UU no 17 th 2007 RPJPN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2007
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL
TAHUN 2005 – 2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

Mengingat

:

:

a.

bahwa
perubahan
Undang-Undang Dasar

Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam pengelolaan pembangunan,
yaitu dengan tidak dibuatnya lagi Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan
rencana pembangunan nasional;

b.

bahwa
Indonesia
memerlukan
perencanaan
pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas
pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan
secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c.


bahwa Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional mengamanatkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional yang ditetapkan dengan Undangundang;

d.

bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
membentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025 dengan Undang-Undang;

1.

Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18A,

Pasal 18B ayat (2), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
33, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang . . .

- 2 2.

Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);

3.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 – 2025.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP
Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan
nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung

sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

2.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun
2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP
Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan
daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung
sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.
3. Rencana . . .

- 3 3.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang
selanjutnya disebut RPJM Nasional adalah dokumen
perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5
(lima) tahunan, yaitu RPJM Nasional I Tahun 2005–2009,
RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III
Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–
2024.


4.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang
selanjutnya disebut RPJM Daerah adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk perioda 5
(lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi,
misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman
pada RPJP Daerah serta memerhatikan RPJM Nasional.

BAB II
PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Pasal 2
(1)

Program Pembangunan Nasional periode 2005 – 2025
dilaksanakan sesuai dengan RPJP Nasional.

(2)


Rincian
dari
program
pembangunan
nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada
Lampiran Undang-Undang ini.
Pasal 3

RPJP
Nasional
merupakan
penjabaran
dari
tujuan
dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam
bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.

Pasal 4 . . .

- 4 -

Pasal 4
(1)

RPJP Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(2)

RPJP Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Nasional

yang memuat Visi, Misi dan Program Presiden.

Pasal 5

(1)

Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan
dan
untuk
menghindarkan
kekosongan
rencana
pembangunan
nasional,
Presiden
yang
sedang
memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya
diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
untuk tahun pertama periode Pemerintahan Presiden

berikutnya.

(2)

RKP sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama periode
Pemerintahan Presiden berikutnya.

Pasal 6
(1)

RPJP Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) menjadi acuan dalam penyusunan RPJP Daerah yang
memuat visi, misi, dan arah Pembangunan Jangka
Panjang Daerah.

(2)

RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang
memuat Visi, Misi dan Program Kepala Daerah.

(3)

RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun dengan memerhatikan RPJM Nasional.

BAB III . . .

- 5 -

BAB III
PENGENDALIAN DAN EVALUASI
Pasal 7
(1)

Pemerintah melakukan pengendalian
pelaksanaan RPJP Nasional.

dan

evaluasi

(2)

Pemerintah Daerah melakukan
evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah.

(3)

Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

pengendalian

dan

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
(1)

Ketentuan mengenai RPJM Nasional yang telah ada
masih tetap berlaku sejak tanggal pengundangan
Undang-Undang ini.

(2)

RPJP Daerah yang telah ada masih tetap berlaku dan
wajib disesuaikan dengan RPJP Nasional ini paling
lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkan.

(3)

RPJM Daerah yang telah ada masih tetap berlaku dan
wajib disesuaikan dengan RPJP Daerah yang telah
disesuaikan dengan RPJP Nasional paling lambat 6
(enam) bulan.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .

- 6 -

Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 5 Februari 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 5 Februari 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 33

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Peundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,

MUHAMMAD SAPTA MURTI

- 7 PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2007
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL
TAHUN 2005 – 2025
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari tujuh belas ribuan
pulau, beraneka suku bangsa dan adat istiadat namun satu tujuan
dan satu cita-cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk melaksanakan dan mencapai satu tujuan dan satu cita-cita
tersebut diperlukan suatu rencana yang dapat merumuskan secara
lebih konkret mengenai pencapaian dari tujuan bernegara tersebut.
Tujuan dari bernegara sebagaimana diatur dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah mengisi
kemerdekaan dengan berbagai pembangunan secara menyeluruh
sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Berbagai pengalaman berharga diperoleh selama mengisi
kemerdekaan tersebut dan menjadi pelajaran berharga untuk
melangkah menuju masa depan yang lebih baik.
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan
dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional.
Dengan demikian, dokumen ini lebih bersifat visioner dan hanya
memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang
cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan tahunannya.
Pembangunan . . .

