BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Kadar COD dan BOD pada Limbah Cair Industri Kelapa Sawit di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan Penuyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Kelapa Sawit

  Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan diindonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848.Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.

  Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawitdi Afrika.Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit diindonesia.Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha.

  Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke Negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat.

  Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu.Namun kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian Negara asing termasuk Belanda (Fauzi,dkk. 2004)

2.2. Kelapa Sawit

  Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal.Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah; atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu :

  1. Dura Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapatlingkaran sabut pada bagian luar tempurung.Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 3,5-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

  2. Psifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini.Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara psifera dengan dura akan menghasilkan varietas Tenera.

  3. Tenera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Psifera.Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini.

  Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96 %.Tandanbuah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

  4. Macro carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

  5. Dwikka-wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.Dwikka- wakka dapat dibedakan menjadi dwikka-wakkadura, dwikka-wakkapsifera dan dwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yangdisebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.

  Berdasarkan warna kulit buah ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal, yaitu : 1.

  Nigrescens Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak.Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.

  2. Virescens Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan.Varietas ini jarang dijumpai di lapangan.

  3. Albescens Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai (Tim Penulis, 1997).

2.2.1. Pengolahan Kelapa Sawit

  PKS pada umumnya mengolah bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel). Proses pengolahan kelapa kelapa sawit sampai menjadi minyak sawit (CPO) terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

  1. Jembatan Timbang Hal ini sangat sederhana, sebagian besar sekarang menggunakan sel-sel beban, dimana tekanan dikarenakan beban menyebabkan variasi pada sistem listrik yang diukur.

  Pada Pabrik Kelapa Sawit jembatan timbang yang dipakai menggunakan sistem komputer untuk meliputi berat. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu truk yang melewati jembatan timbang berhenti ± 5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum TBS dibongkar dan sortir, kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang, selisih berat awal dan akhir adalah berat TBS yang diterima pabrik.

  2. Penyortiran Kualitas buah yang diterima pabrik harus diperiksa tingkat kematangannya.Jenis buah yang masuk ke PKS pada umumnya jenis Tenera dan jenis Dura.Kriteria matang panen merupakan faktor penting dalam pemeriksaan kualitas buah distasiun penerimaan TBS (Tandan Buah Segar). Pematangan buah mempengaruhi terhadap rendemen minyak dan ALB (Asam Lemak Buah) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

  Kematangan buah Rendamen minyak Kadar ALB (%) (%)

  Buah mentah 14 – 18 1,6 – 2,8 Setengah matang 19 – 25 1,7 – 3,3 Buah matang 24 – 30 1,8 – 4,4 Buah lewat matang 28 – 31 3,8 – 6,1 Setelah disortir TBS tersebut dimasukkan ketempat penimbunan sementara ( Loding ramp ) dan selanjutnya diteruskan ke stasiun perebusan ( Sterilizer ).

  3. Proses Perebusan (Sterilizer) Lori yang telah diisi TBS dimasukan kedalam sterilizer dengan menggunakan capstand.

  Tujuan perebusan : 1. Mengurangi peningkatan asam lemak bebas.

  2. Mempermudah proses pembrodolan pada threser.

  3. Menurunkan kadar air.

  4. Melunakan daging buah, sehingga daging buah mudah lepas dari biji.

  Bila poin dua tercapai secara efektif maka semua poin yang lain akan tercapai juga. Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam sterilizer dilapisi Wearing Plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air condesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang.

  4. Proses Penebah (Thereser Process) a. Hoisting Crane

  Fungsi dari Hoisting Crane adalah untuk mengangkat lori dan menuangkan isi lori ke bunch feeder (hooper). Dimana lori yang diangkat tersebut berisi TBS yang sudah direbus. b.

  Thereser Fungsi dari Theresing adalah untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara mengangkat dan membantingnya serta mendorong janjang kosong ke empty bunch conveyor.

5. Proses Pengempaan (Pressing Process).

  Proses Kempa adalah pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah Kelapa Sawit dengan jalan pelumatan dan pengempaan.Baik buruknya pengoperasian peralatan mempengarui efisiensi pengutipan minyak. Proses ini terdiri dari : a.

  Digester Setelah buah pisah dari janjangan, maka buah dikirim ke Digester dengan cara buah masuk ke Conveyor Under Threser yang fungsinya untuk membawa buah ke

  Fruit Elevator yang fungsinya untuk mengangkat buah keatas masuk ke distribusi conveyor yang kemudian menyalurkan buah masuk ke Digester. Didalam digester tersebut buah atau berondolan yang sudah terisi penuh diputar atau diaduk dengan menggunakan pisau pengaduk yang terpasang pada bagian poros II, sedangkan pisau bagian dasar sebagai pelempar atau mengeluarkan buah dari digester ke screw press. Fungsi Digester : 1. Melumatkan daging buah.

