Respon Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Mandiri Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Lukas Hilisimaetano Kabupaten Nias Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

2.1.1 Pengertian Respon

  Respon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti tanggapan, reaksi atau jawaban. Respon merupakan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

  Selain itu menurut Darl Beum, respon diartikan sebagai tingkah laku balas atas sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat (Adi, 1994 : 105).

  Respon adalah istilah yang digunakan oleespons biasanya diwujudkan dalam bent

  Respons adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respons dipasangkan atamaka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisikan diakses pada tanggal 16 Januari 2015 pukul 20:45 WIB).

  Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa respon itu diawali dari adanya suatu rangsangan yang diterima oleh panca indera. Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan atau bentuk perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.

2.1.2 Proses Terjadinya Respon

  Beberapa gejala terjadinya respon yaitu dimulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut :

  1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

  2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang tidak sama

  3. Bayangan editik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

  Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian akses pada 19 Januari 2015 pukul 16:45 WIB).

2.1.3 Indikator Respon

  Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensorik information). Sedangkan menurut Morgan, King, dn Robinson menunjukkan bagaiman kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita dengan kata lain persepsi dapat juga dididefinisikan sebagai gejala suatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian diatas, William James mengatakan persepsi terbentuk atas data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita. Diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita lihat (Adi, 1994 :

  Persepsi didefinisikan sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Salah satu definisi menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang kompleks dimana orang memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan respons terhadap suatu rangsangan ke dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennet, Hoffman, dan Prakash menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan pembelajaran, pembaruan cara pandang, dan pengaruh timbal balik dalam pengamatan (Severin dan Tankard, 2008 : 83 & 84).

  Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca indera (hal ini dinamakan sensasi), kemudian stimulus diantar ke otak di mana ia dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang diindera itu. Ada yang dengan singkat mengatakan persepsi adalah memberikan makna pada stimulus inderawi. Jadi, persepsi merupakan suatu proses (Maramis, 2006 :15-16).

  Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa suka/tidak suka kita atas sesuatu. Sikap penting sekali karena ia memengaruhi tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Konsep lain yang terkait erat dengan sikap adalah keyakinan, atau pernyataan-pernyataan yang dianggap benar oleh seseorang (Severin & Tankard, 2008 : 177). terhadap objek, isu atau orang. Sikap didasarkan pada informasi afektif, behavioral, dan kognitifnya.

  1. Affective component (komponen afektif) terdiri dari emosi dan perasaan seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif atau negatif.

  2. Behavioral component (komponen behavioural) adalah cara orang bertindak dalam merespons stimulus.

  3. Cognitive component (komponen kognitif) terdiri dari pemikiran seseorang tentanf objek tertentu, seperti fakta, pengetahuan dan keyakinan ( Taylor dkk, 2009 : 165).

  Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari : sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Dan sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu ( http://www.repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 19 Januari 2015 pukul 23:48 WIB).

  Pengukuran sikap dapat diketahui melalui : 1. Pengaruh atau penolakan 2.

  Penilaian 3. Suka atau tidak suka 4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi (Mueller, 1996 : 4).

  Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Partisipasi juga dan organisasi, mengambil peran serta ikut memengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung memengaruhi kehidupan mereka (Theodorson dan Sumarto dalam Sulaeman, 2012 : 76).

  Terdapat kondisi-kondisi yang mendukung dan menghambat partisipasi. Adapun kondisi-kondisi yang mendukung partisipasi adalah : 1.

  Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting.

  2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.

  3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

  4. Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

  5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. (Ife dan Tesoriero dalam Sulaeman, 2012 : 77).

2.2 Jaminan Sosial

  Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Tidak ada definisi tentang jaminan sosial yang bisa diterima dan diterapkan secara umum. Penjelasan yang paling sering digunakan adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak (Rys, 2011 : 23). menyatakan bahwa jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial berfungsi untuk melindungi kondisi kesejahteraan warga negara, khususnya warga negara yang miskin dan tidak mampu. Hal ini dikarenakan kerentanan terhadap kondisi yang dapat menjauhkan mereka dari konsep sejahtera. Jaminan sosial juga akan membantu warga negara untuk dapat menikmati kehidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwasanya suatu jaminan sosial sangat penting dalam mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial suatu bangsa.

  Jaminan sosial merupakan suatu sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenance). Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial merupakan sektor kunci dari sistem negara kesejahteraan berdasarkan prinsip bahwa negara harus berusaha dan mampu menjamin adanya jaring pengaman pendapatan (financial safety net) atau pemeliharaan pendapatan (income maintenance) bagi mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Suharto, 2008 : 15-16).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

  Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS ini terdiri dari : a. BPJS Ketenagakerjaan; dan

  b. BPJS Kesehatan

2.3.1 Prinsip Penyelenggaraan

  Berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip : a. Kegotongroyongan;

  b. Nirlaba;

  c. Keterbukaan;

  d. Kehati-hatian;

  e. Akuntabilitas;

  f. Portabilitas;

  g. Kepesertaan bersifat wajib;

  h. Dana amanat; dan i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.

