EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TSTS DENGAN METODE OUTDOOR LEARNING PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA | Kustiyati | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10799 22714 1

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TSTS
DENGAN METODE OUTDOOR LEARNING PADA MATERI
SISTEM PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DITINJAU
DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA
Nurul Kustiyati1, Mardiyana2, Ikrar Pramudya3
1

Mahasiswa PPs Pend. Matematika FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
2,3
Dosen PPs Pend. Matematika FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email: kustiyatinurul@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain
faktorial 3x3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri
Se-Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster
random sampling. Sampel dari penelitian ini ada 338 siswa. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan
angket kecerdasan emosional. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji

homogenitas. Teknik analisis data menggunakan uji anava dua jalan sel tak sama dan
dilanjutkan uji komparasi ganda. Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan: 1) model
pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dan TSTS memberikan prestasi
belajar lebih baik daripada langsung, sedangkan model pembelajaran TSTS dengan
metode outdoor learning memberikan prestasi belajar yang sama baiknya dengan
TSTS. 2) siswa dengan kecerdasan emosional tinggi memberikan prestasi belajar
lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah,
sedangkan siswa dengan kecerdasan emosional sedang memberikan prestasi belajar
yang sama baiknya dengan siswa yang kecerdasan emosionalnya rendah. 3) pada
masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kecerdasan emosional tinggi
memberikan prestasi belajar lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional
sedang dan rendah, sedangkan siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan
rendah memberikan prestasi belajar yang sama baiknya. 4) pada masing-masing
tingkat kecerdasan emosional siswa, model pembelajaran TSTS dengan metode
outdoor learning dan TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik daripada
langsung, sedangkan model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dan
TSTS memberikan prestasi belajar yang sama baiknya.
Kata kunci: TSTS, Outdoor Learning , Kecerdasan Emosional

PENDAHULUAN

Bidang pendidikan memegang peran penting dalam kehidupan karena pendidikan
merupakan suatu wahana yang digunakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas dan berkompeten di bidangnya. Dalam perkembangan manusia atau
masyarakat dewasa ini, pendidikan di Indonesia banyak menghadapi berbagai tantangan
dan hambatan. Hal ini diperjelas oleh Programme for International Study Assessment
(PISA, 2015) dalam Sarnapi (2016) yang menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara
yang belum maksimal dalam pencapaian mutu pendidikan.
Perbaikan mutu pendidikan dapat dimulai dengan usaha memperbaiki prestasi
belajar. Salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah memperbaiki hasil rata-rata nilai
Ujian Nasional (UN). Berdasarkan hasil analisis daya serap siswa tiap materi UN
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

111

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

matematika, memang menunjukkan hasil yang belum maksimal yaitu salah satunya pada
materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan. Rata-rata daya serap materi pokok

sistem persamaan dan pertidaksamaan di Kabupaten Sukoharjo sebesar 58,88 yang berarti
lebih rendah daripada rata-rata daya serap di tingkat nasional sebesar 65,01 (Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2015).
Matematika sangatlah berperan pada kehidupan sehari-hari sehingga prestasi
belajar matematika harus terus ditingkatkan. Ignacio & Barona (2006: 16) berpendapat,
“δearning mathematics has become a necessity for an individual’s full development in
today’s complex society”. Belajar matematika sudah menjadi kebutuhan bagi kemajuan
seseorang di masyarakat yang kompleks sekarang ini. Faktor eksternal yang diduga
mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa adalah model pembelajaran. Selama ini
guru banyak menerapkan model pembelajaran langsung daripada kooperatif. Padahal,
model pembelajaran kooperatif sangat memungkinkan siswa untuk berkreasi dan
menggali ide-ide.
Morgan, Rosenberg dan Well (2010) menyatakan: “Cooperative learning
encourage and improves the perfomance of all student, that when they work in small

groups they make sure that eveyone learns the material, everyone’s ideas are needed it be
succesfull in the small groups, and help them learn the material”. Pembelajaran
kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka belajar
dalam kelompok untuk mempelajari materi, ide setiap anggota dibutuhkan dalam
kelompok, dan dapat membantu mereka dalam memahami materi. Hal ini didukung oleh

