Rancang Bangun Antena Stacking Yagi Untuk Stasiun Penerima Sistem Komunikasi Muatan Balon Atmosfer Frekuensi 433 Mhz

  BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO Umum

  2.1 Salah satu teknologi pengamatan vertikal atmosfer dari permukaan adalah peluncuran balon sonde atau radiosonde. Radiosonde adalah sebuah peralatan yang digunakan pada balon cuaca yang mengukur berbagai parameter atmosfer dan mengirimkan datanya ke penerima tetap. Selain mengukur profil tekanan udara, temperatur, dan kelembaban, radiosonde tersebut juga difungsikan untuk mengukur profil angin horizontal menggunakan penerima GPS. Balon sonde atau radiosonde ini mengirimkan data – data profil tekanan udara, temperatur, kelembaban dan angin horizontal yang didapatinya ke penerima tetap atau stasiun bumi melalui komunikasi antara perangkat radio pengirim (transmitter) dan penerima (receiver).

  Komunitas meteorologi internasional telah menetapkan dua pita frekuensi radio untuk digunakan dalam transmisi data untuk pengamatan vertikal atmosfer pada radiosonde, yaitu 400-406 MHz dan 1675-1700 MHz. Pita frekuensi yang digunakan untuk pengamatan vertikal atmosfer pada radiosonde di Indonesia termasuk dalam kategori frekuensi untuk Eksplorasi Bumi-Satelit, yaitu pada rentang frekuensi antara 432 – 438 MHz. Pada pita frekuensi ini, perangkat radio pengirim (transmitter) dan penerima (receiver) yang digunakan pada radiosonde di Indonesia salah satunya beroperasi pada frekuensi 433 MHz. Perangkat pengirim (transmitter) dipasang pada radiosonde dan perangkat penerima (receiver) dipasang pada sisi stasiun bumi.

  Pada sisi stasiun bumi digunakan antena unidirectional seperti antena Stacking Yagi yang memiliki penguatan yang tinggi dengan beamwidth tertentu untuk dapat berkomunikasi dengan radisonde yang nantinya akan diterbangkan melalui suatu balon atmosfer setinggi 10 km di atas permukaan laut. Antena yang digunakan harus memiliki kinerja yang baik untuk menjamin kontinuitas hubungan komunikasi antara stasiun bumi dengan radiosonde.

  Gelombang Elektromagnetik

2.2 Gelombang didefinisikan sebagai getaran atau gangguan yang merambat.

  Elektromagnetik adalah gejala listrik yang diakibatkan oleh gerak mekanik magnet. Magnet adalah benda yang dapat menghasilkan gaya tarik atau gaya tolak terhadap benda lain (yang mungkin juga bersifat magnet).

  Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio. Transmisi gelombang elektromagnetik di ruang adalah sebagai gelombang transversal. Gelombang elektromagnetik ditemukan oleh Heinrich Hertz.

  Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1.

  (2.1) Dimana : λ = panjang gelombang (m) c = cepat rambat cahaya (m/s) ƒ = frekuensi (Hz)

  Salah satu spektrum frekuensi gelombang elektromagnetik adalah gelombang radio. Pembagian spektrum frekuensi gelombang radio dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spektrum Frekuensi Gelombang Radio

  Band Panjang Nama Band Singkatan Frekuensi (f)

  ITU Gelombang (λ) Extremely Low

  100.000 km - ELF 1 3-30 Hz

  Frequency 10.000 km

  Super Low 10.000 km-1000

  SLF 2 30-300 Hz Frequency km

  Ultra Low 1000 km – 100

  ULF 3 300 – 3000 Hz Frequency km

  Very Low

  VLF 4 3 – 30 KHz 100 km – 10 km Frequency Low Frequency LF 5 30 – 300 KHz 10 km – 1 km

Tabel 2.1 lanjutan

  Band Panjang Nama Band Singkatan Frekuensi (f)

  ITU Gelombang (λ) Medium

  MF 6 300 – 3000 KHz 1 km – 100 m Frequency High Frequency HF 7 3 – 30 MHz 100 m – 10 m Very High

