M01458

(1)

1 PENGEMBANGAN GANDUM DATARAN RENDAH

MELALUI UJI ADAPTASI GENOTYPE DAN PERAKITAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN MAKANAN BERBASIS BIJI GANDUM (Triticum aestivum L.) DEVELOPMENT OF LOWLAND WHEAT THROUGH ADAPTATION OF GENOTYPE AND CREATION APPROPRIATE TECHNOLOGY OF FOOD PROCESSING BASED

ON GRAINS WHEAT (Triticum aestivum L.)

Oleh

Nugraheni Widyawati, Sony Heru Priyanto, Djoko Murdono, Theresa Dwi Kurnia, Fakultas Pertanian UKSW- Salatiga

Email: heniwidya@gmail.com

Abstrak

Dalam rangka meningkatkan kedaulatan pangan bangsa telah dilakukan penelitian tentang pengembangan gandum dataran rendah melalui uji adaptasi genotype dan perakitan teknologi tepat guna pengolahan makanan berbasis biji gandum, pada Juni 2013 hingga Desember 2013 berlokasi di Desa Tlogoweru, Kabupaten Demak dan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui genotype yang tahan ditanam di dataran rendah. 2. Membuat booklet cara pengolahan makanan berbasis biji gandum. Penelitian ini menggunakan metode percobaan dan explorasi. Pengujian adaptasi genotype dilakukan melalui penanaman 10 genotipe menggunakan Rancangan acak Kelompok dengan 3 Ulangan Perakitan teknologi tepat guna pengolahan makanan berbasis biji gandum dilakukan melalui tahapan :1. Penelusuran pustaka, 2. Penyusunan kerangka jenis olahan dan prosesnya, 3. Penyusunan resep olahan dan modifikasinya, 4. Percobaan pengolahan, 5. Pengujian organoleptik dan laboratories, 6. Penyusunan Booklet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. ada 6 genotipe yang bisa bertahan ditanam didataran rendah. 2. Telah berhasil disusun dan dicetak suatu booklet berisi 25 resep dan cara membuat makanan berbasis biji gandum.

Kata kunci : dataran rendah, gandum , olahan, pengembangan.

Abstract

In order increasing the nation food defence , it has been done a research about lowland wheat development through the genotype adaptation and making the appropriate technology of food based on grains wheat, since June 2013 until December 2013, in Tlogoweru village, Demak Regency and in Satya Wacana Christian University- Salatiga. This research purposes : 1. To find out the the adaptable genotype in lowland area. 2. To producing a booklet about methode of making foods from grains wheat. This research used method of experiment and exploration. The Adaptabilities examination have been done of 10 genotype using Block Randomized design in three replications. The process to produce booklet are : 1. Study of reference, 2. making a concept the kind of food and how to made its 3. Preparation of recipe and modifications. 4. Food processing experiments. 5. Organoleptic and laboratory


(2)

2 assessment. 6. Preparation of Booklet. The result of this research are: 1. There are six genotype of wheat that survive in lowland area. 2. It has been successfully compiled and printed a booklet containing 25 recipes and how to make the foods based on grains wheat.

Keyword : development, foods, lowland, wheat.

PENDAHULUAN

Pusat Studi Gandum UKSW, yang dibentuk tahun 2003, telah menjadi salah satu pelopor pengembangan gandum tropika. Permasalahan yang dihadapi sekarang ini antara lain jenis gandum yang dikembangkan masih terbatas pada varietas untuk dataran tinggi, produksinya belum optimal dan daya serap masyarakat masih rendah. Rendahnya daya serap ini antara lain karena belum mengetahui cara pengolahan hasil panennya yang berbentuk biji gandum. Selain itu di dataran tinggi masih banyak komoditas budidaya yang nilai kompetitifnya lebih tinggi daripada gandum, sehingga perlu ada upaya untuk mengembangkannya didataran menengah dan dataran rendah.

Langkah awal untuk mengembangkan gandum dataran rendah adalah melalui penemuan genotype yang bisa beradaptasi sebagai calon materi untuk dikembangkan menjadi varietas dataran rendah. Uji adaptasi ini perlu dilakukan berulang-ulang karena genotype gandum tersebut akan mengalami cekaman lingkungan yang sangat berat sehingga peluangnya untuk menghasilkan turunan masih diragukan. Genotipe yang berhasil hidup dan menghasilkan biji dilanjutkan dengan uji multilokasi untuk menguji kemantapan sifatnya.

Sejalan dengan upaya penemuan genotype gandum yang potensial dikembangkan di dataran rendah, masyarakat perlu mengetahui cara pengolahan biji gandum menjadi makanan siap saji. Hal ini penting sekali dilakukan untuk bisa meyakinkan masyarakat bahwa bangsa ini bisa memproduksi gandum dan hasilnya mudah diolah menjadi berbagai jenis makanan yang disukai masyarakat. Sejauh ini belum banyak informasi tentang cara mengolah biji gandum, sehingga biji gandum ini belum populer di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui genotype gandum yang bisa bertahan ditanam di dataran rendah 2. Menyusun booklet resep dan cara pengolahan makanan berbasis biji gandum.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga Desember 2013 di desa Tlogoweru, Kabupaten Demak dengan elevasi 10- 25 meter diatas permukaan laut untuk lokasi pengujian genotipe, serta di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga untuk explorasi olahan berbasis biji gandum.


