PENGARUH PENGGANTIAN AIR DAN PENGGUNAAN NaHCO3 DALAM PERENDAMAN UBI KAYU IRIS (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP KADAR SIANIDA PADA PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU The Effect of Water Replacement and Use of NaHCO3 in Soaking Cassava Slices (Manihot esculenta

  

PENGARUH PENGGANTIAN AIR DAN PENGGUNAAN NaHCO DALAM

  3 PERENDAMAN UBI KAYU IRIS (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP KADAR

SIANIDA PADA PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU

  The Effect of Water Replacement and Use of NaHCO 3 in Soaking Cassava

Slices (Manihot esculenta Crantz) Against Cyanide Levels In Cassava Flour

Processing

  1*

  1 Firmannanda Nur Irzam , Harijono

  1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: adnan_namrif@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Berdasarkan kandungan glukosanya, ubi kayu dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu ubi kayu manis dan ubi kayu pahit. Kedua jenis ubi kayu ini juga mengandung senyawa racun, yaitu sianida. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggantian air rendaman dan penggunaan NaHCO terhadap kadar sianida dan sifat fisik kimia yang

  3

  lain pada ubi kayu. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama yaitu metode perendaman (air rendaman diganti setiap 24 jam sekali dan tidak diganti), sedangkan faktor kedua yaitu konsentrasi penambahan NaHCO

  3

  (0%, 2%, 4%). Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA dengan uji DMRT (

  Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5% dan apabila tidak

  terjadi interaksi antar kedua perlakuan dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) 5%. Untuk perlakuan terbaik digunakan metode De Garmo. Perlakuan terbaik adalah tepung ubi kayu dengan penggantian air rendaman setiap 24 jam selama 4 hari dan penggunaan 4% NaHCO .

3 Kata kunci: Fermentasi, Glukosida Sianogenik, Natrium Bikarbonat, Tepung Ubi Kayu

  

ABSTRACT

Cassava (Manihot esculenta Crantz) is one of the staple food in Indonesia. Based on

the content of glucose, cassava can be divided into two types, namely sweet cassava and

bitter cassava. Both of this cassava also contain toxin compounds, namely cyanide. The

purpose of this research is to determine the effect of water soaking replacement and the use

of NaHCO 3 on levels of cyanide and other physical and chemical qualities on cassava. The

research was conducted with a Randomized Design Group. The first factor was the method

of soaking (water soaking was replaced every 24 hour a day and the other one was not

replaced) and the second factor was the concentration addition of NaHCO

  3 (0%, 2%, 4%).

  The resulted data of observation is analyzed by using ANOVA with test by DMRT ( Duncan’c

Multiple Range Test) with trust value 5%. If the test results not shows the existence of

influence, then it would be conducted further test by BNT with trust value 5%. The best

treatment method is used to De Garmo.. The best treatment obtained on cassava flour with

water soaking replacement every 24 hour a day for 4 days and the use of 4% NaHCO

  3 .

  Keywords: Cassava Flour, Cyanogenic Glucoside, Fermentation, Sodium Bicarbonate

  

PENDAHULUAN

  Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) adalah salah satu makanan pokok di Indonesia setelah padi dan jagung. Ubi kayu mengandung glukosa sehingga pada umumnya memiliki rasa yang manis, namun ada pula yang pahit. Ubi kayu pahit merupakan salah satu ubi kayu yang masih jarang dimanfaatkan karena tidak layak dikonsumsi. Ubi kayu baik yang manis maupun yang pahit juga mengandung senyawa racun, yaitu sianida. Jenis yang manis mengandung sianida < 50 ppm sehingga aman untuk dikonsumsi, tetapi yang pahit mengandung sianida > 100 ppm dan tidak aman untuk dikonsumsi dan biasanya dimanfaatkan sebagai gaplek atau tepung.

  Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung gugus CN dengan atom karbon terikat rangkap tiga pada atom nitrogen. Sianida merupakan senyawa tidak berwarna,

