T1 802011113 Full text

STRATEGI KOPING SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
KUALITAS HIDUP PENDERITA PSORIASIS

OLEH
INDRI HELENA PELEALU
80 2011 113

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

1

PENDAHULUAN
Penampilan fisik adalah hal yang paling pertama dilihat dan terlihat pada diri

seseorang. Kebanyakan orang akan menilai orang lain lewat penampilan fisik, salah
satunya bagian kulit. Mengapa kulit juga termasuk dalam penampilan fisik? karena,
kulit bagian terluas dari tubuh yang pertama kali tampak dari luar dan bagian terpenting
bagi individu. Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang
menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit pada manusia mempunyai fungsi
yang sangat penting (Susanto, 2013). Kondisi kulit lebih segera mempengaruhi
pandangan orang lain dan diri sendiri, bila terdapat penyakit pada bagian ini, biasanya
lebih cepat direspon, salah satunya adalah penyakit kulit Psoriasis.
Psoriasis adalah suatu kondisi multisistem dermatologis jangka panjang yang
mempengaruhi 2-3% dari populasi dan penyakit kulit ini sangat menyedihkan (Hayes,
2010). Psoriasis mempengaruhi 2-4% dari populasi dan mungkin dipengaruhi oleh
genetik, individu dan faktor lingkungan. Psoriasis dapat dianggap sebagai kondisi
jangka panjang yang melibatkan kompleks fisik, psikologis dan tantangan sosial,
termasuk dampak yang signifikan pada kehidupan sehari-hari dan kualitas hidup
(Wahl,2015). Prevalensi Psoriasis sangat bervariasi pada berbagai populasi, antara
0,1-11,8%. Di Poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2003 – 2007 terdapat
56 (0,6%) kasus baru Psoriasis berusia kurang dari 15 tahun dari 8970 kunjungan
baru. Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2003-2006 terdapat 96
(0,4%) kasus baru Psoriasis dari 22.070 kunjungan baru golongan usia yang

sama. RSUP Dr. Kariadi terdapat 198 kasus (0,97%) Psoriasis selama rentang waktu 5
tahun (2003 -2007) (Cantika, 2012).

2

Hal ini juga senada dengan National Institute of Health, yang menyatakan
bahwa jumlah penderita Psoriasis di seluruh dunia mencapai lebih dari 125 juta pasien.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2000-2001 terdapat 2.3 persen penderita Psoriasis yang
terdiagnosis di RSCM (Izzati & Waluya, 2012).
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orangorang dari segala usia(Susanto, 2013). Kasus psoriasis makin sering dijumpai dari
berbagai latar belakang, sosial, usia dan jenis kelamin. Psoriasis adalah peradangan kulit
yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas,
skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut,
scalp, punggung, umbilikus dan lumbal (Gudjonsson & Elder, 2012). Penderita
psoriasis membutuhkan pengobatan terus–menerus karena bersifat kambuhan dan atau
menahun, sehingga membuat penderita merasa tertekan dalam usaha pengobatan yang
berjangka panjang bahkan bisa seumur hidup. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit
membutuhkan waktu lama untuk menunjukan efek. Masalahnya menjadi lebih
mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan (Susanto, 2013).
Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan

kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif
(Djuanda, 2011).
Ada kemungkinan penyakit kulit Psoriasis ini berhubungan dengan stres dan
trauma fisik (Lucky, wawancara, 2014)1. Penyebab pasti dari penyakit psoriasis ini
belum diketahui namun banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting
seperti faktor genetik berperan yaitu bila orangtuanya tidak menderita psoriasis resiko
mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis
1

Wawancara dengan dr. Lucky, 2014 di Salatiga.

3

resikonya mencapai 34 – 39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis
tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat
bersifat nonfamilial, sedangkan faktor imunologik juga berperan jika efek genetik pada
psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel
penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Faktor pencetus pada psoriasis diantaranya
stres psikis, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat juga alkohol dan
merokok. Stres psikik merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai

hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata sedangkan
hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Faktor endokrin rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit, puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan
menopaus. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa
pascapartus memburuk, gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialysis
telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan
residif ialah betaadrenergicblocking agents, litium, antimalaria dan penghentian
mendadak kortikosteroid sistemik. Ciri-ciri dari penyakit psoriasis ini ditandai dengan
adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis
dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, auspitz yaitu tampak senun atau berdarah
berbintik-bintik akibat papilomatosis dan trauma pada kulit normal pasien, misalnya
garukan dapat menyebabkan kelainankulit yang disebut kobner (Djuanda, 2011).