(3)

3 Pengujian genotype dilakukan terhadap 10 genotipe dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan 3 ulangan. Hasil pengamatan diuji menggunakan analisis Sidik Ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar genotype diuji menggunakan Beda Nyata Jujur 5%. Sepuluh genotype yang diuji di dataran rendah adalah : OASIS/SKAUZ//4*BCN CMSS93Y04054M-1M-OY-OHTY, HP1744-01ND, LAJ3302/2*MO88 CMSS92Y0164T-10Y-10M-10Y-010Y-5M-0Y-OHTY, RABE/2*MO88 CMSS92Y01634T-18Y-010M-010Y-010Y-1M-0Y-OHTY, H-21, G-21, ALTAR 84/AE.SQUARROSA (129)//3*ESDA, MENEMEN, BASRIBEY, SELAYAR.

Penyusunan paket teknologi tepat guna olahan makanan berbasis biji gandum dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :1. Penelusuran pustaka, 2. Penyusunan kerangka jenis olahan dan prosesnya, 3. Penyusunan resep olahan dan modifikasinya, 4. Percobaan pengolahan, 5. Pengujian organoleptik, 6. Penyusunan dan setting booklet.7. Pencetakan booklet

Bahan dasar yang digunakan dalam eksplorasi makanan ini adalah biji gandum varietas Dewata hasil penanaman Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian UKSW-Salatiga. Biji gandum tersebut diolah dalam bentuk biji utuh, biji gandum giling kasar, biji gandum giling halus dan katul biji gandum. Jumlah panelis untuk tiap jenis masakan 30 orang. Olahan yang diuji sebanyak 25 jenis resep. Data dianalisis menggunakan analisis statistik sederhana yaitu dengan menghitung rerata hasil skoring dan nilai standar deviasinya. Adapun acuan nilai skoringnya adalah sebagai berikut:

Kelayakan Jual : Sangat Layak (4); Layak (3); Kurang Layak (2); Tidak Layak (1) Kesukaan Panelis : Sangat Suka (4); Suka (3); Kurang suka (2); Tidak suka (1)

HASIL dan PEMBAHASAN A. Tabel 1. Suhu udara dan curah hujan selama penelitian di Demak

Bulan Suhu Maksimum Suhu minimum Curah huja (mm)

Juni 36,2 25,4 0

Juli 36,2 25,4 0

Agustus 36,5 25,2 0

September 38,1 25,3 0

Oktober 37,5 25,1 0

Dari hasil pengamatan suhu udara, terlihat bahwa lokasi penanaman gandum di dataran rendah ini kisaran suhunya antara 25,1 -38,1. Tentu wilayah ini sangat tidak sesuai dengan


(4)

4 persyaratan tumbuh tanaman gandum. Al-Karaki (2012) menyebutkan bahwa suhu optimum tanaman gandum untuk hidup adalah 180C – 24oC. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa sepuluh genotype gandum yang diteliti ini benar-benar hidup pada wilayah yang jangkauan suhu udaranya berada diluar batas optimalnya, yaitu jauh lebih tinggi dari batas suhu optimalnya.

Dari aspek curah hujan, terlihat bahwa selama penanaman sepuluh genotype gandum tersebut berlangsung, di lokasi penelitian tidak ada hujan. Lahan penanaman gandum ini adalah lahan surjan, tetapi pada musim kemarau pasokan air dari irigasi tidak berjalan. Untuk mempertahankan kehidupan genotype tersebut dilakukan penyiraman dua hari sekali. Meskipun demikian, lahan percobaan sangat sering mengalami kekeringan.

B. Pengujian adaptasi genotype

Dilihat dari persentase tanaman yang mampu muncul dipermukaan tanah (field emergence) terlihat bahwa genotype Altar relatif paling rendah, sedangkan Oasis, dan Selayar relatif cukup tinggi yaitu melebihi 50%. Namun jika dilihat dari persentase yang mampu bertahan hidup hingga panen, tidak terlihat ada perbedaan nyata (Tabel 2).

Tabel 2. Penampilan pertumbuhan dan hasil dari 10 genotipe yang ditanam di dataran rendah kabupaten Demak

Genotipe % Seed emergence

% Tanaman Bertahan

Hidup

Tinggi Tanaman

saat Panen

(cm)

Jumlah Anakan

Berat 1000 biji (gram)

Jumlah Biji per Malai

OASIS 61,04 b 15,73 a 17,33 a 2,46 a 22,62 a 13 a

HP1744 39,33 b 5,08 a 16,11 a 1,27 a 19,96 a 10,65 a

LAJ3302 40,92 b 15,32 a 18,31 a 3,26 a 21,21 a 18,88 a

RABE/2*MO88 25,13 ab 14,30 a 14,17 a 1,10 a 7,78 a 7,4 a

H-21 25,46 ab 9,67 a 18,13 a 0,48 a 8,33 a 6,67 a

G-21 26,92 ab 14,26 a 18,61 a 1,12 a 6,03 a 5 a

MENEMEN 27,75 ab 14,32 a 18,19 a 0,88 a 15,07 a 15,8 a

BASRIBEY 43,33 b 11,92 a 16,99 a 1,26 a 13,25 a 10 a

SELAYAR 54,58 b 10,72 a 17,67 a 1,96 a 20,08 a 15,31 a

ALTAR 16,25 a 23,10 a 18,75 a 2,10 a 25,29 a 7,53 a

Tinggi tanaman dari genotype yang bertahan hidup tidak berbeda nyata dan termasuk sangat rendah, yaitu berkisar antara 14,17 cm – 18,75 cm. Rata-rata tinggi tanaman gandum yang optimal misalnya varietas Dewata yang ditanam di dataran tinggi adalah 60 cm (


(5)