penelitian Parveen dan Batool (2012) yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa
dengan pembelajaran kooperatif lebih baik dibandingkan prestasi belajar siswa dengan
pembelajaran langsung.
Sesuai dengan daya serap pada materi sistem persamaan dan pertidaksamaan yang
belum maksimal, peneliti mengkaji permasalahan dan menemukan pembelajaran
kooperatif yang dimungkinkan cocok untuk meningkatkan prestasi belajar pada materi
pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan, yakni tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Hal
ini dikarenakan pada materi tersebut sangat dibutuhkan banyak pemahaman yang dapat
dilakukan melalui diskusi antar teman sehingga penggunaan model pembelajaran ini
sangat dimungkinkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penggunaan model pembelajaran TSTS dalam penelitian ini juga diperkuat oleh
penelian-penelitian terdahulu yang mengemukakan banyak keunggulan pada model ini.

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

112

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id


Darmawan (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa. Widyawati
(2014) menyimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS dapat menghasilkan prestasi
belajar lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Dibalik banyaknya keunggulan
model

pembelajaran

TSTS,

masih

banyak

pula

kelemahan-kelemahannya.

Kusumaningrum (2015) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dalam pelaksanaan

model pembelajaran TSTS terdapat kelemahan yaitu siswa yang kurang mengerti tentang
materi yang disampaikan terkadang hanya melamun, merasa jenuh, dan bergantung pada
siswa yang pandai.
Pada umumnya guru memang lebih sering mengajar matematika dengan model
pembelajaran di dalam kelas sehingga kadang siswa merasa jenuh dan akibatnya tidak
fokus pada pembelajaran. Padahal, guru merupakan unsur yang terpenting dalam
pendidikan dan dituntut professional dalam menyampaikan materi pelajaran. Salah satu
wujud

profesionalisme

guru

dalam

pembelajaran

matematika

adalah


mampu

mengaplikasikan matematika ke dunia nyata. Berdasarkan permasalahan yang muncul
pada penelitian-penelitian terdahulu, penggunaan metode outdoor learning dimungkinkan
dapat meminimalisir kelemahan dalam model pembelajaran TSTS karena metode ini
diduga dapat menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar matematika sehingga dapat
fokus berdiskusi dalam pembelajaran. Carrier (2009:44) berpendapat bahwa:
Outdoor lesson help illustrate the ubiquity of science and the relationships of
science to students’ lives for both the preservice teachers and their students. There
are numerous outdoor connections with topics spanning the physical, life, and Eart
sciences.

Untuk menghilangkan rasa jenuh dan malas dalam pembelajaran, perpaduan
pembelajaran kooperatif TSTS dengan metode outdoor learning sangat dimungkinkan
menjadi solusi dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada penelitian Lee
(2010), menyatakan bahwa siswa mampu membangun suatu dugaan ketika ditantang
untuk membuat analogi melalui permasalahan dalam dunia nyata. Hal ini diperkuat pula
oleh Dwi (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran berbasis outdoor activities lebih baik dibandingkan siswa

yang mengikuti model pembelajaran di dalam kelas.
Marfuah (2014) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa siswa yang
mengikuti model pembelajaran NHT berbasis outdoor study menghasilkan prestasi
belajar lebih baik daripada siswa yang mengikuti model NHT. Oleh sebab itu, sangat
dimungkinkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS dengan metode
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

113

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

outdoor learning dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA

Negeri di Kabupaten Sukoharjo.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yakni faktor internal
yang salah satunya adalah kecerdasan emosional. Hanifa (2014) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional tinggi akan menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional sedang atau