2.3.2 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

  Berdasarkan Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, adapun tugas dari BPJS sebagai berikut :

  b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;

  c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

  d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;

  e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;

  f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

2.4 BPJS Kesehatan

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

2.4.1 Sejarah Singkat BPJS Kesehatan

  Pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.

  Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen. Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang semakin bertambah. Lansia ini sendiri sangat rentan terhadap penyakit-penyakit yang menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak ada yang menjamin hal ini, maka akan menjadi masalah yang besar.

  Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sejak lama sudah dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pelaksanaan jaminan sosial ini kemudian berubah-ubah sistem pelaksanaannya, namun tetap pada tujuan awal yaitu menjamin kesehatan seluruh masyarakat. Selain itu, masih terbatasnya akses kepesertaan bagi seluruh masyarakat juga mempengaruhi perubahan pada pelaksanaan program jaminan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia secara adil dan merata. Berikut ini alur pelaksanaan jaminan kesehatan di Indonesia :

  1. Pada taPemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI Asuransi Kesehatan Nasional.

  2. Pada tauk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

  3. Pada taerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

  4. Pada taberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

5. Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan

  Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN).

  Pada taT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN). Dasar Penyelenggaraan :

  a. UUD 1945

  b. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan

  c. UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

  d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,

  Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :

  a. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.

  b. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

  c. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

  d. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

  e. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

  f. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

  7. Pada ta mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akses pada tanggal 20 Januari 2015 pukul 21:15 WIB).

2.4.2 Landasan Hukum

  Landasan Hukum BPJS Kesehatan :

  1. Undang-Undang Dasar 1945

  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2.4.3 Visi dan Misi BPJS Kesehatan

  a. Visi BPJS Kesehatan

  “Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”.

  b. Misi BPJS Kesehatan 1.

  Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan JKN.

  2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.

  3. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS kesinambungan program.

  4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul.

  5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan.

  6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.

2.4.4 Kepesertaan JKN BPJS Kesehatan

  Peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi :

  a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah.

  b. Peserta program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan.

  c. Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

  d. Peserta Non PBI Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya. Pesera Non PBIJaminan Kesehatan, terdiri dari : 1.

  Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

  b) Anggota TNI;

  c) Anggota Polri;

  d) Pejabat Negara;

  e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;

  f) Pegawai Swasta; dan g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.

  Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

  a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya

  a) Investor;

  b) Pemberi Kerja;

  c) Penerima Pensiun, terdiri dari : 1.

  Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; 2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

  3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; 4.

  Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;

  5. Penerima pensiun lain; dan 6.

  Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain

  d) Veteran;

  e) Perintis Kemerdekaan;

  f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan

  g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran (Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan).

  Pengertian Peserta BPJS kesehatan mandiri adalah mereka yang membayar premi atau iuran sendiri, bukan atas tanggungan perusahaan atau pemerintah bagi warga miskin. Peserta ini merupakan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), tergolong ke dalam Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya. Peserta BPJS Kesehatan mandiri ini dibagi dalam tiga katagori, yakni: a.

  Kelas I dengan premi yang harus dibayar Rp59.500/orang/bulan; b. Kelas II dengan premi yang harus dibayar Rp.42.500/orang/bulan; c. Kelas III dengan premi yang harus dibayar Rp.25.500/orang/bulan.

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.5.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

  JKN merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib Tujuan penyelenggaraan JKN untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

  Program JKN merupakan suatu program pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Penyelenggaraan JKN mengacu pada prinsip- prinsip SJSN yaitu: a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

  b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.

  c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas.

  d. Efisien, transparan dan akuntabel.

  Adapun tujuan dan sasaran dari program JKN ini adalah :

  1. Tujuan Umum Pelaksanaan Program JKN untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

  2. Sasaran Sasaran Pedoman Pelaksanaan Program JKN ini adalah seluruh komponen dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan program JKN (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional).

2.5.2 Manfaat JKN BPJS Kesehatan

  Adapun manfaat program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sebagai berikut :

  1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup: a. Administrasi pelayanan

  b. Pelayanan promotif dan preventif

  4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

  b. Rawat Inap yang meliputi:

  10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

  9. Pelayanan kedokteran forensik

  8. Pelayanan darah

  7. Rehabilitasi medis

  6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis

  5. Pelayanan alat kesehatan implant

  2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

  c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

  1. Administrasi pelayanan

  2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup: a. Rawat jalan, meliputi:

  h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

  g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama

  f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

  e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

  d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

  1. Perawatan inap di ruang non intensif

  2. Perawatan inap di ruang intensif c. Akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta.

  Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter.

