Lailatul Qadar, I’tikaf dan Nuzulul Qur’an

  Menanti Malam 1000 Bulan Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat.

  Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang

  1 mulia. Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.

  Keutamaan Lailatul Qadar Pertama

  , lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman, ,

  “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang

  diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah

  .” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1) Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

  , , “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun 1 malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur Lihat Zaadul Masiir, 9/182.

  segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

  .” (QS. Al Qadar: 3-5).

  Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar

  2

  dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan

  

  Kedua

  , lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan

  4

  di Mujahid, Qotadah dan lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan

  5 puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.

  Ketiga , menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan

  pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan

  mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan

  6 diampuni

  .”

  2 3 Lihat Zaadul Masiir, 9/192. 4 Lihat Zaadul Masiir, 9/194.

  Lihat Latho- 5 if Al Ma’arif, hal. 341 6 Zaadul Masiir, 9/191.

  HR. Bukhari no. 1901.

  Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

  Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi

  shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  

  “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan

8 Ramadhan

  .” Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani

  rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah

  ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-

  9

  pindah dari tahun ke tahun . Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah

  

Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  ، ى ، “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada

  10 sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa

  Para ulama mengatakan bahwa .” hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika

  7 8 HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169. 9 HR. Bukhari no. 2017. 10 Fathul Bari, 4/262-266.

  HR. Bukhari no. 2021. lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang

  11 akan bermalas-malasan.

  Do’a di Malam Qadar

  Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita

  • –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

  sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Ai

  syah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, ى «

  “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu

  malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni

  (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf,

  12

  maafkanlah aku).”

  Tanda Malam Qadar Pertama , udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas,

  Rasulullah

  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu

  13

  cerah dan nampak kemerah- merahan.”

  Kedua

  , malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.

  11 12 Fathul Bari, 4/266.

  HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam 13 manuskrip pun. Lihat Tar ooju’at hal. 39.

  

HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan

bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.

  Ketiga , manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

  Keempat

  , matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,

  • الله - .

  “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan

  Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit

  14

  15 berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.

  ”

  Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

  Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik- baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan.

  Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan

  16 luput dari seluruh kebaikan

  .” Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan, - الله - .

  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada

  sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu

  17 yang lainnya 14 .” 15 HR. Muslim no. 762. 16 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/149-150.

  HR.

  Ahmad 2/385, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih . Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri- istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,

  • – الله – ، ، “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan

  Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau

  18 ), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan dari berjima’

  19 keluarganya

  .” Sufyan Ats

  Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam- malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk

  

20

melaksanakan shalat jika mereka mampu.

  Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti

  21 telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.

  Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula

  22 dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.

  Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul

  qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang

  23 telah lalu akan diampuni. 1718 HR. Muslim no. 1175.

  Inilah pendapat yang dipilih oleh para salaf dan ulama masa silam mengenai maksud hadits tersebut. Lihat Lathoif 19 Al Ma’arif, hal. 332. 20 HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174 . 21 Latho- if Al Ma’arif, hal. 331.

  Lihat Latho- 22 if Al Ma’arif, hal. 329. 23 ‘Aunul Ma’bud, 4/176.

  HR. Bukhari no. 1901 .

  Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?

  Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya,

  24

  dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,

  25 1.

  Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf. Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa 2. ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya. Memperbanyak istighfar.

  3.

  26 4.

  Memperbanyak do’a.

24 Latho-

  25 if Al Ma’arif, hal. 341

Dalam at Tamhid (17/397), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan

Syam tidak berselisih pendapat bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq 26 bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.” Lihat Fatwa Al Islam Su-al wa Jawab no. 26753.

  Lailatul Qadar

  Sesungguhnya dalam setahun terdapat beberapa hari dan waktu tertentu yang memiliki keutamaan, apabila doa dipanjatkan pada saat itu maka keutamaan yang lebih besar akan diperoleh, dan lebih memungkinkan untuk dikabulkan dan diterima oleh Allah. Bagi-Nya-lah hikmah yang sempurna.

  “Dan Rabb-mu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (QS. Al

  Qashash: 68) Dengan kesempurnaan hikmah-Nya, kekuasaan-Nya serta kesempurnaan ilmu dan pengetahuan-Nya, Dia memilih di antara sekian makhluk-Nya, berbagai waktu, tempat dan individu kemudian mengistimewakan mereka dengan tambahan keutamaan, perhatian lebih dan karunia yang melimpah. Hal ini merupakan salah satu tanda terbesar akan kekuasaan Rububiyah-Nya, bukti terkuat akan keesaan-Nya dan ketunggalan-Nya dalam sifat kesempurnaan. Segala urusan diatur oleh-Nya, sebelum dan sesudahnya, Dia menentukan segala sesuatu bagi ciptaan-Nya sesuai yang dikehendaki-Nya dan menetapkan bagi mereka apa yang Dia kehendaki.

