T1 232009068 Full text

MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE,
KONDISI FINANCIAL DISTRESS, DAN VOLUNTARY
DISCLOSURE

Oleh :
CHRISTINA YUNIASIH SURYA DHARMA
NIM : 232009068

KERTAS KERJA

FAKULTAS
PROGRAM STUDI

: EKONOMIKA DAN BISNIS
: AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013


MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE,
KONDISI FINANCIAL DISTRESS, DAN VOLUNTARY
DISCLOSURE

Oleh :
CHRISTINA YUNIASIH SURYA DHARMA
NIM : 232009068

KERTAS KERJA

FAKULTAS
PROGRAM STUDI

: EKONOMIKA DAN BISNIS
: AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013


i

ii

iii

ABSTRACT

This study examines the mechanism of good corporate governance and
financial distress conditions on the voluntary disclosure in the annual report.
Implementation of good corporate governance by companies, proxied by several
indicators such as managerial ownership, institutional ownership, board of
commissioners, and audit committees. The sampling method used in this study
was purposive sampling. The sample consists of 53 manufacturing companies
listed on The Indonesia Stock Exchange. The results showed that the board of
commissioners have significant effect on the voluntary disclosure. While
managerial ownership, institutional ownership, audit committees, and financial
distress


does

not

significantly

influence

voluntary

disclosure.

Keywords: good corporate governance, financial distress, voluntary disclosure.

iv

SARIPATI

Penelitian ini menguji mekanisme good corporate governance dan kondisi
financial distress terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.

Penerapan good corporate governance oleh perusahaan, diproksikan dengan
beberapa indikator diantaranya kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
dewan komisaris, dan komite audit. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel terdiri dari 53 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela.
Sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dan
financial distress tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela.

Kata kunci : good corporate governance, financial distress, pengungkapan
sukarela.

v

KATA PENGANTAR

Laporan keuangan merupakan media informasi bagi berbagai pihak seperti
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. Informasi yang
dibutuhkan oleh para pihak yang berkepentingan tersebut tidak semua disajikan
dalam laporan keuangan, misalnya informasi non-financial yang mungkin

dibutuhkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, seharusnya perusahaan menyediakan suatu informasi yag lebih dari
yang diwajibkan. Informasi tersebut umumnya dikenal dengan pengungkapan
sukarela. Kebutuhan pihak yang berkepentingan tersebut dapat dipenuhi oleh
perusahaan melalui pengungkapan informasi secara sukarela.
Melihat hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
bagaimana praktek pengungkapan sukarela dengan melihat pengaruh mekanisme
good corporate governance dan kondisi financial distress yang berhubungan
dengan pelaporan keuangan. Penelitian ini difokuskan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh
karena itu penulis bersedia menerima masukan ide-ide dan kritik dari para
pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalian.

Salatiga, Desember 2012
Penulis

vi


UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji, hormat, dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus
Kristus yang telah memberi kekuatan dan hikmat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktuNya. Terima kasih atas anugerah dan
penyertaanNya sepanjang penulis menjalani studi di Universitas Kristen Satya
Wacana ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Adapun ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1.

Bapak Paskah Ika Nugroho, SE., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu selama penulis membuat skripsi. Terima kasih
atas kesabaran dan masukan yang berharga selama bimbingan penyusunan
skripsi ini.

2.

Bapak Usil Sis Sucahyo, SE., MBA. Selaku Kaprogdi Akuntansi. Terima

Kasih untuk bantuannya kepada penulis.

3.

Ibu Maria Rio Rita, SE., M.Si. selaku dosen wali. Terima kasih untuk segala
bantuan dan bimbingannya kepada penulis.

4.

Orangtua, kakak dan adik penulis, Christian dan Christopher yang selalu
memberikan kasih sayang, perhatian, dan dukungan dalam segala hal.
Terima kasih untuk setiap doa untuk penulis.

5.

Hendrik Yonathan atas segala dorongan semangat, dukungan, doa, dan
perhatian kepada penulis.

6.


Teman-teman penulis, teman-teman angkatan 2009 Fakultas Ekonomika
dan Bisnis. Terima kasih atas kebersamaannya dalam menjalani hari-hari
perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana.

7.

Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu Penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Salatiga, Desember 2012
Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................

i

Surat Pernyataan Keaslian Skripsi ......................................................................


ii

Halaman Persetujuan .......................................................................................... iii
Abstract ..............................................................................................................

iv

Saripati ................................................................................................................

v

Kata Pengantar ...................................................................................................

vi

Ucapan Terima Kasih ......................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................ viii
Daftar Tabel .......................................................................................................


ix

Daftar Gambar ...................................................................................................

x

Daftar Lampiran ................................................................................................

xi

Pendahuluan .......................................................................................................

1

Tinjauan Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ................................................

4

Metode Penelitian ...............................................................................................


8

Hasil dan Pembahasan ........................................................................................ 11
Penutup ............................................................................................................... 23
Daftar Pustaka .................................................................................................... 26
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ 29
Lampiran ............................................................................................................. 32

viii

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .........................