4

Bentuk Klinis
Ada tujuh tipe bentuk klinis pada psoriasis(Djuanda, 2011), yaitu :
1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula
tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.

2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus disaluran nafas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak terutama dewasa muda.
3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tesebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai
dengan namanya.
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.
5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis ini merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seborik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan
agak lunak.
6. Psoriasis Pustulosa
Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu, bentuk lokalisata mengenai telapak
tangan dan atau telapak kaki, dan bentuk generalisata yang menjadi faktor
pencetusnya antara lain obat, hipokalsemia, sinar matahari, alcohol, stres
emosional, serta infeksi bakterial dan virus.


5

7. Eritroderma Psoriatik
Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas.
Penyakit Psoriasis dapat mengganggu penderita dari segi penampilan fisik
secara psikologis maupun sosial, sehingga penderita akan lebih menarik diri dari
lingkungan bahkan tidak menutup kemungkinan mereka benar-benar menjadi orang
yang tidak dapat berfungsi secara sosial dan tidak dapat merawat diri sendiri. Hal-hal
inilah akan mempengaruhi kualitas hidup penderita psoriasis. Penyakit psoriasis
merupakan penyakit kronik residif sehingga berdampak pada kualitas hidup. Hal itu
sesuai dengan penelitian sebelumnya, menyatakan psoriasis berdampak negatif sedang
hingga berat terhadap kualitas hidup penderita karena terdapat perubahan aktivitas
sehari-hari (Bhosle, 2006).
Penelitian sebelumnya (Cantika, 2012) menyatakan bahwa responden merasa
kualitas hidup mereka terpengaruh dengan adanya penyakit yang dideritanya. Hasil
studi penelitian National Psoriasis Foundation-USA(2014), orang dengan psoriasis
palmoplantar mengalami peningkatan gangguan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari
karena penyakit mereka mempengaruhi bagian tubuh yang memiliki fungsi penting.
Psoriasis palmoplantar memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup

seseorang.
Penelitian sejenis yang dilakukan (Mardiana,2013) yang mendapatkan bahwa
adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kualitas hidup penderita kanker
serviks (dengan nilai Spearman rank = 0,533 dan nilai p = 0,009), dimana mekanisme
koping yang semakin positif maka kualitas hidup juga akan meningkat. Adapun faktor-

6

faktor yang mempengaruhi kualitas hidup menurut Raeburn dan Rootman(dalam
Nofitri, 2009) antara lain: kontrol hidup, kesempatan, sumber daya, sistem dukungan
(support system), keterampilan, kejadian dalam hidup (life event),perubahan politik dan
perubahan lingkungan.
Carr dan Hingginson (dalam Nofitri, 2009) menyatakan bahwa kualitas hidup
merupakan suatu konstruk yang bersifat individual. Kualitas hidup berhubungan dengan
bagaimana pencapaian yang sesuai dengan keinginan dan harapan dari individu dalam
segala aspek kehidupan.
Definisi kualitas hidup menurut Lauer (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa
tidak terdapat satupun definisi kualitas hidup yang dapat diterima secara universal. Pada
dasarnya menyusun konsep mengenai kualitas hidup adalah hal yang sulit (Monlar,
2009). Meskipun secara umum kualitas hidup mengambarkan kesejahteraan individual

dari suatu masyarakat, namun kualitas hidup pada masing-masing individu berbedabeda. Liu (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa hal-hal yang dianggap penting oleh tiaptiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa
lingkup dari konsep dan pengukuran kualitas hidup harus berpusat pada persepsi
subjektif individu mengenai kalitas hidup dari kehidupannya sendiri (Nofitri, 2009).
Menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL, 1997),
kualitas hidup merupakan persepsi subjektif individu mengenai posisinya dalam
kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal dan
hubungannya terhadap tujuan, harapan, standar dan kepedulian seseorang selama
hidupnya. Secara umum terdapat 4 dimensi kualitas hidup menurut WHOQOL-BREF,
yaitu: kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan. Psoriasis umumnya

