Welcome to ePrints Sriwijaya University - UNSRI Online Institutional Repository

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia dengan latar belakang
sejarah Kerajaan Sriwijaya (Abad VI-XII) yang merupakan kerajaan Maritim
terbesar pada jamannya. Menurut toporafinya, kota Palembang dikelilingi oleh air
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka
untuk memanfaatkan air sebagai sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis
efisien dan punya daya jangkau dan kecepatan yang tinggi.
Letak yang strategis menjadikan Palembang sebagai pusat kekuatan politik
dan ekonomi di jaman klasik pada wilayah Asia Tenggara. Kota yang ramai
didatangi pelaut-pelaut asing, seperti Cina, Arab dan Persia. Palembang digambarkan
sebagai kota besar dimana penduduknya hidup di atas rakit-rakit sedangkan
pemimpin hidup berumah ditanah kering di atas rumah yang bertiang. Disamping itu
kota Palembang juga mempunyai latar belakang sejarah Kesultanan Palembang
Darussalam (Abad XVI-XIX), masa penjajahan Belanda dan Jepang. Dimana
perkembangan dan pembangunan dipusatkan di tepian sungai Musi, sebelah Ilir yang
lebih dahulu dibangun karena kondisi eksisting yang baik menjadi pusat perdagangan
dan pemerintahan dan sebelah Ulu dijadikan sebagai kawasan pemukiman penduduk
baik rumah rakit dan rumah di atas tiang.
Kejayaan Kesultanan Palembang sebagai salah satu kerajaan maritim yang

cukup berjaya di jamannya, meninggalkan banyak cerita sejarah yang mempengaruhi
tatanan kehidupan masyarakat sampai saat ini. Didirikan di kota Palembang yang
dibelah oleh sungai Musi, menjadikan kesultanan ini menjadi kerajaan maritim yang
cukup berkembang, baik dari segi pemerintahan, perdagangan, kependudukan dan
transportasi. Sungai sebagai salah satu sumber kehidupan, menjadi titik awal
bertumbuhnya kota ini. Sungai Musi dan anak-anak sungainya menjadi sarana
transportasi yang sangat baik, yang menghubungkan kawasan yang satu dengan
kawasan yang lainnya, yang bukannya membelah tetapi menjadi suatu sarana
penghubung antara Ulu dan Ilir.
Sungai yang menjadi sarana transportasi yang sangat baik membentuk pola
hidup masyarakat yang awalnya hanya bertani dan nelayan, berganti peran menjadi

1

pedagang. Ilir yang lebih dahulu dibangun karena kondisi eksisting yang baik
menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan. Dengan perdagangan yang sangat
berkembang pesat mengundang penduduk desa mencoba keberuntungannya dengan
bertransmigrasi ke kota dan berganti peran menjadi pedagang. Pertambahan
penduduk yang sangat pesat, ditambah dengan kedatangan pedagang Arab, China,
dan Persia, menjadikan kota ini sangatlah padat.

Perkembangan kota akan diikuti dengan perkembangan bangunan sebagai
sarana kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Peningkatan kegiatan di tepian Sungai
Musi pada saat itu juga diikuti dengan pembangunan berbagai gedung (bangunan),
baik bangunan umum maupun bangunan untuk permukiman penduduknya. Tidak
mengherankan kalau pada saat ini banyak peninggalan bangunan lama yang terletak
di sepanjang tepian Sungai Musi.
Beberapa kawasan di tepian Sungai Musi masih menunjukkan peningalan
arsitektur yang menarik. Beragam gaya arsitektur masih terlihat dengan jelas sampai
saat ini. Di antaranya adalah kawasan permukiman di Kampung Arab dan Kampung
Kapiten, kemudian kawasan sekitar Kelenteng 10 Ulu, Kawasan Sekanak, Kawasan
pasar 16 Ilir, Kawasan Al Munawar dan sebagainya.
Analisa Signifikansi budaya ditujukan untuk mengidentifikasi kawasankawasan lama mana saya yang layak untuk dikonservasi. Dengan adanya
rekomendasi dari ahasil analisa ini maka akan dapat digunakan sebagai tindak lanjut
upaya pelesatarian kawasan-kawasan lama di Kota Palembang.