- 8 Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan
yang meliputi seluruh
aspek kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas
mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan
pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan
tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.
Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi
kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan
Jangka
Panjang
Nasional
Tahun
2005–2025
merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk
mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan
mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali
berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber
daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan
kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar
ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing
yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.
Dengan ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai
pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya
otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, maka untuk menjaga pembangunan yang
berkelanjutan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sangat
diperlukan. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang
memerintahkan penyusunan RPJP Nasional yang menganut paradigma
perencanaan yang visioner, maka RPJP Nasional hanya memuat arahan
secara garis besar.
Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Pelaksanaan
RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan
pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka
menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM
Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM
Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024.
RPJP Nasional digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM
Nasional. Pentahapan rencana pembangunan nasional disusun dalam
masing-masing periode RPJM Nasional sesuai dengan visi, misi, dan
program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. RPJM
Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum,
program . . .

- 9 program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJM sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke dalam Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan rencana pembangunan
tahunan nasional, yang memuat prioritas pembangunan nasional,
rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal,
serta program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan pendanaan yang
bersifat indikatif.
Dalam rangka
menjaga
kesinambungan pembangunan dan
menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional,
Presiden
yang
sedang
memerintah
pada
tahun
terakhir
pemerintahannya diwajibkan menyusun RKP dan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun
pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya, yaitu pada tahun
2010, 2015, 2020, dan 2025. Namun demikian, Presiden terpilih
periode berikutnya tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk
menyempurnakan
RKP
dan
APBN
pada
tahun
pertama
pemerintahannya yaitu tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025, melalui
mekanisme perubahan APBN (APBN-P) sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dengan adanya kewenangan untuk menyusun RKP dan RAPBN
sebagaimana dimaksud di atas, maka jangka waktu keseluruhan
RPJPN adalah 2005-2025.
Kurun waktu RPJP Daerah sesuai dengan kurun waktu RPJP
Nasional. Sedangkan periodisasi RPJM Daerah tidak dapat mengikuti
periodisasi RPJM Nasional dikarenakan pemilihan Kepala Daerah
tidak dilaksanakan secara bersamaan waktunya sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005. Di samping itu, Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah dilantik menetapkan RPJM Daerah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang
tentang RPJP Nasional Tahun 2005–2025 adalah untuk: (a)
mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian
tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan
sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah . . .

- 10 pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c) menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan,
dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
Rencana pembangunan jangka panjang nasional diwujudkan dalam
visi, misi dan arah pembangunan nasional yang mencerminkan citacita kolektif yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia serta strategi
untuk mencapainya. Visi merupakan penjabaran cita-cita berbangsa
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terciptanya masyarakat
yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan. Bila visi
telah terumuskan, maka juga perlu dinyatakan secara tegas misi,
yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut. Misi ini
dijabarkan ke dalam arah kebijakan dan strategi pembangunan
jangka panjang nasional.
Perencanaan jangka panjang lebih condong pada kegiatan olah pikir
yang bersifat visioner, sehingga penyusunannya akan lebih
menitikberatkan partisipasi segmen masyarakat yang memiliki olah
pikir visioner seperti perguruan tinggi, lembaga-lembaga strategis,
individu pemikir-pemikir visioner serta unsur-unsur penyelenggara
negara yang memiliki kompetensi olah pikir rasional dengan tetap
mengutamakan kepentingan rakyat banyak sebagai subyek maupun
tujuan untuk siapa pembangunan dilaksanakan. Oleh karenanya
rencana pembangunan jangka panjang nasional yang dituangkan
dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional adalah
produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembagalembaga negara, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.
RPJP Daerah harus disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional
sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya RPJP Daerah
dijabarkan lebih lanjut dalam RPJM Daerah.
Mengingat RPJP Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RPJP
Daerah, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah yang
disusun melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
(Musrenbangda).
Rancangan RPJP Daerah hasil Musrenbangda dapat dikonsultasikan
dan
dikoordinasikan
dengan
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas). RPJP Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Sedangkan . . .