  o

  sangat beracun dan mudah menguap pada suhu kamar 26

  C. Secara spesifik, sianida

  • adalan anion CN . Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid, setiap senyawa
  • tersebut dapat melepaskan anion CN yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Kandungan senyawa sianida pada suatu bahan pangan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu potensial sianogenik, sianida bebas dan total sianida. Potensial sianogenik merupakan senyawa yang berpotensi menghasilkan sianida, terbagi menjadi glukosida sianogenik dan non-glukosida sianogenik. Glukosida sianogenik merupakan senyawa yang berpotensi menghasilkan sianida dan memiliki ikatan glukosidik misalnya linamarin dan lotaustralin yang terdapat pada ubi kayu. Sedangkan non-glukosida sianogenik merupakan senyawa yang tidak berikatan glukosidik tapi berpotensi menghasilkan sianida. Senyawa ini dapat diukur dengan metode analisis tanpa adanya tahapan perlakuan secara enzimatis maupun penambahan senyawa asam kuat. Pada ubi kayu biasanya berupa senyawa sianohidrin hasil pemecahan dari linamarin. Sianida bebas merupakan produk akhir dari pemecahan senyawa potensial sianida diatas, biasanya disebut dengan asam sianida (HCN). Sedangkan total sianida merupakan jumlah keseluruhan jenis sianida yang terkandung dalam suatu bahan baik itu berupa potensial sianida maupun sianida bebasnya [1].

  Ubi kayu varietas Malang 4 mempunyai produktivitas dan kadar pati yang cukup tinggi, namun memiliki kadar sianida yang tinggi pula [2]. Di dalam proses pembuatan tepung ubi kayu, kadar sianida harus dikurangi sampai sekecil-kecilnya (kurang dari 40 ppm) agar layak dikonsumsi. Potensi toksisitas pada ubi kayu disebabkan oleh dua senyawa prekursor HCN, yaitu linamarin dan lotaustralin.

  Salah satu upaya untuk mengurangi kadar racun glukosida sianogenik pada ubi kayu adalah dengan fermentasi. Selama fermentasi akan terjadi pemecahan senyawa linamarin menjadi sianida bebas yang disebabkan adanya akitivitas enzim linamarase dari umbi ubi kayu. Selama proses hidrolisis yang dilakukan oleh enzim linamarase pada glukosida sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan kembali terpisahkan atau secara enzimatis menjadi sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa) [3]. Proses ini disebut sianogenesis dimana terjadi ketika jaringan sianogenik pada tanaman mengalami kerusakan.

  

BAHAN DAN METODE

Bahan

  Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu pahit varietas Malang 4 yang diperoleh dari Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Jambigede, Kepanjen-Malang dan Natrium Bikarbonat yang diperoleh dari toko bahan kimia “Makmur Sejati”, Malang. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain: aquades, alkohol, larutan NaOH 2.50%, larutan natrium pikrat, larutan stok sianida, larutan AgNO

  0.02 M, alkohol, HCl 25%, kloroform, larutan

  3 NaOH 0.10 N, NaOH 45% dan Na

  2 CO

  3

  yang diperoleh dari toko bahan kimia “Makmur Sejati” dan “Panadia” Malang.

  Alat

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, baskom, blender kering, kain saring, timbangan digital (Metler AE 160), pengering lampu, dan ayakan 80 mesh. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain oven (Memmert), timbangan digital analitik (Denver Instrument M-310), labu ukur 100 ml (Pyrex), labu kjeldahl (Buchi) beaker

  

glass 250 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi,

  Erlenmeyer (Pyrex), botol timbang, bola hisap (Merienfiel), spatula kaca, pipet ukur 1 ml (HBG), pipet tetes, corong kaca (Herma), biuret, timbangan digital (Metler AE 160),

  

spektrofotometer (UV-2100), kertas saring (Whatman), pH meter, termometer, destilator,

slicer, colour reader (Minolta), pendingin balik dan desikator.

  Desain Penelitian

  Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok dengan menggunakan 2 faktor. Faktor pertama yaitu metode perendaman (air rendaman diganti setiap 24 jam sekali dan tidak diganti), sedangkan faktor kedua yaitu konsentrasi penambahan NaHCO (0%, 2%, 4%). Data hasil pengamatan dianalisis dengan

  3

  menggunakan ANOVA dengan uji DMRT (

  Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang

  kepercayaan 5% dan apabila tidak terjadi interaksi antar kedua perlakuan dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) 5%. Untuk perlakuan terbaik digunakan metode De Garmo..

  Tahapan Penelitian

  Umbi ubi kayu segar diolah menjadi tepung ubi kayu. Prosedur pembuatan tepung ubi kayu adalah sebagai berikut:

  1. Sortasi Sortasi dilakukan untuk memilih ubi kayu yang segar dan berkualitas bagus.

  2. Pengupasan dan Pencucian

  Pengupasan bertujuan untuk memisahkan umbi dengan kulitnya dan proses ini dilakukan dengan menggunakan pisau, sedangkan pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat pada ubi kayu.