  2. Memisahkan daging buah dengan biji.

  3. Mempersiapkan Feeding Press.

  4. Mempermudah proses di Press.

  5. Menaikkan Temperatur b.

  Screw Press Fungsi dari Screw Press adalah untuk memeras berondolan yang telah dicincang, dilumat dari digester untuk mendapatkan minyak kasar. Buah – buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau – pisau pelempar dimasukkan kedalam

  

feed screw conveyor dan mendorongnya masuk kedalam mesin pengempa ( twin screw

press ). Oleh adanya tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas

  sehingga melalui lubang – lubang press cage minyak dipishkan dari serabut dan biji. Selanjutnya minyak menuju stasaiun clarifikasi, sedangkan ampas dan biji masuk kestasiun kernel.

6. Proses Pemurnian Minyak ( Clarification Station )

  Setelah melewati proses Screw Press maka didapatlah minyak kasar / Crude Oil dan ampas press yang terdiri dari fiber. Kemudian Crude Oil masuk ke stasiun klarifikasi dimana proses pengolahannya sebagai berikut : a. Sand Trap Tank ( Tangki Pemisah Pasir)

  Setelah di press maka Crude Oil yang mengandung air, minyak, lumpur masuk ke Sand Trap Tank.Fungsi dari Sand Trap Tank adalah untuk menampung pasir.Temperatur pada sand trap mencapai 95

  C.

  b.

  Vibro Seperator / Vibrating Screen Fungsi dari Vibro Separator adalah untuk menyaring Crude Oil dari serabut – serabut yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Sistem kerja mesin penyaringan itu sendiri dengan sistem getaran – getaran pada Vibro kontrol melalui penyetelan pada bantul yang di ikat pada elektromotor.Getaran yang kurang mengakibatkan pemisahan tidak efektif. c.

  Vertical Clarifier Tank (VCT) Fungsi dari VCT adalah untuk memisahkan minyak, air dan kotoran (NOS) secara gravitasi. Dimana minyak dengan berat jenis yang lebih kecil dari 1 akan berada pada lapisan atas dan air dengan berat jenis = 1 akan berada pada lapisan tengah sedangkan NOS dengan berat jenis lebih besar dari 1 akan berada pada lapisan bawah. Fungsi Skimmer dalam VCT adalah untuk membantu mempercepat pemisahan minyak dengan cara mengaduk dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak dengan Sludge. Temperatur yang cukup (95 0C) akan memudahkan proses pemisahan ini. Prinsip kerja didalam VCT dengan menggunakan prinsip keseimbangan antara larutan yang berbeda jenis.Prinsip bejana berhubungan diterapkan dalam mekanisme kerja di VCT.

  d.

  Oil Tank Fungsi dari Oil Tank adalah untuk tempat sementara Oil sebelum diolah oleh

  Purifier.Pemanasan dilakukan dengan menggunakan Steam Coil untuk mendapatkan temperatur yang diinginkan yakni 95 C.Kapasitas Oil Tank 10 Ton / Jam.

  e.

  Oil Purifier Fungsi dari Oil Purifier adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak dengan cara sentrifugal. Pada saat alat ini dilakukan proses diperlukan temperatur suhu 95 C.

  f.

  Vacuum Dryer Fungsi dari Vacuum Dryer adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak produksi. Sistem kerjanya sendiri adalah minyak disimpan kedalam bejana melalui

  Nozel. Suatu jalur resirkulasi dihubungkan dengan suatu pengapung didalam bejana, sehingga bilamana ketinggian permukaan minyak menurun pengapung akan membuka dan mensirkulasi minyak kedalam bejana.

  g.

  Sludge Tank Fungsi dari Sludge Tank adalah tempat sementara sludge ( bagian dari minyak kasar yang terdiri dari padatan dan zat cair) sebelum diolah oleh sludge seperator.

  Pemanasan dilakukan dengan menggunakan sistem injeksi untuk mendapatkan

  o

  temperatur yang dinginkan yaitu 95 C.

  h.

  Sand Cyclone / Pre- cleaner Fungsidari Sand Cyclone adalah untuk menangkap pasir yang terkandung dalam sludge dan untuk memudahkan proses selanjutnya. i.