  (٣٦) “Maka bagi Allah-lah segala puji, Rabb langit, Rabb bumi dan Rabb semesta alam.

  Bagi-Nya-lah keagungan di langit dan bumi, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Jatsiyah: 36-37)

  Di antara waktu yang Allah istimewakan dengan karunia dan kemuliaan yang melimpah adalah bulan Ramadhan, Allah memuliakannya daripada yang lain. Allah juga mengutamakan sepuluh hari terakhir ketimbang hari-hari yang lain dalam bulan tersebut dan Dia mengutamakan malam Al-Qadr dengan tambahan karunia dan kedudukan yang agung di sisi-Nya daripada seribu bulan, memuliakan dan meninggikan kedudukan malam tersebut di sisi-Nya. Allah menurunkan wahyu dan firman-Nya yang mulia pada malam tersebut, sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa, sebagai pembeda baik dan buruk bagi mereka yang beriman, sebagai sinar, cahaya dan rahmat. Allah ta’ala berfirman:

  (٣) (٤) (

  ٥) (٦) (٧) (٨)

  “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Rabbmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui, Rabb yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan (Dialah) Rabb-mu dan Rabb bapak- bapakmu yang terdahulu.” (QS. Ad Dukhaan: 3-8)

  Allah ta’ala juga berfirman: (١) (٢) (٣)

  (٤) (٥) “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

  Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) keselamatan hingga terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5)

  Alangkah agungnya (kedudukan) malam tersebut dibandingkan malam yang lain, alangkah mulia kebaikannya, dan alangkah melimpahnya keberkahan di malam tersebut. Malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan yang setara dengan 83 tahun dari umur seseorang. Waktu 83 tahun adalah waktu yang lama seandainya seorang muslim menghabiskan waktu tersebut dalam ketaatan kepa da Allah ‘azza wa jalla, namun (beribadah pada) malam Al-Qadr lebih baik daripada hal tersebut, inilah (keuntungan) bagi mereka yang menggapai keutamaan dan karunia pada malam tersebut.

  Mujahid rahimahullah mengatakan, “(Keutamaan) Lailatul Qadr lebih baik

  daripada keutamaan seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadr.” Perkataan serupa diucapkan oleh Qatadah, Asy Syafi’i dan selainnya.

  Pada malam yang mulia ini, para malaikat akan lebih banyak turun ke dunia dikarenakan melimpahnya berkah pada malam tersebut, karena malaikat akan turun seiring turunnya berkah, yaitu keselamatan (yang ditebarkan) hingga terbitnya fajar, seluruh kebaikan terkandung dalam malam tersebut, tidak ada keburukan hingga terbitnya fajar. Pada malam ini, segala urusan yang penuh hikmah dirinci, maksudnya segala kejadian selama setahun ke depan ditentukan dengan izin Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Penentuan takdir pada malam tersebut adalah penentuan takdir tahunan, adapun penentuan takdir secara umum yang tercantum dalam Lauhul Mahfuzh, maka hal tersebut telah tercatat sejak 50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sepatutnya seorang muslim bersemangat dalam menelusuri suatu malam yang memiliki kedudukan seperti ini, agar mendapatkan keberuntungan dengan pahala yang terdapat pada malam tersebut, mendulang kebaikannya, memperoleh ganjarannya, dan merengkuh berkahnya.

  Orang yang merugi adalah mereka yang tidak mendapatkan pahala pada malam tersebut. Barang siapa yang melewatkan momen-momen kebaikan, hari-hari tersebarnya keberkahan dan karunia, sedangkan dirinya senantiasa bergelimang dalam dosa dan kesesatan serta asyik dalam kedurhakaan, karena dirinya telah dibinasakan oleh kelalaian dan penyimpangan, kesesatan telah menghalanginya (dari pintu kebaikan), maka betapa besar kerugian dan penyesalan yang menimpanya. Seorang yang tidak bersemangat dalam mencari keuntungan pada malam yang mulia ini, kapankah dirinya akan bersemangat lagi? Seorang yang tidak bertaubat kepada Allah pada malam yang mulia ini, kapankah dia akan bertaubat? Dan seorang yang senantiasa malas dalam melakukan kebaikan di malam ini, maka kapan lagi dirinya akan beramal?

