujukan kepada kelompok yang
telah terbentuk sebelumnya. Minimal kelompok yang dibiayai ini harus sudah
berumur 1 (satu) tahun. Hasil penelitian mendukung bahwa kelompok yang telah
terbentuk sebelumnya melalui proses yang lebih lama akan memiliki komitm en
yang tinggi terhadap tingkat pengembalian kredit. Selain itu juga disarankan
untuk melakukan penyaringan (screening) yang ketat terhadap keluar masuknya
anggota kelompok sehingga anggota kelompok yang terbentuk diharapkan
memiliki komitmen yang tinggi t erhadap kelompok.
2. Penerima pinjaman kelompok terlebih dahulu disarankan harus mendapatkan
rekomendasi dari instansi terkait. Misalnya, kelompok nelayan harus
mendapatkan rekomendasi dari Dinas P erikanan, kelompok PKL harus
mendapatkan rekomendasi dari Dina s Pasar, kelompok peternak mendapat
rekomendasi dari Dinas Peternakan, kelompok petani mendapat rekomendasi dari
Dinas Pertanian. Rekomendasi dari instansi terkait ini diharapkan dapat
membantu bank dalam menyeleksi anggota peminjam yang betul -betul memiliki
karakter yang baik dan mau bekerjasama dalam kelompok.

Center for Banking Research

10
3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dampak ekonomi dan sos ial dari program
pinjaman kelompok masih rendah. Hal ini merupakan indikasi bahwa peran bank
mikro dalam membangun social capital masih rendah. Salah satu upaya yang
perlu dilakukan bank mikro adalah mengembangkan kompetensi tenaga SDM -nya
melalui business coach. Kompetensi ini diharapkan akan dapat membantu
membangun kemampuan leadership ketua kelompok dan membangun social
capital dalam kelompok sehingga terjadi percepatan dinamika kelompok. Namun ,
tugas pembinaan terhadap kelompok tidak mesti dilakukan oleh bank, akan tetapi
bisa dibantu oleh pihak ketiga seperti BDS, KKMB, LSM , Perguruan Tinggi,
apabila pilihan ini dianggap lebih efisie n oleh bank. Keberadaan business coach
ini diharapkan dapat mempercepat pembentukan social capital dalam kelompok
yang sangat diperlukan dalam mengembangkan jaringan usaha kelompok.
4. Tidak semua jenis usaha mikro efektif dilayani oleh bank mikro, menginga t tidak
semua usaha mikro itu bankable. Bagi usaha mikro -kecil yang feasible tapi belum
bankable akan lebih tepat dilayani oleh lembaga keuangan mikro non bank. Bagi
usaha mikro-kecil yang sudah bankable baru dapat dilayani oleh bank mikro
dengan bunga bersubsidi. Selanjutnya usaha kecil yang sudah berkembang lebih
tepat dilayani oleh bank umum dengan tingkat bunga komersial. Selain itu dapat
juga disarankan agar pembiayaan kelompok ini lebih diutamakan bagi UMK,
masyarakat yang berada di pedesaan, dan akses terhadap lembaga keuangan bagi
masyarakat pedesaan.
5. Ketua kelompok merupakan ak tor yang berperan dalam menentukan kesuksesan
atau tingkat pengembalian kredit yang diberikan. Pemilihan terhadap ketua
kelompok sebaiknya diserahkan kepada anggota kelompok. Hal ini dapat
dipahami bahwa anggota kelompok lebih memahami karakter orang -orang yang
didekatnya, sehingga untuk menentukan atau menseleksi ketua tersebut
berdasarkan rekomendasi atau informasi anggota.
6. Temuan penelitian mendukung bahwa kelompok yang dib entuk atas kekeluargaan
dan lokasinya berdekatan, memperlihatkan kinerja pengelolaan kredit yang relatif
baik. Sebaliknya, kelompok yang dibentuk dengan arahan pihak ketiga
memperlihatkan kinerja yang relafit kurang memuaskan. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemberian pinjaman lebih diutamakan pada kelompok yang terbentuk
secara sukarela karena modal sosial dalam kelompok tersebut telah terbina dengan
baik.
7. Disamping prinsip joint liability, keberhasilan pembiayaan kelompok ini juga bisa
ditingkatkan dengan menerapkan konsep agunan alternatif . Sebagai contoh bank
bisa mensyaratkan anggota peminjam untuk membentuk tabungan beku , atau
bank bisa juga mensyaratkan pada peminjam untuk menyerahkan dokumen dokumen penting, seperti ijazah, pada bank.
8. Pemilihan target pembiayaan kelompok seyogianya memperhatikan tingkat
heterogenitas. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan kelompok
pada bidang usaha yang sejenis cenderung memunculkan persepsi terjadinya
kompetisi internal, namun jika bidang usaha kelompok ters ebut bervariasi tingkat
pengembalian kredit cenderung lebih lancar. Target potensial pembiayaan
kelompok dapat diarahkan pada bidang usaha perkebunan dan industri rumah
tangga.

