J01063

Jurnal Kelola – MMP UKSW – ISSN Online No: 2443 -0544

Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan Di Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2010 - 2012

Gracevanty Englien Kondatana
gracevantykondatana@yahoo.co.id
Bambang Ismanto
bam_ismanto@yahoo.com

ABSTRACT
Education is an important aspect to create better qualified human resources,
who prepared to become responsible and ready to work. A good access
education can build and improve public understanding about education.
This study mainly describes how the process and result from implementation
of education access expansion policy in East Sumba and any barriers are
faced and limits implementation of education access policy. The
implementation of education access expansion policy is investigated through
four important factors of public policy such as communication, resources,
dispotition, and bureaucratic structure. In general the implementation
process of education access expansion policy has brought a better impact in

increasing the Gross Enrolment Ratio (GER) in East Sumba, although
wasn’t distributed well in urban area and remote area. Some barriers which
are still faced on this policy such as lack of people’s awareness about
education, hilly topography and uneven population distribution, also still
many schools that have not been certified. Some suggestions that can be
taken after doing this research are: 1)for local government was expected to
give more serious supervision, 2)for the Department of Education Youth and
Sports should give more attention to schools that located in remote are, so
the implementation of education access expansion policy can achieve the
target that has already planned by Department of Education Youth and
Sports with the local government, and 3) for schools are suggested to have
approaches toward society or people who still have lack of knowledge so
they will send their children to school.
Keywords: policy implementation, education access expansion, implementation barriers.

Pendahuluan
Sumber Daya Manusia yang bermutu merupakan produk pendidikan yang utama
sebagai kunci keberhasilan suatu bangsa. Wahjoetomo (1994) mengemukakan pendidikan
adalah alat untuk membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang bermartabat,
berahlak mulia dan bahkan mampu meningkatkan atau mempertinggi kualitas tenaga kerja

1

sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional. UNESCO (1972), menyerukan jika ingin
membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari
pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.
Sebagai kunci perbaikan terhadap peradaban maka pendidikan harus menjangkau
semua kalangan. Hal tersebut dimulai dari perluasan dan pemetaan akses pendidikan yang
baik. Oleh sebab itu, pemerintah merumuskannya dalam tiga pilar kebijakan pendidikan
yaitu: 1. Upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu,
relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan 3. Peningkatan tata kelola
akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan (RENSTRA Depdiknas 20052009). Melalui rumusan kebijakan tersebut diharapkan pendidikan semakin berkembang
dengan baik dan memampukan masyarakat menyadari pentingnya pendidikan.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan sering berhadapan dengan masih
terbatasnya akses pendidikan.
Contohnya di Kabupaten Sumba Timur yang memiliki desa-desa yang saling
berjauhan. Akses pendidikan sulit bagi masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anak
mereka karena lokasi sekolah yang berkilo-kilo meter jauh dari pemukiman warga.
Masalah tersebut bukan saja menjadikan masyarakat kurang memahami pentingnya
pendidikan, tetapi juga membuat masyarakat menjadi malas bilamana harus berjalan jauh
hanya untuk bersekolah. Harian Terbit 11 Februari 2013 menunjukkan bahwa di

Indonesia "jumlah anak putus sekolah setiap tahun masih terjadi, celakanya dari tingkat
SD-SMA cukup besar pada tahun 2010 angkanya mencapai 1,08 juta anak". Permasalahan
anak usia sekolah mengalami putus sekolah juga terjadi di Sumba khususnya Kabupaten
Sumba Timur. Angka anak putus sekolah per tahun 2011 terdapat 280 anak putus sekolah
untuk tingkat SD dan 16 untuk tingkat SMU (Timor Express, 2012). Elfindri, (1997)
Faktor yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah masalah perekonomian
masyarakat setempat. Selanjutnya Pada tahun 2010, Kompas.com mengumpulkan
informasi bahwa anak putus sekolah di desa Tanamana kecamatan Pahunga Lodu
kabupaten Sumba Timur terjadi dikarenakan rawan pangan yang diakibatkan kekeringan
dan menjadi ancaman anak wajib belajar 9 tahun mengalami putus sekolah. Selain
masalah kemiskinan, faktor yang juga mempengaruhi anak putus sekolah di daerah ini
adalah lokasi sekolah yang jauh dari rumah peserta didik, dan masalah budaya dimana
masih adanya perbedaan strata sosial yang tinggi (khususnya di desa-desa).
2