  Sesungguhnya bersemangat dalam mencari malam yang penuh berkah ini, serta beribadah dan berdoa di dalamnya merupakan ciri orang pilihan dan mereka yang berbakti kepada Allah. Bahkan dalam malam tersebut mereka berdoa dengan penuh kesungguhan kepada Allah Dia memberikan ampunan dan perlindungan bagi mereka, karena segala sesuatu yang akan terjadi pada diri seseorang selama setahun ke depan ditetapkan pada malam tersebut.

  Di malam inilah mereka berdoa dan memohon kepada Allah, dan mereka bersungguh-sungguh (dalam berbuat kebajikan) selama setahun ke depan penuh, hanya kepada Allah semata mereka memohon pertolongan dan taufik. Tirmidzi, Ibnu Majah dan selainnya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha, beliau berkata,

  الله ي ؟

  Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).” (HR. Tirmidzi nomor 3513, Ibnu

  Majah nomor 3850 dan dishahihkan oleh Al Albani rahimahullahdalam Shahih

  Ibnu Majah nomor 3105)

  Doa yang penuh berkah ini memiliki kandungan makna yang agung, indikasi yang mendalam, manfaat dan pengaruh yang besar serta sangat selaras dengan malam yang mulia ini. (Bagaimana tidak?) Bukankah pada malam tersebut akan di rinci segala urusan yang penuh hikmah, yaitu segala amalan para hamba ditentukan untuk setahun yang akan datang hingga malam Al Qadr berikutnya. Maka barang siapa yang diberi rezeki pada malam itu berupa perlindungan dan pengampunan dari Rabb-nya pada malam tersebut, maka sungguh dirinya telah beruntung dan mendapatkan laba yang teramat besar. Barang siapa yang diberikan perlindungan di dunia dan akhirat, sungguh dirinya telah memperoleh seluruh kebaikan, karena tidak ada yang setara dengan perlindungan dari Allah.

  Bukhari telah meriwayatkan dalam Al Adabul Mufrad dan Tirmidzi dalam Sunan- nya sebuah riwayat dari Al ‘Abbas bin Abdil Muththallib radliallahu ‘anhu, beliau berkata:

  الله أ الله : الله ث ث ث الله أ الله , الله الله

  لآ

  Aku berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sebuah kalimat yang aku gunakan untuk memohon kepada Allah ‘azza wa jalla.” Maka beliau menjawab, “Mintalah perlindun gan kepada Allah!” Selang selama beberapa hari, aku kembali mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sebuah kalimat yang aku gunakan untuk memohon kepada Allah ‘azza wa jalla,” maka beliau berkata kepadaku, “Wahai ‘Abbas, paman Rasulullah, mintalah perlindungan di dunia dan akhirat kepada Allah!” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad nomor

  726, Tirmidzi nomor 3514 dan dishahihkan Al Albanirahimahullah dalam Shahihul

  Adab nomor 558)

  Bukhari dalam Al Adab dan Tirmidzi dalam Sunan-nya meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik

  radliallahu ‘anhu, dirinya berkata:

  الله الله ي ؟ الله لآ . ث غ الله ي

  ؟ الله لآ , لآ

  Seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! doa apakah yang paling afdhol?” Maka beliau menjawab, “Mintalah kepada Allah pengampunan dan perlindungan di dunia dan akhirat!”, Kemudian orang tersebut kembali mendatangi beliau pada esok harinya dan bertanya, “Wahai nabi Allah! Doa manakah yang paling afdhol?” Maka beliau berkata, “Mintalah kepada Allah pengampunan dan perlindungan di dunia dan akhirat, karena apabila engkau diberi pengampunan dan perlindungan di dunia dan akhirat, maka sungguh engkau telah beruntung.” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no. 637, Tirmidzi no. 3512 dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Adab no. 495)

  Bukhari dalam Al Adabul Mufrad meriwayatkan dari Ausath bin Isma’il, dirinya berkata,

  Aku mendengar Abu Bakr Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu setelah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat berkata:

  الله ث ث : الله ؤ

  الله

  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tempatku ini, kemudian Abu Bakar menangis. Lalu Nabi berkata, ‘Berlaku jujurlah kalian! Karena sesungguhnya kejujuran akan diiringi oleh kebaikan dan keduanya akan (menggiring pelakunya ke dalam) surga. Jauhilah dusta! Karena dusta akan senantiasa diiringi oleh kemaksiatan dan keduanya (akan menggiring pelakunya menuju) neraka. Mintalah kepada Allah perlindungan, karena sesungguhnya tidak ada karunia yang lebih baik, setelah keimanan daripada perlindungan dari Allah. Janganlah kalian saling memboikot, saling tidak memperdulikan dan janganlah kalian saling mendengki dan membenci. Hendaknya kalian menjadi wahai hamba- hamba Allah menjadi orang- orang yang bersaudara.’” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad nomor 724 dan dishahihkan oleh Al Al Albani rahimahullah

  dalam Shahihul Adab no. 557) Oleh karena itu, suatu hal yang baik bagi seorang muslim untuk memperbanyak doa yang penuh berkah ini di setiap waktu dan kondisi, terlebih di malam Al-Qadr, yang di dalamnya segala urusan yang penuh hikmah ditetapkan agar seorang muslim mengetahui bahwa Allah ‘azza wa jalla (adalah Dzat yang) maha pengampun dan maha mulia lagi suka memberi ampunan,