5 Widyawati,2013). Dari hasil penanaman genotype di dataran rendah ini jelas sekali bahwa pertumbuhan genotype ini mengalami cekaman lingkungan yang berat, sehingga pertumbuhannya mengalami hambatan. Hal ini diduga terjadi karena beberapa hal yaitu : 1. Intensitas sinar matahari yang tinggi didataran rendah menyebabkan auxin yang terdapat di jaringan meristem tanaman gandum mengalami kerusakan, sehingga peranannya sebagai stimulus pertumbuhan vertical terhambat, 2. Tanaman mengalami laju respirasi yang tinggi, sehingga net asimilasi setiap harinya menjadi rendah dan berakibat kurang mampu untuk mendukung pertumbuhan batang dan daun. 3. Tanaman seringkali mengalami cekaman kekeringan karena air siraman tidak bisa mengimbangi laju evapotranspirasinya, hal ini menyebabkan penyerapan hara, translokasi asimilat dan perbesaran sel jaringan tanaman kurang optimal. Al-Karaki (2012) menyebutkan bahwa cekaman suhu tinggi dan kekeringan adalah factor lingkungan yang sangat penting yang berdampak pada laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum.

Jumlah anakan yang terbentuk dari genotype yang mampu bertahan tidak berbeda nyata dan berkisar antara 0,4 hingga 3,26. Potensi jumlah anakan tanaman gandum yang ditanam di dataran tinggi untuk varietas Dewata bisa mencapai 8 anakan (Widyawati, 2013). Jelaslah bahwa genotype yang ditanam di dataran rendah tersebut sangat rendah jumlah anakannya. Berat 1000 biji dari hasil penanaman sepuluh genotype ini juga tidak berbeda nyata, berkisar antara 6,03 -25,29 gram. Hasil penelitian Puspita dkk (2013) menyebutkan bahwa berat 1000 butir biji gandum dari genotype yang ditanam didataran rendah bisa mencapai 31, 08 gram. Hal ini menunjukkan bahwa berat 1000 butir yang dihasilkan dari penelitian ini masih rendah. Jumlah biji per malai dari sepuluh genotype yang diuji ternyata tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 5 – 18,8 butir. Hasil penelitian Puspita,dkk (2013) terhadap genotype yang ditanam di dataran rendah menunjukkan bahwa jumlah biji per malai bisa mencapai 35 butir. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan hasil dari genotype yang diuji dalam penelitian ini masih sangat rendah. Hasil penelitian Prasad et al., (2011) menyebutkan bahwa pengaruh interaksi antara cekaman suhu tinggi dan kekeringan sangat nyata terhadap total berat kering, indeks panen dan kesuburan spikelet tanaman gandum terutama pada cekaman suhu tinggi hingga 34o C.

Dari sepuluh genotype yang diuji di dataran rendah ini, penampilan pertumbuhan dan hasilnya jauh dari optimumnya karena mengalami cekaman lingkungan yang berat. Namun dari genotype yang bisa bertahan dan bisa memberikan hasil biji tersebut dapat dipilih untuk diuji lebih lanjut. Jika genotype yang dipilih menggunakan kriteri jumlah biji per malai


(6)

6 minimum 10 butir, maka terdapat 6 genotipe yang akan dilanjutkan untuk diuji pada tahun berikutnya, yaitu : OASIS, HP1744, LAJ3302, MENEMEN, BASRIBEY, SELAYAR.

C. Penyusunan booklet teknologi tepat guna pengolahan makanan berbasis biji gandum

Tabel 3. Evaluasi Kelayakan jual dan kesukaan panelis olahan berbahan dasar Biji gandum utuh

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Nasi Goreng biji gandum 2.77±0.86 2.77±0.57

2. Ampyang biji gandum 2.73±0.52 2.70±0.47

3. Tape biji gandum 1.80±0.71 2.13±0.86

4. Wajik biji gandum 3.27±0.45 3.13±0.63

5. Madu Mongso biji gandum 2.77±0.43 2.70±0.47

6. Peyek biji gandum 3.50±0.40 3.60±0.57

Hasil uji organoleptik dari enam jenis olahan biji gandum utuh (Tabel 3), terlihat bahwa rerata scoring dari aspek kelayakan jual dan tingkat kesukaan panelis paling rendah adalah terhadap tape biji gandum. Hal ini antara lain disebabkan oleh rasanya yang kurang manis dan tekstur maupun warna alaminya kurang disukai panelis. Pada pembuatan enam jenis olahan tersebut ditambahkan beberapa bahan yaitu : gula kelapa, santan, ragi tape, bawang, kencur, tumbar, garam, kecap, daun jeruk, tepung beras, tepung tapioka.

Tabel 4. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis olahan berbahan dasar biji gandum giling kasar

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Bubur manis biji gandum 3.37±0.49 3.23±0.43

2. Bubur ayam biji gandum 3.50±0.51 3.67±0.48

3. Jenang biji gandum 3.37±0.49 3.33±0.48

4. Krasikan biji gandum 3.37±0.49 3.20±0.41

Hasil uji organoleptik terhadap empat jenis olahan berbahan dasar biji gandum giling kasar (Tabel 4) menunjukkan bahwa panelis menyebut semua olahan tersebut termasuk kategori layak dijual dan termasuk disukai oleh panelis. Pada pembuatan empat jenis olahan tersebut, bahan dasarnya ditambah dengan gula kelapa, santan, garam, sedikit tepung tapioca. Untuk mengurangi aroma graminae ditambah berbagai jenis rempah yaitu jahe, sereh dan daun pandan.