1.2. Perumusan Masalah
Beberapa kawasan di Kota Palembang merupakan kawasan-kawasan lama
yang mempunyai nilai sejarah tinggi dalam konteks sejarah kota. Beberapa kawasan
tersebut sudah mulai memudar peran maupun kualitas lingkungannya. Diperlukan
upaya untuk meningkatkan nilai kawasan maupun untuk mempertahankan nilai

kesejarahan kawasan. Tetapi tidak semua kawasan lama memenuhi kriteria untuk
upaya pelestarian, sehingga timbul masalah yaitu :
1) Apakah kawasan studi (pelitian) layak untuk dijadikan kawasan yang
dipreservasi (dilestarikan)?
2) Apa saja indikator kawasan tersebut bisa dipreservasi ?

2

3) Bagaimana cara penanganan pelestarian pada kawasan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian penilaian Signifikansi Budaya terhadap beberapa kawasan
lama di Kota Palembang adalah :
1) Menilai kawasan-kawasan tersebut sesuai dengan kriteria analisis signifikansi
budaya sehingga didapat simpulan apakah kawasan penelitian tersebut layak
dipreservasi atau tidak.
2) Sebagai bahan dalam upaya penanganan kawasan-kawasan lama di Kota
Palembang yang sesuai dengan kondisi dan kriteria teknis.
3) Sebagai bahan dalam penentuan kawasan cagar budaya di Kota Palembang.


3

4

CURRICULUM VITAE
Nama

: Ir. Tutur Lussetyowati, MT

Tempat/Tgl. Lahir

: Temanggung, 25 September 1965

Pekerjaan/Unit Kerja

: Staf Pengajar, Program Studi Teknik Arsitektur,
Fakultas Teknik UNSRI

Alamat Rumah


: Perumahan Bukit Naskah Indah B-3 Palembang
Telp. (0711) 7907900

Agama

: Islam

PENDIDIKAN
1. Tahun 1990

: Sarjana Teknik Arsitektur (S1),
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2. Tahun 2000

: Sarjana Strata 2 (Magister Teknik)
Jurusan Teknik Arsitektur
Institut Teknologi Bandung (ITB)


PENGALAMAN KERJA
1. Tahun 1991 – sekarang

: Staf Pengajar pada Fakultas Teknik UNSRI

PENELITIAN DAN PUBLIKASI
NO
1
2
3
4

JUDUL
Study on The Typology of Urban Public Space of Palembang
Municipality
Permasalahan Ruang Terbuka Publik di Kota Palembang
Perlunya Upaya Pelestarian Kawasan Permukiman Kolonial di Talang
Semut
Analysis on Urban Space of Palembang Municipality


TAHUN
2004
2005
2005
2005

5

5
6
7

8
9
10
11
12

Perancangan Model Permukiman di atas Air di Tepian Sungai Musi
Kajian Penataan Ruang Publik Sebagai Sarana Sosialisasi Wanita Pada

Kawasan Permukiman Di Kota Palembang
Improving Urban Public Space in Historic Urban Area to Support
Community and Tourism Activities Involving Community
Participation
Study on Community Participation of Kampong 3-4 Ulu Palembang
Revitalization
Post Occupancy Evaluation (POE) Terhadap Ruang Terbuka Publik
pada Kawasan Perumahan Yang Dibangun Oleh Pengembang
Penataan Koridor Jalan untuk Meningkatkan Kualitas Ruang Kota,
Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta Palembang
Analisa Tingkat Kekumuhan pada Kawasan Permukiman di Kota
Palembang
Semendo Traditional Settlement as One of Vernacular Architecture,
Case Study Pulau Panggung Village, Muara Enim

2006
2007
2008

2009

2009
2010
2010
2011

6

CURRICULUM VITAE
Nama

: Ir. Setyo Nugroho, M Arch

Tempat/Tgl. Lahir

: Yogyakarta, 5 Mei 1956

Pekerjaan/Unit Kerja

: Staf Pengajar, Program Studi Teknik Arsitektur,
Fakultas Teknik UNSRI


Alamat Rumah

: Jl Manunggal IV No.2, PALEMBANG
Telp. (0711) 367 880

Agama

: Islam

PENDIDIKAN
1. Tahun 1982

: Sarjana Teknik Arsitektur (S1),
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2. Tahun 1990