rendah. Yundari (2012), dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika siswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tingkat kecerdasan
emosional sedang atau rendah. Oleh sebab itu, sangat dimungkinkan bahwa faktor
kecerdasan emosional ini juga berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa
SMA Negeri di Kabupaten Sukoharjo.
Goleman (2002:523) menyatakan bahwa setinggi-tingginya kecerdasan intelektual
menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses individu dalam
hidup. Sedangkan 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain termasuk diantaranya
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional tersebut sangat berpengaruh dalam proses
dan keberhasilan belajar karena belajar tidak hanya persoalan intelektual, tetapi juga
emosional. Belajar tidak sekedar interaksi dengan sumber belajar buku dan lingkungan
mati, tetapi juga melibatkan hubungan manusiawi antara sesama siswa dan antara siswa
dengan guru. Di sinilah letak pentingnya kecerdasan emosional siswa dalam belajar.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah: (1)
untuk mengetahui manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik
antara siswa yang dikenakan model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning,
TSTS, atau langsung; (2) untuk mengetahui manakah yang menghasilkan prestasi belajar
matematika lebih baik antara siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang, atau
rendah; (3) pada masing-masing kecerdasan emosional siswa, manakah model

pembelajaran yang memberikan prestasi belajar siswa lebih baik antara model
pembelajaran TSTS metode outdoor learning, TSTS atau langsung; (4) pada masingmasing model pembelajaran, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika
yang lebih baik, siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang, atau rendah.
Adapun manfaat penelitian ini secara umum memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan matematika tentang model pembelajaran matematika yang inovatif. Apabila
model pembelajaran inovatif digunakan dengan optimal akan berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan prestasi belajar matematika siswa,
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

114

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

untuk alternatif mencari model pembelajaran yang tepat atau lebih baik dalam rangka
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok sistem persamaan dan
pertidaksamaan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 3×3.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester gasal SMA Negeri
Se-Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah tahun pelajaran 2016/2017. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara sampling random stratifikasi (stratified cluster random
sampling). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil satu sekolah

berkemampuan tinggi, satu sekolah yang berkemampuan sedang, dan satu sekolah yang
berkemampuan rendah yang didasarkan pada peringkat sekolah dalam ujian nasional
mata pelajaran matematika tahun 2014/2015. Pada masing-masing sekolah yang dipilih
sebagai sampel, akan diambil 3 kelas sebagai satu kelas kontrol dan dua kelas
eksperimen.
Banyak sampel dalam penelitian ini adalah 338 siswa dengan rincian, kelas kontrol
yang dikenakan model pembelajaran langsung sebanyak 113 siswa, kelas eksperimen 1
yang dikenakan model pembelajaran TSTS sebanyak 112 siswa, kelas eksperimen 2 yang
dikenakan model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning sebanyak 113
siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi, angket, dan tes. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai kemampuan awal siswa yang diambil dari nilai matematika siswa pada Ujian
Nasional (UN) SMP tahun pelajaran 2015/2016 diperoleh dari dokumen sekolah yang
digunakan untuk untuk menghitung uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas
kemampuan awal. Selain itu data nilai UN juga digunakan untuk menghitung uji
keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Metode tes bertujuan untuk memperoleh data prestasi belajar matematika pada
materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan setelah diberikan perlakuan. Metode
angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kecerdasan emosional siswa
terletak pada tingkatan tinggi, sedang, atau rendah. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tes prestasi belajar matematika materi sistem persamaan dan
pertidaksamaan dan angket kecerdasan emosional siswa. Selanjutnya instrumen
diujicobakan pada kelas di sekolah nonsampel. Uji coba instrumen tes prestasi belajar dan
angket kecerdasan emosional meliputi uji validitas dan reliabilitas.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

115

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

Instrumen penelitian yang telah valid dan reliabel digunakan untuk mengambil data
dari sampel penelitian. Setelah diperoleh data prestasi belajar matematika dan data tingkat
kecerdasan emosional siswa, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dan
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji hipotesis dilakukan apabila data telah memenuhi syarat uji normalitas dan uji
homogenitas dengan taraf signifikansi 5%. Rangkuman uji normalitas data prestasi belajar
tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi Belajar
Uji normalitas
Langsung
TSTS
TSTS Outdoor Learning (OL)
Kecerdasan Emosional Tinggi
Kecerdasan Emosional Sedang
Kecerdasan Emosional Rendah