9

Tabel 2

Sampel Penelitian ....................................................................... 11

Tabel 3

Deskriptif Variabel Penelitian .................................................... 12

Tabel 4

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ................................................. 14

Tabel 5

Hasil Uji Multikolonieritas ........................................................ 15

Tabel 6

Hasil Uji Heteroskedastisitas ..................................................... 16

Tabel 7

Hasil Uji Durbin-Watson ........................................................... 16

Tabel 8

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ........................................ 17

Tabel 9

Hasil Uji Simultan ...................................................................... 18

Tabel 10

Hasil Uji Parsial ......................................................................... 19

ix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1

Model Analisis ...........................................................................

7

x

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Daftar Perusahaan Sampel ......................................................... 32

Lampiran 2

Daftar Item Pengungkapan Sukarela ......................................... 34

Lampiran 3

Data untuk Uji Hipotesis ........................................................... 36

Lampiran 4

Skor Pengungkapan Sukarela .................................................... 38

Lampiran 5

Output SPSS ............................................................................... 48

xi

Pendahuluan
Wijaya (2009) menyatakan bahwa informasi yang relevan dibutuhkan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan mereka dalam membuat suatu keputusan ekonomis. Para pihak yang
berkepentingan tersebut, tentu membutuhkan informasi yang lebih dari sekedar
informasi dari laporan keuangan konvensional. Oleh karena itu, seharusnya
perusahaan menyediakan suatu informasi yang lebih dari yang diwajibkan. Informasi
tersebut

umumnya

dikenal

dengan

voluntary

disclosure.

Rahayu

(2008)

mendefinisikan pengungkapan sukarela sebagai pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku. Pengungkapan sukarela secara lebih luas dapat membantu investor dalam
memahami

strategi

bisnis

manajemen

sehingga

meningkatkan

kredibilitas

perusahaan.
Seperti yang diketahui, perusahaan tidak hanya memiliki berita baik tetapi ada
juga berita yang kurang menyenangkan. Misalnya, kondisi financial distress yang
dialami oleh perusahaan. Jika menggunakan logika, sudah tentu perusahaan akan
sebisa mungkin menyimpan rapat-rapat informasi tersebut agar tidak diketahui
publik.
Selain kondisi financial distress, keluasan voluntary disclosure tidak terlepas
dari mekanisme good corporate governance dalam perusahaan. O’Sulliavan,et.al
(2008) menyatakan bahwa pengaplikasian mekanisme good corporate governance
tertentu dilaporkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan pada umumnya,
termasuk didalamnya transparansi pengungkapan, serta luas voluntary disclosure.
Selain itu, teori positive agency juga menyediakan suatu rerangka yang
menghubungkan perilaku pengungkapan terhadap good corporate governance
(Jensen & Meckling, 1976).
Pada prinsipnya, mekanisme good corporate governance memberikan garansi
terhadap kualitas informasi akuntansi melalui serangkaian pengaturan institusional

1

(Li & Qi, 2008). Beasley (1996) mengungkapkan komite audit memiliki peranan
penting, karena komite audit terkait dengan penetapan dan monitoring proses
akuntansi untuk menyediakan informasi yang relevan dan kredibel kepada para
stakeholders. DeAngelo (1981) dalam Chambers & Payne (2008) mengemukakan
kantor akuntan publik yang ahli dan independen akan mampu mengidentifikasi
berbagai kesalahan akuntansi dan menggunakan tekanan terhadap klien untuk
membenarkan berbagai kesalahan tersebut serta melaporkan informasi akuntansi.
Holder-Webb (2002) dalam Wijaya (2009) mengemukakan bahwa pada tahun
perusahaan

mengalami

kondisi

distress,

semua

perusahaan

meningkatkan

pengungkapan mereka. Webb & Cohen (2007) menemukan rata-rata manajer
perusahaan yang sedang mengalami financial distress akan meningkatkan kualitas
pengungkapan mereka. Disisi lain, Teoh & Hwang (1991) serta Nasir & Abdullah
(2004) membantah hasil penelitian Holder-Webb (2002). Teoh & Hwang (1991)
mengemukakan bahwa perusahaan berkualitas tinggi tidak akan mengungkapkan
berita buruk bila ada, serta perusahaan berkualitas rendah sangat memilih untuk tidak
mengungkapkan kecuali berita baik. Selanjutnya, Nasir & Abdullah (2004)
menemukan perusahaan yang sedang dalam kondisi financial distress cenderung
untuk mengungkapkan informasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan
yang sehat.
Pembahasan tentang mekanisme good corporate governance dan kondisi
financial distress menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji, tetapi masih sedikit
penelitian yang dilakukan terkait hal ini . Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait pengaruh mekanisme good corporate governance dan
kondisi financial distress terhadap voluntary disclosure dengan menggunakan model
Wijaya (2009). Wijaya (2009) mengukur penerapan good corporate governance oleh
perusahaan, yang diproksikan dengan indikator dewan komisaris independen, komite
auditor, dan kualitas auditor. Perbedaan dengan Wijaya (2009) adalah peneliti
mengukur penerapan good corporate governance oleh perusahaan, yang diproksikan
dengan beberapa indikator diantaranya kepemilikan manajerial, kepemilikan
2

institusional, komite audit, dan dewan komisaris (Mahiswari dan Nugroho, 2012).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah mekanisme good
corporate governance dan kondisi financial distress mempunyai pengaruh terhadap
voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Kontribusi dari penelitian ini adalah bagi bidang akuntansi dan keuangan
diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pengembangan ilmu
akuntansi dan keuangan mengenai voluntary disclosure laporan tahunan. Bagi
investor, diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengambilan keputusan
investasi.