(7)

7 Tabel 5. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis terhadap olahan berbahan dasar biji gandum giling halus

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Kue Talam biji gandum 3.00±0.00 2.83±0.65 2. Kue Clorot biji gandum 3.23±0.43 2.83±0.53 3. Pastel kering biji gandum 3.03±0.49 3.03±0.49

4. Stick biji gandum 3.30±0.47 3.20±0.41

5. Satru biji gandum 3.10±0.31 3.10±0.55

6. Kismis cokies biji gandum 3.00±0.00 3.00±0.00 7. Kacang salju biji gandum 3.00±0.59 3.00±0.59

8. Nastar biji gandum 3.17±0.38 3.03±0.56

9. Bolu Kukus biji gandum 3.37±0.56 3.40±0.50 10. Mie ayam biji gandum 3.13±0.51 3.13±0.34

11. Krupuk biji gandum 2.97±0.61 3.10±0.80

12. Dawet biji gandum 3.13±0.51 3.40±0.50

13. Dodol gandum 3.50±0.51 3.67±0.48

Tabel 6. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis terhadap olahan berbahan dasar katul biji gandum

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Dodol Katul biji gandum 3.30±0.47 3.10±0.55 2. Cokies katul biji gandum 3.37±0.56 3.20±0.41

Hasil uji organoleptik terhadap tiga belas jenis olahan berbahan dasar biji gandum giling halus (Tabel 5) dan dua jenis olahan berbahan dasar katul biji gandum (Tabel 6) menunjukkan bahwa semuanya termasuk layak jual dan enak menurut panelis. Tambahan bahan dalam olahan ini adalah telur, margarine/mentega, santan, gula, garam, baking powder, ovalet, fermipan, ragi tape, rempah-rempah, keju, susu dan panili.

Koesoemawardani (2007) menyebutkan bahwa sebagai makanan fungsional, maka dibutuhkan juga informasi tentang mutu sensorinya, seperti warna, tekstur, citarasa, sehingga layak dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Suradi (2007) menyebutkan bahwa tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik menggunakan alat indra.

Penambahan bahan dalam berbagai olahan dalam eksplorasi ini bertujuan untuk menambah citarasa, menambah nilai gizi serta mudah dibentuk. Telur, untuk menambah cita rasa lebih renyah, lebih mengembang dan bergizi. Buckle et al. (2007), keberhasilan pengembangan adonan kue ditentukan oleh volume dan kestabilan buih putih telur. Muchtadi dan Sugiono (1992) menyatakan bahwa kandungan gizi telur terdiri dari protein (12.8-13.4 %), karbohidrat (0.3-1.0 %), lemak (10.5-11.8 %), vitamin dan mineral. Margarine atau mentega untuk menambah cita rasa lebih renyah dan gurih. Santan untuk menambah cita rasa


(8)

8 gurih dan tekstur lemas. Dalam kehidupan tradisional, daging buah kelapa merupakan sumber nutrisi yang penuh dengan santan berasa gurih (Yati, 2008). Menurut Qur’aini dan Susanto (2014), kandungan protein santan lebih tinggi dibandingkan mentega, sehingga bisa menghasilkan roti manis yang empuk dan tinggi proteinnya. Gula merah atau gula pasir untuk menambah cita rasa manis. Hasil penelitian Turyoni (2007, dalam Hersoelistyorini dkk, 2010) menunjukkan bahwa penambahan gula kelapa berpengaruh nyata terhadap kualitas dodol tape kulit umbi ubi kayu ditinjau dari aspek warna, aroma, rasa dan tekstur. Garam untuk menambah cita rasa gurih. Baking powder untuk mengembangkan adonan. Pada penelitian pembuatan krupuk susu, menurut Endang (2012) semakin tinggi konsentrasi baking powder yang digunakan, tekstur krupuk menjadi lebih renyah hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya CO2 yang terbentuk dalam adonan. Ovalet untuk melembutkan tekstur adonan. Fermipan untuk mengembangkan adonan. Rempah-rempah, daun pandan, jeruk, panili, frambos untuk memunculkan aroma khas pada makanan yang dihasilkan. Ragi tape untuk fermentasi karbohidrat yang dikandung didalam bahan dasar. Air untuk melarutkan dan melemaskan adonan. Keju, susu, coklat, aneka selai untuk meningkatkan cita rasa.

Hasil percobaan membuat olahan makanan berbasis biji gandum dan uji organoleptik tersebut digunakan sebagai materi dalam penyusunan booklet. Paket teknologi tepat guna ini dibuat dalam bentuk booklet untuk memudahkan pengguna baik sebagai alat untuk sosialisasi maupun pedoman bagi setiap orang yang ingin mencoba membuat olahan tersebut.

KESIMPULAN dan SARAN

1. Genotipe yang terpilih untuk diuji lebih lanjut di dataran rendah adalah OASIS, HP1744, LAJ3302, MENEMEN, BASRIBEY, SELAYAR.

2. Melalui kegiatan eksplorasi berbagai jenis olahan berbasis biji gandum lokal ini telah dihasilkan booklet paket teknologi pengolahan makanan berbasis biji gandum. Booklet tersebut digunakan sebagai salah satu alat sosialisasi dalam rangka menunjang pengembangan gandum tropis dalam negeri dan meningkatkan kedaulatan pangan kita.

Saran selanjutnya adalah masih diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap genotip tersebut sehingga sifat ketahanannya terhadap lingkungan dataran rendah semakin mantap, sebagai calon varietas adaptif dataran rendah. Jenis olahan berbasis biji gandum juga perlu dieksplor lebih lanjut termasuk nilai gizinya dan promosinya agar semakin populer dimasyarakat.