  3. Pengirisan

  Proses ini merupakan proses pengecilan ukuran dengan ketebalan bahan ±1 mm yang bertujuan untuk memudahkan proses selanjutnya, proses ini dilakukan dengan menggunakan slicer.

  4. Perendaman

  Proses perendaman dilakukan agar ubi kayu yang sudah dibentuk sesuai ukuran mengalami fermentasi yang terjadi secara spontan. Proses ini menggunakan perlakuan air rendaman yang diganti setiap 24 jam sekali selama 4 hari dan air rendaman yang tidak diganti selama 4 hari. Ke dalam air rendaman tersebut juga ditambahkan Natrium Bikarbonat dengan konsentrasi 0%, 2%, dan 4%.

  5. Pengeringan

  Bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan, berat bahan dan mengawetkan bahan serta memudahkan proses selanjutnya. Proses ini menggunakan cabinet dryer dengan suhu ± 60

  C, selama ± 8 jam atau sampai tekstur bahan yang dikeringkan telah menjadi getas (rapuh).

  6. Penggilingan Bertujuan untuk mengecilkan ukuran dan memudahkan proses pengemasannya.

  Penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender kering pada kecepatan 3 selama 1-2 menit.

  7. Pengayakan dan Pengemasan

  Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan ukuran produk yang seragam, ayakan yang digunakan berukuran 80 mesh. Selain itu ukuran produk yang seragamakan memudahkan untuk dianalisis. Tepung yang sudah diayak kemudian siap dikemas di dalam kantung plastik untuk mempermudah penyimpanan serta agar lebih awet selama masa penyimpanan.

  Metode

  Analisis yang dilakukan pada bahan baku ubi kayu meliputi analisis kadar pati [4], analisis pH [5], analisis kadar air [4], analisis kadar gula reduksi [4] dan analisis kadar sianida [4]. Analisis yang dilakukan pada tepung ubi kayu meliputi analisis kadar gula reduksi [4], kadar air [4], kadar sianida [4], total asam [4], kadar pati [4], rendemen [4], pH [5], dan analisis warna [6].

  Prosedur Analisis

  Analisis kadar air dilakukan dengan cara pengurangan berat awal sampel dengan berat akhir sampel, kemudian hasil perhitungan yang diperoleh dibagi dengan berat awal sampel dan dikalikan 100% [4]. Analisis kadar pati dilakukan dengan cara menentukan kadar gula yang dinyatakan dengan glukosa dari filtrat yang diperoleh, dan nilai berat pati diperoleh dari berat glukosa dikalikan dengan 0.90 [4]. Analisis kadar sianida dilakukan dengan cara pembacaan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometri, kemudian dimasukkan nilai absorbansi yang ada pada persamaan dan dihitung konsentrasinya [4]. Analisis total asam dilakukan dengan menggunakan metode titrasi dengan NaOH 0.10 N [4]. Analisis kadar gula reduksi ditentukan berdasarkan optimal density (OD) larutan contoh dan kurva standar larutan glukosa [4]. Analisis Rendemen dilakukan dengan cara membagi berat akhir sampel dengan berat awal sampel, kemudian dikalikan 100% [4]. Analisis warna dilakukan dengan cara pembacaan skala warna menggunakan colour reader dengan parameter L* untuk kecerahan (Lightness) dan a*, b* untuk nilai kromatisitas [6]. Analisis pH dilakukan dengan cara pembacaan nilai pH menggunakan pH meter [5].

  Data hasil pengamatan dianalisis dengan ANOVA menggunakan program Microsoft Excel. Apabila dari hasil uji terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji DMRT (

  

Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5% untuk melihat perbedaan

  antar perlakuan, dan apabila tidak terjadi interaksi antar kedua perlakuan dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Sianida (HCN)

  Kadar HCN tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 11.28 – 26.27 ppm. Kecenderungan perubahan kadar HCN tepung ubi kayu karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

  30 )

  25 m p p

  20 (

15 Air Rendaman

  CN H Diganti

  10 ar ad

5 Air Rendaman

  K Tidak Diganti

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 1. Kadar HCN Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar HCN tepung ubi kayu dengan penggantian air

  rendaman lebih rendah daripada kadar HCN tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Hal ini disebabkan oleh sifat HCN yang mudah larut dalam air. Di dalam proses perendaman, air akan menyebabkan senyawa linamarin terhidrolisis dan membentuk asam sianida yang larut dalam air. Ketika air rendaman diganti, HCN yang larut dalam air tersebut akan ikut terbuang bersama dengan air, sehingga rerata kadar HCN yang terukur lebih rendah. Sedangkan pada air rendaman yang tidak diganti, rerata kadar HCN terukur lebih banyak karena HCN yang larut dalam air tidak ikut terbuang bersama air. Selain itu Keberadaan mikroorganisme selama proses perendaman diduga juga mempengaruhi kadar sianida pada bahan. Pada penelitian ini, diduga mikroba yang tumbuh dan berkembang adalah golongan mikroba mesofil yang dapat menghasilkan enzim linamarase