- 11 Sedangkan RPJM Daerah merupakan visi dan misi Kepala Daerah
terpilih. RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJM Nasional
dan RPJP Daerah dapat disusun terlebih dahulu dengan
mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman.
RPJM Nasional tahun 2004-2009 sudah ditetapkan terlebih dahulu
dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 sebelum UndangUndang ini ditetapkan, sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004.
Sebelum Undang-Undang ini ditetapkan, beberapa daerah telah
menetapkan RPJP Daerah dan RPJM Daerah. Undang-Undang ini
tetap mengakui keberadaan RPJP Daerah dan RPJM Daerah tersebut.
Namun demikian, Undang-Undang ini memberikan batasan waktu
bagi Pemerintah Daerah untuk menyesuaikan RPJP Daerah dan
RPJM Daerah sesuai
dengan RPJP Nasional menurut UndangUndang ini.
Undang-Undang tentang RPJP Nasional 2005–2025 terdiri dari 5 bab
dan 9 pasal yang mengatur mengenai pengertian-pengertian, muatan
RPJP Nasional, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJP
Nasional dan RPJP Daerah, dan ruang untuk melakukan penyesuaian
terhadap RPJM Nasional dan RPJP Daerah yang telah ada dengan
berlakunya Undang-Undang tentang RPJP Nasional 2005 – 2025 serta
Lampiran yang merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan dari
Undang-Undang tentang RPJP Nasional 2005–2025 yang berisi Visi,
Misi, dan Arah Pembangunan Jangka Panjang 2005 – 2025.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas.
Pasal 3
Cukup Jelas.
Pasal 4 . . .

- 12 Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan RKP dan RAPBN tahun pertama adalah
RKP dan RAPBN tahun 2010, 2015, 2020, dan 2025.
Presiden terpilih periode berikutnya tetap mempunyai ruang gerak
yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun
pertama pemerintahannya melalui mekanisme perubahan APBN
(APBN-P).
Pasal 6
Ayat (1)
Maksud dari RPJP Daerah mengacu kepada RPJP Nasional
bukan untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar
terdapat acuan yang jelas, sinergi, dan keterkaitan dari setiap
perencanaan pembangunan di tingkat daerah berdasarkan
kewenangan otonomi yang dimilikinya berdasarkan platform
RPJP Nasional. RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut oleh
Kepala Daerah berdasarkan visi dan misi dirinya yang
diformulasikan dalam bentuk RPJM Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Nasional
dilakukan oleh masing-masing pimpinan kementerian/lembaga.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan
RPJP
Nasional
dari
masing-masing
pimpinan
kementerian/lembaga.
Ayat (2) . . .

- 13 Ayat (2)
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota.

adalah

Pemerintah

Provinsi,

Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah dilakukan
oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk mengakomodasi RPJP Daerah yang telah ada, dan
mengingat RPJP Daerah harus mengacu pada RPJP Nasional,
maka RPJP Daerah baik substansi dan jangka waktunya perlu
disesuaikan dengan RPJP Nasional.
Ayat (3)
Untuk mengakomodasi RPJM Daerah yang telah ada agar
sesuai dengan RPJP Daerah yang telah disesuaikan dengan
RPJP Nasional, maka RPJM Daerah substansinya perlu
disesuaikan dengan RPJP Daerah tanpa harus menyesuaikan
kurun waktu RPJM Daerah dengan RPJP Daerah maupun
RPJM Nasional. Hal ini dikarenakan waktu pelaksanaan
pemilihan kepala daerah yang berbeda-beda tiap daerah.