(9)

9 DAFTAR PUSTAKA

Al-Karaki GN. 2012. Phenological Development-Yield Relationship in Durun Wheat Cultivar under Late-Season High Temperature Stress in a Semiarid Environment. International Scholary Reseach Network (ISRN) Agronomy 2012 . ID 456856.

Amertaningtyas D, Padaga MC, Sawitri ME, Al-Awwaly KU. 2010. Kualitas organoleptik (kerenyahan dan rasa) kerupuk rambak kulit kelinci pada teknik buang bulu yang berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 5 (1): 18-22.

Anonim, 2008. Bahan publikasi pengembangan gandum. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan- Direktorat Budidaya Serealia. Booklet 12 halaman.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Food Science. Penerjemah: Purnomo & Adiono . UI Press. Jakarta.

Christine EI, Christopher E, Godwin I. 2012. Nutritional and organoleptic properties of wheat (Triticum aestivum) and beniseed (Sesame indicum) composite flour baked foods. Journal of Food Research 1 (3): 84-91.

Dicky RM, Thomas S, Rizaldi IJ, Aulia MB. 2008. Peran teknologi tepat guna untuk masyarakat daerah perbatasan. Jurnal Sosioteknologi 13 (7): 329-333.

Eka F. 2009. Pengaruh tingkat penambahan tepung terigu terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, mikrostruktur dan mutu organoleptik keju gouda olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 4 (2):17-29.

Endang SSW. 2012. Penggunaan curd dan baking powder pada pembuatan krupuk susu.

http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/pengolahan-hasil-pertanian/211-penggunaan-curd-dan-baking-powder-pada-pembuatan-kerupuk-susu (13 mei 2014). Fennema O R. 1996. Food Chemistry, Third edition. Marcel Dekker, Inc.New York.

Gamal AE, Salah MA, Mutlaq MA. 2012. Nutritional quality of biscuit supplemented with wheat bran and date palm fruits (Phoenix dactylifera L). Food and Nutrition Sciences 3: 322-328.

Harwati T. 2003. Seleksi Galur Tanaman Gandum (Triticum aestivum L) Varietas DWR 162 Keturunan Ke Dua. Laporan Penelitian Oleh Fakultas Pertanian Slamet Riyadi dan Fakultas Pertanian UKSW.

Hersoelistyorini W, Sumanto D, Najih L. 2010. Pengaruh lama simpan pada suhu ruang terhadap kadar protein dodol tape kulit umbi ubi kayu. Jurnal Pangan dan Gizi, 1 (1):24-34.. http://jurnal.unimus.ac.id (13 Mei 2014).

Koesoemawardani D.2007. Analisis sensori rusip dari Sungailiat- Bangka.Jurnal Teknologi dan Industri Hasil pertanian Vol 12 (2): 36-39.


(10)

10 Muchtadi dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud Jendral

Pendidikan PAU Pangan dan Gizi. Bogor: IPB

Olli-Pekka L. 2012. Thesis : Modifying wheat wran for food applications -effect of wet milling and enzymatic treatment. Metropolia University of Applied Sciences.

http://theseus17kk.lib.helsinki.fi/bitstream/handle/10024/46647/Thesis%20Olli-Pekka%20Lehtinen.pdf?sequence=1 (03 Desember 2013).

Qur’aini UA., Susanto WH. 2014. Perbaikan kualitas roti manis di FPTC (Food Production and Training Centre) Universitas Brawijaya Malang (Kajian formulasi penggunaan pasta santan dan telur bebek). http://tehapeub.net/ejurnal/41dfd-Ulfa-Asyfarina-Qur-ani.pdf (13 Mei 2014).

Prasad, P. V. V., Pisipati, S.R., Momčilović, I., Ristic, Z. 2011. Independent and combined effects of high temperature and drought stress during grain filling on plant yield and chloroplast EF-Tu Expression in spring wheat. Journal of Agronomy and Crop Science Vol.197, Issue 6, 430–441.

Puspita YC, Widyawati N, Murdono D. 2013. Penampilan pertumbuhan dan hasil dua belas genotype gandum (Triticum aestivum L) ditanam di dataran rendah dalam rangka mencari calon tetua adaptif dataran rendah. Agric- Jurnal Ilmu Pertanian 25 (1): 8-18.

Sarbini D, Rahmawaty S, Kurnia P.2009. Uji fisik, organoleptik dan kandungan zat gizi biskuit tempe-bekatul dengan fortifikasi Fe dan Zn untuk anak kurang gizi.Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. 10 (1): 18-26.

Shewry PR, Hawkesford MJ, Piironen V, Ann-Maija L, Gebruers K, Boros D, Andersson AAN, Aman P, Rakszegi M, Bedo Z, Ward JL. 2013. Natural variation in grain composition of wheat and related cereals. J. Agric, Food Chem. 61 (35):8295-8303. http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf3054092 (22 April 2014).

Simbolon K. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar (Skripsi). Sumatera Utara. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7545/1/09E00208.pdf (13 Mei 2014). Suradi K. 2007. Tingkat kesukaan bakso dari berbagai jenis daging melalui beberapa

pendekatan statistik. Jurnal Ilmu Ternak. 7 (1): 52-57.

Widyawati N.2013. Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum (Triticum aestivum L.) varietas Dewata dalam polybag. Agric- Jurnal Ilmu Pertanian 25 (1): 1-8.

Yati SS, Joko S, Elidar N. 2008. Analisis biokimia minyak kelapa hasil ekstraksi secara fermentasi. Biodiversitas 9 (2): 91-95.