  VHF 8 30 – 300 MHz 10 m – 1 m Frequency Ultra High

  UHF 9 300 – 3000 MHz 1 m – 100 mm Frequency Super High

  100 mm – 10 SHF 10 3 – 30 GHz

  Frequency mm

  Extremely High EHF 11 30 – 300 GHz 10 mm – 1 mm

  Frequency Antena

  2.3 Antena didefinisikan sebagai suatu perangkat logam (misalnya batang konduktor atau kawat) yang berfungsi meradiasikan atau menerima gelombang radio. Standar IEEE 145-1983 mendefinisikan antena atau aerial sebagai suatu alat yang berfungsi untuk meradiasikan dan menerima gelombang radio. Dengan kata lain antena adalah struktur pengalihan antara ruang bebas dan media pembimbing, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1[1].

Gambar 2.1 Antena Sebagai Media Transisi Media pembimbing atau saluran transmisi dapat berbentuk suatu kabel coaxial atau pipa kosong/bumbung gelombang (waveguide), dan media pembimbing ini digunakan untuk membawa energi elektromagnetik dari sumber pancaran (transmitter) hingga sampai ke antena, atau dari antena hingga sampai ke perangkat penerima (receiver)[1].

2.3.1 Parameter Antena

  Untuk menggambarkan kinerja dari sebuah antena, pengertian beberapa parameter sangat penting untuk dikaji. Beberapa dari parameter-parameter tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

2.3.1.1 Pola Radiasi

  Pola radiasi dari sebuah antena didefinisikan sebagai fungsi matematis atau gambaran secara grafis dari karakteristik radiasi sebuah antenna sebagai fungsi dari koordinat ruang. Pada kasus secara keseluruhan, pola radiasi dihitung/diukur pada medan jauh dan digambarkan kembali sebagai koordinat arah. Karakteristik radiasi mencakup rapat flux daya, intensitas radiasi, kuat medan, keterarahan/direktivitas, fasa atau polarisasi. Karakteristik radiasi yang menjadi pusat perhatian adalah distribusi energi radiasi dalam ruang 2 dimensi maupun 3 dimensi sebagai fungsi dari posisi pengamat di sepanjang jalur dengan jari-jari yang konstan. Contoh koordinat yang sesuai diperlihatkan pada Gambar 2.2[1].

Gambar 2.2 Sistem Koordinat Untuk Menganalisis Antena

2.3.1.2 Lebar Berkas (Beamwidth)

  Lebar berkas dari suatu pola didefinisikan sebagai sudut interval dari dua titik identik yang terletak berlawanan dari pola maksimum. Dalam suatu pola antena, terdapat sejumlah lebar berkas. Salah satu lebar berkas yang sering digunakan adalah Half-Power Beamwidth (HPBW), yang didefinisikan oleh IEEE sebagai : “di dalam suatu bidang yang berisi arah maksimum dari suatu berkas, sudut yang terdapat diantara dua arah dimana intensitas radiasi bernilai setengah dari berkas”. Lebar berkas lain yang penting untuk diketahui adalah sudut interval antara titik-titik level nol dari pola, yang disebut dengan First-Null Beamwidth (FNBW). Dalam penggunaannya secara praktis, jika tidak dijabarkan sebelumnya, lebar berkas yang digunakan adalah HPBW. Ilustrasi HPBW dan FNBW dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3[1].

Gambar 2.3 Ilustrasi HPBW dan FNBW dalam (a) 3-dimensi (b) 2-dimensi

  Dengan makin membesarnya sudut pancaran energi, setelah mencapai minimum (yaitu level nol), bisa kembali membesar dan mencapai suatu (local) maksimum, maksimum ini disebut juga radiasi samping (side lobe)[2]. Pada sudut tepat bertolak belakang pada sudut arah pancaran utama (main lobe) kita dapatkan arah yang dinamakan arah pancaran belakang (back lobe)[2].