Pasal 9
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4700

DAFTAR ISI
BAB I
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

BAB II

PENDAHULUAN

1

Pengantar ………………………………………………………………...
Pengertian ………………………………………………………………...
Maksud dan Tujuan
………………………………………………......
Landasan
………………………………………………………………...
Tata Urut
………………………………………………………………...

1
3
3
3
4

KONDISI UMUM

5

II.1 Kondisi Pada Saat Ini ………………………………………………......
II.2 Tantangan ………………………………………………….....................
II.3 Modal Dasar …………………………………………………..................

BAB III

5
21
34

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN
2005–2025

36

ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA
PANJANG TAHUN 2005–2025

41

Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 .………..

45

IV.1.1 Mewujudkan Masyarakat yang Berakhlak Mulia, Bermoral,
Beretika, Berbudaya, dan Beradab ……………………………………

45

IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya-saing ….……………………....

46

IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum

57

IV.1.4 Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu ………..

62

IV.1.5 Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan
Berkeadilan …………………………………………………………………

65

IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari

…………………

70

IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang
Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional ….

74

IV.1.8 Mewujudkan Indonesia yang Berperan Aktif dalam Pergaulan
Internasional ………………………………………………………………..

75

IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas ……………………………………………

76

IV.2.1 RPJM ke-1 (2005–2009) .…………………………………………………

77

IV.2.2 RPJM ke-2 (2010–2014) ………………………………………………….

79

IV.2.3 RPJM ke-3 (2015–2019) ………………………………………………….

80

IV.2.4 RPJM ke-4 (2020–2024) ………………………………………………….

82

BAB IV
IV.1

BAB V

PENUTUP

84

LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2007
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
PANJANG NASIONAL TAHUN 2005–2025

- 1 -

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 PENGANTAR
1. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi
kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam
era dua puluh tahun pertama setelah kemerdekaan (1945–1965), bangsa
Indonesia mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Indonesia telah
berhasil mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan
negara. Persatuan dan kesatuan bangsa berhasil pula dipertahankan
dengan meredam berbagai benih pertikaian, baik pertikaian bersenjata
maupun pertikaian politik diantara sesama komponen bangsa. Pada masa
itu para pemimpin bangsa berhasil menyusun rencana pembangunan
nasional. Namun, suasana yang penuh ketegangan dan pertikaian telah
menyebabkan rencana-rencana tersebut tidak dapat terlaksana dengan
baik.
2. Selanjutnya pada kurun waktu 1969–1997 bangsa Indonesia berhasil
menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis melalui
tahapan lima tahunan. Pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan
pedoman bagi pembangunan negara untuk mencapai cita-cita bangsa
sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tahapan pembangunan yang
disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu proses
pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan
rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial.
Proses pembangunan pada kurun waktu tersebut sangat berorientasi pada
output dan hasil akhir. Sementara itu, proses dan terutama kualitas
institusi yang mendukung dan melaksanakan tidak dikembangkan dan
bahkan ditekan secara politis sehingga menjadi rentan terhadap
penyalahgunaan dan tidak mampu menjalankan fungsinya secara
profesional. Ketertinggalan pembangunan dalam sistem dan kelembagaan
politik, hukum, dan sosial menyebabkan hasil pembangunan menjadi
timpang dari sisi keadilan dan dengan sendirinya mengancam
keberlanjutan proses pembangunan itu sendiri.
3. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang berkembang menjadi krisis
multidimensi, yang selanjutnya berdampak pada perubahan (reformasi) di
seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi
tersebut memberikan semangat politik dan cara pandang baru sebagaimana
tercermin pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Perubahan substansial dalam Undang-Undang
Dasar . . .