  Brush Strainer ( Saringan Berputar ) Fungsi dari Brush Strainer adalah untuk mengurangi serabut yang terdapat pada sludge sehingga tidak mengganggu kerja Sludge Seperator.Alat ini terdiri dari saringan dan sikat yang berputar. j.

  Sludge Seperator Fungsi dari Sludge Seperator adalah untuk mengambil minyak yang masih terkandung dalam sludge dengan cara sentrifugal. Dengan gaya sentrifugal, minyak yang berat jenisnya lebih kecil akan bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui sudut – sudut ruang tangki pisah. k.

  Storage Tank Fungsi dari Storage Tank adalah untuk penyimpanan sementara minyak produksi yang dihasilkan sebelum dikirim. Storage Tank harus dibersihkan secara terjadwal dan pemeriksaan kondisi Steam Oil harus dilakukan secara rutin, karena apabila terjadi kebocoran pada pipa Steam Oil dapat mengakibatkan naiknya kadar air pada CPO.

7. Proses Pengolahan Biji ( Kernel Station )

  Telah dijabarkan bahwasanya setelah pengepresan akan menghasilkan Crude Oil dan Fiber. Fiber tersebut akan masuk kestasiun Kernel dan akan dijabarkan proses pengolahannya.

  a.

  Cake Breaker Conveyor (CBC) Fungsi dari Cake Breaker Conveyor adalah untuk membawa dan memecahkan gumpalan Cake dari stasiun Press ke depericarper.

  b.

  Depericarper Fungsi dari Depericarper adalah untuk memisahkan fiber dengan nut dan membawa fiber untuk menjadi bahan bakar boiler. Fungsi kerjanya adalah tergantung pada berat massa, yang massanya lebih ringan (fiber) akan terhisap oleh fan tan. Yang massanya lebih berat (nut) akan masuk ke Nut Polishing drum.

  Fungsi dari Nut Polishing Drum adalah : 1. Membersihkan biji dari serabut – serabut yang masih melekat.

  2. Membawa nut dari Depericarper ke Nut transport.

  3. Memisahkan nut dari sampah.

  4. Memisahkan gradasi nut.

  c.

  Nut Silo Fungsi dari Nut Silo adalah tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada proses berikutnya. Bila proses pemecahan nut dengan menggunakan nut Craker maka nut silo harus dilengkapi dengan sistem pemanasan (Heater).

  d.

  Riplle Mill Fungsi dari riplle Mill adalah untuk memecahkan nut.Pada Riplle Mill terdapat rotor bagian yang berputar pada Riplle Plate bagian yang diam. Nut masuk diantara rotor dan Riplle Plate sehingga saling berbenturan dan memecahkan cangkang dari nut. e.

  Claybath Fungsi dari Claybath adalah untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan beratnya hampir sama. Proses pemisahan dilakukan berdasarkan kepada perbedaan berat jenis. Bila campuran cangkang dan inti dimasukan kedalam suatu cairan yang berat jenisnya diantara berat jenis cangkang dan inti maka untuk berat jenisnya yang lebih kecil dari pada berat jenis larutan akan terapung diatas dan yang berat jenisnya lebih besar akan tenggelam. Kernel memiliki berat jenis lebih ringan dari pada larutan calcium carbonat sedangkan cangkang besar jenisnya lebih besar.

  f.

  Hydro Cyclone Fungsi dari Hydro Cyclone adalah : 1. Mengutip kembali inti yang terikut kecangkang.

  2. Mengurangi losis (inti cangkang) dan kadar kotoran.

  g.

  Kernel Dryer Fungsi dari Kernel Dryer adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi. Jika kandungan air tinggi pada inti akan mempengaruhi nilai penjualan, karena jika kadar air tinggi maka ALB juga tinggi. Pada Kernel Silo ada 3 tingkatan yaitu atas 70 derajat celcius, tengah 60 derajat, bawah 50 derajat celcius. Pada sebagian PKS ada yang menggunakan sebaliknya yaitu atas 50 derajat, tengah 60 derajat, dan bawah 70 derajat celcius.

  h.

  Kernel Storage Fungsi dari Kernel ini adalah untuk tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim keluar untuk dijual. Kernel Storage pada umumnya berupa bulk silo yang seharusnya dilengkapi dengan fan agar uap yang masih terkandung dalam inti dapat keluar dan tidak menyebabkan kondisi dalam Storage lembab yang pada akhirnya menimbulkan jamur kelapa sawit. Dimana melalui serangkaian prosedur pengolahan kelapa sawit diatas akan menghasilkan limbah pada akhir pengolahan.

  repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18459/.../Chapter%20II.pdf

2.2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit

  Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit.

  Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah ini antara lain kayu, pelepah dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi,2004).

  Pada dasarnya pengolahan minyak kelapa sawit merupakan proses untuk mendapatkan minyak dari buah kelapa sawit dengan proses perebusan, pemipilan, pelumatan, pengempaan, pemisahan minyak dalam sludge, pemurnian, pengeringan dan penimbunan. Proses pengolahan diatas akan dapat menghasilkan produk sampingan yang bersifat polutan seperti limbah gas/abu limbah padat dan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan apabila dibuang sembarangan. Pengolahan limbah pabrik kelapa sawit adalah uraian tentang prosedur pengolahan cair sejak limbah masuk kedalam tower pendingin sampai limbah siap dimanfaatkan.

  Jika limbah ini dibuang ke perairan akan mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia dan biologi perairan, selain itu kandungan padatan yang tidak terlarut akan membentuk endapan lumpur.

2.2.2.1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

  Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3-5 (Fauzi,2004).

  Proses pengolahan limbah dengan system kolam pengendalian limbah mempunyai beberapa tahapan proses pengolahan yaitu sebagai berikut : a.

  Kolam Pendinginan (Cooling Pond) Limbah cair pada Fat-Pit dan Condensate Pond memiliki karakteristik pH 4-4,5 dengan suhu diturunkan menjadi 60 -80 C sebelum limbah dialirkan ke kolam

  o O

  pengasaman suhu diturunkan menjadi 40 -45

  C, yang berfungsi agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik.

  b.

  Kolam Pengutipan Minyak (Deoiling Pond) Berfungsi untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4% yang dikombinasikan dengan kolam pendinginan (Cooling Pond). Pengutipan minyak dilakukan secara overflow dari kolam pendinginan dan kemudian dipompakan kembali ke Sludge Recovery Tank.

  c. Kolam Pengasaman (Accidification Pond) Setelah dari kolam pendinginan limbah lalu mengalir ke kolam pengasaman yang berfungsi sebagai prakondisi bagi limbah sebelum masuk ke kolam anaerobik. Pada kolam mini limbah akan dirombak menjadi VFA.

  d. Kolam Anaerobik (Primary and Secondary Anaerobic Pond ). Dari kolam pengasaman limbah akan mengalir ke kolam anaerobik primer, karena pH dari kolam pengasaman masih rendah maka limbah harus dinetralkan dengan cara mencampurnya dengan limbah keluaran (pipa outlet) dari kolam anaerobik dengan cara resirkulasi pada parit masukan (pipa inlet) kolam anaerobik. Bersamaan dengan ini bakteri dari kolam pembiakan dialirkan ke kolam anaerobik. Bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO

  2 . Selanjutnya bakteri methane

(Methanorgenic Bacteria) akan merubah asam organik menjadi methane dan CO .

  2 BOD limbah pada kolam anaerobik primer masih cukup tinggi, maka limbah diproses

  lebih lanjut pada kolam anaerobik sekunder.BOD limbah yang keluar dari kolam anaerobik sekunder < 3.500 mg/L dan pH 6.

  e. Resirkulasi (Circulation Pond). Resirkulasi dilakukan dengan cara mengalirkan cairan dari kolam anaerobik yang terakhir ke saluran masuk ke kolam pengasaman yang bertujuan untuk menaikkan pH dan membantu pendinginan.

  Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit

  Parameter Lumpur Primer Lumpur Sekunder

  pH

  3.75

  4.54 Padatan tersuspensi (ppm) 80.720 243.670 Padatan volatil (ppm) 64.760 233.730 COD (ppm) 28.220 16.320 Nitrat (ppm)

  31

  3 Fosfat (ppm) 106

  3 Padatan tersuspensi (ppm) 80.720 243.670 Sumber : Nurcahyo, 1993 Limbah cair yang dihasilkan oleh pengolahan pabrik kelapa sawit pada akhirnya akan dibuang ke badan air seperti contoh : sungai, laut ataupun danau.

2.3. Pencemaran Air

  Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya.Air yang tersebar dialam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun didaerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun diatasnya selalu mengandung bahan- bahan terlarut, seperti CO

  2 ; O 2 ; dan N 2 serta bahan-bahan tersuspensi misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir.