3

Tinjauan Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Pengungkapan Sukarela
Informasi dalam laporan keuangan merupakan hal yang penting dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan bermanfaat bagi penggunanya
apabila informasi yang disajikan andal, relevan, dapat dipahami, dan dapat
diperbandingkan. Namun, tidak semua informasi disajikan dalam laporan keuangan,
seperti informasi non-financial yang mungkin dibutuhkan pengguna laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi non-financial
tersebut bisa didapatkan dari pengungkapan informasi (disclosure) yang disediakan
oleh perusahaan (Hartawan dan Restuti, 2011).
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang melebihi dari yang
diwajibkan oleh peraturan yang berlaku dan merupakan pilihan bebas untuk
manajemen perusahaan dalam memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya
yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai laporan
tahunannya (Meek, dkk, 1995). Juniarti dan Sentosa (2009) menyatakan bahwa
perusahaan harus memiliki inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal-hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku
kepentingan lainnya.

Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders
lainnya (Restuningdiah, 2010). Pengukuran penerapan good corporate governance
oleh perusahaan dapat diproksikan dengan beberapa indikator diantaranya
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dan dewan
komisaris.

4

Juniarti dan Sentosa (2009) mengungkapkan kepemilikan manajerial
merupakan salah satu perwujudan dari prinsip transparansi good corporate
governance. Manajemen harus transparan dalam mengelola perusahaan agar tidak
terjadi konflik kepentingan dengan para pemegang saham sebagai pemilik. Indikator
yang digunakan dalam mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah
saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang
beredar. Nasir dan Abdullah (2004) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure.
H1

: Kepemilikan manajerial mempengaruhi luas voluntary disclosure.

Kepemilikan institusi diluar perusahaan dengan jumlah yang signifikan akan
menyebabkan pihak luar perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap
pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen. Pengawasan pihak luar mendorong
manajemen untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik, dan melakukan pengelolaan
secara transparan. Proporsi saham oleh publik ditemukan tidak berpengaruh
signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela (Kiswara, 2009). Rouf dan Al Harun
(2011) membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat saham yang dimiliki oleh
pemegang saham institusional, maka semakin tinggi tingkat pengungkapan sukarela.
H2

: Kepemilikan institusional mempengaruhi luas voluntary disclosure.

Komite audit adalah salah satu organ dalam corporate governance yang dapat
memberikan garansi terhadap kualitas informasi akuntansi (Wijaya, 2009). Fungsi
komite audit adalah untuk memberikan pandangan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan pengendalian intern
(Mayangsari, 2003). Beasley (1996) dalam Andersona, Mansib, & Reebc (2004),
menyatakan komite audit memiliki peranan penting, karena komite audit terkait
dengan penetapan dan monitoring proses akuntansi untuk menyediakan informasi
yang relevan dan kredibel kepada para stakeholders. Hasil penelitian Nasir &
5

Abdullah (2004) membuktikan kebalikannya, bahwa keberadaan komite audit yang
independen tidak dapat dikaitkan dengan luas voluntary disclosure.
H3

: Komite audit mempengaruhi luas voluntary disclosure.

Dewan komisaris adalah suatu mekanisme untuk mengawasi dan memberikan
petunjuk serta arahan pada pengelolaan perusahaan atau pihak manajemen (Badjuri,
2011). Peranan dewan komisaris dapat dilihat dari karakteristik dewan, salah satunya
adalah komposisi keanggotaannya. Efektivitas fungsi pengawasan dewan akan
tercermin dari komposisinya, apakah pengangkatan anggota dewan berasal dari dalam
perusahaan dan atau dari luar perusahaan. Semakin besar persentase anggota yang
berasal dari luar perusahaan, akan menjadikan peranan dewan komisaris semakin
efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan,
karena dianggap semakin independen (Darwis, 2009).

Khomsiyah (2003)

membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap luas voluntary
disclosure.
H4

: Dewan komisaris mempengaruhi luas voluntary disclosure.

Financial Distress
Financial distress adalah munculnya sinyal atau gejala-gejala awal
kebangkrutan terhadap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu
perusahaan, atau juga kondisi yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun
likuidasi. Adanya tanda-tanda suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress
salah satu caranya dapat terlihat dari keadaan laba yang diperoleh suatu perusahaan
dalam periode tertentu (Setyaningsih, 2008). Jika menggunakan logika, sudah tentu
perusahaan akan menyimpan rapat-rapat berita yang tidak menggembirakan tersebut.
Holder-Webb (2002) mengemukakan bahwa pada tahun perusahaan mengalami
kondisi distress, semua perusahaan meningkatkan pengungkapan mereka. Webb &
Cohen (2007) menemukan rata-rata manajer perusahaan yang sedang mengalami
financial distress akan meningkatkan kualitas pengungkapan mereka. Disisi lain,
6

Teoh & Hwang (1991) serta Nasir & Abdullah (2004) membantah hasil penelitian
Holder-Webb (2002). Teoh & Hwang (1991) mengemukakan bahwa perusahaan
berkualitas tinggi tidak akan mengungkapkan berita buruk bila ada, serta perusahaan
berkualitas rendah sangat memilih untuk tidak mengungkapkan kecuali berita baik.
Selanjutnya, Nasir & Abdullah (2004) menemukan perusahaan yang sedang dalam
kondisi financial distress cenderung untuk mengungkapkan informasi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang sehat.
H5

: Kondisi financial distress mempengaruhi luas voluntary disclosure.