  ي

  “Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan- kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy

  Syuuraa: 25) Allah terkenal senantiasa memberikan ampunan, dan memiliki sifat Maha pemaaf dan Maha pengampun. Setiap individu membutuhkan ampunan-Nya. Tidak ada seorang pun yang merasa tidak membutuhkan ampunan-Nya sebagaimana tidak ada seorang pun yang merasa tidak membutuhkan rahmat dan karunia-Nya.

  Kita memohon kepada Allah agar menaungi diri kita dengan ampunan-Nya, memasukkan diri kita ke dalam rahmat-Nya, membimbing kita untuk taat kepada- Nya dan memberi hidayah-Nya kepada kita untuk senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. [Diterjemahkan dari Buku Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr, Fiqhul Ad'iyyah wal Adzkar, Al Qismuts Tsalits halaman 258-262, sub bab Ad

  Du'a Lailatal Qadr] Lailatul Qadar dan I’tikaf

  Segala puji bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shalla llahu ‘alaihi wa

  sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.

  Bersemangatlah di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan

  Para pembaca -yang semoga dimudahkan Allah untuk melakukan ketaatan-. Perlu diketahui bahwa sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu suri tauladan kita -Nabi Muhammad

  shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu bersungguh-sungguh

  untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya.

  Sebagaimana istri beliau - Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha- berkata, - الله - .

  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

  Aisyah

  radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,

  • – الله – ، ،

  “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau

  dari berjima’, pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim)

  Maka perhatikanlah apa yang dilakukan oleh suri tauladan kita! Lihatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah malah mengisi hari-hari terakir Ramadhan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Yang beliau lakukan adalah bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Renungkanlah hal ini!

  Keutamaan Lailatul Qadar

  Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malamsuatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam- malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,

  (3)

  “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44]: 3-4)

  Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

  “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97]: 1)

  Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya, (3) (4)

  “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al

  Qadar [97] : 3-5) Catatan: Perhatikanlah bahwa malam keberkahan tersebut adalah lailatul qadar.

  Dan Al Q ur’an turun pada bulan Ramadhan sebagaimana firman Allah Ta’ala, ي

  “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

  M aka sungguh sangat keliru yang beranggapan bahwasanya Al Qur’an itu turun pada pertengahan bulan Sya’ban atau pada 17 Ramadhan lalu diperingati dengan hari NUZULUL QUR’AN. Padahal Al Qur’an itu turun pada lailatul qadar. Dan lailatul qadar -sebagaimana pada penjelasan selanjutnya- terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Renungkanlah hal ini!

  Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi ?

  Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR.

  Bukhari)

  Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi

  shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

  Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi

  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  • – – غ

  “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)

  Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ، ،

  “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari) Catatan: Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam

  lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh- sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini.

  Amin Ya Sami’ad Da’awat.

  Do’a di Malam Lailatul Qadar

  Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita -Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa

  sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

  ى « »

  “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ (artinya ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah.

  Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Ash Shohihah)

  Tanda Malam Lailatul Qadar

  [1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah

  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah- merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya

  adalah tsiqoh/terpercaya) [2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain. [3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

  [4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda yang artinya,

  “Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah- olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)

  I’tikaf dan Pensyari’atannya

  Dalam sepuluh hari terakhir ini, kaum muslimin dianjurkan (disunnahkan) untuk melakukan i’tikaf. Sebagaimana Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah

  shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan

  selama 10 hari dan pa da akhir hayat, beliau melakukan i’tikaf selama 20 hari. (HR. Bukhari) Lalu apa yang dimaksud dengan i’tikaf? Dalam kitab Lisanul Arab, i’tikaf bermakna merutinkan (menjaga) sesuatu. Sehingga orang yang mengharuskan dirinya untuk berdiam di masjid dan men gerjakan ibadah di dalamya disebut mu’takifun atau ‘akifun. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/150) Dan paling utama adalah beri’tikaf pada hari terakhir di bulan Ramadhan.

