Salah Kaprah Kiprah Ikut Salah Pergesera (1)

Salah Kaprah, Kiprah ikutan Salah.
Pergeseran arus perlawanan, bahkan Punk!
Saya hanya hendak ngobrol dengan anda.
Jangan mikir yang macem – macem yak.
Asumsi saya,entah apa yang terjadi, semua bentuk perlawanan dulu sudah
bergeser, ini semua akibat salah kaprah.
Mari kita tinjau.
Pertama;
Dulu jaman – jaman bung karno mimpin Indonesia, Soe Hok Gie, salah satu
aktivis paling vocal, bener – bener melawan apa – apa yang salah dari
penguasa. Artinya tulus untuk kritik, kemudian supaya diperbaiki. Soe Hok
Gie banyak menyororti lewat tulisan – tulisannya di media. Nah sekarang
banyak aktivis vocal, tapi diredam pake duit, ya tutup mulut dah.
Semangatnya bergeser. Gimana?
Kedua;
Soe Hok Gie ini salah satu pionir gerakan petualang, pionir awal Mapala UI,
tahun 60-an. Yang mengeksplor alam, daki gunung umumnya buat
menyadarkan mental cinta alam, cinta tanah air, dan sebagainya. Supaya
mental kuat! Wong petualang daki gunung itu selain fsik, mental pula yang
paling dibutuhkan.
Nah sekarang, semua gerakan adventure, alurnya mainstream! Senang –

senang doang! Salah kaprah, semata – mata dijadikan hiburan. Sekarang ini
lu pada liat sekitar dah, orang – orang malah salah kaprah jadikan adventure
sebagai fashion. Lucunya lagi, salah satu program televisi (My Trip My
Adventure) kok dipadukan dengan media yang jelas berbeda (National
Geographic). Apa iya ada kerja sama di antara program dan media itu buat
trend fashion? Buat ofcial t-shirt? saya mah 99% yakin tidak!
Kalu petualanganmu tidak menimbulkan mental – mental positif, malah
punya kecenderungan memupuk mental narsisme negatif, mending
sekarang lu pada diam di rumah!
Nggak usah berpetualangan kalau sekedar pengen eksis di sosmed!

Masih dalam asumsi saya, orang – orang sekarang (terutama pemudaterserah lah orang tua) punya kecenderungan ingin mengaktualkan dirinya
ke khalayak publik, sederhananya kecenderungan narsisme. Yang memang
didukung zaman, internet memungkinkan orang mengaktualkan diri ke
public. Sementara dulu, untuk mengaktualkan diri, masih terbatas. Ini
sebenarnya bagus, kalau yang diaktualkan itu ide, pemikiran, perasaan yang
merupakan masalah public. Lah sekarang, mau makan plecing aja
diaktualkan ke public. Emang apa kaitannya lu makan sama public?
Penggunaan media salah, budaya digunakan dengan salah, ah salah kaprah.
Akibatnya, kiprahmu di dunia ini ya ikutan salah!

Tidak sedikit orang – orang bakal tertawa miris melihat tingkah laku begitu.
Kalau semua generasi muda kayak gitu, ya gimana ke depannya?
Tadi udah diungkapkan kalau sekarang ini, petualangan Cuma buat eksis di
sosmed. Sosmed ini membunuh kepekaan! Menjauhkan yang dekat!
Positifnya sih silaturrahmi. Tapi ya karena salah kaprah, ya salah pula kiprah.
Orang malah nggak peduli sama sekitarnya. Et dah.. muak gua!
Kalau lu nggak peka sama keadaan sekitar, ya empati lu mati. Kalau empati
mati, ya kagak bakal ada simpati. Kalau nggak ada simpati, ya pakai xl. Eh..
kalau gak ada simpati, ya nggak ada kepedulian terhadap sesama lah.
Coba kalau begini, duit biaya lu jalan – jalan kemana gitu.. lu sumbangin ke
panti asuhan. Atau sumbangin ke mana kek.. kan positif. Udah deh, intinya,
senang – senang itu buat orang – orang yang sudah selesai berjuangnya. Ini
lu masih muda, ya berjuang lah. Biar yang senang – senang itu orang tua.
Sebab dulu mereka udah berjuang menggulingkan orde baru. Sekarang
giliran kita – kita ini berjuang!
Senang – senang boleh lah, nggak ada yang larang, tapi nyatanya. Senang –
senang itu menimbulkan hal negative. Kita setuju narkoba itu salah karena
negative. Padahal narkoba itu kan dipake buat senang – senang, terus
kenapa dilarang? Karena ada hal negative yang ditimbulkan. Bandingkan
sama petualanganmu yang merupakan bentuk senang – senang. Ada nggak