7

tidak mempengaruhi kelangsungan hidup, namun memiliki dampak negatif pada pasien
yang dibuktikan dengan penurunan yang signifikan terhadap kualitas hidup (Damayanti,
2014).
Koping adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk menangani, tekanan,
hambatan atau tuntutan-tuntutan yang terjadi pada penderita psoriasis yang
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penyimpangan dari kehidupan rutin yang
normal bisa dipandang sebagai sumber stres bilamana individu sudah tidak sanggup lagi
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia pada diri dan lingkungan. Untuk melihat

bagaimana reaksi penderita psoriasis dalam menghadapi perubahan dan tekanan di
dalam menghadapi penyakit diperlukan strategi koping yang tepat (Soesilo, 2012).
Strategi koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk
mengelolah stres yang ada dengan cara tertentu. Strategi koping sendiri didefinisikan
sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah
domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan mengendalikan
tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal yang diprediksikan dapat membebani
dan melampaui kemampuan dan ketahanan individu yang bersangkutan (Lazarus
Folkman; Herdiansyah, 2009).
Folkman (dalam Yenjeli, 2007) mengartikan strategi koping sebagai perubahan
pemikiran dan perilaku yang digunakan oleh seseorang yang dalam menghadapi tekanan
dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh transaksi antara seseorang dengan
lingkungannya yang dinilai sebagai stressor. Koping ini nantinya akan terdiri dari
upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan stressor. Pengertian strategi
koping lebih dahulu merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat
digunakan untuk menguasai situasi yang penuh dengan stres. Strategi koping termasuk

8

dalam rangkaian dari kemampuan untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola

gangguan emosional kognitif, serta reaksi psikis. Menurut Lazarus pemilihan cara
mengatasi masalah ini disebut dengan istilah proses strategi koping, koping dipandang
sebagai faktor yang menentukan kemampuan manusia untuk melakukan penyesuaian
terhadap situasi yang menekan (stressful life events). Pada dasarnya koping
menggambarkan proses aktivitas kognitif, yang disertai dengan aktivitas perilaku
(Folkman, 1984).
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi koping adalah segala usaha individu
untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi
ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan
kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Koping sesungguhnya
berpengaruh atas hasil atau akibat (outcomes) secara psikologis, fisiologis serta
behavioral baik di dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Koping terjadi dalam
proses yang kompleks dan dinamis yang melibatkan individu, lingkungannya serta
interaksi di antara keduanya (Folkman & Moskowitz, 2004;Lazarus, 2006).
Penyimpangan dari kehidupan rutin yang normal bisa dipandang sebagai sumber
stres bilamana individu sudah tindak sanggup lagi memanfaatkan sumber-sumber yang
tersedia pada diri dan lingkungannya. Oleh karena itu, pengelolaan pengalaman distress
atau trauma melalui coping strategies menjadi amat penting bagi kesehatan fisik dan
psikologis. Ada dua konseptual utama mengenai koping yang muncul dalam literatur.
Pertama, strategi koping dikonseptualisasikan sebagai yang berfokus pada problem

(problem-focused)

atau

perfokus

pada

emosi

(emotion-focused).

Sedangkan

konseptualisasi yang kedua adalah strategi koping yang berfokus pada pendekatan
(approach-focused) atau pada penghindaran (avoidance-focused) (Folkman &

9

Moskowitz, 2004; Lazarus, 2006; Thois, 1995). Approach strategy difokuskan pada
stressor atau pada reaksi individu terhadap stressor dan corak pendekatan pada
umumnya dianggap lebih adaptif. Keragaman strategi ini meliputi pencarian dukungan
emosional, perencanaan penyelesaian stressor, dan pencarian informasi tentang
stressor. Sebaliknya, avoidance strategies lebih berfokus pada penghindaran oleh
individu dari stressor, misalnya menarik diri dari relasi atau interaksi dengan orang lain,
menyangkal adanya stressor, dan membuang segala pikiran dan perasaan dari diri
sehubungan dengan stressor. Kendati avoidance strategies bisa mereduksi distress
dalam jangka pendek, namun modus ini dipandang sebagai maladaptif apabila individu
terus menerus menggunakannya dalam jangka panjang.
Untuk mengkaji strategi koping yang dilakukan oleh penderita psoriasis maka
digunakanstrategi koping yang lebih menekankan reaksi individu ketika menemui
tekanan-tekanan atau perubahan-perubahan aktifitas sehari-hari yang terjadi akibat efek
nyata dari penyakit psoriasis dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh
(Folkman & Moskowitz, 2004; Lazarus, 2006; Thois, 1995) konseptualisasi dari strategi
kopingapproach dan avoidance.

Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang dikemukakan, maka
hipotsis dari penelitian ini adalah strategi koping bisa menjadi prediktor pada kualitas
hidup penderita psoriasis.