Lobs
0,0660
0,0607
0,0815
0,0591
0,0657
0,0724

L0,05;n
0,0833
0,0837
0,0833
0,0886
0,0765
0,0869

Keputusan
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima

Simpulan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Berdasarkan data pada Tabel 1. terlihat bahwa semua data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Rangkuman uji homogenitas data prestasi belajar menggunakan
uji Bartlett tampak pada Tabel 2.
Tabel 2. Rangkuman Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar
Uji Homogenitas
Model pembelajaran
Kecerdasan Emosional

χ2 obs
5,1054
1,9439

χ2 0,05;2
5,991
5,991

Keputusan
H0 diterima
H0 diterima

Simpulan
Homogen
Homogen

Berdasarkan data pada Tabel 2. terlihat bahwa semua data berasal dari populasi
yang mempunyai variansi yang homogen. Rangkuman uji hipotesis menggunakan analisis
variansi dua jalan dengan sel tak sama tampak pada Tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman Anava Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber
Model
Pembelajaran (A)
Kecerdasan
Emosional (B)
Interaksi (AB)
Galat
Total

JK
12790,118

dk
2

RK
6395,059

Fhitung
26,160


3

Keputusan
H0 ditolak

2862,4893

2

1431,245

5,854

3

H0 ditolak

1013,7728
80424,457
97090,837

4
329
337

253,432
244,4512

1,036

2,37

H0 diterima

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

116

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel 3. terlihat pada model pembelajaran (A) dan kecerdasan
emosional (B) masing-masing diperoleh hasil H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan efek antara penerapan model pembelajaran terhadap prestasi belajar
matematika, terdapat perbedaan efek antara tingkat kecerdasan emosional siswa terhadap
prestasi belajar matematika. Pada interaksi (AB) diperoleh hasil H0 diterima. Hal ini
berarti tidak terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran dengan tingkat
kecerdasan emosional siswa terhadap prestasi belajar. Untuk melihat perbedaan rerata
pada masing-masing model dan tingkat kecerdasan emosional siswa, berikut rangkuman
nilai rerata masing-masing sel dalam rerata marginal.
Tabel 4. Rerata Masing-masing Sel dan Rerata Marginal
Model
Langsung
TSTS
TSTS Outdoor Learning
Rerata Marginal

Kecerdasan Emosional
Tinggi
Sedang
Rendah
54,423
50,714
47,741
68333
63,977
56,000
67,560
63,970
64,736
64,400
58,432
56,730

Rerata
Marginal
50,752
62,767
65,530

Berdasarkan hasil perhitungan yang menunjukkan H0A ditolak dan H0B ditolak, perlu
dilakukan uji komparasi ganda dengan Uji Scheffe antarbaris dan antarkolom. Rangkuman
hasil uji komparasi ganda antarbaris tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Komparasi Ganda Antarbaris
H0
ߤ1. = ߤ2.
ߤ1. = ߤ3.
ߤ2. = ߤ3.

Fobs
33,221
50,481
1,756

Ftabel
6
6
6

Keputusan
H0 ditolak
H0 ditolak
H0 diterima

Berdasarkan hasil perhitungan yang menunjukkan H0A ditolak, maka perlu
dilakukan uji komparasi ganda antar baris untuk mengetahui lebih baik mana prestasi
belajar yang dikenai model TSTS metode outdoor learning, TSTS, atau langsung.
Adapun hasil uji komparasi ganda dengan metode Scheffe diperoleh nilai F1.-2. > 2F0,05;2;329
dan F1.-3. > 2F0,05;2;329 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa siswa dengan model
pembelajaran langsung mempunyai prestasi belajar yang berbeda dibandingkan siswa
dengan model pembelajaran TSTS dan TSTS dengan metode outdoor learning. Jika
dilihat dari nilai rerata marginalnya, maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan model
pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dan model pembelajaran TSTS
memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan model
pembelajaran langsung.