Oleh karena itu wajar jika Depdiknas mengeluarkan kebijakan pendidikan salah
satunya adalah upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Pemerintah
menyiapkan dana (program dana BOS dan DAK) untuk terus membangun dan
memperbaik akses pendidikan sebagai salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, tidak berhasil mengurangi

angka anak wajib belajar yang putus sekolah.
Suatu kebijakan perlu untuk di implementasikan agar tujuan yang ingin
diselesaikan dapat tercapai. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012) berpendapat
bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau suatu jenis keluaran (benefit),
atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).
Menurut Edwards dalam Winarno (2012) implementasi kebijakan adalah salah satu
tahap kebijakan public, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi
kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. salah satu dampak dari implementasi
kebijakan publik bisa menjadi rangkaian kesalah pahaman dan penyimpangan terhadap
tujuan para pengambil kebijakan, karena orang-orang yang menentukan kebijakankebijakan publik tidak sama dengan orang-orang yang mengimplementasikan kebijakan
publik tersebut.
Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan dua
pertanyaan, yakni:
1. What is the precondition for successful policy implementation? (prakondisiprakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan
berhasil?)
2. What are the primary obstacles to successful policy implementation?
(hambatan-hambatan

utama


utama

apa

yang

mengakibatkan

suatu

implementasi gagal?)
Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat
faktor atau variabel penting dari kebijakan public. Faktor-faktor atau variable tersebut
yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan (disposisi), struktur
birokrasi. Komunikasi, Menurut Edwards komunikasi adalah penyampaian pesan atau
informasi tentang kebijakan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan.
Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui
3


mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui para pengambil
keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik.
Sumber Daya, Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap
sumberdaya atau dengan kata lain efektifitas kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan tidak
akan berjalan secara baik ketika tidak didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang
tidak tersedia. Sumber-sumber yang penting tersebut meliputi staf yang memadai serta
keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul diatas kertas guna
melaksanakan pelayanan-pelayanan publik (Winarno, 2012).
Kecenderungan/sikap, Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap
positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat
kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan
awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap
implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan
menghadapi kendala yang serius.
Struktur Birokrasi, Birokrasi baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentukbentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalahmasalah sosial dalam kehidupan modern. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur
pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan
kadangkala suatu system birokrasi sengaja diciptakan untuk menjalankan suatu kebijakan
tertentu.
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan penelitian dirumuskan sebagai

berikut: 1)Bagaimana proses dan hasil implementasi kebijakan pendanaan perluasan akses
pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d 2012?
2)Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dan membatasi pelaksanaan implementasi
kebijakan pendanaan perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba
Timur tahun 2010 s/d 2012?.
Sedang tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan proses dan hasil
implementasi kebijakan pendanaan perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di
Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d 2012, 2) mendeskripsikan hambatan-hambatan
apa yang dihadapi dan membatasi pelaksanaan implementasi kebijakan pendanaan
4

perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d
2012.
Metode Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan untuk penelitian ini, maka jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan di Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga (DPPO) Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah melalui metode wawancara, observasi
(pengamatan


survei),

studi

dokumentasi.

Analisis

data

dilakukan

dengan

mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa-sintesa,
menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sebelum melakukan
analisis data, dilakukan pula triangulasi data untuk memvalidasi data yang diperoleh.
Hasil dan Pembahasan
Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 234.642 jiwa,

dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 120.779 jiwa dan perempuan sebanyak
113.863 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 33 jiwa per Km2. dalam kurun waktu
2000-2011 telah mengalami kenaikan 23.56 persen sehingga pada tahun 2012 penduduk
Sumba Timur berjumlah 234.642 orang.
Siswa putus sekolah masih terdapat di Kabupaten Sumba Timur dikarenakan
demografi daerah Sumba Timur, dimana desa-desa di setiap kecamatan berjauhan satu
dengan yang lain, sehingga membuat orang tua sulit untuk menyekolahkan anak-anak
mereka. Untuk memudahkan akses pendidikan agar orang tua tidak mengkawatirkan
sekolah jauh maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur
membangun SD-SD kecil (paralel) di desa-desa terpencil bagi kelas 1-3 karena anak-anak
belum bisa menempuh jarak yang jauh.
Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur
Kebijakan pendanaan nasional dibantu dengan dana daerah menjadi tolak ukur
pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam memperbaiki sistem pendidikan dalam hal ini
implementasi perluasan akses pendidikan menjadi lebih maju dan bagus.