Model analisis penelitian secara keseluruhan digambarkan dalam gambar1.

Good Corporate Governance
:
 Kepemilikan
Manajerial
 Kepemilikan
Institusional
 Komite Audit
 Dewan Komisaris

Voluntary
Disclosure

Financial
Distress

Gambar 1 Model Analisis
7

Metode Penelitian
Berdasarkan penelitian dan hipotesis yang telah dikemukakan, maka model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data sekunder yang
diambil dari laporan tahunan yang ada di BEI. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan
selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Dalam penelitian ini, sampel yang dipilih harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: (a) termasuk dalam sektor industri manufaktur yang terdaftar
di BEI dan memiliki laporan keuangan tahun 2011. (b) Menerbitkan laporan tahunan
tahun 2011. (c) Datanya lengkap untuk penelitian, yaitu data untuk kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dan dewan komisaris.
Sampel perusahaan yang diambil berasal dari satu industri yang sama dengan
tujuan agar terjadi keseragaman pola voluntary disclosure dalam perusahaan sampel
(Juniarti dan Sentosa, 2009). Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan
manufaktur, karena jenis industri manufaktur mempunyai tingkat pengungkapan yang
lebih luas dibandingkan jenis industri lain (Cooke, 1989).
Model persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan, sebagai berikut
:
VDEXTit = α0 + α1KM + α2KI + α3KA + α4DK + α5DISTRS + ε
Keterangan :
VDEXT

: Voluntary disclosure

KM

: Kepemilikan Manajerial

KI

: Kepemilikan Institusional

KA

: Komite Audit

DK

: Dewan Komisaris

8

DISTRS

: Financial Distress

Penelitian ini memiliki variabel dependen yaitu voluntary disclosure dan
variabel independen yang terdiri dari good corporate governance dan financial
distress. Definisi operasional variabel-variabel tersebut ada pada Tabel 1.
Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel

Definisi Operasional Variabel

Good Corporate

Good corporate governance merupakan salah satu elemen

Governance

kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang
meliputi

serangkaian

hubungan

antara

manajemen

perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan
stakeholders lainnya (Restuningdiah, 2010).
Good Corporate Governance akan diukur dengan
menggunakan empat proksi (Mahiswari dan Nugroho,
2012), yaitu :
a. Kepemilikan Manajerial yang diukur dengan
persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan
yang beredar.
b. Kepemilikan Institusional yang diukur dengan
persentase kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki

oleh

pemerintah,

investor

institusional

seperti

investasi,

bank,

perusahaan

perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga
dan perusahaan lain.
c. Komite audit diukur dengan jumlah komite audit
yang ada didalam perusahaan.
d. Dewan komisaris diukur dengan jumlah dewan

9

komisaris yang ada didalam perusahaan.
Financial Distress

Financial distress adalah munculnya sinyal atau gejalagejala awal kebangkrutan terhadap penurunan kondisi
keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, atau juga
kondisi yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
ataupun likuidasi. Adanya tanda-tanda suatu perusahaan
mengalami kondisi financial distress salah satu caranya
dapat terlihat dari keadaan laba yang diperoleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu (Setyaningsih, 2008).
Perusahaan dikondisikan mengalami financial distress jika
laporan keuangan perusahaan menampakkan laba bersih
negatif selama 2 tahun berturut-turut. Jika perusahaan
mengalami financial distress maka akan diberi nilai 1, dan
perusahaan yang tidak mengalami financial distress akan
diberi nilai 0 (Wijaya, 2009).

Voluntary Disclosure Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang
melebihi dari yang diwajibkan oleh peraturan yang
berlaku dan merupakan pilihan bebas untuk manajemen
perusahaan dalam memberikan informasi akuntansi dan
informasi
pembuatan

lainnya

yang

keputusan

dipandang

oleh

para

relevan

pemakai

untuk
laporan

tahunannya (Meek, dkk, 1995).
Menggunakan instrumen Nasir dan Abdullah, 2004.
Penilaian voluntary disclosure akan didapatkan dengan
metode scoring, yaitu pemberian skor bagi tiap-tiap
kriteria yang telah ditetapkan. Sebuah item diberi skor
satu jika diungkapkan dan diberi skor nol jika tidak
diungkapkan (Wijaya, 2009).

10

Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 148
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2011.
Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan laporan tahunan pada tahun 2011
berjumlah 22 perusahaan. Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki data mengenai
kepemilikan manajerial berjumlah 70 perusahaan. Terdapat 3 data yang rusak atau
tidak dapat dibaca. Sehingga, diperoleh sampel sebanyak 53 perusahaan.
Tabel 2. Sampel Penelitian
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
tahun 2011
2. Perusahaan

manufaktur

yang

tidak

menerbitkan laporan tahunan tahun 2011
3. Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki
data mengenai kepemilikan manajerial
4. Data rusak atau tidak dapat dibaca
Sampel yang digunakan

148

(22)

(70)
(3)
53

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan
informasi mengenai variabel-variabel penelitian seperti indeks pengungkapan
sukarela, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dewan
komisaris, dan financial distress. Statistik deskriptif untuk variabel-variabel
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