- 2 -

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkait dengan
perencanaan pembangunan adalah a) Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) tidak diamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN); b) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat; dan c) desentralisasi dan penguatan otonomi
daerah.
4. Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak adanya lagi rencana
pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Pemilihan
secara langsung memberikan keleluasaan bagi calon Presiden dan calon
Wakil Presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan
pada saat berkampanye. Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan
ketidaksinambungan pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden ke masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya.
Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan
perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi antara daerah yang satu
dengan daerah yang lainnya serta antara pembangunan daerah dan
pembangunan secara nasional.
5. Untuk itu, seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem
perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang di
dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah
(5 tahun), dan pembangunan tahunan.
6. Belajar dari pengalaman masa lalu dengan mempertimbangkan perubahanperubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diperlukan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk menjaga
pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan citacita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu (1) melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan
kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut
menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan
pembangunan nasional tersebut perlu ditetapkan visi, misi, dan arah
pembangunan jangka panjang Indonesia.
7. Berbagai pengalaman yang didapatkan selama 60 tahun mengisi
kemerdekaan merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan
untuk menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh,
bertahap, dan berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

I.2. PENGERTIAN . . .

- 3 -

I.2 PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen
perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan
dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20
tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga
tahun 2025.

I.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025,
selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan
pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun
2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan
arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati
bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan
bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di
dalam satu pola sikap dan pola tindak.

I.4 LANDASAN
Landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan
landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional, yaitu:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

I.5. TATA URUT . . .

- 4 -

I.5 TATA URUT
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
disusun dalam tata urut sebagai berikut:

Nasional

Tahun

2005–2025

Bab I

Pendahuluan.

Bab II

Kondisi Umum.

Bab III

Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025.

Bab IV

Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005–2025.

Bab V

Penutup.

- 5 -

BAB II
KONDISI UMUM

II.1 KONDISI PADA SAAT INI
Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah
menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang
meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), politik, pertahanan dan keamanan, hukum
dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan
prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula
tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Untuk itu,
masih diperlukan upaya mengatasinya dalam pembangunan nasional 20
tahun ke depan.

A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan
kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kondisi kehidupan
masyarakat dapat tercermin pada aspek kuantitas dan struktur umur
penduduk serta kualitas penduduk, seperti pendidikan, kesehatan, dan
lingkungan.
2. Di bidang kependudukan, upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk harus terus menerus dilakukan sehingga dari waktu ke waktu
laju pertumbuhan penduduk telah dapat diturunkan.
3. Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian
penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus
objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di
dalam kandungan hinggá akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baik
yang, antara lain, ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan
manusia (IPM) Indonesia menjadi 0,697 pada tahun 2003 (Human
Development Report, 2005). Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit
dari angka harapan hidup saat lahir (66,8 tahun), angka melek aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas (87,9 persen), angka partisipasi kasar
jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (66 persen), dan
produk domestik bruto (PDB) per kapita yang dihitung berdasarkan paritas
daya beli (purchasing power parity ) sebesar US $3.361. Indeks
pembangunan manusia (IPM) Indonesia menempati urutan ke-110 dari 177
negara.
4. Status . . .

- 6 -

4. Status kesehatan masyarakat Indonesia secara umum masih rendah dan
jauh tertinggal dibandingkan dengan kesehatan masyarakat negara-negara
ASEAN lainnya, yang ditandai, antara lain, dengan masih tingginya angka
kematian ibu melahirkan, yaitu 307 per 100 ribu kelahiran hidup (Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI, 2002–2003), tingginya angka
kematian bayi dan balita. Selain itu, gizi kurang terutama pada balita masih
menjadi masalah besar dalam upaya membentuk generasi yang mandiri
dan berkualitas.
5. Taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang, antara
lain, diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15
tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas; meningkatnya
rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk
semua kelompok usia. Walaupun demikian, kondisi tersebut belum
memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada
masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf
pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya
dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antardaerah, dan
disparitas gender.
6. Pemberdayaan perempuan dan anak, telah menunjukkan peningkatan yang
tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, tetapi
belum di semua bidang pembangunan. Di samping itu, partisipasi pemuda
dalam pembangunan juga makin membaik seiring dengan budaya olahraga
yang meluas di kalangan masyarakat. Taraf kesejahteraan sosial
masyarakat cukup memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan,
pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan
termasuk bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan
pecandu narkotik dan obat-obat terlarang.
7. Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai
dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya,
pentingnya toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah
tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya.
Namun, di sisi lain upaya pembangunan jatidiri bangsa Indonesia, seperti
penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Hal
tersebut, disebabkan antara lain, karena belum optimalnya upaya
pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin,
lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global
yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih
sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat.
8. Dalam . . .

