LAPORAN KASUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI T

LAPORAN KASUS
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERJADINYAKEHAMILAN RESIKO TINGGI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Rr Dewi Retno A

(01.205.5075)

Silfia

(01.206.5295)

Hevatika farma M

(01.210.6181)


Ida wahyuningsih

(01.210.6207)

KEPANITERAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS HALMAHERA
29 FEBRUARI 2016 – 19 MARET 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM

SULTAN AGUNG SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya
janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Prawirohardjo, 2009, p. 89).
Kehamilan sebagai keadaan fisiologis dapat diikuti proses patologis yang

mengancam keadaan ibu dan janin. Tenaga kesehatan harus dapat mengenal
perubahan yang mungkin terjadi sehingga kelainan yang ada dapat dikenal
lebih dini. Misalnya perubahan yang terjadi adalah edema tungkai bawah pada
trimester terakhir dapat merupakan fisiologis. Namun bila disertai edema
ditubuh bagian atas seperti muka dan lengan terutama bila diikuti peningkatan
tekanan darah dicurigai adanya pre eklamsi. Perdarahan pada trimester
pertama dapat merupakan fisiologis dengan adanya tanda Hartman yaitu
akibat proses nidasi blastosis ke endometrium yang menyebabkan permukaan
perdarahan berlangsung sebentar, sedikit dan tidak membahayakan kehamilan
tetapi dapat merupakan hal patologis yaitu abortus, kehamilan ektopik atau
mola hidatidosa (Mansjor, dkk, 2010, p. 254).
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin
yang dikandungnya selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Sampai saat
ini keahmilan risiko tinggi masih menjadi ancaman yang besar bagi upaya

meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin dimana saja di seluruh dunia.
Kehamilan Risiko Tinggi masih menjadi masalah pelayanan kesehatan
khususnya dalam bidang obstetri oleh karena dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas baik maternal maupun perinatal yang masih tinggi.Hal ini

menujukan kurangnya pengetahuan ibu terhadap tanda bahaya kehamilan
utamanya yaitu penyakit ibu yang berpengaruh terhadap kehamilan, dimana
kematian ibu dapat dicegah apabila ibu memiliki pengetahuan yang baik
tentang tanda bahaya kehamilan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Untuk itu deteksi dini tanda-tanda bahaya oleh ibu hamil terhadap
kehamilannya serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan
kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang
dilahirkan (Depkes, 2009). Dengan demikian, untuk menghadapi kehamilan
risiko harus diambil sikap proaktif, berencana dengan upaya promotif dan
preventif sampai dengan waktunya harus diambil sikap tegas dan cepat untuk
dapat menyelamatkan ibu dan bayinya (Manuaba, 2008, p. 44).
Kasus kehamilan risiko banyak ditemukan di masyarakat, tetapi tenaga
kesehatan tidak bisa menemukannya satu persatu, karena itu peran serta
tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam mendeteksi ibu hamil risiko. Salah
satu upaya yaitu melalui promosi kesehatan dan pencegahan risiko, seperti
pemberian suplemen nutrisi, zat besi, imunisasi tetanus toksoid dan pemberian
konseling tentang tanda bahaya kehamilan, dan keluarga berencana.
Mendeteksi dan melakukan penatalaksanaan penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus (Muslihatun, 2009, p. 133). Pengetahuan tentang cara


pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat meliputi jenis makanan bergizi,
menjaga kebersihan diri, serta pentingnya istirahat cukup sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi dan tetap mempertahankan derajat kesehatan
yang sudah ada. Selain itu, ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang tanda
kehamilan risiko baik melalui tenaga kesehatan terutama dokter, bidan,
petugas Posyandu, media massa (televisi, koran, dll), sehingga dapat
mengenal risiko kehamilan dan mengunjugi dokter atau bidan sedini mungkin
untuk mendapatkan asuhan antenatal (Maulana, 2009, p. 183).
Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu
nifas sebesar 50,57%, disusul kemudian pada waktu hamil sebesar 25,04%
dan pada waktu persalinan sebesar 24,39%. Penyebab utama masih tingginya
AKI di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia dan infeksi. Salah satu
penyebab terjadinya perdarahan adalah karena anemia yang terjadi pada
masa kehamilan (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2010). Menurut profil
kesehatan provinsi Jawa Tengah 2010, kematian ibu biasanya terjadi karena
tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
terutama pelayanan kegawat daruratan tepat waktu yang dilatar belakangi oleh
terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, Terlambat
mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapat pelayanan di fasilitas
kesehatan. Selain itu faktor penyebab kematian maternal juga tidak terlepas

dari kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 ‘’terlalu’’,
yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (> 35 tahun), terlalu muda pada saat
melahirkan (< 20

tahun), terlalu banyak anak (> 4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<
2 tahun) (Dinkes provinsi Jawa Tengah,2010). Hal tersebut dilatar belakangi oleh
rendahnya tingkat pendidikan, sosial ekonomi, kedudukan dan peran perempuan,
faktor lingkungan dan budaya serta faktor transportasi (Pusat Komunikasi Publik.
Sekertariat Jendral Departement Kesehatan, 2010).
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator status kesehatan
masyarakat. Dewasa ini AKI di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,
AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup. Penduduk
Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat
4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu
meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas (DepKes RI, 2009). Berdasarkan kesepakatan global
(Milenium Development Goals) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu
menurun sebesar tiga perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal
itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi

102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH pada tahun
2015.
Angka kejadian kehamilan resiko tinggi di Puskesmas Halmahera cukup tinggi
pada bulan januari-desember 2015 berjumlah 91 kasus di 4 kelurahan. Pada kelurahan
rejosari terdapat 46 kasus, kelurahan sarirejo 22 kasus, kelurahan karang tempel 9
kasus dan karang turi ada 14 kasus. Kasus terbanyak yaitu usia >35 tahun ada 26
kasus, riwayat abortus ada 14 kaus, jumlah anak > 4 ada 10 kasus, anemia (Hb