2.6 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan JKN

2.6.1 Ketentuan Umum

  Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, adapun yang menjadi ketentuan umum dalam tatalaksana pelayanan kesehatan adalah :

  1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:

  a. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari,

  b. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagai rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap di ruang perawatan; dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi, yang dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dimana peserta atau anggota keluarganya dirawat inap di ruang perawatan paling singkat 1 (satu) hari, c. Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan, dan d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri. kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan.

  3. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

  4. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.

  5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

  6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk.

  7. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes

  mellitus , hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy , skizofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus) wajib

  surat keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.

  8. Rujukan partial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan dan biayanya ditanggung oleh fasilitas kesehatan yang merujuk.

  9. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secara tuntas di FKTP, kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

  10. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.

  11. Pada daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat (ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan pertimbangan BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan) dan peserta memerlukan pelayanan kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan. Pemberian kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  12. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan untuk mendatangkan dokter spesialis di FKRTL dengan persyaratan teknis dan administratif yaitu : b. Transportasi tidak bisa ditagihkan.

  c. Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL dokter.

  Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS,

  Tuberculosis (TB), malaria serta kusta dan korban narkotika yang

  memerlukan rehabilitasi medis, pelayanannya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA- CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program. Obat program disediakan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jenis obat, fasilitas kesehatan yang melayani program tersebut, mekanisme distribusi obat, diatur sesuai dengan ketentuan masing-masing program.

2.6.2 Prosedur Pelayanan

  Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut :

  1. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

  a. Setiap peserta harus terdaftar pada FKTP yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memperoleh pelayanan.

  b. Menunjukan nomor identitas peserta JKN.

  c. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP.

  d. Jika diperlukan sesuai indikasi medis peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di FKTP atau dirujuk ke FKRTL.

  a. Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus gawat darurat, tanpa surat rujukan.

  b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan.

  c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai dengan indikasi medis.

  d. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter tersebut.

  e. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis.

  f. Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada poin (d) dan (e), maka pada kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP.

  g. Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri (sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar) atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

  h. Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. dan rehabilitasi medik, maka kewenangan klinis dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik dapat diberikan kepada dokter yang selama ini sudah ditugaskan sebagai koordinator pada bagian/ departemen/ instalasi rehabilitasi medik rumah sakit, dengan kewenangan terbatas sesuai kewenangan klinis dan rekomendasi surat penugasan klinis yang diberikan oleh komite medik rumah sakit kepada direktur/kepala rumah sakit. j. Apabila dikemudian hari rumah sakit tersebut sudah memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik maka semua layanan rehabilitasi medik kembali menjadi wewenang dan tanggung jawab dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.

  3. Pelayanan Kegawatdaruratan (Emergency):

  a. Pada keadaan kegawatdaruratan (emergency), seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) baik fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau belum bekerja sama, wajib memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta JKN.

  b. Fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan menarik biaya kepada peserta.

  c. Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.

2.7 Pelayanan Kesehatan

2.7.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Levey dan Loomba dalam Azwar, 1996 : 35). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 30, fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas: a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat.

  Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) (Notoatmodjo, 2003 : 91).

2.7.2 Manfaat Pelayanan Kesehatan

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

pasal 53, manfaat pelayanan kesehatan yaitu : a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

  b.

  Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan masyarakat.

2.7.3 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

  Ada 3 (tiga) macam strata pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :

  a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. oleh karena jumlah kelompok ini di dalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Balkesmas.

  b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit Tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

  c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.

  Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contohnya di Indonesia Rumah Sakit Tipe A dan B (Notoatmodjo, 2003 : 89).

2.7.4 Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan

  Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien.

  Berikut syarat-syarat pelayanan kesehatan dalam rangka memuaskan pasien : a.

  Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Avaiable)

  Karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu pelayanan, maka sering disebutkan bahwa suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

  b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate) Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

  c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue) Pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan atau pun kebutuhan pelayanan kesehatan.

  d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable) Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesible) tentu tidak mudah dicapai. Hal ini tentu tidak akan memuaskan. Maka pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.

  f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable) Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Disarankan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan itu. Maka suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient) Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.

  h. Mutu pelayanan Kesehatan (Quality) Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman (Azwar, 1996 : 33-36).

2.7.5 Indikator Pelayanan Kesehatan

  Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu lazimnya dibedakan atas

  1. Indikator yang Menunjuk pada Penerapan Aspek Medis Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek medis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tersebut sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang memuaskan klien. Contoh indikator pelayanan aspek medis pelayanan kesehatan yang bermutu adalah : a.

  Kesembuhan penyakit yang diderita, makin tinggi angka kesembuhan terebut makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

  b.