- 7 -

8. Dalam bidang agama, kesadaran melaksanakan ajaran agama dalam
masyarakat tampak beragam. Pada sebagian masyarakat, kehidupan
beragama belum menggambarkan penghayatan dan penerapan nilai-nilai
ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan beragama pada masyarakat itu
masih pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum pada substansi
nilai-nilai ajaran agama. Akan tetapi, ada pula sebagian masyarakat yang
kehidupannya sudah mendekati, bahkan sesuai dengan ajaran agama.
Dengan demikian, telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka
agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan internal dan
antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Namun,
upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama belum juga
berhasil dengan baik, terutama di tingkat masyarakat. Ajaran agama
mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi, dan dorongan mencapai
kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk membangun. Selain itu, pesan-pesan
moral agama belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari.

B. Ekonomi
1. Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997, pembangunan
ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme yang tinggi sehubungan
dengan keberhasilan pencapaian pembangunan jangka panjang pertama.
Namun, berbagai upaya perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti
akibat krisis yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya
perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara menunjukkan
bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan
cukup tinggi yang berhasil dipertahankan cukup lama lebih banyak
didorong oleh peningkatan akumulasi modal, tenaga kerja dan pengurasan
sumber daya alam
daripada peningkatan dalam produktivitas
perekonomian secara berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat
kelemahan mendasar bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh
peningkatan efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang
akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam maupun di
luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap gangguan
eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit berkembang jika
dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih ketat, baik pada
pemasaran hasil produksi maupun pada peningkatan investasi, dalam era
perekonomian dunia yang makin terbuka.
2. Krisis tahun 1997 telah meruntuhkan pondasi perekonomian nasional.
Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun nilai tukar merosot drastis
mencapai sekitar Rp15.000,00 per US $ 1. Implikasinya, utang pemerintah
dan swasta membengkak dan mengakibatkan permintaan agregat domestik
terus menurun sampai dengan pertengahan 1998. Akibatnya, PDB
mengalami . . .

- 8 -

mengalami kontraksi sekitar 13 persen pada tahun tersebut. Banyaknya
perusahaan yang bangkrut mengakibatkan jumlah pengangguran
meningkat tajam hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar 14,1 juta orang;
jumlah masyarakat miskin meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar 28
juta orang pada tahun 1996 menjadi sekitar 53 juta orang pada tahun
1998. Hingga tahun 2004, angka kemiskinan masih tinggi (sekitar 30 juta
jiwa) dan jumlah pengangguran masih sekitar 10 juta jiwa.
3. Dengan berbagai program penanganan krisis yang diselenggarakan selama
periode transisi politik, kondisi mulai membaik sejak tahun 2000.
Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai
berikut. Defisit anggaran negara turun dari 3,9 persen PDB pada tahun
1999/2000 menjadi 1,1 persen PDB pada tahun 2004, stok utang
Pemerintah/PDB dapat ditekan di bawah 60 persen, dan cadangan devisa
terus meningkat dalam empat tahun terakhir menjadi USD 35,4 miliar pada
tahun 2004. Nilai tukar dapat distabilkan pada tingkat sekitar Rp9.000,00
per US $ 1 dan inflasi ditekan di angka sekitar 6,0 persen pada tahun 2004.
Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi tersebut memberikan ruang gerak
bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penurunan suku bunga SBI tersebut diikuti
penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, tetapi
belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan.
Meskipun belum optimal, penurunan suku bunga itu telah dimanfaatkan
oleh perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat
struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit, terutama yang
berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil, kondisi yang stabil tersebut
memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk melakukan
restrukturisasi keuangan secara internal.
4. Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi
makro. Walaupun demikian, kinerja tersebut belum mampu memulihkan
pertumbuhan ekonomi ke tingkat seperti sebelum krisis. Hal tersebut
karena motor pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi. Sektor
produksi belum berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan
dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha, yang menyurutkan gairah
investasi, di antaranya praktik ekonomi biaya tinggi, termasuk praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai aturan yang terkait
dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, sulitnya pemulihan sektor
investasi dan ekspor juga disebabkan oleh lemahnya daya saing nasional,
terutama dengan makin ketatnya persaingan ekonomi antarnegara.
Lemahnya daya saing tersebut, juga diakibatkan oleh rendahnya
produktivitas SDM serta rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi di
dalam proses produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh kuat
ialah terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung peningkatan
efisiensi distribusi. Penyelesaian yang berkepanjangan dari semua
permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu kinerja kemajuan dan
ketahanan . . .