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

117

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Lebih baiknya prestasi
belajar matematika siswa dengan model pembelajaran TSTS dengan metode Outdoor
Learning dan model pembelajaran TSTS disebabkan karena pembelajaran ini siswa

diajak belajar sambil berdiskusi dan bertukar pendapat dengan teman sehingga siswa
senang dan bersemangat belajar. Hal ini sejalan dan diperkuat dengan hasil penelitian
Widyawati (2014) bahwa model pembelajaran TSTS menghasilkan prestasi belajar yang
lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar yang menggunakan model pembelajaran
langsung.
Untuk nilai F2.-3. > 2F0,05;2;329 sehingga H0 diterima. Ini berarti bahwa siswa dengan
model pembelajaran TSTS mempunyai prestasi belajar yang sama pada siswa dengan
model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa siswa dengan model pembelajaran
TSTS dengan metode outdoor learning mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
dibanding siswa dengan model pembelajaran TSTS. Ketidaksesuaian ini kemungkinan
pada saat diskusi kelompok pada pembelajaran diluar kelas (outdoor learning), siswa
yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama-sama, tetapi kadang
siswa memanfaatkan kegiatan ini untuk bermain-main dan diskusi diluar materi pelajaran.
Selanjutnya, rangkuman hasil uji komparasi ganda antarkolom tampak pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Komparasi Ganda Antarkolom
H0
ߤ.1 = ߤ.2
ߤ.1 = ߤ.3
ߤ.2 = ߤ.3

Fobs
8,341
12,266
0,693

Ftabel
6
6
6

Keputusan
H0 ditolak
H0 ditolak
H0 diterima

Berdasarkan hasil perhitungan yang menunjukkan H0B ditolak, maka perlu
dilakukan uji komparasi ganda antar kolom untuk mengetahui lebih baik mana prestasi
belajar antara siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang, atau rendah. Adapun
hasil uji komparasi ganda antar kolom dengan metode Scheffe diperoleh nilai F1.-2. >
2F0,05;2;329 dan F1.-3.> 2F0,05;2;329 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat
perbedaan prestasi belajar pada siswa dengan kecerdasan emosional tinggi, sedang dan
rendah. Jika dilihat dari nilai rerata marginalnya, maka dapat disimpulkan bahwa siswa
dengan kecerdasan emosional tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding
siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah.
Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini mungkin disebabkan karena
siswa dengan kecerdasan emosional tinggi memiliki kemampuan untuk segera melibatkan

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

118

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

diri pada permasalahan yang dihadapinya, mahir berkomunikasi, dapat berempati pada
orang lain. Siswa dengan kecerdasan emosional sedang akan dapat menyesuaikan diri
dengan berbagai permasalahan yang muncul, tidak mudah gelisah dalam menghadapi
permasalahan, namun dalam penyelesaian masalah terkadang masih memerlukan bantuan
orang lain. Siswa dengan kecerdasan emosional rendah akan sulit untuk menyesuaikan
diri dengan permasalahan yang dihadapi, sulit berkomunikasi dengan baik, dan mudah
putus asa dalam menghadapi masalah. Oleh karena itu, siswa dengan kecerdasan
emosional tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan
kecerdasan emosional sedang maupun rendah.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2009) menyimpulkan
bahwa siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosi tinggi menghasilkan prestasi
belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan
emosi sedang dan rendah. Hal ini juga didukung oleh pendapat Gift Rupande bahwa,
“Emotional intelligence allow the individual to communicate, lead, and negotiate with
other. So, emotional intelligence is very critical to student learning.”. Kecerdasan

emosional memungkinkan individu dapat berkomunikasi, memimpin, dan bernegosiasi
dengan baik.
Untuk nilai F2.-3. > 2F0,05;2;329 sehingga H0 diterima. Ini berarti bahwa siswa dengan
kecerdasan emosional sedang mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang
mempunyai kecerdasan emosional rendah. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal yang menyatakan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional sedang
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional
rendah. Sama baiknya prestasi belajar matematika siswa dengan kecerdasan emosional
sedang dan rendah dimungkinkan karena pada siswa kecerdasan emosional rendah
mereka sangat antusias dan tertarik dalam belajar matematika dengan berbagai model
sehingga kemampuan memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
kemampuan membina hubungan dengan orang lain dapat meningkat dan meraih
keberhasilan.
Hasil perhitungan menunjukkan H0AB diterima sehingga tidak perlu dilakukan uji
komparasi ganda karena tidak terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran
dengan tingkat kecerdasan emosional siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.
Berdasarkan simpulan hipotesis pertama dan kedua, maka dapat disimpulkan, pada model
pembelajaran langsung, TSTS, maupun TSTS dengan metode outdoor learning prestasi
belajar matematika siswa dengan kecerdasan emosional tinggi lebih baik daripada siswa
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