  Efek samping yang dialami, makin rendah angka efek samping tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. c.

  Kematian klien, makin rendah angka kematian tersebut, makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

  d.

  Kepuasan klien, makin tinggi angka kepuasan klien terhadap pelayanan medis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

  2. Indikator yang Menunjuk pada Penampilan Aspek Nonmedis Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Contoh indikator aspek nonmedis pelayanan kesehatan yang bermutu adalah : a.

  Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

  b.

  Kemantapan klien, makin tinggi tingkat kemantapan klien terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan c.

  Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan nonmedis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan (Azwar 1996 : 54-55).

2.8 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan RSUD Lukas Hilisimaetano

  Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Rumah Sakit, yaitu :

  1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), meliputi: a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis atau umum.

  b. Rehabilitasi medik c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.

  d. Tindakan medis kecil atau sedang.

  e. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan.

  f. Pemberian obat yang mengacu pada formalin rumah sakit.

  g. Pelayanan darah.

  h. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit.

  2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang meliputi: a. Akomodasi rawat inap pada kelas III.

  b. Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan fisik.

  c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.

  d. Tindakan medis.

  f. Pelayanan rehabilitasi medis.

  g. Pemberian obat mengacu formalium rumah sakit.

  h. Pelayanan darah. i. Persalinan dengan resiko tinggi.

2.9 Kesejahteraan Sosial

  Sebagai suatu sistem pelayanan sosial, Walter A. Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standard hidup yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta untuuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat ( Wibhawa dkk, 2010 : 24).

  Zastrow membedakan istilah kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan sebagai suatu disiplin keilmuan. Berdasarkan rumusan dari The National

  

Association of Social Workers , sebagai suatu institusi, maka kesejahteraan sosial

  adalah suatu sistem berkala nasional dari program-program, tunjangan atau dukungan-dukungan, dan pelayanan-pelayanan, yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan meliputi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat.

  Kesejahteraan sosial sebagai suatu disiplin keilmuan merupakan kajian tentang badan-badan atau lembaga-lembaga, program-program, personil, dan kebijakan- individu-individu, kelompok-kelompok dan komunitas.

  Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kesejahteraan sosial merujuk pada suatu kondisi, dengan kondisi mana manusia, baik individu, kelompok maupun komunitas mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga dapat mencapai dan menikmati hidup layak sebagai makhluk yang memiliki harkat dan martabat (Siagian dan Suriadi, 2012 :107-108).

2.10 Kerangka Pemikiran

  Kesehatan merupakan satu hal yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek kehidupan manusia, terutama kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang menganggu kesehatan tubuhnya, sehingga sudah selayaknya setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataannya, pelayanan kesehatan yang ada saat ini belum mampu menjangkau seluruh masyarakat, hanya sebagian masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya kurangnya kemampuan secara ekonomi diakibatkan biaya kesehatan yang tergolong mahal.

  Pemerintah telah membuat kebijakan terkait dengan akses pelayanan program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014 sesuai dengan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

  RSUD Lukas Hilisimaetano merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat peserta JKN BPJS Kesehatan yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Lukas Hilisimaetano yang meliputi pelayanan RJTL dan RITL, akan memberikan respon tersendiri kepada peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan. Peneliti ingin mengetahui bagaimana respon peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Lukas Hilisimaetano Kabupaten Nias Selatan.

Bagan 2.10. Alur Pemikiran

  Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lukas Hilisimaetano

  Kab. Nias Selatan Program Jaminan Kesehatan

  Nasional (JKN) Oleh BPJS Kesehatan

  Pelayanan Kesehatan : 1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) 2.

  Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) Respon Peserta BPJS

  Kesehatan Mandiri meliputi: 1.

  Persepsi 2. Sikap 3. Partisipasi 1.

  Respon Positif 2. Respon Negatif

2.11 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.11.1 Definisi Konsep

  Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian. Secara sederhana definisi di sini di artikan sebagai ”batasan arti”. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti (Siagian, 2011 : 138). Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui respon peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap Pelayanan Kesehatan oleh RSUD Lukas Hilisimaetano, oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dirumuskan dan didefinisikan istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan pengamatan.

  Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dibatasi sebagai berikut:

  1. Respon adalah tanggapan, tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Komposisi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Konsentrasi Belanja Daerah Terhadap Penggunaan Anggaran Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi - Pengaruh Peningkatan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Sibolga

0 0 14

Pengaruh Peningkatan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Sibolga

1 1 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi - Perkembangan Akar Gigi Molar Satu Permanen Mandibula Pada Usia 6-10 Tahun Ditinjau Dari Radiografi Periapikal Di Salah Satu Sd Negeri Medan

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

0 0 20

Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

0 0 15

2.1. Konselor 2.1.1 Pengertian Konselor - Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN - Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

0 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan 2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 9