2.3.1.3 Direktivitas

  Keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai ”perbandingan antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari antena referensi isotropis”. Keterarahan dari sumber non-isotropis adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya di atas sebuah sumber isotropis[1]. Keterarahan pada antena secara umum dinyatakan dari Persamaan 2.2[1]:

    

  4 U max   D o 10 log P rad

  (2.2) dengan : D

  o = directivity (dB)

  U = intensitas radiasi maksimum (watt)

  max

  P rad = daya radiasi total (watt) Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola radiasi antena tersebut, semakin sempit main lobe maka keterarahannya semakin baik dibanding main lobe yang lebih lebar. Nilai keterarahan jika dilihat dari pola radiasi sebuah antena adalah sebagai berikut[1]: 2

   180  4    

    D  10 log

    HP HP .

  (2.3)

  41252 . 96125  D 10 log

   .  HP HP

  (2.4) dengan : D = keterarahan (directivity) (dB)

  dB 

  )

  HP

  = lebar berkas setengah daya pada pola radiasi horisontal (

   = lebar berkas setengah daya pada pola radiasivertikal ( )

  HP

  2.3.1.4 Gain Ada dua jenis penguatan (gain) pada antena, yaitu penguatan absolut

  (absolute gain) dan penguatan relatif (relative gain). Penguatan absolut pada sebuah antena didefenisikan sebagai perbandingan antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropic. Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan secara isotropic sama dengan daya yang diterima oleh antena (P in ) dibagi dengan 4π. Penguatan absolut dapat dihitung dengan [1]:

  (2.5)

  2.3.1.5 Frekuensi Resonansi Frekuensi resonansi sebuah antena dapat diartikan sebagai frekuensi kerja antena dimana pada frekuensi tersebut seluruh daya dipancarkan secara maksimal.

  Pada umumnya frekuensi resonansi menjadi acuan menjadi frekuensi kerja antena.

  2.3.1.6 Lebar Pita Bandwidth antena didefinisikan sebagai ”rentang frekuensi antena dengan beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah ditentukan”. Untuk

  Broadband antena, lebar bidang dinyatakan sebagai perbandingan frekuensi operasi atas (upper) dengan frekuensi bawah (lower). Sedangkan untuk Narrowband antena, maka lebar bidang antena dinyatakan sebagai persentase dari selisih frekuensi di atas frekuensi tengah dari lebar bidang[1].

  Untuk persamaan bandwidth dalam persen (B ) atau sebagai bandwidth

  p

  rasio (B r ) dinyatakan sebagai[2]:

  f  f u l   B 100 % p f c

  (2.6)

   f f u l f  c

  2

  (2.7)

  

f

u B  r

f

l

  (2.8) dengan : B = bandwidth dalam persen (%)

  p

  B r = bandwidth rasio f u = jangkauan frekuensi atas (Hz) f = jangkauan frekuensi bawah (Hz)

  l

  2.3.1.7 Impedansi Input Impedansi masukan didefenisikan sebagai impedansi yang diberikan oleh antena kepada rangkaian di luar, pada suatu titik acuan tertentu[1]. Saluran transmisi penghubung yang dipasangkan ke antena akan melihat antena tersebut sebagai beban dengan impedansi beban sebesar Z A . Secara matematis, persamaan impedansi antena dapat dirumuskan sebagai berikut[1] :

  Z A = R A + jX A (2.9) dengan : Z = impedansi antena (Ω)

  A

  R A = resistansi antena (Ω)

  X A = reaktansi antena (Ω)

  2.3.1.8 VSWR

  VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang

  dikirimkan (V0 ) dan tegangan yang direfleksikan (V0 ). Pebandingan tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (Γ) [1] :

  (2.10) di mana Z L adalah impedansi beban (load) dan Z adalah impedansi saluran. Rumus untuk mendari VSWR adalah [1] :

  VSWR = (2.11)

  Kondisi yang baik adalah ketika VSWR bernilai 1, yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun, kondisi ini kenyataannya sulit diperoleh. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan dalam perancangan antena adalah ≤ 2.