(1)

5 Widyawati,2013). Dari hasil penanaman genotype di dataran rendah ini jelas sekali bahwa pertumbuhan genotype ini mengalami cekaman lingkungan yang berat, sehingga pertumbuhannya mengalami hambatan. Hal ini diduga terjadi karena beberapa hal yaitu : 1. Intensitas sinar matahari yang tinggi didataran rendah menyebabkan auxin yang terdapat di jaringan meristem tanaman gandum mengalami kerusakan, sehingga peranannya sebagai stimulus pertumbuhan vertical terhambat, 2. Tanaman mengalami laju respirasi yang tinggi, sehingga net asimilasi setiap harinya menjadi rendah dan berakibat kurang mampu untuk mendukung pertumbuhan batang dan daun. 3. Tanaman seringkali mengalami cekaman kekeringan karena air siraman tidak bisa mengimbangi laju evapotranspirasinya, hal ini menyebabkan penyerapan hara, translokasi asimilat dan perbesaran sel jaringan tanaman kurang optimal. Al-Karaki (2012) menyebutkan bahwa cekaman suhu tinggi dan kekeringan adalah factor lingkungan yang sangat penting yang berdampak pada laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum.

Jumlah anakan yang terbentuk dari genotype yang mampu bertahan tidak berbeda nyata dan berkisar antara 0,4 hingga 3,26. Potensi jumlah anakan tanaman gandum yang ditanam di dataran tinggi untuk varietas Dewata bisa mencapai 8 anakan (Widyawati, 2013). Jelaslah bahwa genotype yang ditanam di dataran rendah tersebut sangat rendah jumlah anakannya. Berat 1000 biji dari hasil penanaman sepuluh genotype ini juga tidak berbeda nyata, berkisar antara 6,03 -25,29 gram. Hasil penelitian Puspita dkk (2013) menyebutkan bahwa berat 1000 butir biji gandum dari genotype yang ditanam didataran rendah bisa mencapai 31, 08 gram. Hal ini menunjukkan bahwa berat 1000 butir yang dihasilkan dari penelitian ini masih rendah. Jumlah biji per malai dari sepuluh genotype yang diuji ternyata tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara 5 – 18,8 butir. Hasil penelitian Puspita,dkk (2013) terhadap genotype yang ditanam di dataran rendah menunjukkan bahwa jumlah biji per malai bisa mencapai 35 butir. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan hasil dari genotype yang diuji dalam penelitian ini masih sangat rendah. Hasil penelitian Prasad et al., (2011) menyebutkan bahwa pengaruh interaksi antara cekaman suhu tinggi dan kekeringan sangat nyata terhadap total berat kering, indeks panen dan kesuburan spikelet tanaman gandum terutama pada cekaman suhu tinggi hingga 34o C.

Dari sepuluh genotype yang diuji di dataran rendah ini, penampilan pertumbuhan dan hasilnya jauh dari optimumnya karena mengalami cekaman lingkungan yang berat. Namun dari genotype yang bisa bertahan dan bisa memberikan hasil biji tersebut dapat dipilih untuk diuji lebih lanjut. Jika genotype yang dipilih menggunakan kriteri jumlah biji per malai


(2)

6 minimum 10 butir, maka terdapat 6 genotipe yang akan dilanjutkan untuk diuji pada tahun berikutnya, yaitu : OASIS, HP1744, LAJ3302, MENEMEN, BASRIBEY, SELAYAR.

C. Penyusunan booklet teknologi tepat guna pengolahan makanan berbasis biji gandum

Tabel 3. Evaluasi Kelayakan jual dan kesukaan panelis olahan berbahan dasar Biji gandum utuh

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Nasi Goreng biji gandum 2.77±0.86 2.77±0.57

2. Ampyang biji gandum 2.73±0.52 2.70±0.47

3. Tape biji gandum 1.80±0.71 2.13±0.86

4. Wajik biji gandum 3.27±0.45 3.13±0.63

5. Madu Mongso biji gandum 2.77±0.43 2.70±0.47

6. Peyek biji gandum 3.50±0.40 3.60±0.57

Hasil uji organoleptik dari enam jenis olahan biji gandum utuh (Tabel 3), terlihat bahwa rerata scoring dari aspek kelayakan jual dan tingkat kesukaan panelis paling rendah adalah terhadap tape biji gandum. Hal ini antara lain disebabkan oleh rasanya yang kurang manis dan tekstur maupun warna alaminya kurang disukai panelis. Pada pembuatan enam jenis olahan tersebut ditambahkan beberapa bahan yaitu : gula kelapa, santan, ragi tape, bawang, kencur, tumbar, garam, kecap, daun jeruk, tepung beras, tepung tapioka.

Tabel 4. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis olahan berbahan dasar biji gandum giling kasar

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Bubur manis biji gandum 3.37±0.49 3.23±0.43

2. Bubur ayam biji gandum 3.50±0.51 3.67±0.48

3. Jenang biji gandum 3.37±0.49 3.33±0.48

4. Krasikan biji gandum 3.37±0.49 3.20±0.41

Hasil uji organoleptik terhadap empat jenis olahan berbahan dasar biji gandum giling kasar (Tabel 4) menunjukkan bahwa panelis menyebut semua olahan tersebut termasuk kategori layak dijual dan termasuk disukai oleh panelis. Pada pembuatan empat jenis olahan tersebut, bahan dasarnya ditambah dengan gula kelapa, santan, garam, sedikit tepung tapioca. Untuk mengurangi aroma graminae ditambah berbagai jenis rempah yaitu jahe, sereh dan daun pandan.