: Sarjana Strata 2 (Master of Architecture)

Department of Architecture
Ball State University, Indiana, USA

PENGALAMAN KERJA
2. Tahun 1983 – 1986

: Staf Arsitek pada PT Atelier 6 Konsultan, Jakarta

3. Tahun 1986 – sekarang

: Staf Pengajar pada Fakultas Teknik UNSRI

PENELITIAN
1. Identifikasi Arsitektur Tradisional Daerah Ogan Komering Ilir. Th 1994.
2. Arsitektur Tradisional Ulu Ogan, Baturaja Timur, Th. 1995

7

3. Rumah Rakit Tradisional di Sumatera Selatan, Th. 1996
4. Pengembangan Arsitektur Tradisional Kabupaten Bangka, dan Kaitannya dengan
kondisi social ekonomi masyarakat, Th.1997
5. Revitalisasi kawasan Cindewelang, Palembang, Th.1998
6. Revitalisasi Permukiman di Tepian Sungai Musi, Palembang, Th 1999
7. Permukiman Tradisional Masyarakat Musi. Th. 2001
8. Pengembangan Linkage Potensi Pariwisata di Kawasan 1 -3 Ilir, kota Palembang,
Th.2002
9. Morfologi Arsitektur Lahan Basah Di Kota Palembang, Th 2009

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pelestarian dan Preservasi
Menurut Panduan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Bersejarah (Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004), perservasi bisa diartikan sebagai upaya
perlindungan terhadap suatu lingkungan ruang-ruang kota yang sudah ada dan
bangunan-bangunan yang mempunyai nilai historis. Preservasi juga diartikan sebagai
pelestarian terhadap kegiatan yang menempati suatu struktur ruang histories atau bisa
juga mencari kegiatan yang sesuai dengan bangunan atau kawasan bersejarah
tersebut.

2.2. Tujuan Preservasi
Preservasi

suatu

bangunan

atau

kawasan

bersejarah

tidak

hanya

diperuntukkan bagi nostalgia saja, tetapi lebih untuk mengingatkan akan masa
lampau. Suatu bangunan atau kawasan bersejarah biasanya mempunyai suatu
hubungan kontinuitas dengan masa sekarang baik dalam visi maupun nilai-nilai.
Hubungan ini akan memperkaya suatu kota.
Pelestarian suatu bangunan atau kawasan bersejarah merupakan stimulan bagi
preservation planning. Ada empat landasan bagi preservation planning (Shirvani,
1985) yaitu :
• Peningkatan nilai property
• Peningkatan nilai komersil atau nilai penjualan atau penyewaan
• Menghindari biaya pemindahan
• Peningkatan pendapatan pajak
• Economic and social benefit
Kegiatan preservasi merupakan kegiatan yang bersifat local, tetapi secara tipikal bisa
dirumuskan adanya sumber yang bias menimbulkan kegiatan tersebut yaitu :
• Aturan yang ditetapkan oleh legislatif
• Inisiatif dari pemerintah setempat
• Hasil kesepakatan dari masyarakat

Ada beberapa aturan yang berkaitan dengan kegiatan preservasi yaitu :
• Standar untuk desain kawasan atau bangunan bersejarah
• Tinjauan arsitektural terhadap kawasan atau bangunan bersejarah yang
dikeluarkan oleh suatu badan atau komisi
• Tinjauan standar preservasi, demolisi dan alteration
• Prosedur formal dalamperlindungan kawasan atau bangunan yang menjadi
landmark

Tujuan pelestarian bangunan dan kawasan :
• Alat transformasi dan revitalisasi suatu lingkungan bersejarah serta menciptakan
pusaka masa mendatang (future heritage)
• Tetap memelihara identitas dan sumber daya lingkungan melalui perubahan
secara alami dan terseleksi (Adisakti, 1997)
• Bukan untuk mempertahankan pertumbuhan suatu perkotaan, namun merupakan
manajemen perubahan

2.3. Jenis-jenis Bangunan dan Kawasan yang dilestarikan

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kota Palembang dengan dipilih dua lokasi penelitian
yaitu :


Kelurahan 3-4 Ulu



Kelurahan 9-10 Ulu

Pertimbangan dalam penentuan lokasi tersebut adalah :