  Aisyah

  radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa

  beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah ‘azza wa jalla mewafatkan beliau. (HR. Bukhari & Muslim) Nabi

  

shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah beri’tikaf di 10 hari terakhir dari

bulan Syawal sebagai qadha’ karena tidak beri’tikaf di bulan Ramadhan. (HR.

  Bukhari & Muslim)

  I’tikaf Harus di Masjid dan Boleh di Masjid Mana Saja

  I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,

  “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah [2]: 187)

  Demikian juga dikarenakan Rasulullah

  shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya)

  “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”.

  Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, “Tidak ada i’tikaf kecuali

  pada tiga masjid , hadits ini masih dipersilisihkan apakah statusnya marfu’ atau

  mauquf. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/151)

  Wanita Juga Boleh Beri’tikaf

  Dibolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu

  ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri tercinta beliau untuk beri’tikaf. (HR. Bukhari &

  Muslim) Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: [1] Diizinkan oleh suami dan [2] Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki). (LihatShohih Fiqh

  Sunnah II/151-152) Waktu Minimal Lamanya I’tikaf

  I’tikaf tidak disyaratkan dengan puasa. Karena Umar pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, aku dulu pernah bernazar di masa

  jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di Masjidil Haram?” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Tunaikan nadzarmu.” Kemudian Umar beri’tikaf

  semalam. (HR. Bukhari dan Muslim) Dan jika beri’tikaf pada malam hari, tentu tidak puasa. Jadi puasa bukanlah syarat untuk i’tikaf. Maka dari hadits ini boleh bagi seseorang beri’tikaf hanya semalam, wallahu a’lam.

  Yang Membatalkan I’tikaf

  Beberapa hal yang membatalkan i’tikaf adalah: [1] Keluar dari masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), [2] Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah: 187 di atas. (Lihat Shohih

  Fiqh Sunnah II/155-156)

  Perbanyaklah dan sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan tatkala beri’tikaf seperti berdo’a, dzikir, dan membaca Al Qur’an. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan amalan sholih yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Nabi

  shallallahu ‘alaihi wa sallam.

7 Keistimewaan Lailatul Qadar Setiap muslim pasti menginginkan malam penuh kemuliaan, Lailatul Qadar.

  Malam ini hanya dijumpai setahun sekali. Orang yang beribadah sepanjang tahun tentu lebih mudah mendapatkan kemuliaan malam tersebut karena ibadahnya rutin dibanding dengan orang yang beribadah jarang-jarang. Edisi kali ini kita akan melihat keistimewaan Lailatul Qadar yang begitu utama dari malam lainnya.

  1. Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur’an

  Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an secara utuh

  sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut secara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23 tahun.

  ” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 403). Ini sudah menunjukkan keistimewaan Lailatul Qadar.

  2. Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan

  Allah Ta’ala berfirman, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3).

  An Nakha’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Latha-if Al Ma’arif, hal. 341).

  Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (Zaadul Masiir, 9: 191). Ini sungguh keutamaanyang luar biasa.

  3. Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan

  Allah

  Ta’ala berfirman,

  “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan

  sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan .” (QS. Ad Dukhon: 3).

  Malam penuh berkah ini adalah malam ‘lailatul qadar’ dan ini sudah menunjukkan keistimewaan malam tersebut, apalagi dirinci dengan point-point selanjutnya.

  4. Malaikat dan juga Ar Ruuh -yaitu malaikat Jibril- turun pada Lailatul Qadar

  Keistimewaan Lailatul Qadar ditandai pula dengan turunnya malaikat. Allah

  Ta’ala berfirman,

  “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadar: 4) Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya barokah (berkah) pada malam tersebut. Karena sekali lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan Al Qur’an, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir -yaitu majelis ilmu-. Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. ( Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407) Malaikat Jibril disebut “Ar Ruuh” dan dispesialkan dalam ayat karena menunjukkan kemuliaan (keutamaan) malaikat tersebut.

  5. Lailatul Qadar disifati dengan ‘salaam’

  Yang dimaksud ‘salaam’ dalam ayat, “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr: 5) yaitu malam tersebut penuh keselamatan di mana setan tidak dapat berbuat apa- apa di malam tersebut baik berbuat jelek atau mengganggu yang lain. Demikianlah kata Mujahid ( Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407). Juga dapat berarti bahwa malam tersebut, banyak yang selamat dari hukuman dan siksa karena mereka melakukan ketaatan pada Allah (pada malam tersebut). Sungguh hal ini menunjukkan keutamaan luar biasa dari Lailatul Qadar.

  6. Lailatul Qadar adalah malam dicatatnya takdir tahunan

  Allah Ta’ala berfirman, “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhan: 4).