11

Tabel 3. Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Std.Dev

VDEXT

53

0,6875000

1,0000000

0,8455189

0,0595503

KM

53

0,0000001

0,7000000

0,0527593

0,1140368

KI

53

0,2207000

0,9645700

0,6701144

0,1899052

KA

53

2,0000000

4,0000000

3,0566038

0,3047757

DK

53

2,0000000

11,0000000

4,1509434

1,9941860

DISTRS

53

0,0000000

1,0000000

0,0943396

0,2950978

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Tabel diatas menggambarkan deskripsi variabel-variabel secara statistik dalam
penelitian ini.
Pengungkapan sukarela mempunyai nilai minimum sebesar 68,75% dan nilai
maksimum 100%. Pengungkapan sukarela tertinggi dimiliki oleh perusahaan PT.
Astra International, Tbk (ASII). Mean pengungkapan sukarela adalah 84,55189%
dengan standar deviasi 5,95503%.
Kepemilikan manajerial mempunyai nilai minimum sebesar 0,00001% dan
nilai maksimum 70%. Kepemilikan manajerial yang terendah dimiliki oleh PT.
APAC Citra Centertex, Tbk (MYTX), sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh PT. Sat
Nusapersada, Tbk (PTSN). Mean kepemilikan manajerial adalah 5,27593% dengan
standar deviasi 11,40368%.
Kepemilikan institusional mempunyai nilai minimum sebesar 22,07% dan
nilai maksimum 96,457%. Kepemilikan institusional yang terendah dimiliki oleh PT.
Sat Nusapersada, Tbk (PTSN), sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh PT. Tira
Austenite, Tbk (TIRA). Mean kepemilikan institusional adalah 67,01144% dengan
standar deviasi sebesar 18,99052%.
Komite audit mempunyai nilai minimum sebesar 2,0000000 dan nilai
maksimum sebesar 4,0000000. Komite audit tertinggi dimiliki oleh PT. Martina

12

Berto, Tbk (MBTO). Mean komite audit adalah 3,0566038 dengan standar deviasi
0,3047757.
Dewan komisaris mempunyai nilai minimum sebesar 2,0000000 dan nilai
maksimum 11,0000000. Dewan komisaris tertinggi dimiliki oleh PT. Astra
International, Tbk (ASII). Mean dewan komisaris adalah 4,1509434 dengan standar
deviasi 1,9941860.
Financial distress mempunyai nilai minimum sebesar 0,0000000 dan nilai
maksimum 1,0000000. Mean financial distress adalah 9,43396% dengan standar
deviasi 29,50978%.

Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat apakah asumsi-asumsi yang
diperlukan dalam analisis regresi linear terpenuhi. Uji asumsi klasik dalam penelitian
ini

menguji

normalitas

data

secara

statistik,

uji

heteroskedastisitas,

uji

multikolinearitas serta uji autokorelasi.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal (Ghozali, 2009). Untuk menguji normal data ini menggunakan pengujian one
sample kolmogorov-smirnov.

13

Tabel 4
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
53

N
Normal Parametersa.b

Mean

.0000

Std. Deviation

.05362

Most Extreme Differences Absolute

.136

Positive

.057

Negative

-.136

Komolgorov-Smirnov Z

.990

Asymp. Sig. (2-tailed)

.281

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada tabel 4 menunjukkan nilai KolmogorovSmirnov sebesar 0,990 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,281. Karena nilai
signifikansi lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi
secara normal. Dengan kata lain, model regresi yang digunakan memenuhi asumsi
normalitas.

Uji Multikolonieritas
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolonieritas. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya multikolonieritas adalah dengan menganalisis matriks korelasi
variabel-variabel bebas. Jika antara variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya Multikolonieritas
(Ghozali, 2009). Selain itu untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas dapat

14

dilihat dari nilai tolerance dan nilai VIF. Jika nilai tolerance di atas 0,10 dan VIF di
bawah nilai 10 maka dinyatakan bebas multikolonieritas.
Tabel 5
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficients
Collinearity Statistics
Model
1

Tolerance

VIF

KM

.720

1.389

KI

.790

1.265

KA

.886

1.129

DK

.900

1.111

DISTRS

.880

1.137

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Hasil uji multikolonieritas pada tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada satupun
variabel bebas yang memiliki nilai tolerance dibawah 0,10 dan nilai Variance
Inflation Factor (VIF) di atas 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi ini.

15

Uji Heteroskedastisitas
Tabel 6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1

B
(Constant)

Coefficients

Std. Error
.043

.055

KM

-.046

.051

KI

.014

KA

Beta

t

Sig.

.779

.440

-.149

-.904

.371

.029

.076

.484

.630

-.009

.017

-.074

-.501

.619

DK

.004

.003

.203

1.380

.174

DISTRS

.015

.018

.121

.812

.421

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Hasil uji heteroskedastisitas dari tabel 6 menunjukkan bahwa nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat heterokedastisitas pada data yang diuji.

Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari nilai uji
Durbin Watson. Dari hasil pengujian diperoleh sebagai berikut:
Tabel 7
Hasil Uji Durbin-Watson
DW

Du

4-Du

Keterangan

2,086

1,768

2,232

Bebas Autokorelasi

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

16

Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai D-W sebesar 2,086.
Sedangkan nilai Du diperoleh sebesar 1,768. Dengan demikian diperoleh bahwa nilai
DW berada diantara Du yaitu 1,768 dan 4 – du yaitu 2,232. Dengan demikian
menunjukkan bahwa model regresi tersebut sudah bebas dari masalah autokorelasi.