  Air permukaan dan air sumur pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca, dan Fe.Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadah. Dari contoh-contoh diatas jelas bahwa air yang tidak tercemar tidak selalu merupakan air murni, tetapi merupakan air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu, misalnya untuk air minum ( air ledeng, air sumur), berenang/rekreasi, mandi, kehidupan hewan air, pengairan dan keperluan industri.

  Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Sebagai contoh, air kali dipegunungan yang belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum karena belum memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai air minum (Kristanto, 2004).

2.3.1. Indikator Pencemaran Air

  Selain penggunaan air secara konvensional, air juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi.

  Kegiatan industri dan teknologi tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Dalam hal ini air sangat diperlukan agar industri dan teknologi dapat berjalan dengan baik.

  Didalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakam lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan. Proses daur ulang air limbah industri atau

  

Water Treatment Recycle Process adalah salah satu syaratyang harus dimiliki oleh

industri yang berwawasan lingkungan.

  Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :

  1. Adanya perubahan suhu air.

  2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen 3. Adanya perubahan warna, baud an rasa air.

  4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.

  5. Adanya mikroorganisme.

  6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Adanya tanda atau perubahan seperti tersebut diatas menunjukkan bahwa air telah tercemar.( Wardhana, 2004 )

  Disamping itu Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan salah satu indikator pencemaran air.

2.3.1.1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

  BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan didalam air.Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relartif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan- bahn buangan tersebut.Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut didalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membeutuhkan oksigen adalah tinggi. Organisme yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel.

  BOD dapat diterima bilamana jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah pada

  o

  suhu 20

  C. hasilnya dinyatakan dengan ppm. Jadi BOD sebesar 200 ppm berarti bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh sampel limbah sebanyak 1 liter dalam

  o waktu lima hari pada suhu 20 C (Kristanto, P. 2002).

  Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut : C n H a O b N c + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O

  2 nCO 2 + (a/2-3c/2) H

  2 O +

  cNH

3 Bahan organik oksigen bakteri aerobik

  Seperti tampak pada reaksi diatas, bahan buangan organik dipecah dan diuraikan menjadi gas CO

  2 , air dan gas NH 3 . Timbulnya gas NH 3 inilah yang

  menyebabkan bau busuk pada air lingkungan yang telah tercemar bahan buangan organik.

  Reaksi tersebut diatas memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari.Dalam waktu 2 hari mungkin reaksi telah mencapai 50%, dan dalam waktu 5 hari mencapai sekitar 75%.

  Bila dibandingkan dengan reaksi COD yang hanya memakan waktu sekitar 2 jam, maka reaksi uji BOD ini relatif sangat lambat karena tergantung pada kerja bakteri. Rekasi uji COD relatif lebih cepat karena tidak tergantung pada cara kerja bakteri.

  Apabila kandungan oksigen dalam air lingkungan menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organikakan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobikakan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobikakan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada didalam air lingkungan. Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen ( kondisiaerobik ) dan tanpa oksigen ( kondisi anaerobik ) hasilnya akan berbeda ( Wardhana, 2004 ).

2.3.1.2. Chemical Oxygen Demand (COD)

  Untuk mengetahui jumlah bahan organik didalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan.Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat didalam air.

  Senyawa klor, selain menggangu uji BOD, juga dapat mengganggu uji COD, karena klor dapat bereaksi dengan kalium dikromat. Cara pencegahannya adalah dengan menambahkan merkuri sulfat yang akan bereaksi dengan klor membentuk senyawa kompleks (Kristanto, 2002).

  Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium Bichromat atau K

2 Cr

  2 O 7 digunakan sebagai sumber oksigen ( oxidizing agent ). Oksidasi

  terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini :

  • 2- 3+

  C a H b O c + Cr

  2 O 7 + H CO

2 + H

  2 O + Cr

  Kat Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat

  (Ag

  2 SO 4 ) untuk mempercepat reaksi .Apabila dalam bahan buangan organik

  diperkirakan ada unsur Klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium Bichromate sesuai dengan reaksi berikut ini :

  • 2- -

  3+

  6Cl + Cr

  2 O 7 + 14H

  3Cl

  2 + 2 Cr + 7 H

  2 O

  Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion klor menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi berikut ini :

  • 2+

  Hg + 2Cl HgCl

2 Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik

  sebelum reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organiksama dengan jumlah kalium bichromat yang dipakai pada reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bichromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan.Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik.

  Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan ( Wardhana, 2004 ).

2.4. Spektrofotometri Visible

2.4.1. Prinsip dan dasar teori

  Spektrofotometri visible didasarkan pada cahaya monokromatik atau campuran jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian lagi diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan.