Di kawasan tersebut secara fisik terlihat adanya peninggalan bangunan yang
menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan kota lama



Kawasan tersebut belum ditangani secara khusus berkaitan dengan kegiatan
pelestarian bangunan dan kawasan

3.2. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang
dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Melakukan pengamatan secara umum seluruh kawasan lama yang ada di
Palembang untuk kemudian ditentukan daerah yang akan menjadi fokus
penelitian secara detail.
2) Mencari data dan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian yang
dilakukan melalui :


Studi literatur yang relevan dengan topik penelitian



Survey lapangan untuk melihat kondisi fisik dan lingkungan yang ada. Dalam
pengamatan lapangan ini juga dilakukan dengan pemetaan dan pengambilan
foto-foto.

3) Membuat kompilasi data dengan mengklasifikasikan data-data yang disajikan
dalam bentuk tabulasi, peta dan foto-foto.
4) Membuat suatu analisa terhadap data-data tersebut untuk mendapatkan temuantemuan sehubungan dengan permasalahan tingkat kekumuhan di kawasan
permukiman. Analisis yang digunakan meliputi analisis pembobotan (scoring)
berdasar pedoman teknis Analisa Signifikansi Budaya.

5) Membuat rekomendasi dari hasil temuan pada tahap analisis yang bisa digunakan
sebagai dasar dalam penanganan kawasan permukiman kumuh.
Adapun bagan alir kegiatan penelitian di atas dapat dilihat pada gambar berikut.

Pengamatan secara umum

Penentuan lokasi untuk penelitian detail

Studi literatur
yang relevan

Survey Data
Sekunder

Survey Data
Primer

Landasan teori

Kondisi
kawasan
permukiman

Kondisi infra
struktur

Klasifikasi data

Kompilasi data dengan tabulasi, peta,
gambar, foto

Analisis

Rekomendasi

Gambar 3.1. Bagan Alir Kegiatan Penelitian

3.2.1. Survey, Pengambilan Data dan Pengolahan Data
Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
terdiri dari data kondisi bangunan, kondisi kawasan, dan wawancara dengan
penghuni kawasan tersebut. Sedangkan data sekunder adalah berupa studi-studi yang
sudah ada berkaitan dengan lokais penelitian, peta-peta kawasan dan data statistic
dari BPS.

3.2.2. Analisis
Metode analisis menggunakan pembobotan berdasarkan Panduan Identifikasi
Revitalisasi Kawasan Bersejarah (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,
2004)

1) Analisis Historical Significance
Analisis historical significance meliputi dua hal yaitu historical significance
bangunan bersejarah dan historical significance kawasan bersejarah.

Bangunan Bersejarah Usia
Sejarah Sosial
Sejarah Ekonomi
Sejarah Politik
Kawasan Bersejarah Usia
Sejarah Sosial
Sejarah Ekonomi
Sejarah Politik

Muda
Rendah
Rendah
Rendah
Muda
Rendah
Rendah
Rendah

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Tua
Besar
Besar
Besar
Tua
Besar
Besar
Besar

Cara penilaian


Untuk kriteria nomor 1 diberi nilai 0



Untuk kriteria nomor 2 diberi nilai 1



Untuk kriteria nomor 3 diberi nilai 2

Kriteria penilaian Historical Significance Bangunan Bersejarah
Usia :
1. Muda = belum berusia 50 tahun
2. Sedang = usia 50 – 100 tahun
3. Tua = lebih dari 100 tahun

Sejarah Sosial
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa sosial yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional
Sejarah Ekonomi
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa ekonomi yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional
Sejarah Politik
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa politik yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional

Kriterian Penilaian Historical Significance Kawasan Bersejarah
Usia :
1. Muda = belum berusia 50 tahun
2. Sedang = usia 50 – 100 tahun
3. Tua = lebih dari 100 tahun
Sejarah Sosial
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa sosial yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional
Sejarah Ekonomi
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa ekonomi yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional
Sejarah Politik
1. Rendah = tak pernah terjadi peristiwa politik yg mengandung nilai sejarah
2. Sedang = peristiwa historis dengan level kota hingga regional
3. Besar = peristiwa dengan level nasional hingga internasional

2) Analisis Cultural Significance
Analisis Cultural Significance juga meliputi untuk bangunan bersejarah dan kawasan
bersejarah.