- 9 -

ketahanan perekonomian nasional, yang pada gilirannya dapat mengurangi
kemandirian bangsa.
5. Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin masih
cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, terutama
pada sektor pertanian dan kelautan. Oleh karena itu, kemiskinan masih
menjadi perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun yang akan
datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya
masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi
sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman
kemiskinan yang berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi,
karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena
juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi
miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam
pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau
kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
1.

Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek
mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan
rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan
masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong
masih sangat rendah di tingkat internasional. Hal itu mengindikasikan
peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas
diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.

2.

Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan
pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan
daya saing. Hal itu ditunjukan, antara lain, oleh masih rendahnya
sumbangan iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme
intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya
iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek.

D. Sarana dan Prasarana
Kondisi sarana dan prasarana di Indonesia saat ini masih ditandai oleh
rendahnya aksesibilitas, kualitas, ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya,
sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat menjadi tulang
punggung bagi pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung
kebijakan ketahanan pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta
mendukung pengembangan wilayah.

1. Pengembangan . . .

- 10 -

1. Pengembangan prasarana penampung air, seperti waduk, embung, danau,
dan situ, masih belum memadai sehingga belum dapat memenuhi
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan, baik pertanian, rumah tangga,
perkotaan, maupun industri terutama pada musim kering yang cenderung
makin panjang di beberapa wilayah sehingga mengalami krisis air.
Dukungan prasarana irigasi yang mengalami degradasi masih belum dapat
diandalkan karena hanya mengandalkan sekitar 10 persen jaringan irigasi
yang pasokan airnya relatif terkendali karena berasal dari bangunanbangunan penampung air, dan sisanya hanya mengandalkan ketersediaan
air di sungai. Selain itu, laju pengembangan sarana dan prasarana
pengendali daya rusak air juga masih belum mampu mengimbangi laju
degradasi lingkungan penyebab banjir sehingga bencana banjir masih
menjadi ancaman bagi banyak wilayah. Sejalan dengan perkembangan
ekonomi wilayah, banyak daerah telah mengalami defisit air permukaan,
sedangkan di sisi lain konversi lahan pertanian telah mendorong perubahan
fungsi prasarana irigasi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan
pengendalian. Pada sisi pengembangan institusi pengelolaan sumber daya
air, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah
menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan
tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi
masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola
pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang
diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan yang
dimiliki.
2. Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas sarana dan
prasarana, terutama jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat
memprihatinkan. Pada tahun 2004 sekitar 46,3 persen total panjang jalan
mengalami kerusakan ringan dan berat serta terdapat 32,8 persen panjang
jalan kereta api yang ada sudah tidak dioperasikan lagi. Selain itu, jaringan
transportasi darat dan jaringan transportasi antarpulau belum terpadu.
Sebagai negara kepulauan atau maritim, masih banyak kebutuhan
transportasi antarpulau yang belum terpenuhi, baik dengan pelayanan
angkutan laut maupun penyeberangan. Peran armada nasional menurun,
baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun
2004 masing-masing hanya mampu memenuhi 54 persen dan 3,5 persen.
Padahal sesuai dengan konvensi internasional yang berlaku, armada
nasional berhak atas 40 persen pangsa pasar untuk muatan ekspor-impor
dan 100 persen untuk angkutan domestik. Untuk angkutan udara, dengan
penerapan kebijakan multi-operator angkutan udara perusahaan
penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Di samping masalah yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, pembangunan prasarana transportasi mengalami kendala
terutama yang terkait dengan keterbatasan pembiayaan pembangunan,
operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi, serta
rendahnya aksesibilitas pembangunan sarana dan prasarana transportasi
di beberapa . . .