  (β- glukosidase) sehingga mampu memecah linamarin. Dengan adanya aktivitas enzim dalam pemecahan linamarin, maka semakin banyak asam sianida yang dibebaskan sehingga jumlah sianida di dalam bahan menjadi rendah. Selama proses hidrolisis yang dilakukan oleh

  β-glukosidase pada glukosida sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan kembali terpisahkan atau secara enzimatis menjadi sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa) [3].

  Gambar 1 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang

  3

  digunakan, maka kadar HCN tepung ubi kayu cenderung semakin rendah. Hal ini dikarenakan perendaman dalam larutan NaHCO

  3 akan menyebabkan perubahan suasana

  pada air rendaman, suasana yang semula asam berubah menjadi alkalis. Kondisi alkali ini disebabkan karena ion Na pada NaHCO bereaksi dengan komponen dinding sel bahan

  3

  seperti pektin, lemak, protein, sehingga dapat menyebabkan perubahan permeabilitas pada dinding sel bahan (membesar). Permeabilitas dinding sel yang berubah ini menyebabkan kulit ubi kayu melunak, pengupasan atau pelunakan jaringan kulit pada bahan pangan seperti buah dan umbi-umbian dengan menggunakan larutan alkali atau biasa disebut lye

  

peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan alkali 1 - 3%, dengan waktu dan suhu tertentu

  [7]. Dengan semakin lunaknya jaringan kulit pada umbi, akan semakin mempermudah proses pengeluaran linamarin dan lotaustralin dari dalam umbi, dengan begitu akan semakin banyak linamarin dan lotaustralin yang akan larut dalam air rendaman dan semakin mudah terdekomposisi oleh mikroorganisme.

2. Derajat Keasaman (pH)

  Derajat Keasaman (pH) tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 5.90 – 8.83. Kecenderungan perubahan rerata derajat keasaman (pH) karena faktor yang digunakan dilihat pada Gambar 2.

  10

  8

  6 Air Rendaman pH

  4 Diganti

  2 Air Rendaman Tidak Diganti

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 2. Derajat Keasaman (pH) Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 2 menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) tepung ubi kayu dengan

  penggantian air rendaman cenderung lebih tinggi dibanding dengan derajat keasaman (pH) tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Hal ini dikarenakan pada saat fermentasi spontan berlangsung, terbentuk asam laktat, asam asetat, asam sianida, dan asam organik lain oleh bakteri asam laktat, namun ketika penggantian air rendaman, asam - asam yang dibebaskan pada saat proses fermentasi sebagian ikut terbuang bersama air rendaman, sedangkan pada metode perendaman tanpa penggantian air rendaman asam

  • – asam yang terbebaskan tidak ikut terbuang, sehingga derajat keasaman (pH) yang terukur lebih rendah.
Gambar 2 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang

  3 digunakan, maka derajat keasaman (pH) tepung ubi kayu cenderung semakin tinggi.

  Peningkatan ini disebabkan karena NaHCO

  3 memiliki sifat buffer (penjaga pH). NaHCO

  3

  dapat digunakan sebagai pencuci untuk menghapus apapun yang berasam. Reaksi dari NaHCO

  3 dan asam menghasilkan garam dan asam karbonat, yang mudah terurai menjadi karbon dioksida dan air [8].

3. Total Asam

  Total asam tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 0.39 – 0.70%. Kecenderungan perubahan total asam karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

  0.8 )

  0.6 (% sam

  0.4 Air Rendaman A

  Diganti tal

  0.2 To Air Rendaman Tidak Diganti

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 3. Total Asam Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 3 menunjukkan bahwa total tepung ubi kayu dengan penggantian air

  rendaman lebih rendah daripada total asam tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang digunakan pada air

  3

  rendaman, maka total asam tepung ubi kayu cenderung semakin rendah. Hal ini dikarenakan pada tepung ubi kayu dengan penggantian air rendaman sebagian asam yang dihasilkan selama fermentasi ikut terbuang bersama dengan air rendaman yang diganti, sedangkan pada tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman tidak terjadi hal yang serupa.