(3)

7 Tabel 5. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis terhadap olahan berbahan dasar biji gandum giling halus

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Kue Talam biji gandum 3.00±0.00 2.83±0.65 2. Kue Clorot biji gandum 3.23±0.43 2.83±0.53 3. Pastel kering biji gandum 3.03±0.49 3.03±0.49

4. Stick biji gandum 3.30±0.47 3.20±0.41

5. Satru biji gandum 3.10±0.31 3.10±0.55

6. Kismis cokies biji gandum 3.00±0.00 3.00±0.00 7. Kacang salju biji gandum 3.00±0.59 3.00±0.59

8. Nastar biji gandum 3.17±0.38 3.03±0.56

9. Bolu Kukus biji gandum 3.37±0.56 3.40±0.50 10. Mie ayam biji gandum 3.13±0.51 3.13±0.34

11. Krupuk biji gandum 2.97±0.61 3.10±0.80

12. Dawet biji gandum 3.13±0.51 3.40±0.50

13. Dodol gandum 3.50±0.51 3.67±0.48

Tabel 6. Evaluasi kelayakan jual dan kesukaan panelis terhadap olahan berbahan dasar katul biji gandum

Jenis Olahan Rerata Scoring

Kelayakan jual Kesukaan

1. Dodol Katul biji gandum 3.30±0.47 3.10±0.55 2. Cokies katul biji gandum 3.37±0.56 3.20±0.41

Hasil uji organoleptik terhadap tiga belas jenis olahan berbahan dasar biji gandum giling halus (Tabel 5) dan dua jenis olahan berbahan dasar katul biji gandum (Tabel 6) menunjukkan bahwa semuanya termasuk layak jual dan enak menurut panelis. Tambahan bahan dalam olahan ini adalah telur, margarine/mentega, santan, gula, garam, baking powder, ovalet, fermipan, ragi tape, rempah-rempah, keju, susu dan panili.

Koesoemawardani (2007) menyebutkan bahwa sebagai makanan fungsional, maka dibutuhkan juga informasi tentang mutu sensorinya, seperti warna, tekstur, citarasa, sehingga layak dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Suradi (2007) menyebutkan bahwa tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik menggunakan alat indra.

Penambahan bahan dalam berbagai olahan dalam eksplorasi ini bertujuan untuk menambah citarasa, menambah nilai gizi serta mudah dibentuk. Telur, untuk menambah cita rasa lebih renyah, lebih mengembang dan bergizi. Buckle et al. (2007), keberhasilan pengembangan adonan kue ditentukan oleh volume dan kestabilan buih putih telur. Muchtadi dan Sugiono (1992) menyatakan bahwa kandungan gizi telur terdiri dari protein (12.8-13.4 %), karbohidrat (0.3-1.0 %), lemak (10.5-11.8 %), vitamin dan mineral. Margarine atau mentega untuk menambah cita rasa lebih renyah dan gurih. Santan untuk menambah cita rasa


(4)

8 gurih dan tekstur lemas. Dalam kehidupan tradisional, daging buah kelapa merupakan sumber nutrisi yang penuh dengan santan berasa gurih (Yati, 2008). Menurut Qur’aini dan Susanto (2014), kandungan protein santan lebih tinggi dibandingkan mentega, sehingga bisa menghasilkan roti manis yang empuk dan tinggi proteinnya. Gula merah atau gula pasir untuk menambah cita rasa manis. Hasil penelitian Turyoni (2007, dalam Hersoelistyorini dkk, 2010) menunjukkan bahwa penambahan gula kelapa berpengaruh nyata terhadap kualitas dodol tape kulit umbi ubi kayu ditinjau dari aspek warna, aroma, rasa dan tekstur. Garam untuk menambah cita rasa gurih. Baking powder untuk mengembangkan adonan. Pada penelitian pembuatan krupuk susu, menurut Endang (2012) semakin tinggi konsentrasi baking powder yang digunakan, tekstur krupuk menjadi lebih renyah hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya CO2 yang terbentuk dalam adonan. Ovalet untuk melembutkan tekstur adonan. Fermipan untuk mengembangkan adonan. Rempah-rempah, daun pandan, jeruk, panili, frambos untuk memunculkan aroma khas pada makanan yang dihasilkan. Ragi tape untuk fermentasi karbohidrat yang dikandung didalam bahan dasar. Air untuk melarutkan dan melemaskan adonan. Keju, susu, coklat, aneka selai untuk meningkatkan cita rasa.

Hasil percobaan membuat olahan makanan berbasis biji gandum dan uji organoleptik tersebut digunakan sebagai materi dalam penyusunan booklet. Paket teknologi tepat guna ini dibuat dalam bentuk booklet untuk memudahkan pengguna baik sebagai alat untuk sosialisasi maupun pedoman bagi setiap orang yang ingin mencoba membuat olahan tersebut.

KESIMPULAN dan SARAN

1. Genotipe yang terpilih untuk diuji lebih lanjut di dataran rendah adalah OASIS, HP1744, LAJ3302, MENEMEN, BASRIBEY, SELAYAR.

2. Melalui kegiatan eksplorasi berbagai jenis olahan berbasis biji gandum lokal ini telah dihasilkan booklet paket teknologi pengolahan makanan berbasis biji gandum. Booklet tersebut digunakan sebagai salah satu alat sosialisasi dalam rangka menunjang pengembangan gandum tropis dalam negeri dan meningkatkan kedaulatan pangan kita.

Saran selanjutnya adalah masih diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap genotip tersebut sehingga sifat ketahanannya terhadap lingkungan dataran rendah semakin mantap, sebagai calon varietas adaptif dataran rendah. Jenis olahan berbasis biji gandum juga perlu dieksplor lebih lanjut termasuk nilai gizinya dan promosinya agar semakin populer dimasyarakat.