Hasil Uji Hipotesis
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi
yang akan menentukan apakah hipotesis yang dibuat akan diterima atau ditolak. Atas
dasar hasil analisis regresi dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%
diperoleh persamaan sebagai berikut:
VDEXT = 0,82 – 0,024 KM – 0,017 KI – 0,005 KA + 0,013 DK + 0,001 DSTRS +
e
Analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
antar variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian statistik yang
dilakukan adalah:
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan nilai adjusted R-Square.
Nilai adjusted R-Square dari model regresi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel bebas (independen) dalam menerangkan variabel terikat
(dependen).
Tabel 8
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summary
Model
1

R
R Square
a
.436
.190

Adjusted R
Square
.104

Std. Error of
the Estimate
.05640

DurbinWatson
2.086

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

17

Dari tabel 8 diketahui bahwa nilai adjusted R-square sebesar 0,104. Hal ini
berarti bahwa 10,4% pengungkapan sukarela dapat dijelaskan oleh variasi variabel
independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit,
dewan komisaris dan financial distress, sisanya sebesar 89,6% (100% - 10,4%)
dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji signifikansi simultan (Uji F) bertujuan untuk menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen.
Tabel 9
Hasil Uji Simultan
ANOVA
Sum of
Model
1

Squares

Df

Mean Square

Regression

.035

5

.007

Residual

.150

47

.003

Total

.185

52

F
2.205

Sig.
.069*

*Signifikan pada 0,10
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Dari uji Anova atau Uji F pada tabel 9 diatas, nilai F hitung 2,205 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,069 lebih kecil dari α = 0,10. Hal ini menunjukkan
bahwa pengungkapan sukarela secara bersama sama (simultan) dipengaruhi oleh
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dewan komisaris
dan financial distress.

18

3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh variabel independen
berpengaruh secara individu terhadap variabel dependen. Untuk menentukan apakah
hipotesis diterima atau ditolak adalah dengan membandingkan nilai signifikansinya
dengan tingkat signifikansi. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi
0,05.
Tabel 10
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1

(Constant)

B

Std. Error

Coefficients
Beta

t

Sig.

9.439

.000

.820

.087

KM

-.024

.081

-.046

-.300

.765

KI

-.017

.046

-.056

-.377

.708

KA

-.005

.027

-.026

-.188

.852

DK

.013

.004

.436 3.153

.003

DISTRS

.001

.028

.007

.961

.049

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa kepemilikan manajerial mempunyai t
hitung sebesar -0,300 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,765. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat siginfikansinya di atas 0,05. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi pengungkapan sukarela. Hal ini
berarti bahwa hipotesis 1 ditolak.
Kepemilikan institusional mempunyai t hitung sebesar -0,377 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,708. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat siginfikansinya

19

di atas 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak
mempengaruhi pengungkapan sukarela. Hal ini berarti bahwa hipotesis 2 ditolak.
Komite audit mempunyai t hitung sebesar -0,188 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,852. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat siginfikansinya di atas 0,05.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak mempengaruhi
pengungkapan sukarela. Hal ini berarti bahwa hipotesis 3 ditolak.
Dewan komisaris mempunyai t hitung sebesar 3,153 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,003. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat signifikansinya
dibawah 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris mempengaruhi
pengungkapan sukarela. Hal ini berarti bahwa hipotesis 4 diterima.
Financial distress mempunyai t hitung sebesar 0,049 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,961. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat siginfikansinya
di atas 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa financial distress tidak mempengaruhi
pengungkapan sukarela. Hal ini berarti bahwa hipotesis 5 ditolak.

Pembahasan
Berdasarkan hasil uji penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela yang menunjukkan
bahwa hipotesis 1 ditolak. Hasil ini tidak mendukung penelitian Nasir dan Abdullah
(2004) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
pengungkapan sukarela. Dengan memanfaatkan pengungkapan sukarela, manajer
menyediakan informasi lebih untuk memberikan sinyal bahwa mereka telah
melakukan yang terbaik untuk kepentingan para pemegang saham. Menggunakan
teori keagenan, bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi akan
mengungkapkan lebih sedikit informasi kepada para pemegang saham melalui
pengungkapan sukarela. Hal ini dikarenakan oleh perusahaan yang menyediakan
insentif yang lebih rendah untuk secara sukarela mengungkapkan informasi untuk
memenuhi kebutuhan kelompok pemegang saham (Rouf & Al Harun, 2011).