Bangunan 1. Estetika Arsitektur
• Elemen arsitektur
Rusak
• Gaya
Hilang
• Ornamen
Hilang
• Material Bangunan
Kurang
• Tata Rg eksterior
Rusak
• Tata Rg Interiror
Rusak
2. Kejamakan/tipologi
• Kelangkaan/keistimewa Rendah
an
• Pengaruh terhadap
Rendah
lingkungan
Morfologi Bentuk
Rusak
Path
Hilang
Batas Tepian
Kabur
Kawasan Tetenger
Kabur
Distrik
Kabur
Nodes
Kabur
Skyline
Kacau

Berubah
Berubah
Ada/tak terawat
Sedang
Sedang
Sedang

Tetap
Tetap
Ada/terawat
Baik
Baik
Baik

Sedang

Besar

Sedang

Besar

Berubah
Berkurang
Agak Jelas
Agak Jelas
Agak Jelas
Agak Jelas
Tidak teratur

Tetap
Lengkap
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Konteks tual

Cara penilaian


Untuk kriteria nomor 1 diberi nilai 0



Untuk kriteria nomor 2 diberi nilai 1



Untuk kriteria nomor 3 diberi nilai 2

Kriteria Penilaian Cultural Significance Bangunan Bersejarah
Estetika Arsitektural
1. Rusak = elemen/detail bangunan telah rusak/hilang
2. Berubah = elemen/detail bangunan telah berubah
3. Tetap = Elemen/detail bangunan dipertahankan
Gaya
1. Hilang = gaya asli bangunan telah hilang
2. Berubah = gaya asli bangunan telah berubah
3. Tetap = gaya asli bangunan dipertahankan
Ornamen
1. Hilang = lebih dari 50 % ornamen telah hilang

2. Ada/tak terawat = lebih dari 50 % ornamen ada tetapi tidak terawat
3. Ada/terawat = lebih dari 50 % ornamen ada lengkap dan terawat
Material bangunan
1. Kurang = tidak sesuai dengan lingkungan atau gaya bangunan
2. Sedang = sesuai dengan lingkungan atau gaya bangunan
3. Baik = kontekstual terhadap gaya bangunan serta lebih dari 80 % material
masih asli
Tata ruang Eksterior
1. Rusak = tidak sesuai dengan gaya bangunan
2. Kurang = sesuai dengan gaya bangunan tetapi tidak sesuai dengan fungsi
bangunan
3. Baik= sesuai dengan fungsi dan gaya bangunan
Tata Ruang Interior
1. Rusak = tidak ada relasi dan organisasi ruang yang jelas
2. Kurang = relasi dan organisasi ruang tidak jelas
3. Baik = relasi dan organisasi ruang jelas
Kejamakan/tipologi
1. Umum = tidak mewakili suatu ragam/jenis khusus yang spesifik
2. Khas = mewakili ragam/jenis khusus yang spesifik
3. Sangat khas = mewakili ragam/jenis khusus yang spesifik dan jumlahnya
tinggal sedikit
Kelangkaan/keistimewaan
1. Rendah = level lokal
2. Sedang = level kota hingga regional
3. Besar = level nasional hingga internasional
Pengaruh terhadap lingkungan
1. Rendah = tidak mewakili peran sama sekali
2. Sedang = berpengaruh namun kurang dominan
3. Besar = paling dominan dalam kawasan