5

Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
terlibat langsung dalam melakukan pengelolaan perluasan akses pendidikan dengan

menggunakan dana-dana yang diperoleh (seperti dana BOS, DAK) dengan cara
membangun fasilitas sekolah baru di SD-SMP satu atap, menambah sarana prasarana yang
meliputi perpustakaan, penambahan ruang kelas, memperbaiki gedung-gedung sekolah
yang sudah rusak, laboratorium, bahkan juga memberikan beasiswa bagi guru-guru yang
melanjutkan studi di Universitas Terbuka (bekerjasama dengan PGSD Udayana Kupang).
Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur
terfokus pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan dari sisi
komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan (disposisi), dan struktur
birokrasi.
Komunikasi, Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah pusat,
sedangkan pelaksana kebijakan adalah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga, institusi sekolah dan masyarakat. Komunikasi antara pembuat dan pelaksana
kebijakan pemerataan perluasan akses pendidikan dalam menggunakan kebijakan program
dana BOS dan DAK yaitu melalui sosialisasi-sosialisasi dan pertemuan yang diadakan
dikantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, sekalipun program dana BOS dan DAK
adalah kebijakan nasional.
Penerimaan program dana BOS setiap institusi sekolah adalah dalam kurun waktu
3 bulan dengan sistem transfer langsung kepada rekening sekolah penerima. Untuk
memperoleh program dana BOS masing-masing institusi sekolah membuat proposal
penggunaan agar komunikasi antara penerima (pelaksana) dan pemerintah bisa berjalan

secara efektif. Hal tersebut juga berlaku dan diterapkan pada DAK, Penerimaan DAK
adalah melalui kas daerah dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan dari
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga meneruskannya kepada sekolah-sekolah yang
membutuhkan atau yang perlu melakukan perbaikan.
Sumber Daya, Dalam mengelola kebijakan-kebijakan program dana BOS dan
DAK untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan, Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur mengakui bahwa masih adanya kekurangan dalam hal
staf. Untuk pembangunan fisik dibutuhkan staf yang latar belakang pendidikannya adalah
sarjana teknis. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga meminta bantuan Dinas terkait
seperti Dinas Pemilihan Umum (PU) yang berhubungan dengan teknis untuk membantu
6

melakukan perencanaan. Semuanya tergantung dari petunjuk teknis (juknis) penggunaan
dana yang bersangkutan.
Dalam perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur, melakukan kajian awal secara kasat mata misalnya melihat bangunan yang perlu
diperbaiki apakah mengalami kategori rusak ringan, sedang dan berat.
Tenaga pendidik adalah sumber daya yang juga dimiliki oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Sumba Timur. Masalah sumber daya manusia dalam hal guru juga dirasakan
masih menjadi masalah utama yang sedang dan sementara di carikan solusi, karena
kekurangan tim pendidik hingga saat ini masih 1.267 tim pendidik.
Selain sumber daya manusia implementasi perluasan akses pendidikan di
Kabupaten Sumba Timur juga didukung oleh dana-dana APBN didalamnya termasuk dana
BOS, APBD (provinsi dan kabupaten Sumba Timur), BOS dan DAK. Dana-dana tersebut
bertujuan untuk memperbaiki sarana prasarana yang berkekurangan disana-sini, bahkan
untuk memberikan beasiswa-beasiswa bagi siswa dan tenaga pendidik.
Kecendrungan/sikap, Dalam mengimplementasikan kebijakan dana-dana untuk
pendidikan yaitu melalui program dana BOS dan DAK, untuk pemerataan perluasan akses
pendidikan, pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tidak
melakukannya sendirian namun bekerjasama dengan setiap institusi sekolah.
Program dana BOS di peroleh setiap sekolah dengan cara via transfer langsung ke
buku tabungan masing-masing sekolah setiap 3 bulan sekali, serta DAK melalui daerah
dan selanjutnya ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.
Dalam implementasi kebijakan program dana BOS dan DAK tidak ditemui
hambatan-hambatan yang nyata dikarenakan setiap pelaksana kebijakan perluasan akses
pendidikan melalui dana BOS dan DAK adalah institusi pendidikan serta pelaksanaannya
melalui petunjuk teknis pelaksanaan.
Adapun kecenderungan-kecenderungan yang bisa menjadi tantangan dalam
implementasi perluasan akses pendidikan dilansir dari dokumentasi RENSTRA Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat
relatif rendah tentang pendidikan, topografi yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk
yang tidak merata, kemampuan/kompetensipengelolaan pendidikan yang belum memadai,
sarana prasarana yang tersedia belum menunjang operasional pelaksanaan tugas, masih
rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan, masih
7