20

Hasil uji penelitian untuk variabel kepemilikan institusional menunjukkan
bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
sukarela yang menunjukkan bahwa hipotesis 2 ditolak. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Kiswara (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Perusahaan yang
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh publik dalam jumlah besar belum tentu
memberikan pengungkapan yang lebih luas. Hal ini disebabkan oleh pemilik saham
publik pada umumnya merupakan investor kecil sehingga tidak memiliki otoritas atas
informasi keuangan maupun non keuangan yang diinginkan dan tidak dapat
mempengaruhi luas pengungkapan sukarela.
Hasil uji penelitian variabel komite audit menunjukkan bahwa komite audit
tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela yang menunjukkan
bahwa hipotesis 3 ditolak. Hasil penelitian ini mendukung Nasir dan Abdullah (2004)
yang menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
sukarela. Walaupun perusahaan memiliki komite audit, tetapi jika anggotanya tidak
memiliki keahlian di bidang finansial, maka kemungkinan besar mereka tidak akan
mampu menghadapi kompleksitas pelaporan keuangan. Atau dengan kata lain, komite
audit menjadi tidak efektif (Wijaya, 2009).
Hasil uji penelitian variabel dewan komisaris menunjukkan bahwa dewan
komisaris

berpengaruh

signifikan

terhadap

pengungkapan

sukarela

yang

menunjukkan bahwa hipotesis 4 diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Khomsiyah (2003) yang menyatakan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap
pengungkapan sukarela. Dewan komisaris diperlukan sebagai suatu badan yang
melakukan pengawasan terhadap pihak pengelola agar kepentingan perusahaan dapat
terjamin. Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme
pengendali tertinggi yang memiliki tanggung jawab untuk memonitor tindakan
manajemen puncak (Kiswara, 2009). Selain itu, dewan komisaris bertujuan untuk
menyeimbangkan

pengambilan

keputusan

khususnya

dalam

memberikan

21

perlindungan terhadap para pemegang saham dan pihak-pihak lain yang terkait
(Mayangsari, 2003).
Hasil uji penelitian variabel financial distress menunjukkan bahwa financial
distress tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela yang
menunjukkan bahwa hipotesis 5 ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Teoh dan Hwang (1990) yang menyatakan bahwa financial distress tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Kiswara (2009) menyatakan bahwa
seharusnya dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pengungkapan,
perusahaan memperhatikan manfaat dan biaya yang timbul akibat pengungkapan.
Manajemen akan selektif dalam melakukan pengungkapan informasi karena
pengungkapan informasi mengandung biaya. Manajemen akan mengungkapkan
informasi bila manfaat yang diperoleh melebihi biaya pengungkapan tersebut.
Kemungkinan laba negatif 2 tahun berturut-turut tidak bisa digunakan sebagai
patokan bahwa perusahaan mengalami financial distress.

22

Penutup
Kesimpulan
Pada penelitian ini diuji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, komite audit, dewan komisaris, dan financial distress terhadap
pengungkapan sukarela. Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Besarnya adjusted R square adalah sebesar 10,4% yang artinya bahwa
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit,
dewan komisaris, dan financial distress hanya mampu menjelaskan 10,4%
variasi pengungkapan sukarela perusahaan. Sisanya 89,6% dijelaskan oleh
faktor-faktor diluar model penelitian.
2. Secara bersama-sama kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
komite audit, dewan komisaris, dan financial distress berpengaruh terhadap
pengungkapan sukarela.
3. Secara parsial, hanya dewan komisaris yang berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan sukarela.

Implikasi
Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Hasil ini tidak mendukung
penelitian Nasir dan Abdullah (2004).
Hasil uji penelitian untuk variabel kepemilikan institusional menunjukkan
bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
sukarela. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kiswara (2009) dan tidak
mendukung penelitian Rouf dan Al Harun (2011).
Hasil uji penelitian variabel komite audit menunjukkan bahwa komite audit
tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Nasir dan Abdullah (2004).

23

Hasil uji penelitian variabel dewan komisaris menunjukkan bahwa dewan
komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian Khomsiyah (2003).
Hasil uji penelitian variabel financial distress menunjukkan bahwa financial
distress tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Hwang (1990).
Hasil penelitian ini menunjukkan masih ada ketidak konsistenan terhadap
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Implikasi Terapan
Berdasarkan hasil penelitian, hanya dewan komisaris yang berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan sukarela. Laporan tahunan merupakan media
komunikasi dan pertanggung jawaban antara manajemen kepada stakeholders.
Sehingga semakin banyaknya informasi yang diungkapkan maka semakin besar
kepercayaan stakeholders kepada perusahaan. Perusahaan diharapkan untuk lebih
terbuka dalam mengungkapkan informasi-informasi penting tentang perusahaan salah
satunya pengungkapan yang sifatnya sukarela. Oleh karena itu, diharapkan
perusahaan menambah jumlah dewan komisaris agar pengungkapan sukarela menjadi
lebih luas. Investor akan dapat mengetahui kondisi perusahaan, dari informasi yang
diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan. Tingkat pengungkapan
sukarela akan menjadi salah satu sumber informasi untuk pengambilan keputusan
bagi investor. Investor dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan jumlah
dewan komisaris karena dalam penelitian ini terbukti bahwa dewan komisaris
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela.