Kriteria Penilaian Cultural Significance Kawasan Bersejarah
Morfologi bentuk
1. Rusak = lebih dari 50 % morfologi kota telah rusak sehingga kurang
arsitektonis dan fungsional
2. Berubah = perubahan morfologis kurang dari 50 % sehingga tetap
arsitektonis dan fungsional seperti semula
3. Tetap = tidak mengalami perubahan morfologis sama sekali
Path
1. Hilang = path utama dan pendukung tidak dapt diidentifikasi
2. Berkurang = hanya sebagian path yang dapat diidentifikasi
3. Lengkap = teridentifikasi dengan baik
Batas tepian kawasan
1. Kabur = tidak dapat diidentifikasi secara fisik
2. Agak jelas = hanya sebagian batas tepian kawasan tidak dapat dididentifikasi
3. Jelas = seluruh batas tepian kawasan dapat terdeteksi dengan mudah
Tetenger (landmark)
1. Kabur = lebih dari 50 % tetenger tidak dapat diidentifikasi lagi
2. Agak jelas = hanya sebagian tetenger masih dapat dididentifikasi
3. Jelas = lebih dari 50 % tetenger maish dapat ditemukan
Nodes
1. Kabur = tidak ada lagi nodes yang dapat diidentifikasi secara fisik
2. Agak jelas = hanya sebagian nodes yang masih dapat dididentifikasi
3. Jelas = semua nodes masih dapat diidentifikasi dengan mudah
Skyline
1. Kacau = terlalu banyak bangunan baru yg tidak memperhatikan kontekstual
terhadap bangunan kuno di sekitarnya
2. Tidak teratur = renovasi bangunan kuno yang tidak memperhatikan
kontekstualitas
3. Kontekstual = kontekstual terhadap lingkungan dan gaya bangunan

3) Analisa Delineasi Kawasan Bersejarah
Batas tepian
Urban wall
Akumulasi bangunan
Pola Penyebaran
bersejarah
Jumlah
Struktur ruang bersejarah Fungsi dan posisi
Jumlah
Curtilage area (kawasan Keberadaan
inti)
Posisi

Hilang
Kabur
Menyebar
Semi mengelompok
Sedikit
Sedang
Hilang
Lemah
Sedikit
Sedang
Hilang
Berubah
Pindah, hancur Pindah, ada

Jelas
Mengelompok
Banyak
Menguat
Banyak
Tetap
Tetap

Cara penilaian


Untuk kriteria nomor 1 diberi nilai 0



Untuk kriteria nomor 2 diberi nilai 1



Untuk kriteria nomor 3 diberi nilai 2

Analisa Delineasi Batas Tepian

(Urban wall)
1. Hilang = batas tepian tidak dapat ditemukan
2. Kabur = batas tepian masih diperdebatkan, karena tidak ada bukti konkrit
3. Jelas = secara fisik batas tepian masih dapat terdeteksi
Pola penyebaran
1. Menyebar = merupakan kawasan historis tetapi bangunan bersejarah yg ada
letaknya menyebar
2. Semi mengelompok = hanya bangunan bersejarah di kawasan inti yg
mengelompok diperdebatkan, karena tidak ada bukti konkrit
3. Mengelompok = seluruh bangunan bersejarah di kawasan inti maupun
penyangga letaknya mengelompok

Analisa Delineasi akumulasi bangunan bersejarah
Jumlah
1. Sedikit = semua bangunan bersejarah telah musnah
2. Sedang = 25-50 % bangunan bersejarah masih tersisa
3. Banyak = lebih dari 50 % bangunan bersejarah masih terkonservasi dengan
baik

Analisa Delineasi akumulasi kawasan (ruang) bersejarah
Fungsi dan posisi
1. Hilang = fungsi ruang publik hilang, koneksi sudah hilang
2. Lemah = fungsi ruang publik hilang tetapi akses pedestrian(fungsi koneksi)
masih ada
3. Menguat = fungsi ruang publik masih kuat, jalur pedestrian dan koneksi
masih kuat
Jumlah
1. Sedikit = semua ruang bersejarah telah musnah
2. Sedang = ruang bersejarah masih tersisa kurang dari 50%
3. Banyak = ruang bersejarah yang masih tersisa kurang dari 50 %

4) Hasil Penilaian Indikator Konservasi
Penilaian indicator konservasi akan dijumlah dari scoring ketiga analisa di atas, yang
terdiri dari :
a. Historical significance


Nilai terendah = 0



Nilai tengah



Nilai tertinggi = 16

=8

b. Cultural significance


Nilai terendah = 0



Nilai tengah



Nilai tertinggi = 32

= 16

c. Delineasi


Nilai terendah= 0



Nilai tengah



Nilai tertinggi = 14

=7

Dan hasil penilaian indikator konservasi adalah kawasan yang dinyatakan layak
untuk dikonservasi adalah yang memiliki total nilai di atas atau sama dengan 31