(5)

9 DAFTAR PUSTAKA

Al-Karaki GN. 2012. Phenological Development-Yield Relationship in Durun Wheat Cultivar under Late-Season High Temperature Stress in a Semiarid Environment. International Scholary Reseach Network (ISRN) Agronomy 2012 . ID 456856.

Amertaningtyas D, Padaga MC, Sawitri ME, Al-Awwaly KU. 2010. Kualitas organoleptik (kerenyahan dan rasa) kerupuk rambak kulit kelinci pada teknik buang bulu yang berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 5 (1): 18-22.

Anonim, 2008. Bahan publikasi pengembangan gandum. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan- Direktorat Budidaya Serealia. Booklet 12 halaman.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Food Science. Penerjemah: Purnomo & Adiono . UI Press. Jakarta.

Christine EI, Christopher E, Godwin I. 2012. Nutritional and organoleptic properties of wheat (Triticum aestivum) and beniseed (Sesame indicum) composite flour baked foods. Journal of Food Research 1 (3): 84-91.

Dicky RM, Thomas S, Rizaldi IJ, Aulia MB. 2008. Peran teknologi tepat guna untuk masyarakat daerah perbatasan. Jurnal Sosioteknologi 13 (7): 329-333.

Eka F. 2009. Pengaruh tingkat penambahan tepung terigu terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, mikrostruktur dan mutu organoleptik keju gouda olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 4 (2):17-29.

Endang SSW. 2012. Penggunaan curd dan baking powder pada pembuatan krupuk susu.

http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/pengolahan-hasil-pertanian/211-penggunaan-curd-dan-baking-powder-pada-pembuatan-kerupuk-susu (13 mei 2014). Fennema O R. 1996. Food Chemistry, Third edition. Marcel Dekker, Inc.New York.

Gamal AE, Salah MA, Mutlaq MA. 2012. Nutritional quality of biscuit supplemented with wheat bran and date palm fruits (Phoenix dactylifera L). Food and Nutrition Sciences 3: 322-328.

Harwati T. 2003. Seleksi Galur Tanaman Gandum (Triticum aestivum L) Varietas DWR 162 Keturunan Ke Dua. Laporan Penelitian Oleh Fakultas Pertanian Slamet Riyadi dan Fakultas Pertanian UKSW.

Hersoelistyorini W, Sumanto D, Najih L. 2010. Pengaruh lama simpan pada suhu ruang terhadap kadar protein dodol tape kulit umbi ubi kayu. Jurnal Pangan dan Gizi, 1 (1):24-34.. http://jurnal.unimus.ac.id (13 Mei 2014).

Koesoemawardani D.2007. Analisis sensori rusip dari Sungailiat- Bangka.Jurnal Teknologi dan Industri Hasil pertanian Vol 12 (2): 36-39.


(6)

10 Muchtadi dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud Jendral

Pendidikan PAU Pangan dan Gizi. Bogor: IPB

Olli-Pekka L. 2012. Thesis : Modifying wheat wran for food applications -effect of wet milling and enzymatic treatment. Metropolia University of Applied Sciences.

http://theseus17kk.lib.helsinki.fi/bitstream/handle/10024/46647/Thesis%20Olli-Pekka%20Lehtinen.pdf?sequence=1 (03 Desember 2013).

Qur’aini UA., Susanto WH. 2014. Perbaikan kualitas roti manis di FPTC (Food Production and Training Centre) Universitas Brawijaya Malang (Kajian formulasi penggunaan pasta santan dan telur bebek). http://tehapeub.net/ejurnal/41dfd-Ulfa-Asyfarina-Qur-ani.pdf (13 Mei 2014).

Prasad, P. V. V., Pisipati, S.R., Momčilović, I., Ristic, Z. 2011. Independent and combined effects of high temperature and drought stress during grain filling on plant yield and chloroplast EF-Tu Expression in spring wheat. Journal of Agronomy and Crop Science Vol.197, Issue 6, 430–441.

Puspita YC, Widyawati N, Murdono D. 2013. Penampilan pertumbuhan dan hasil dua belas genotype gandum (Triticum aestivum L) ditanam di dataran rendah dalam rangka mencari calon tetua adaptif dataran rendah. Agric- Jurnal Ilmu Pertanian 25 (1): 8-18. Sarbini D, Rahmawaty S, Kurnia P.2009. Uji fisik, organoleptik dan kandungan zat gizi

biskuit tempe-bekatul dengan fortifikasi Fe dan Zn untuk anak kurang gizi.Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. 10 (1): 18-26.

Shewry PR, Hawkesford MJ, Piironen V, Ann-Maija L, Gebruers K, Boros D, Andersson AAN, Aman P, Rakszegi M, Bedo Z, Ward JL. 2013. Natural variation in grain composition of wheat and related cereals. J. Agric, Food Chem. 61 (35):8295-8303. http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf3054092 (22 April 2014).

Simbolon K. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar (Skripsi). Sumatera Utara. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7545/1/09E00208.pdf (13 Mei 2014). Suradi K. 2007. Tingkat kesukaan bakso dari berbagai jenis daging melalui beberapa

pendekatan statistik. Jurnal Ilmu Ternak. 7 (1): 52-57.

Widyawati N.2013. Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum (Triticum aestivum L.) varietas Dewata dalam polybag. Agric- Jurnal Ilmu Pertanian 25 (1): 1-8.

Yati SS, Joko S, Elidar N. 2008. Analisis biokimia minyak kelapa hasil ekstraksi secara fermentasi. Biodiversitas 9 (2): 91-95.


Dokumen yang terkait