10

METODE PENELITIAN
Partisipan
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 83 penderita psoriasis dengan
rentang usia 21-55 tahun yang tergabung dalam Komunitas Peduli Psoriasis Indonesia
(KPPI), yang dilakukan pada tanggal 15 Januari – 5 Febuari 2016. Pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan
teknik sampel snowball sampling.
Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan dua buah skala yaitu : pertama Skala
Kualitas Hidup yang disusun menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban
dari Selalu hingga Tidak Pernah. Skala dibuat berdasarkan instrumen dari Dermatology
Life Quality Index (DLQI) yang dikemukakanoleh Finaly AY (1992) terdiri dari 10
item.
Instrumen kedua adalah Skala Strategi Koping,yang disusun oleh peneliti.
Terdiri dari 57 item yang didasarkan pada aspek-aspek yang ada pada taksonomi
strategi koping yang berfokus pada approach-avoidance coping yang dikemukakan
olehFolkman & Moskowitz (dalam Soesilo, 2012), yang terdiri dari lima alternatif
jawaban dari Sangat Setuju hingga Sangat Tidak Setuju dengan menggunakan skala
Likert.

11

HASIL
Analisis Aitem
Uji validitas untuk variabel kualitas hidup terdiri dari 10 item, dan dinyatakan
tidak gugur karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih besar dari 0,361. Uji
validitas pada strategi koping terdiri dari 57 item, diperoleh hasil sebanyak 12 item
gugur karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih kecil dari 0,361, dan tersisa
45 item valid karena memiliki nilai pearson correlation yang lebih besar dari 0,361.
Berdasarkan uji reliabilitas, variabel kualitas hidup n= 10 memiliki nilai alpha
0,893 dan strategi koping n= 45 memiliki nilai 0,950 yang keduanya lebih besar dari
0,600 yang artinya data reliable dan dapat dinyatakan ke uji selanjutnya.

Analisis Deskriptif
Peneliti membagi skor dari setiap skala menjadi tiga kategori yaitu rendah,
sedang dan tinggi, dengan pemberian skor antara 1 sampai 5. Tabel 1 menunjukkan
kategori skor untuk variabel kualitas hidup yang mempunyai 10 item valid dan tabel 2
menunjukkan kategori skor untuk variabel strategi koping secara keseluruhan yang
mempunyai 45 item valid.
Tabel 1. Kriteria skor untuk kualitas hidup
Interval

Ketegori

Jumlah

Persentase

10 ≤ x ≤ 23,33

Rendah

42

50,60 %

23,33 ≤ x ≤ 36,67

Sedang

35

42,17 %

36,67 ≤ x ≤ 50

Tinggi

6

7,23 %

83

100

Total
Min : 10

Max: 50

Std: 5,566

Mean: 24,421

Rata-rata

24,421

12

Tabel 2. Kriteria skor untuk strategi koping secara keseluruhan
Interval

Ketegori

Jumlah

Persentase

45 ≤ x ≤ 105

Rendah

0

0,00 %

105 ≤ x ≤ 165

Sedang

6

7,23 %

165 ≤ x ≤ 225

Tinggi

77

92,77 %

83

100 %

Total
Min : 179

Max: 271

Std: 20,852

Rata-rata

188,144

Mean: 188,144

Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada variabel kualitas hidup dalam penelitian ini menggunakan
Uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Asymp. Sig 2-tailed)
menyatakan nilai signifikan 0,395 (0,395 > 0,05) dan uji normalitas pada strategi
koping memiliki koefisien normalitas 0,791 (0,791 > 0,05) sehingga dapat
disimpulkan data tersebut memenuhi syarat yaitu berdistribusi normal
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa ada hubungan strategi koping dan
kualitas hidup adalah linear, karena dari hasil uji linearitas diperoleh nilaiF
(1,49) = 7,904signifikansi 0,078 > 0,05. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
hubungan strategi koping dan kualitas hidup ini menunjukan garis yang sejajar
atau linear.

13

Hasil Uji Hipotesis
Tabel 3. Hasil Ujit
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1

(Constant)
AVOIDANCE

B

Std. Error

54.293

9.311

-.369

.285
.188

APROACH
.452
a. Dependent Variable: Kualitas Hidup

Standardized
Coefficients
Beta

t

Sig.

5.831

.000

.111

2.809

.001

.262

2.910

.000

Uji t digunakan untuk melihat hubungan secara terpisah strategi koping
avoidance dan approach dengan kualitas hidup. Hasil menunjukkan bahwa strategi
koping avoidance dengan kualitas hidup, memiliki nilai β = -0,369 (p