hal negative yang ditimbulkan? Kalau kata gua mah ada. Lah wong niat lu
aja buat eksis di sosmed. Ya hasilnya Cuma like status.
Apa lagi? Mau tau?
Saat lu senang – senang, jangan – jangan teman lu susah di rumahnya. Coba
bayangin? Tuh kan kelihatan negatifnya. Seperti yang gua bilang, persatuan
itu hilang gara – gara senang – senang.

Pernah dengar istilah Agenda Setting?
Kecurigaan gua, inilah yang terjadi sekarang ini di sekitar kita.
Semua hal ini sengaja disetting oleh pihak – pihak tertentu. Sengaja
diaktualkan oleh para kapitalis supaya populer di public, dengan populernya
itu semua kita jadi ikutin. Dengan kesenangan kita ikutin itu secara
berlebihan, kepekaan kita pada mati.
Kasarnya gini;
Korporat ngomong “udah deh, lu seneng – seneng aja, gak usah mikirin
urusan lain.”
Dengan begitu, mereka di atas sana makin melenggang.
Kalau lu sibuk senang – senang, mana sempat lu menelaah kebijakan –
kebijakan penguasa.
Terbukti dengan sedikitnya orang – orang berfkiran kayak begini.

Reklamasi Teluk Benoa di bali, yang dengan sangat lantang ditentang Jrnx
SID. Gerakannya dia itu populer kagak? Lah wong cuma tersebar di kalangan
komunitas. Sementara orang banyak lebih tahu MTMA episode tanggal
sekian trip-nya ke Sumbawa.
Aduhhh.. puyeng gua.
Salah kaprah, salah artikan, semua salah deh kayaknya.
Yang tidak salah itu Sujiwo Tejo ngomong di satu dialog sebelum
mementaskan tembang ‘Jancuk’nya.
Dia ngomong gini;
“apa sih yang nggak disalah artikan di Indonesia? Pak SBY disalah – artikan
jadi Presiden. Dahlan Iskan itu Pemimpin Jawa Post, bagi saya disalah artikan
jadi menteri.”
Ketiga;
Sejujurnya, saya tidak terlalu paham soal semangat dari National
Geographic, tapi saya yakin mereka punya semangat positif, lah namanya
juga media, jelas memberi informasi kepada public. So positif! Nah, yang
saya ingin kupas, sekarang banyak juga beredar t-shirt National
Geographic : Photografer. Pertanyaan saya, itu ofcial t-shirt dari NG
bukan sih? Kalau memang iya, berarti ada kecenderungan pergeseran


semangat pada mereka. Tapi kalau tidak, maka saya katakan, anda yang
menggunakannya (t-shirt itu) telah salah kaprah mendalami NG, saran saya,
ya dalami NG aja dulu. Jangan jadi orang – orang permukaan! Mbok ook
dalam! Dalami! ook el kagak terlalu minat NG, ya ogah gua dalami. Yang
gua dalami ya kelakuan orang – orang yang sok NG.
Ya terserah mereka juga sih mau bergaya atau mau apa, tapi kiprahmu di
dunia ini kan jadi salah, ya bisa dijadikan bahan tertawaan orang – orang.
Kayak saya ketawa sekarang, hhihihi.
Trend fotograf jadi mainstream abis! Coba dah cari tahu, semangatnya
fotografer itu kayak gimana,. Film The Bang-Bang Club dan City of God boleh
jadi referensi yang bagus buat menyelidiki semangat fotografer.
Keempat;

Punk!