  Pati di dalam ubi kayu dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana (glukosa) oleh mikroba dan akan dimanfaatkan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan, hal inilah yang akan menyebabkan terbentuknya total asam pada ubi kayu. Semakin banyak mikroba yang tumbuh di dalam ubi kayu, maka hasil metabolisme yang berupa asam ini juga akan meningkat. Asam yang dihasilkan oleh mikroba akan tereksresikan keluar sel dan akan terakumulasi dalam media fermentasi sehingga meningkatkan keasaman. Total asam berbanding terbalik dengan pH, mikroba mampu memetabolisme substrat menjadi gula sederhana dan menghasilkan asam laktat maupun asam-asam organik sehingga akan menurunkan pH medium, yang berarti total asam akan semakin tinggi [9].

  Selain itu menurunnya total asam juga dikarenakan oleh semakin tingginya konsentrasi NaHCO

  3 yang digunakan ke dalam air rendaman. Semakin tinggi konsentrasi

  NaHCO maka suasana perendaman akan menjadi semakin basa, sehingga total asam

  3

  semakin berkurang. NaHCO dapat digunakan sebagai pencuci untuk menghapus apapun

  3 yang berasam [5].

4. Kadar Air

  Kadar air tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 7.38 – 7.73%. Kecenderungan perubahan kadar air karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.

  7.80

  7.70 ) % (

  7.60 ir A

7.50 Air Rendaman

  ar Diganti

  7.40 ad K

  7.30 Air Rendaman Tidak Diganti

  7.20

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 4. Kadar Air Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar air tepung ubi kayu dengan penggantian air

  rendaman cenderung lebih rendah dibanding dengan rerata kadar air tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang digunakan

  3 pada air rendaman, maka rerata kadar air tepung ubi kayu cenderung semakin rendah.

  Rendahnya rerata kadar air tepung ubi kayu dikarenakan sebelum proses penepungan, telah dilakukan pengeringan pada cabinet dryer dengan suhu 60 C selama 8 jam, sehingga penurunan kadar air pada tepung ubi kayu mulai terjadi saat pengeringan sampai penepungan. Semakin lama waktu pemanasan maka pemecahan komponen-komponen bahan semakin meningkat yang berakibat jumlah air terikat yang terbebaskan semakin banyak [10]. Selain itu, ubi kayu juga terlebih dahulu mengalami proses perendaman dengan menggunakan NaHCO . Pada saat perendaman tersebut, ubi kayu mengalami

  3

  fermentasi yang terjadi secara spontan oleh mikroba. Akibat dari adanya aktivitas mikroba ini maka banyak komponen-komponen dalam bahan yang terpecah karena dimanfaatkan oleh mikroba untuk metabolisme, sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan. Hal ini menyebabkan tekstur umbi menjadi lunak dan berpori sehingga menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan semakin mudah.

5. Kadar Pati

  Kadar pati tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 75.50 – 79.27%. Kecenderungan perubahan kadar pati karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

  80

  79 )

  78 (%

77 Air Rendaman

   Pati

  76 ar

  Diganti

  75 ad K

  74 Air Rendaman Tidak Diganti

  73

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 %

  Gambar 5. Kadar Pati Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar pati tepung ubi kayu dengan penggantian air

  rendaman cenderung lebih rendah dibanding dengan kadar pati tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Hal ini dikarenakan selama proses perendaman terjadi fermentasi yang menyebabkan pemecahan komponen

  • – komponen pati menjadi lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim amilase maupun mikroorganisme untuk pertumbuhan dan aktivitasnya. Selama proses fermentasi berlangsung mikroba akan memecah pati menjadi komponen gula-gula sederhana, sehingga kadar pati semakin lama semakin menurun. Selain itu juga aktivitas enzim amilase yang terkandung dalam ubi kayu akan bekerja secara optimum dalam menghidrolisis pati menjadi komponen yang lebih sederhana [11].