Keterbatasan
Penilaian tingkat pengungkapan sukarela dinilai berdasarkan intepretasi
terhadap kandungan informasi laporan tahunan perusahaan sampel sehingga
memungkinkan terjadinya perbedaan penilaian antar perusahaan karena kondisi
24

subyektif peneliti. Perusahaan yang mengungkapkan item-item pengungkapan diberi
nilai 1 apabila diungkapkan dan perusahaan yang tidak mengungkapkan item
pengungkapan diberi nilai 0. Sehingga tidak ada pengukuran yang didasarkan pada
rinci atau tidaknya informasi yang diungkapkan oleh perusahaan. Dengan melihat
adjusted R square yang hanya 10,4% berarti variabel lain (faktor-faktor lain) yang
tidak dimasukkan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
pengungkapan sukarela. Perusahaan dikondisikan mengalami financial distress jika
laporan keuangan perusahaan menampakkan laba bersih negatif selama 2 tahun
berturut-turut, hal ini kurang menggambarkan kondisi financial distress yang
sebenarnya. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu tahun pengamatan pada
laporan tahunan perusahaan sehingga praktek pengungkapan sukarela yang diamati
kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

Saran untuk Penelitian Mendatang
Penelitian berikutnya perlu melibatkan beberapa peneliti yang sudah ahli
didalam menentukan score pengungkapan sukarela agar unsur subyektifitas dapat
dikurangi. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan kerincian
informasi pengungkapan yang dilakukan perusahaan agar nilai yang dihasilkan tidak
sama dengan pengungkapan yang tingkat kerincian informasinya berbeda. Pada
penelitian

mendatang

dapat

memasukkan

faktor-faktor

lain

yang

dapat

mempengaruhi pengungkapan sukarela. Faktor-faktor lain tersebut dapat berupa
ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage ratio, profitabilitas, dan likuiditas.
Penelitian berikutnya dapat menggunakan stock based dan flow based untuk
mengkondisikan perusahaan yang mengalami financial distress. Selain itu penelitian
mendatang dapat memperluas tahun penelitian sehingga dapat lebih menggambarkan
pengungkapan sukarela yang sebenarnya.

25

Daftar Pustaka
Almilia, L.S. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial
Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol.7, No.1, pp.1-22.

Badjuri, A. 2011. Faktor-faktor Fundamental, Mekanisme Corporate Governance,
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Manufaktur dan
Sumber Daya Alam di Indonesia. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Vol.3, No.1,
pp.38-54.

Beasley, M.S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation between the Board of
Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review,
Vol.71, No.4, pp.443-465.

Chambers, Dennis, & Payne, J. 2008. Audit Quality and Accrual Reliability:
Evidence from the Pre- and Post-Sarbanes-Oxley Periods. Diunduh dari
http://ssrn.com/abstract=1124464 pada tanggal 12 Januari 2012.

Cooke, T.E. 1989. Disclosure in the corporate annual reports of Swedish companies.
Accounting and Business Research, Vol.19, No.74, pp.113-124.

Darwis, H. 2009. Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No.3, pp.418-430.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 4.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hartawan, A & Restuti, M.D. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Sukarela Informasi Keuangan melalui Website. Universitas Pelita
Harapan.

26

Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm : Managerial Behavior,
Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol.3,
pp.305-360.

Juniarti & Sentosa, A.I. 2009. Pengaruh Good Corporate Governance, Voluntary
Disclosure terhadap Biaya Hutang (Costs of Debt). Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol.11, No.2, pp.88-100.

Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi :
Pengujian secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI. pp. 200-212.

Kiswara, E. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela oleh
Perusahaan Multinasional di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol.20,
No.2, pp.107-117.

Li, H. & Qi, A. 2008. Impact of Corporate Governance on Voluntary Disclosure in
Chinese Lised Companies. Corporate Ownership & Control, Vol.5, No.2, pp.360366.

Mahiswari, R. & Nugroho, P.I. 2012. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance,
Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba dan Pengaruhnya
Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional
Akuntansi dan Bisnis (SNAB) 2012 Universitas Widyatama Bandung 27 Maret 2012.

Mayangsari, S. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta
Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan.
Simposium Nasional Akuntansi VI. pp.1255-1273.

Meek, Gary K., Roberts, Clare B., Gray, Sidney J. 1995. Factors Influencing
Voluntary Annual Report Disclosures by U.S, U.K, and Contenental European
Multinational Corporations. Journal of International Business Studies. Vol.26, Issue
3.

Nasir, N.M. & Abdullah, S.N. 2004. Voluntary Disclosure and Corporate Governance
Among Financially Distressed Listed Firms in Malaysia. Financial Reporting,
27

Regulation, and Governance. diunduh dari http://www.business.curtin.edu/files/nasirabdullah.pdf pada tanggal 12 Januari 2012.
O’Sullivan, M., Percy, M., & Stewart, J. 2008. Australian Evidence on Corporate
Governance Attributes and Their Association with Forward Looking Information in
The Annual Report. Journal Manage Governance, Vol.12, pp.5-35.

Rahayu, S.I. 2008. Pengaruh Tingkat Pengungkapan Sukarela dalam Laporan
Tahunan terhadap Koefisien Respon Laba. Media Riset Akuntansi, Auditing &
Informasi. Vol.8, No.3, pp.236-257.

Restuningdiah, N. 2010. Mekanisme GCG dan Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial terhadap Koefisien Respon Laba. Jurnal keuangan dan Perbankan, Vol.14,
No.3, pp.377-390.

Rouf, Md.A & Al Harun, Md.A. 2011. Ownership Structure and Voluntary
Disclosure in Annual Reports of Bangladesh. Pak. J. Commer. Soc. Sci, Vol.5(1),
pp.129-139.

Setyaningsih, H. 2008. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan terhadap
Konservatisme Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol.IX, No.1, pp.62-74.

Teoh, S.H. & Hwang, C.Y. 1991. Nondisclosure and Adverse Disclosure as Signals
of Firm Value. The Review of Financial Studies. Vol.4, No.2, pp.28