Saya fkir punk juga sudah bergeser. Ikon punk di

Indonesia yang paling melawan seperti Jrnx (SID) tidak ada tandemnya. Yang
lain mana?
Skate-punk patut dicurigai sebagai pelampiasan capeknya melawan dari

kalangan punk. Hayooo? Jrnx yang udah mapan aja nggak bosan buat
ngelawan penguasa yang mau nipu – nipu, masak iya yang lain nyerah dan
melampiaskannya ke senang – senang aja.
Sepertinya punk memang Cuma jadi pelampiasan. Bukan gerakan. Street
Punk yang kemarin ada di sekitar Sumbawa, sekarang ke mana? KDCD
masih ada, yang lain mana?
Sudah dengar hits-nya KDCD di album Sopo Ate Saling Beme? Judulnya
Penjilat!
Setidaknya mereka bergerak.
Yang lain mana? Sudah dapat pelampiasan lain? Makanya sekarang hilang?
Apa pelampiasannya? Kasih tau dong.. free sex ya? bukan toh. Apa dong?
Kasih tau dong, supaya gua juga bisa melampiaskan di situ.
Balik lagi ya, sudah gak asing kan fashion punk bagi anda semua. Fashion
boleh punk, tapi digerogoti penguasa diam saja.
Bagi saya, saya gak perlu punk buat melawan penguasa, kapitalis, atau apa
saja yang mau nyari untung dari orang – orang. Saya punya cara sendiri,
dengan tidak pakai atribut – atribut punk yang dijual di took – took dengan
harga mahal.

Nah kalau anda memilih punk, ya pakai sebagai gerakan, jangan pakai hanya

sebagai fashion, sebab kalau punk dipakai sebagai fashion doang, sudah
jelas anda ketipu. Itu t-shirt siapa yang buat nggak jelas, tapi duit anda
ditarik.
Bahkan JRNX sekalipun, menggunakan elemen sub-kultur ini sebagai bisnis.
Beliau punya clothingan. Tapi ya beliau tetap bergerak, bukan masalah kan.
Yang masalah itu, orang – orang yang berbisnis dengan ngambil elemen subkultur ini, tapi diam – diam saja. Resapi deh..
Dan kita – kita sebagai konsumennya sudah jelas jadi korban. Mereka dapat
duit, kita dapat apa. Dapat gaya? Gaya doang? Idih..
Kelima;

Grunge! Saya akui Grunge tidak cukup populer di Sumbawa,
tapi tetap aja relative. Mau bukti? Wuidih.. siapa sih yang kagak bergaya
pakai gaya yang dipopulerkan sub-kultur yang satu ini. Lihat sekitar dah..
Flanel, Sneaker, Jeans Robek, itu semua tuh populer sebagai bagian dari sub
– kultur Grunge!
Grunge juga seperti Punk yang diperbarui. Tapi tetap saja beda.
Orang – orang di Seattle, macam Mark Arm, Kurt Cobain, Eddie Vedder,
Layne Staley, Crish Cornell, dan konco-konconya itu pakai fannel karena
memang daerah Seattle sana cuacanya dingin, lah wong kota hujan! Ya
fannel adalah solusi buat mereka, karena kalau pakai atribut – atribut

seperti Jaket Kulit itu Glam rock! Glamor! Ya kayak gayanya Axl Rose, terlalu
dibuat – buat, butuh biaya besar Cuma untuk bergaya. Nah yang seperti itu
nggak memungkinkan orang – orang di Seattle saat itu. Lagi pula bagi
mereka itu hal yang tidak mereka suka! Mereka sukanya yang sederhana,
karena memang musisi dari Seattle belum pernah ada yang top dan kaya! Ya
mereka belum bisa bergaya glamor! Nah setelah Grunge mulai populer lewat
Nevermind (Nirvana) & Ten (Pearl Jam) awal 90-an, gaya mereka juga ikut
populer. Secara global orang – orang ikut pake sneaker, ikut pake fannel.
Ingat! Semangat Grunge (terutama fashion) itu poinnya sederhana.
Mereka nggak mau pake jaket kulit karena mahal! Jadi pake fannel, karena
murah. Mereka pake sneaker karena murah! Pake jeans robek karena males
beli jeans baru. Jeans bututnya masih bisa dipake, ngapain beli baru.
Simple-nya, lihat perseteruan antara Kurt Cobain vs Axl Rose deh! Itu jelas
membedakan Grunge dan Glamrock-nya GNR.
Axl Rose itu kemana – mana dikawal bodyguard, Kurt Cobain kagak!