  Gambar 5 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaHCO

  3 yang

  digunakan pada air rendaman, maka kadar pati pada tepung ubi kayu cenderung semakin rendah. Semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang digunakan, maka suasana fermentasi

  

3

  akan semakin alkalis, dan suasana alkalis ini akan membantu mikroorganisme bermetabolisme selama proses fermentasi terjadi. Pada penelitian ini diduga mikroorganisme yang tumbuh adalah bakteri asam laktat, kondisi optimal pertumbuhan bakteri asam laktat adalah pada suhu 30

  C, pH 3

  • – 37 – 8. Semakin mendekati pH optimal, maka aktivitas mikroorganisme akan semakin tinggi, sehingga kebutuhan energi untuk mikroorganisme bermetabolisme juga akan semakin meningkat. Karbon dan sumber energi untuk kebutuhan mikroorganisme dapat diperoleh dari karbohidrat sederhana seperti glukosa. Di antara polisakarida yang dapat dijadikan sebagai sumber karbon dan energi untuk mikroorganisme pada ubi kayu terutama adalah pati [12]. Mengingat cukup tingginya pati dari ubi kayu, maka kondisi ini dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang selanjutnya akan memanfaatkan pati dari ubi kayu. Juga molekul-molekul organik yang komplek seperti polisakarida harus dipecah dulu menjadi unit-unit yang lebih sederhana, sebelum digunakan

6. Kadar Gula Reduksi

  Kadar gula reduksi tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 7.15 – 9.51%. Kecenderungan perubahan kadar gula reduksi karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.

  10 ) % (

  8 ksi u

  6 d e

  Air Rendaman

  4 Diganti la R

  2 Gu Air Rendaman ar

  Tidak Diganti ad K

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 6. Kadar Gula Reduksi Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar gula reduksi tepung ubi kayu dengan

  penggantian air rendaman cenderung lebih rendah dibanding dengan kadar gula reduksi tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO yang digunakan pada air rendaman, maka kadar gula reduksi tepung ubi kayu

  3

  cenderung semakin tinggi. Kadar gula reduksi berkaitan dengan kadar pati dimana semakin banyak pati yang terhidrolisis maka semakin banyak gula reduksi yang terukur.

  Gula reduksi merupakan golongan gula Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugu Semua , kecuali yaitu semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan [13].

7. Kecerahan Warna (L*)

  • – Kecerahan warna (L*) tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 95.90

  97.23. Kecenderungan perubahan kecerahan warna (L*) karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7.

  97.5 )

  97 (L*

  96.5 an

  Air Rendaman rah

96 Diganti

  ce e

95.5 K

  Air Rendaman Tidak Diganti

  95

  2

  4 Konsentrasi NaHCO3 (%)

  Gambar 7. Kecerahan Warna (L*) Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  3 Gambar 7 menunjukkan bahwa kecerahan warna (L*) tepung ubi kayu dengan

  penggantian air rendaman cenderung lebih tinggi dibanding dengan kecerahan warna (L*) tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO

  3 yang digunakan pada air rendaman, maka kecerahan warna (L*) tepung ubi kayu

  cenderung semakin rendah. Hal ini dikarenakan selama fermentasi berlangsung NaHCO

  3

  menyebabkan terjadinya kontak antara enzim polifenol yang terdapat pada ubi kayu dengan udara yang dapat menyebabkan kecoklatan. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh enzim polyfenolase yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir umbi ubi kayu karena kontak dengan udara dapat mengubah senyawa polyphenol (tannin) menjadi senyawa yang berwarna gelap [14].

  Selain itu penurunan kecerahan tepung ubi kayu juga disebabkan karena selama fermentasi tidak terjadi secara sempurna pemecahan molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul kecil, sehingga komponen penimbul warna yang terperangkap pada molekul-molekul besar tidak bisa terbebas seluruhnya, sehingga tingkat kecerahan tepung menurun. Komponen penimbul warna tersebut kemungkinan adalah pigmen alami yang terdapat pada ubi kayu yaitu karotenoid. Karotenoid dengan jumlah kecil secara alami terdapat pada ubi kayu, dan pigmen ini bertahan sampai mengalami proses pengolahan sebelum dikonsumsi [15].

8. Kekuningan (b+)

  Kekuningan (b+) tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 4.83 – 8.33. Kecenderungan perubahan kekuningan karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8. Kekuningan (b+) tepung ubi kayu dengan penggantian air rendaman cenderung lebih rendah dibanding dengan kekuningan (b+) tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO

  3 yang digunakan pada air

  rendaman, maka kekuningan (b+) tepung ubi kayu cenderung semakin tinggi. Hal ini dikarenakan penggunaan NaHCO akan menyebabkan terjadinya oksidasi antara keton

  3

  dengan NaHCO

  3 . Keton yang dihasilkan dari sianohidrin yang terdekomposisi akan mengalami oksidasi dengan NaHCO dan menghasilkan karboksilat, air dan karbondioksida.