119

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah, sedangkan prestasi belajar matematika
siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah menghasilkan prestasi belajar yang
sama baiknya. Dengan demikian, hipotesis ketiga tidak sesuai dengan hasil penelitian.
Adapun faktor yang menyebabkan tidak terpenuhinya hipotesis tersebut dikarenakan
dalam pembelajaran baik pada kelas kontrol, kelas eksperimen 1, dan kelas eksperimen 2
kondisi siswa tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh peneliti, baik dari faktor eksternal
maupun internal seperti faktor lingkungan, keluarga, intelegensi, minat, kreatifitas, dan
lain-lain dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan simpulan hipotesis pertama dan kedua, juga dapat disimpulkan, pada
kecerdasan emosional tinggi, sedang, maupun rendah pembelajaran menggunakan model
pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dan TSTS menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung, sedangkan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning
dan TSTS menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya. Dengan
demikian, hipotesis keempat tidak sesuai dengan hasil penelitian. Hal ini mungkin
disebabkan karena kondisi siswa dalam mencapai tujuan yang optimal berdasarkan
masing-masing tingkat kecerdasan emosional siswa tidak sepenuhnya dapat dikontrol
oleh peneliti. Seperti yang diungkapkan oleh De Potter dan Hernacki (1999:142) bahwa
cara-cara yang dikembangkan oleh masing-masing orang agar mencapai tujuan yang
optimal tergantung pada kesadaran orang tersebut, termasuk dalam tingkat kecerdasan
yang sesuai dengan dirinya.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan: (1) model pembelajaran TSTS dengan
metode outdoor learning dan TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model
pembelajaran langsung, sedangkan model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor
learning memberikan prestasi belajar yang sama baiknya dengan model pembelajaran

TSTS; (2) siswa dengan kecerdasan emosional tinggi memberikan prestasi belajar lebih
baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah, sedangkan siswa
dengan kecerdasan emosional sedang memberikan prestasi belajar yang sama baiknya
dengan siswa yang kecerdasan emosionalnya rendah; 3) pada masing-masing model
pembelajaran, siswa dengan kecerdasan emosional tinggi memberikan prestasi belajar
lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah, sedangkan
siswa dengan kecerdasan emosional sedang dan rendah memberikan prestasi belajar yang
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

120

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

sama baiknya; 4) pada masing-masing tingkat kecerdasan emosional siswa, model
pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dan TSTS memberikan prestasi
belajar lebih baik daripada langsung, sedangkan model pembelajaran TSTS dengan
metode outdoor learning dan TSTS memberikan prestasi belajar yang sama baiknya.
Model pembelajaran TSTS dengan metode outdoor learning dapat digunakan guru
sebagai pilihan lain selain model pembelajaran langsung pada materi sistem persamaan
dan pertidaksamaan. Sebelum menggunakan model pembelajaran TSTS dengan metode
outdoor learning maupun TSTS, guru hendaknya mempersiapkan bahan ajar dengan baik

agar siswa dapat mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan sehari-hari.
Bagi peneliti lain, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dalam lingkup yang
lebih luas dengan penelitian-penelitian yang sejenis atau dengan model-model
pembelajaran yang lebih menarik pada materi lain sehingga penelitian ini dapat
dimanfaatkan secara luas.
Daftar Pustaka
BSNP. (2015). Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2014/2015. Jakarta: Pusat
Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional.
Carrier, S. J. 2009. The Effect of Outdoor Science Lesson with Elementary School
Students on Preservice Teacher’s Self-Eficacy. Journal of Elementary Science
Education, Vol. 21, No. 2.
Darmawan. (2013). Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Siswa pada Topik Aplikasi Reaksi Reduksi
Oksidasi. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 2. No.6.
De Potter, B. & Hernacki, M. (1999). Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Dwi, A. (2014) Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation
Berbasis Metode Outdoor Activities Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal
Pendidikan Matematika Undiska. Vol 5. No.1.
Goleman, D. (2002). Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi . (Edisi
terjemahan oleh Tri Kantjono Widodo). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hidayati, F. H. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games Tournament (TGT) Ditinjau
dari Tingkat Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII
SMP Negeri Kabupaten Sleman. Jurnal Pendidikan Matematika UNS. Vol 2. No.4.
Ignacio, N. Nieto, L. & Barona, E. (2006). The Affective Domain In Mathematics
Learning. International Electronic Journal of Mathematics Education . Vol 1. No.
1. PP 16-32.