- 11 -

di beberapa wilayah terpencil belum terpadunya pembangunan transportasi
dan pembangunan daerah bagi kelompok masyarakat umum, sehingga
penyediaan transportasi terbatas pelayanannya. Demikian pula kualitas
pelayanan angkutan umum yang makin menurun, terjadi tingkat
kemacetan dan polusi di beberapa kota besar yang makin parah, serta
tingkat kecelakaan yang makin tinggi. Di sisi lain, peran serta swasta belum
berkembang terkait dengan kelembagaan dan peraturan perundangundangan yang belum kondusif.
3. Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk
mendorong pertumbuhan serta peningkatan daya saing bangsa. Masalah
utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah terbatasnya
kapasitas, jangkauan, serta kualitas sarana dan prasarana pos dan
telematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat
mengakses informasi. Kondisi itu menyebabkan semakin lebarnya
kesenjangan digital, baik antardaerah di Indonesia maupun antara
Indonesia dan negara lain. Dari sisi penyelenggara pelayanan sarana dan
prasarana pos dan telematika (sisi supply ), kesenjangan digital itu
disebabkan oleh (a) terbatasnya kemampuan pembiayaan operator sehingga
kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada dan pembangunan
baru terbatas; (b) belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih
tingginya hambatan masuk (barrier to entry ) sehingga peran dan mobilisasi
dana swasta belum optimal; (c) belum berkembangnya sumber dan
mekanisme pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan sarana dan
prasarana pos dan telematika, seperti kerja sama pemerintah-swasta,
pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; (d) masih rendahnya
optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sehingga
terdapat aset nasional yang tidak digunakan (idle); (e) terbatasnya
kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi; (f) terbatasnya pemanfaatan
industri dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap komponen
industri luar negeri masih tinggi; dan (g) masih terbatasnya industri
aplikasi dan materi (content) yang dikembangkan oleh penyelenggara
pelayanan sarana dan prasarana. Terkait dengan kemampuan masyarakat
untuk memanfaatkan pelayanan sarana dan prasarana dari sisi
permintaan, kesenjangan digital disebabkan oleh (a) terbatasnya daya beli
(ability to pay ) masyarakat terhadap sarana dan prasarana pos dan
telematika; (b) masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi;
dan (c) terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengolah informasi
menjadi peluang ekonomi, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai nilai
tambah ekonomi.
4. Di bidang sarana dan prasarana energi termasuk kelistrikan, permasalahan
pokok yang dihadapi, antara lain masih besarnya kesenjangan antara
pasokan dan kebutuhan energi termasuk tenaga listrik yang kondisinya
makin kritis di berbagai daerah karena masih rendahnya kemampuan
investasi . . .

- 12 -

investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih
rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang
sudah terpasang dalam satu dasawarsa terakhir; masih tingginya
ketergantungan konsumen terhadap bahan bakar minyak; masih
dominannya peralatan dan material penunjang yang harus diimpor; serta
adanya regulasi-regulasi yang tidak konsisten. Pemenuhan kebutuhan
energi yang tidak merata serta dihadapkan pada luasnya wilayah Indonesia
yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi
cukup menyulitkan pengembangan berbagai jenis sarana dan prasarana
energi yang optimal. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan
energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban;
keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi;
tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun;
serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah.
5. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga
tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga
kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data
tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3 juta jumlah rumah tangga
belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak mengalami
kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan
Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan)
yang mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai
18,3 persen, hany