rendahnya koordinasi dalam penyelenggaraan pengelolaan pendidikan, serta masih adanya
peraturan perundang-undangan dibidang pendidikan yang belum sepenuhnya dapat
diterapkan.
Struktur Birokrasi, Dari semua kegiatan implementasi kebijakan yang
dilaksanakan, peran serta pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga,
instaitusi sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Kesemuanya membentuk sinergi
dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tanpa adanya hubungan-hubungan yang
baik antara pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah
dan masyarakat implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak akan
berlangsung dengan baik.
Adapun struktur birokrasi pelaksana kebijakan perluasan akses pendidikan melalui
program dana BOS dan DAK adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan institusi
sekolah, melibatkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Sekolahsekolah dibantu oleh peran komite sebagai perwakilan masyarakat untuk menunjang
tercapainya tujuan implementasi perluasan akses pendidikan.
Dalam implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak ditemui bahwa
ada satuan-satuan sekolah yang gagal. Melihat usaha yang dilakukan dibandingkan dengan
keadaan sebelum program dana BOS dan DAK berlangsung boleh dikatakan setiap
sekolah berhasil dalam penerapan kebijakan melalui BOS dan DAK.
Kinerja pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator utama yaitu melalui
Angka Partisipasi Kasar (APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang Sekolah
Menengah Pertama, rasio siswa per gedung dan rasio siswa per guru. APK untuk jenjang
SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur cenderung mengalami peningkatan. Menurut data
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga pada jenjang pendidikan SD, SMP dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan secara signifikan dimana pada tahun 2012-2013 untuk
SD yaitu 112,09, SMP menjadi 86,36. Namun angka partisipasi ini belum cukup tinggi
untuk mencapai APK 100 persen sebagai target APK yang diinginkan Pemerintah. APK
SD yang mencapai angka 112,09 persen secara signifikan lebih besar dibandingkan
sasaran APK yang ditentukan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga yaitu 100 persen.
Sedangkan pada jenjang pendidikan SMP untuk mencapai target penuntasan wajib
belajar masih diperlukan kenaikan Angka Partisipasi Kasar SMP sebesar 13.64 persen
untuk mencapai sasaran Angka Partisipasi Kasar menjadi 100% pada tahun 2015.
8

Rasio siswa terhadap guru untuk tingkat pendidikan Sekolah Dasar tahun 2011
adalah 14 persen yang berarti satu orang guru mengasuh 14-15 siswa, rasio tersebut cukup
ideal akan tetapi penyebaran guru yang tidak merata antar satuan pendidikan terutama di
pedesaan menjadi permasalahan tersendiri dikarenakan demografi Kabupaten Sumba
Timur. Rasio siswa terhadap guru pada jenjang pendidikan SMP adalah 14 persen atau
satu orang guru mengasuh 15-16 siswa.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga tahun 2011 Kabupaten
Sumba Timur memiliki sarana pendidikan mulai dari PAUD sebanyak 78 prasarana
dengan jumlah siswa sebanyak 2.340 orang dan diasuh oleh tenaga pendidik sebanyak 156
guru. TK/RA sebanyak 38 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.329 siswa yang di
asuh tenaga guru sebanyak 235 orang.
Untuk SD/MI/PLB jumlah satuan pendidikan 236 buah dengan jumlah siswa
sebanyak 40.033 siswa diasuh oleh tenaga guru 2.902 guru, SLTP/MTs sebanyak 59
satuan pendidikan dengan jumlah siswa sebanyak 13.046 orang yang diasuh oleh tenaga
guru sebanyak 18 buah dengan jumlah siswa sebanyak 9.908 orang yang diasuh oleh
tenaga guru sebanyak 608 guru.