Cobain itu sederhana, Axl Glamor. Grunge gak tidurin groupies, Glam rock
banyak yang gitu.
Grunge itu menjawab! Bukan menimbulkan masalah baru!
Kalau kamu pake fannel yang harganya 100ribu ke atas, itu sama sekali

bukan Grunge! Itu kecenderungan bergaya dari kamu! Sementara Grunge
tidak! Grunge itu jadi diri sendiri. Kalau lu nyaman nongkrong pakai sarung
plus kaos oblong, itu Grunge! Kalau lu nyaman pakai sandal jepit, itu
Grunge!
Logikanya, saking pengen bergaya, belain beli sneaker, akibatnya apa, rokok
nebeng di teman, lah kan temanmu jadi berkurang jatah rokoknya. Ya dia
jadi baik, karena bagi rokok sama kamu, tapi kamu jadi kurang baik,
mentingin gaya daripada kebutuhan rokokmu. Masalah timbul kan.. Dan itu
jelas bukan Grunge!
Grunge itu apa sih…
Lu ngerasa kalau lu nggak grunge! Lu sekedar bergaya dengan yang lu bisa,
kayak katanya Stven Coconuttreez. Ok! Sekarang begini, gua kasih tau aja,
kalau itu semua bagian sub-kultur grunge! Jelas, kan?
Nah sekarang masalahnya adalah, lu ketipu sama korporat – korporat yang
mau nyari untung dengan populernya grunge!
Masak iya jeans robek dijual di toko dengan harga yang relative mahal. Terus
lu beli. Ya lu ketipu! Robek aja jeans butut di lemarimu. Itu udah Grunge!
Kalau fannel atau kaos oblong harganya sampai 100ribu, curigai itu sebagai
akal bulus kapitalis!
Jangan ketipu! Itu semua memang bagian grunge, tapi jangan karena

pengen tampil grungy, lu malah maksain diri. Kalau harganya masih
terjangkau buat lu, ya gak apa lah. Tapi inget, terjangkau! Kunci untuk
tampil grungy itu sederhana; gak bikin lu puyeng secara ekonomi. Lah ini
duit masih minta mau gaya mahal – mahal.
Pilih yang paling murah, itu grunge!
Sudah saatnya, pemuda Sumbawa itu menyingkirkan sikap gengsi di alam
bawah sadarnya! Muak gua!
Kurt Cobain, Eddie Vedder, atau yang lainnya itu dulu bergaya sederhana.
Kalau lu lagi di rumah pakai sarung, terus diajak temen hang-out, yaudah
cabut aja pakai sarung. Itu grunge!

Jangan sok pakai PSD, tapi sama temen pelit, atau bahkan malah gerogoti
temen punya.
Ya jangan salah kaprah soal Grunge, atau Punk, atau MTMA. Kalau salah
kabrah, ya kiprahmu di dunia ini juga ikut salah.
Perihal salah kaprah juga disinggung Kurt Cobain di lagu In Bloom,
“He's the one who like our pretty songs, and he like to sing a
long,and he like to shot his gun, but he knows not what it mean..”
Nampaknya, bukan Cuma lagu Grunge yang disalah artikan, fashion subkultur grunge juga salah kaprah.
Saya tegaskan lagi, Flannel, Sneaker, itu bagian sub-kultur grunge. Dan itu

digunakan oleh mereka, karena itu sederhana.
Kenali dulu dah, baru pakai.
Pokoknya salah kaprah itu bisa fatal. Lu lihat aja Valentino Rossi kemarin,
karena salah kaprah menanggapi Professionalitas Marquez yang dianggap
sebagai membantu Lorenzo, ya dia jadi ‘buta’ terus lagi balap gitu malah
main bola, Marquez ditekel. Ya kiprahnya dia di dunia balap kan jadi salah.
Banyak orang gara – gara insiden sepang, hilang respect buat Rossi. Nah,
kalau orang masih belain Rossi, sudah jelas dia lagi terperangkap dalam
kefanatikan. Sementara kefanatikan itu harus ditembus.
Kalau tulisan ini
menyinggung anda, saya minta sorry.
Sorry,
Gua memang Jancuk!
Tulisan ini juga Jancuk!
Tapi gini
“Kalau dengan Jancuk-pun aku tak bisa menjumpai hatimu, dengan air mata
mana lagi aku harus mengetuknya?”
#Sujiwo Tejo