  Antena Unidirectional

  2.4 Antena unidirectional adalah antena yang mengkonsentrasikan energi ke suatu arah tertentu. Jika dipergunakan daya pancar yang sama seperti pada antena isotrop, maka akan didapati perbandingan medan listrik/magnet antara antena isotrop dan antena direksional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4[2].

Gambar 2.4 Perbandingan Distribusi Medan Listrik pada Antena Isotrop dan

  Direksional Pada arah-arah tertentu, antena unidirectional mengirimkan intensitas yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikirim oleh antena isotrop, dan pada arah yang lain intensitasnya jauh lebih kecil dibandingkan oleh antena isotrop. Jadi antena direksional mengalokasikan energi secara berbeda pada setiap sudut pancarnya[2].

2.4.1 Macam-Macam Antena Unidirectional

  Berikut ini adalah beberapa contoh dari antena unidirectional yang telah digunakan hingga saat ini :

  2.4.1.1 Antena Apertur Antena apertur biasa digunakan pada frekuensi yang tinggi. Tipe antena ini sangat berguna untuk berbagai aplikasi pada penerbangan, karena antena ini dapat dipasang/ditempelkan pada rangka luar pesawat atau . Sebagai tambahan, antena ini dapat diselubungi oleh semacam material dielektrik untuk melindungi mereka dari kondisi yang berbahaya dari lingkungan sekitar. Bentuk-bentuk dari antena apertur dapat dilihat pada Gambar 2.5[1].

Gambar 2.5 Konfigurasi Antena Apertur

  2.4.1.2 Antena Mikrostrip Antena mikrostrip menjadi sangat populer pada tahun 1970 untuk aplikasi pada pesawat terbang, dan sampai saat ini antena mikrostrip sudah digunakan pada pemerintahan dan aplikasi komersil. Antena ini terdiri dari patch logam yang diletakkan diatas substrat. Patch logam ini dapat diatur sedemikian rupa, seperti pada Gambar 2.6. Contoh patch persegi dapat dilihat pada Gambar 2.7. Antena mikrostrip merupakan antena yang sederhana, simpel dan relatif murah untuk di produksi dengan menggunakan teknologi printed-circuit. Antena ini dapat dipasang pada permukaan luar pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, satelit, misil, mobil, dan telepon genggam[1].

Gambar 2.6 Konfigurasi Patch pada MikrostripGambar 2.7 Patch Persegi pada Mikrostrip

2.4.1.3 Antena Array

  Berbagai aplikasi memerlukan karakteristik radiasi yang tidak bisa didapatkan dari suatu element tunggal. Sehingga, sangat memungkinkan untuk mengumpulkan elemen-elemen radiasi tersebut untuk dapat disusun pada suatu susunan (array) elektris dan geometris tertentu sehingga menghasilkan karakteristik radiasi tertentu yang diinginkan.

  Susunan dari array tersebut dapat menambah atau memberikan pancaran maksimum pada suatu arah tertentu, minimum pada arah lainnya, atau sebaliknya seperti yang diinginkan. Istilah array maksudnya adalah suatu susunan/konfigurasi tertentu dimana elemen pemancar secara individual terpisah pada jarak tertentu. Susunan Array dapat dilihat pada Gambar 2.8[1].

Gambar 2.8 Antena Array

  Salah satu model dari antena array adalah antena Yagi-Uda. Yagi-Uda adalah antena yang beroperasi pada rentang frekuensi HF (3-30 MHz), VHF (30- 300 MHz) dan UHF (300-3000 MHz). Antena ini terdiri dari sejumlah elemen dipol linear, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, dengan salah satu elemen diberikan energi secara langsung dari suatu saluran transmisi dan elemen yang lainnya berfungsi sebagai elemen parasit dengan arus yang terinduksi melalui induktansi bersama[1].