Hambatan yang Dihadapi dan Membatasi Pelaksanaan Implementasi Kebijakan
Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 s/d 2012
Beberapa hambatan yang dihadapi dan membatasi pelaksanaan implementasi
perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur antara lain:

1. Kesadaran masyarakat relatif masih rendah tentang pendidikan.
Hambatan utama dalam implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten
Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat masih sangat rendah tentang pendidikan.
Adanya pemikiran masyarakat bahwa mengenyam pendidikan hanyalah membuang waktu
mereka semata.
Pemerintah mengakui bahwa mereka tidak berdiam diri begitu saja tetapi terus
berupaya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat dengan cara menghimbau
masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat bahkan untuk
daerah.

2. Topografi yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata.
9

Masalah topografi daerah yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang
tidak merata adalah hambatan yang membatasi implementasi perluasan akses pendidikan
berlangsung dengan baik. Masyarakat merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang
masih kecil untuk kesekolah yang jauh dari rumah.

3. Masih banyaknya sekolah yang belum bersertifikat.
Adanya sekolah-sekolah yang belum bersertifikat juga adalah hambatan dalam
implementasi perlusan akses pendidikan. Kondisi ini, rawan memicu gugatan warga
sehingga dapat menimbulkan terganggunya implementasi perluasan akses pendidikan.
Banyaknya tanah sekolah yang belum bersertifikat juga dikarenakan kurangnya anggaran
untuk pendataan.

4. Rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan.
Kemajuan IPTEK dalam bidang pendidikan merupakan salah satu faktor
pendukung dalam pemerataan perluasan akses pendidikan. Kebijakan dalam RENSTRA
menyebutkan agar memanfaatkan secara optimal radio, televise, computer dan perangkat
TIK lainya untuk digunakan sebagai media pembelajaran dan untuk pendidikan jarak jauh
sebagai sarana belajar alternative selain menggunakan modul atau tutorial, terutama bagi
daerah terpencildan mengalami hambatan dalam transportasi, serta jarang penduduk.
Namun di Kabupaten Sumba Timur penguasaan dan penerapan IPTEK masih sangat
terbatas. Hal tersebut juga merupakan hambatan bagi implementasi akses pendidikan.

Simpulan dan Saran
Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten
Sumba Timur membawa perubahan positif bagi perkembangan pendidikan. Adanya
komunikasi yang baik antara pembuat, penerima dan pelaksana kebijakan menjadi salah
satu proses implementasi perluasan akses pendidikan berjalan dengan baik. Memiliki
sumber-sumber seperti staff, informasi, dan wewenang yang cukup memadai juga sangat
membantu implementasi perluasan akses pendidikan. Kecenderungan-kecenderungan
negatif yang bisa saja terjadi dalam implementasi perluasan akses pendidikan tidak
ditemui dikarenakan pelaksanaan kebijakan tersebut sudah memiliki peraturan yang
dirumuskan pemerintah pusat dalam bentuk petunjuk teknis penggunaan dana. Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga juga membentuk struktur organisasi kebijakan dengan
tujuan implementasi pelaksanaan tersebut lebih terorganisir. Komunikasi, sumber-sumber,
10