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

121

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika....................ISBN: 978-602-6122-20-9
hal 111-122 November 2016............................................... .....................http://jurnal.fkip.uns.ac.id

Kusumaningrum, R. (2015). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two
Stay Two Stray (TSTS), Numbered Heads Together (NHT), dan Think Pair Share
(TPS) pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kreativitas Belajar Matematika Siswa
SMP Negeri Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Pendidikan Matematika UNS. Vol 3.
No.7.
δee, K. H, & Sriraman, B. (2010). “Conjecturing via Reconcieved Classical Analogy”.
Education Study on Mathematics. Vol. 76. No. 10:123-144.
Marfuah, I. (2014). Pengembangan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together) Berbasis Outdoor Study untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
SMA Kelas X pada Materi Pokok Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan. Jurnal
Pendidikan Matematika UNS. Vol 2. No.6.
Morgan, B. M., Rosenberg, G. P., & Well, L. (2010). Undergraduate Hispanic Student
Response to Cooperative Learning. College Teaching Method & Styles Journal.
Vol. 6. No. 1:7-12.
Parveen, Q & Batool, S. (2012). Effect of Cooperative Learning on Achievement of
Student in General Science at Secondary Level. International Education Studies.
Vol. 5. No. 2: 154-158.
Rupande, G. (2015). The Impact of Emotional Intelligence on Student Learning.
International Journal of Managerial Studies and Research . Vol. 3. No. 9. PP. 133136.
Sarnapi. (2016). Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah. Pikiran Rakyat.
Diperoleh 19 Juni 2016, dari http://pikiran-rakyat.com/2016/06/18/peringkatpendidikan-indonesia-masih-rendah.
Widyawati, S. (2014) Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) dan Numbered Heads Together (NHT) Dinjau dari Kecerdasan
Majemuk Peserta Didik. Jurnal Pendidikan Matematika UNS. Vol 2. No.9.
Yundari. (2012). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization (TAI) dan Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) se-Kabupaten Ngawi. Tesis Program Pascasarjana UNS. Tidak
Diterbitkan.

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016

122

Dokumen yang terkait

Eksperimentasi Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Metode Outdoor Learning pada Materi Pokok Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Ditinjau dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMA Se-Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2016/2017.

0 0 16

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TAI DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA MATERI PELUANG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK SWASTA SE-KABUPATEN GROBOGAN | Gusantika | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10800 2271

0 0 12

EKSPERIMENTASI MODEL TPS MIND MAPPING DAN TTW MIND MAPPING PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI KECERDASAN MATEMATIS LOGIS SISWA SMP | Hardiyanti | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10813 22739 1 SM

0 0 23

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN TSTS PMR MATERI RELASI FUNGSI DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SEKABUPATEN KLATEN | Lirnawati | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10791 22699 1 SM

0 0 12

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN GI PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN INTRAPERSONAL SISWA KELAS VIII SE-KABUPATEN BOYOLALI | Nugroho | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10817 22745 1 SM

0 0 14

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN NHT PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA SMP SE-SURAKARTA | Utami | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10821 22755 1 SM

0 0 10

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TS-TS DAN TSI PADA MATERI FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN KARANGANYAR | Veva | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10822 22757 1 SM

0 0 14

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DAN JIGSAW II DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP | ‘Ain | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10853 22818 1 SM

0 0 13

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LC7E DAN TSTS PADA MATERI PROGRAM LINIER DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMK SE-KABUPATEN WONOGIRI | Antinah | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10855 22822 1 SM

0 1 11

Eksperimentasi Model TSTS pada Operasi Hitung Aljabar Ditinjau dari Kecerdasan Emosional Siswa SMPN 1 Ngronggot

0 0 8