3 Akibat dari adanya oksidasi ini menyebabkan fermentasi yang terjadi pada ubi kayu yang

  direndam bersifat aerob (fermentasi dengan adanya oksigen). Dengan adanya oksigen akan menyebabkan penurunan warna karena oksidasi leukoantosianin pada bahan [16].

  6

  Air Rendaman Diganti Air Rendaman Tidak Diganti

  4 R e n d e m e n (% ) Konsentrasi NaHCO3 (%)

  2

  29

  28.5

  28

  27.5

  27

  Air Rendaman Diganti Air Rendaman Tidak Diganti

  4 K e ku n in g an (b + ) Konsentrasi NaHCO3 (%)

  2

  10

  8

  4

  

Gambar 8. Kekuningan (b+) Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan

  2

  yang digunakan pada air rendaman, maka rendemen tepung ubi kayu cenderung semakin tinggi. Hal ini diduga karena bentuk potongan umbi ubi kayu pada saat pengeringan relatif seragam dan berukuran relatif kecil. Rendemen bahan kering dipengaruhi oleh kadar air

  3

  penggantian air rendaman cenderung lebih rendah dibanding dengan rendemen tepung ubi kayu tanpa penggantian air rendaman. Sedangkan, semakin tinggi konsentrasi NaHCO

  3 Gambar 9 menunjukkan bahwa rerata rendemen tepung ubi kayu dengan

  Gambar 9. Rendemen Tepung Ubi Kayu Akibat Penggantian Air Rendaman dan Penggunaan NaHCO

  Rendemen tepung ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 27.62 – 28.48%. Kecenderungan perubahan rendemen karena faktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.

  juga dapat memberi perubahan pada sifat-sifat pati yang terdapat pada bahan pangan yang direndam. Sifat-sifat pati yang mengalami perubahan ini akan mempengaruhi reaksi enzimatis seperti reaksi Maillard yang mungkin terjadi pada ubi kayu pada saat proses pengeringan dan pada akhirnya akan mempengaruhi warna atau derajat putih dari tepung ubi kayu.

  3

  akan memberikan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan perendaman hanya menggunakan air [17]. Semakin tinggi suhu gelatinisasi, maka akan semakin melarutkan komponen kimia dalam sel ubi kayu, sehingga memungkinkan gula dan protein yang terkandung di dalam ubi kayu untuk bereaksi menghasilkan pigmen berwarna coklat. Perlakuan perendaman dalam NaHCO

  3

  3 Selain itu perlakuan perendaman dalam NaHCO

  Penggunaan NaHCO

9. Rendemen

  bahan awal dan kadar air akhir yang diinginkan. Semakin tinggi total padatan pada bahan yang dikeringkan maka rendemen yang dihasilkan juga semakin tinggi [18].

  

SIMPULAN

  Perlakuan terbaik sesuai perhitungan metode De Garmo adalah tepung ubi kayu dengan perlakuan penggantian air rendaman setiap 24 jam sekali selama 4 hari dengan penambahan 4% NaHCO

  3 . Karakteristik tepung ubi kayu perlakuan terbaik adalah kadar

  HCN 11.28 ppm, pH 8.83, total asam 0.39%, kadar air 7.38%, kadar pati 75.50%, kadar gula reduksi 9.01%, kecerahan warna (L*) 95.97, kekuningan (b+) 8, dan rendemen 28.48%.

DAFTAR PUSTAKA

  2) Balitkabi. 2012. Deskripsi Ubi Kayu Varietas Malang –IV. Tanggal Akses: 8/11/2012

  3) Frehner, Marco. 1995. The Linamarin β-glukosidase in Costa Rican Wild Lima Beans.

  University of California. Department of Biochemistry and Biophysic. California. 4) Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

  1) Dawson, E.S., J.A. Lamptey, P.N.T. Johnson, G.A. Annor and A. Budu. 2006. Effect of Processing Method on The Chemical Composition and Rheological Properties of Flour From Four New Cassava Varieties. Department of Nutrition and Food Science University of Ghana. Ghana.

  Westport, Connecticut. 8) Kuncoro, P. R. 2009. Pemanfaatan Natrium Bikarbonat (Soda Kue) dan Asam Asetat (Cuka) Sebagai Propelan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

  Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 9) Wijayanti, E. 2006. Identifikasi Pertumbuhan Mikroba dan Sifat Kimia Jagung Selama Fermentasi serta Pengaruh pada Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Ampok Instan.