kecenderungan-kecenderungan dan struktur organisasi menghasilkan implementasi
kebijakan perluasan akses pendidikan semakin meningkat. Adanya perubahan APM
(Angka Partisipasi Murni) dan APK (Angka Partisipasi Kasar), meningkatnya rasio siswa
terhadap guru, meningkatnya penduduk 10 tahun keatas yang memiliki kepandaian
membaca dan menulis, serta meningkatnya rasio siswa terhadap sekolah, meskipun belum
mencapai target yang diinginkan oleh pemerintah daerah.
Hambatan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan perluasan akses
pendidikan di Kabupaten Sumba Timur adalah (1) kesadaran masyarakat relatif rendah
tentangg pendidikan, (2) Topografi yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang
tidak merata, (3) Masih banyaknya sekolah yang belum bersertifikat, 4. Rendahnya
penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan.
Dalam usaha pemerataan dan perluasan akses pendidikan, diperlukan pengawasan
serius oleh pemerintah daerah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran
pendidikan, tetapi juga dalam bidang-bidang lain meliputi proses-proses dalam
implementasi perluasan akses pendidikan.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
1. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga harus lebih memperhatikan sekolah-sekolah
yang berada di desa-desa terpencil, sehingga implementasi perluasan akses pendidikan
mencapai target dari sasaran yang sudah direncanakan pemerintah daerah dan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga.
2. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga bersama pemerintah daerah, dan sekolah
selain dari hanya menghimbau juga mengadakan pendekatan-pendekatan kepada
masyarakat yang masih minim pengetahuan agar mau menyekolahkan anak-anak
mereka.
Daftar Pustaka
Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik, Jakarta: Suara Bebas.
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik, Bandung: AIPI Bandung
Akuntono, Indra.

Anggaran Pendidikan Rp 858 M untuk Cegah Putus Sekolah,

Kompas.com Kamis 28 juni 2011.
Anderson, James E. 1979, Public Policy Making, Holt Rinehart & Winston, New York.
Buchori, Mochtar. 2001. Pendidikan antisipatoris, Yogyakarta: penerbit Kanisius.
11

Dunn, William N. 2000. Pengantar analisis kebijakan public, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Elfindri. 1997. Analisis Ekonomi Faktor Resiko Anak Putus Sekolah. Jurnal Ekonomi
dan Keuangan Indonesia , Volume XLV Nomor 1.

Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Penerbit PT Remaja
Rosdakarya.
Gunawan, Ary H. 1991. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina
Aksara.
Ion. Sekolah di Sumba Timur, 75% Dibawah Standart Mutu Nasional, Waingapu.Com
Kamis, 05 April 2012 15:47
Jeki. 2007. Perencanaan Penanggulangan Siswa Putus Sekolah Pada Tingkat Pendidikan
Wajib Belajar 9 Tahun Di Kabupaten Agam. Jurnal Tesis.
Latief . Rawan Pangan Ratusan Anak Terancam Putus Sekolah, kompas.com. Kamis, 22
April 2010 | 09:45 WIB
Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: penerbit PT Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, R. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan,
Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan
Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.
Polmasari, Tety. Tahun ini 1 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah— Harian Terbit. Di
unduh pada Kamis, 2 Agustus 2012 15:25 WIB
Sugiyono. 2010. Memahami penelitian kualitatif, Bandung: penerbit Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Penerbit
Alfabeta
Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: CV Alfabeta
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementtasi Kebijakan Otonomi Daerah,
Jakarta: Penerbit CV Citra Utama.
Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta. Rineka Cipta.
Tilaar, H. A. R. 2009. KEKUASAAN dan PENDIDIKAN Manajemen Pendidikan Nasional
Dalam Pusaran Kekuasaan, Jakarta: Rineka Cipta.
12

_________________, & Nugroho, Riant. 2008. Kebijakan Pendidikan (Pengantar Untuk
Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan
Publik), Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

_________________, 2009. Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.
Timor Express. Bupati terima renstra LPA, 524 Anak Telantar di Sumba Timur. Di unduh
pada Selasa, 14 Agustus 2012
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Balitbang,
Depdiknas, 2003
UNESCO, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 1972.
Usman, Husaini. 2011. MANAJEMEN Teori, praktik, dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara.
Wahab , Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara , Jakarta: Bumi Aksara.

Wahjoetomo. 1994. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (problematic dan
alternative solusinya), Jakarta: Penerbit PT Grasindo.

Winarno, Budi. 2012. KEBIJAKAN PUBLIK Teori, Proses, Dan Studi Kasus, Jakarta:
penerbit PT Buku Seru.
_______________. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media
Pressindo.

13

Dokumen yang terkait