  Lambert seringkali dianggap berjasa dalam menyelidiki serapan cahaya sebagai fungsi ketebalan medium, meskipun sebenarnya ia hanya memperluas konsep yang pada mulanya di kembangkan oleh Bouger. Beer kemudian menerapkan eksperimen serupa pada larutan dengan konsentrasi yang berlainan dan menerbitkan hasilnya tepat sebelum Bernard.Kedua hukum yang terpisah yang mengatur absorpsi itu biasanya dikenal sebagai hukum Lambert dan Hukum Beer.Dalam bentuk gabungan hukum ini dikenal sebagai hukum Beer-Lambert.

  Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya.Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap.

  Hukum Beer sejauh ini telah dibahas absorpsi cahaya dan transmisi cahaya untuk cahaya monokromatik sebagai fungsi ketebalan lapisan penyerap saja.Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorpsi cahaya. Dijumpainya hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang ditemukan Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan yakni, intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linear (Vogel, 1994).

2.4.2. Peralatan Spektrofotometri Visible

  Suatu spektrofotometri visible tersusun dari : a. Sumber spektrum tampak

  Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram.Lampu Hidrogen atau Lampu Deutrium digunakan untuk sumber pada daerah UV.Kebaikan lampu wolfram adalah energy radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. b.

  Monokromator Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating.Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.

  c.

  Sel absorpsi Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan.Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi berbentuk silinder dapat juga digunakan.

  d.

  Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang(Khopkar, 2003).

2.4.3. Aplikasi Spektrofotometri Visible Salah satu contohnya adalah pada analisa kadar protein terlarut (soluble protein).

  Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki warna.Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat dianalisa.Reagent yang biasa digunakan adalah reagent Folin.

  Saat protein terlarut direaksikan dengan Folin dalam suasana sedikit basa, ikatan peptide pada protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi pada panjang gelombang sekitar 578 nm. Semakin tinggi intensitas warna biru menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk yang berarti semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sample.

  

2.5. Titrasi

  Titrimetri yaitu analat direaksikan dengan suatu pereaksi sedemikian rupa, sehingga jumlah zat-zat yang bereaksi itu satu sama lain ekivalen. Ekivalen berarti bahwa zat- zat yang direaksikan itu tepat saling menghabiskan, sehingga tidak ada yang sisa.Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain.

  Pada saat titrant yang ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titrant harus dihentikan ; saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant itu disebut titrat ( Harjadi, 1990 ).

2.5.1. Jenis-jenis Titrasi

  Macam-macam titrasi ini dibedakan oleh : a. Titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan/atau basa.

  Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH titrat.

  b.

  Titrasi presipitimetri, yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya. Titrasi presipitimetri yang menyangkut larutan perak biasa disebut argentometri.

  c.

  Titrasi kompleksiometri , yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). d.

  Titrasi berdasar reaksi redoks, yaitu perpindahan electron. Disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi.

  Titrasi berdasar reaksi redoks sering dibedakan menjadi : titrasi berdasarkan penggunaan oksidator kuat seperti KMnO , K Cr O Ce(SO ) atau reduktor kuat.

  4

  2 2 7,

  4 Titrasi iodometri dan titrasi iodimetri juga termasuk didalamnya. Titrasi iodometri merupakan jenis titrasi yang digunakan pada penentuan kadar BOD.

  ( Harjadi, 1990 ).

2.5.1.2. Titrasi Iodometri

  Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO .5H O.

  4

2 Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung),

  maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I

  2 ) yang selanjutnya dititrasi dengan

  larutan baku natrium thiosulfat (Na

2 S

  2 O 3 ). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.

  Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida.Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.

  Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amilum.Amilum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi.Penambahan amilum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tia- tiba.Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.

  Prinsip analisa BOD dengan metode iodometri adalah Oksigen terlarut bereaksi dengan ion mangan (II) dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan

  • dengan valensi yang lebih tinggi (Mn IV). Dengan adanya ion iodide(I ) dalam suasana asam, ion mangan (IV) akan kembali menjadi ion mangan (II) dengan membebaskan Iodin (I

  2 ) yang setara dengan kandungan oksigen terlarut. Iodin yang terbentuk kemudian di titrasi dengan sodium thiosulfat dengan indikator amilum.

  Perbedaan antara oksigen terlarut sebelum dan sesudah pengeraman selama 5 x 24 jam merupakan kandungan kebutuhan oksigen biokimia.