  Skripsi FTP – UB. Malang. 10) Herawati F. 2002. Pemakaian berbagai Jenis Bahan Pengisi pada Pembuatan Tepung Tape Ubi Kayu dengan Menggunakan Pengering Semprot. Skripsi. Jurusan TPG-Fateta.

  IPB. Bogor 11) Adam MR dan Moss MO. 2000. Food Microbiology. 2nd ed. The Royal Society of

  Chemistry, United Kingdom 12) Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcana. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

  13) Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga. 14)

  Garnida Y., E. Turmala dan L. Yusviani. 2000. Pembuatan Makanan Tradisional “Gatot” dengan Variasi Ketebalan dan Lamanya Perendaman Ubi Kayu. Prosiding Seminar Nasional Makanan Tradisional. Malang. 15) Chaves et al. 2006. Retention of Caratenoids in Cassava Roots Submitted to Different

  Processing Methods. John Willey & Son, Inc. Colombia 16) Rolle, R. S. 2007. Enzyme Applications for Agro-Processing in Developing Countries: An Inventory of Current and Potential Applications. Agricultural Industries Officer.

  5) Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi, IPB. 6) Yuwono, S.S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. 7) Woodroof, JG. 1975. Fruit Washing, Peeling, and Preparation for Processing. Di dalam: Jasper G.W. dan B.S. Luh (eds). Commercial Fruit Processing. The AVI Publ. Co, Inc.

  17) Slamet, S. 1995. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada Pembuatan Tepung Ganyong (Canna edulis) terhadap Sifat Fisik dan Amilografi Tepung yang Dihasilkan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

  18) Widowati, S. dan J. Wargiono. 2009. Nilai Gizi dan Sifat Fungsional Ubikayu. Monograf.

  Buku. Ubikayu: Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor, Hal 320-346.

Dokumen yang terkait

OPTIMASI KADAR KALORI DALAM MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) Optimization of Calorie Content on the Preparation of Babies Complementary Feeding

0 0 9

PEMBUATAN JELLY DRINK Averrhoa blimbi L. (KAJIAN PROPORSI BELIMBING WULUH : AIR DAN KONSENTRASI KARAGENAN) Making of Jelly Drink Averrhoa Blimbi L. (Study About Belimbing Wuluh Proportion : The Water And Carrageenan Concentration)

0 0 9

EVALUASI PERTUMBUHAN Lactobacillus casei DALAM MEDIUM SUSU SKIM YANG DISUBSTITUSI TEPUNG BERAS MERAH The Growth Evaluation of Lactobacillus casei in Skim Milk Media which Substituted Brown Rice Flour

0 0 12

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS MIANA KAJIAN JENIS BAHAN BAKU DAN PENAMBAHAN SERBUK JAHE Antioxidant Activity of Miana Based Drink Powder Materials and Additional Ginger Powder

0 0 7

Preventing Malnutrition in Children through the Making of "Stiff Oorid Mango" by Using Local Raw Material Sources from Kenya

0 0 10

PENGARUH POHON PASCA SADAP DAN KEMATANGAN BUAH KELAPA TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, ORGANOLEPTIK PASTA SANTAN The Influence of Tree Tapping and Coconut Fruit Maturity toward Physical, Chemical, Organoleptic Characteristic of Coconut Milk Pasta

0 0 10

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER MIKROORGANISME TERMOFILIK PENGHASIL XILANASE DARI LUMPUR PANAS LAPINDO Isolation and Molecular Identification of Thermophilic Microorganism Producing Xylanase from Hot Mud Disaster Lapindo

0 0 8

PENGARUH PENGGANTIAN LARUTAN DAN KONSENTRASI NaHCO3 TERHADAP PENURUNAN KADAR SIANIDA PADA PENGOLAHAN TEPUNG UBI KAYU

0 0 11

PEMBUATAN SERBUK EFFERVESCENT MIANA (Coleus (L) benth) : KAJIAN KONSENTRASI DEKSTRIN DAN ASAM SITRAT TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK EFFERVESCENT Miana (Coleus (L) benth) Effervescent Powder Production : Study of Dekstrin and Citric Acid Concentration on th

0 0 10

PENENTUAN ATRIBUT MUTU TEKSTUR BAKSO SEBAGAI SYARAT TAMBAHAN DALAM SNI DAN PENGARUH LAMA PEMANASAN TERHADAP TEKSTUR BAKSO Determination of Meatball Texture Quality Attribute as an Additional Requirement in SNI and The Effect of Heating Time on Meatball Te

0 0 10