Center for Banking Research

11
9. Bank Indonesia dengan bekerjasama dengan perbankan dan instansi terkait
lainnya, perlu memberikan edukasi dalam rangka merubah mindset penerima
kredit. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persepsi yang berkembang bahwa
program pembiayaan dengan pola berkelompok sering dianggap sebagai program
hibah/bantuan, sehingga komitmen mereka untuk pelunasan kredit cenderung
rendah.
10. Peran sosial budaya sangat menentukan dalam keberhasilan penyaluran kredit
berkelompok. Penyaluran pinjaman berkelompok dimasa yang akan datang
sebaiknya dilakukan pembinaan dengan melibatkan peran kelembagaaan soc ial
budaya masyarakat.
11. Mayoritas penerima kredit berkelompok adalah UKM yang lebih menyukai
pembayaran kredit yang bersifat harian/mingguan. Bagi perbankan, kolektabilitas
yang bersifat harian/mingguan dapat berakibat terhadap peningkatan biaya.
Namun, kolektabilitas yang bersifat harian/mingguan tersebut dapat memudahkan
kontrol dalam rangka mengatasi kredit bermasalah.
12. Secara umum pola pembiayaan berkelompok dapat dilihat dari dua pendekatan
berikut:
Kriteria

Model 1

Model 2

Pendiri

Organisasi

sosial,

Asosiasi

Ju mlah anggota kelompok

5 sampai dengan 25 orang

Persyaratan Administrasi

Disetujui dan

oleh

Tidak dip erlukan

Persyaratan

Disetujui oleh lembaga/instansi

Tidak dip erlukan

Persy aratan a gunan

Diperlukan

Tidak dip erlukan/joint liability

Pembayaran

Langsung

Tabu ngan

Tid ak diperlukan

Penagihan

Langsung

Pengaw asan

LK/BPR dan Pemerintah Lokal

Petani, d an asosiasi lainnya

sehubungan

dengan applikasi pinjaman

diizinkan

Pemerintah desa/nag ari

5 sampai d eng an 10 orang

p emerintah yng relevan

kelompok

kepada

kepada

Dibentuk secara sukarela

anggota

Melalui ketua kelompok
Diperlukan

masing -

masing anggota kelompok

Melalui ketua kelompok
LK/BPR
yang

dibantu

informal

terseb ut

Center for Banking Research

d an

ya ng

Ketua

oleh

ad a

kelomp ok

pimp inan
di

desa

12
13. Prosedur pemberian pinjaman berkelo mpok sebaiknya mengikuti skema berikut:
Identifikasi
Calon anggota
kelompok

Seleksi
Anggota

Pembentukan
Kelompok

Persetujuan
Pimpinan
Nagari/Desa

Permohonan
Kredit

Analisis/Review
Kredit

Rekomendasi
Dinas Teknis

Center for Banking Research

Code of
Conduct

Persetujuan
Kredit

Akad
Kredit

Dokumen yang terkait