Gambar 2.9 Antena Yagi-Uda

  Antena ini dirancang untuk dapat beroperasi secara khusus sebagai susunan end-fire array dengan cara meletakkan elemen parasit pada berkas depan sebagai pengarah (director) dan elemen yang tersisa lainnya sebagai reflektor. Yagi-Uda telah digunakan sebagai antena TV rumah[1]. Antena Yagi-Uda dapat diletakkan berdampingan dalam satu garis lurus (collinear) hingga membentuk Stacking Yagi, seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Stacking Yagi

2.4.1.4 Antena Reflektor

  Keberhasilan akan ekspedisi ruang angkasa menghasilkan peningkatan terhadap teori tentang antena. Berbagai bentuk antena telah digunakan untuk mengirim dan menerima sinyal yang harus melintas ribuan mil pada komunikasi dengan jarak yang sangat jauh. Salah satu antena yang paling sering digunakan pada aplikasi ini adalah antena reflektor parabola, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Tipe antena ini sudah dibuat hingga diameternya mencapai 305m. Dimensi yang sangat besar ini diperlukan untuk mendapatkan gain yang tinggi yang dibutuhkan untuk mengirim dan menerima sinyal setelah melintas sejauh ribuan mil[1].

Gambar 2.11 Antena Reflektor EIRP

  2.5 Effective Isotropic Radiated Power yang disingkat dengan EIRP merupakan energi efektif yang diperoleh pada lobe utama dari sebuah antena pengirim. EIRP dirumuskan melalui Persamaan 2.12 [3].

  (2.12) dimana : = Effective Isotropic Radiated Power

  = daya keluaran transmitter = gain antena pengirim

  Nilai rugi - rugi radome dapat bervariasi, misalnya meningkat ketika radome berada dalam kondisi basah. Link budget harus menggunakan nilai terburuk yang mungkin dapat terjadi karena kondisi radome tidak diketahui ataupun dikontrol. Adapun satuan dari EIRP sama dengan satuan daya transmitter dalam dBW atau dBm[3].

  Receiver Gain

2.6 Gain penerima dapat dihitung melalui Persamaan 2.13[3].

  (2.13) Keterangan :

  = gain total = gain antena penerima rugi – rugi radome rugi – rugi kabel atau waveguide (penerima) rugi –rugi polarisasi rugi – rugi pointing

  Adapun rumus level sinyal penerima ditunjukkan pada Persamaan 2.14[3].

  (2.14) Keterangan : rugi – rugi lintasan

  Pathloss

  2.7 Komponen dari rugi – rugi lintasan meliputi ruang bebas, kerugian gas dan penyerapan uap air, curah hujan, kerugian akibat multipath, dan efek yang lain berdasarkan frekuensi dan lingkungan[4].

  2.7.1 Persamaan Transmisi Friis Jika jalur atau lintasan utama diatur oleh rugi-rugi ruang bebas, maka dapat dihitung menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas Friis yang dapat dirumuskan pada Persamaan 2.15 [3].

  (2.15) Persamaan kerugian ruang bebas Friis dalam dB yaitu :

  (2.16) dengan nilai d dalam km, dan f dalam MHz.

  2.7.2 Multipath Fading Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan ruang bebas (free space propagation) kurang memenuhi untuk menggambarkan kanal dan memprediksikan kinerja sistem. Dalam sistem komunikasi nirkabel, sinyal merambat melalui pemantulan oleh berbagai objek dalam beragam lintasan sebelum sampai ke penerima (multiple reflective paths). Fenomena ini biasa disebut sebagai multipath fading. Efek dari multipath fading adalah fluktuasi dari amplituda, fasa, dan sudut dari sinyal yang masuk ke penerima.

  Fading merupakan karakteristik utama dalam propagasi radio bergerak. Fading dapat didefenisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan level dari suatu sinyal terhadap waktu. Definisi dasar dari suatu fading adalah yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan redaman dari gelombang radio. Kinerja dari suatu sistem komunikasi dapat turun akibat adanya fading[5].

  Propagasi Untuk Komunikasi Bergerak

  2.8 Pada skala terbesar, daya yang diterima pada sisi terminal penerima akan sangat turun sebagai akibat dari bertambahnya jarak antara pemancar dan penerima dan sebagai akibat dari rugi – rugi scattering atau ruang bebas. Pada skala menengah, difraksi oleh fitur medan, bangunan atau kekacauan lainnya akan menimbulkan fading loss. Akhirnya, efek interferensi akan menyebabkan efek multipath. Sehingga model propagasi ruang bebas (free space propagation) kurang memenuhi untuk menggambarkan kanal dan memprediksikan kinerja sistem[4].

  Ada beberapa mode perhitungan rugi-rugi propagasi yang biasa digunakan untuk memprediksi ataupun merancang link radio pada daerah yang kompleks seperti perkotaan, yaitu mode propagasi Okumura-Hata dan COST-231[4].

2.8.1 Okumura-Hata

  Pada 1963-1965, Okumura membuat serangkaian pengukuran rugi-rugi lintasan di Tokyo dan daerah sekitarnya pada rentang frekuensi antara 400 MHz dan 2 GHz. Perkiraan untuk kurva utama dari metode Okumura yang dirumuskan oleh Hata, dan kesederhanaan prosedur yang dihasilkan, ditambah dengan akurasi prediksi yang relatif lebih baik, telah memastikan popularitas yang luas dari metode ini[4].

  Dalam formulasi Hata itu, rugi – rugi lintasan di perkotaan diberikan oleh Persamaan 2.17 :

  • (2.17)
dimana :

  =

  frekuensi antara 150–1,500 dalam MHz = jarak dalam kilometer (1–20)

  =

  tinggi efektif dari base station dalam meter (30–200 m) Fungsi adalah fungsi koreksi untuk ketinggian antena perangkat mobile dalam kisaran 1-10 m. Nilai pada kota yang kecil/sedang :

  (2.18) Pada kota yang besar :

  (2.19) (2.20)

  Untuk lingkungan non-perkotaan, Nilai adalah sebagai berikut : (2.21)

  Pada daerah terbuka : (2.22)

  Model ini telah banyak digunakan untuk perencanaan layanan radio komunikasi bergerak.[4]

2.8.2 COST 231

  COST 231 Eropa yang bergabung dengan projek penelitian, yang dijalankan pada 1989 dan 1996, bertujuan untuk memberikan metode desain dan model cakupan untuk jaringan generasi ketiga (3G) dalam komunikasi mobile. Meskipun model Hata hanya berlaku di kisaran frekuensi 150-1,500 MHz, karya asli Okamura sudah termasuk pengukuran yang dilakukannya pada 1.920 MHz.

  Tim projek COST-231 menganalisis data pengukuran ini dan mengembangkan lebih lanjut untuk model Hata atau COST 231–Model Hata, berlaku di kisaran frekuensi 1,500-2,000 MHz.[4]

  (2.23) + dimana : = untuk model original

  = 0 dB untuk kota-kota menengah dan pusat-pusat pinggiran kota dengan kepadatan pohon menengah = 3 dB untuk pusat metropolitan Link Budget

  2.9 Link budget dihitung dalam desibel (dB), sehingga semua faktor menjadi istilah yang akan ditambahkan atau dikurangi. Biasanya besarnya daya dinyatakan dalam dBm daripada dBW.

  Link Margin diperoleh dengan membandingkan kekuatan sinyal yang diterima yang diharapkan dengan sensitivitas penerima atau ambang batas. Link Margin adalah ukuran seberapa besar margin yang ada pada link komunikasi antara titik operasi dan titik di mana link tidak dapat lagi bekerja dengan baik. Link Margin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.24 [3] :

  (2.24) dimana : = Effective Isotropic Radiated Power dalam dBW atau dBm

  = total rugi – rugi lintasan, termasuk kerugian lain akibat refleksi dan fading dalam dB = gain antena penerima dalam dB

  = ambang batas penerima atau tingkat sinyal minimum yang diterima yang akan memberikan operasi yang handal (seperti kinerja bit error rate yang diinginkan) di dBW atau dBm