MAKALAH ETIKA BISNIS FRAUD AUDITING DALA

MAKALAH ETIKA BISNIS
“FRAUD AUDITING DALAM PERUSAHAAN”

DISUSUN OLEH :
HARINA NUNGKI PANDITA
14133200186

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
DESEMBER 2016

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki risiko
terjadinya fraud atau kecurangan. “Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan
sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok ATAU merugikan pihak
lain (perorangan, perusahaan atau institusi).”selain memberi keuntungan bagi pihak yang
melakukannya, membawa dampak yang cukup fatal, seperti misalnya hancurnya reputasi
organisasi, kerugian organsisasi, kerugian keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta
dampak-dampak negatif lainnya.
Maraknya berita mengenai investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di dalam

perusahaan dan juga pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar
bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun
saat ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi
terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut
bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.

RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian fraud ?
2. Motivasi melakukan fraud ?
3. Mendeteksi kecurangan (fraud auditing) ?
4. Pencegahan dan pendeteksian fraud ?
5. Contoh modus fraud pada laporan keuangan & kkn ?

PEMBAHASAN
Pengertian fraud
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok
orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat
keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain.FRAUDulent financial
reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Kecurangan

dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.

Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD).

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan
kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b.

Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).

Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas
Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang
(FRAUDulent disbursement).
c.

Korupsi (Corruption).

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian

korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke
dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal
(illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
Motivasi Melakukan Fraud
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
3. - Kesempatan/Peluang (Opportunity), Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat,
waktu yang tepat agar mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system
dan juga menghindari deteksi.
4. - Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas
demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang
lain.

5. - Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu
menarik bagi pelaku.
6. - Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur
baik menghindari penuntutan atau deteksi.
Mendeteksi Kecurangan (Fraud Auditing)
1.


Memahami Gejala Kecurangan
Dengan belajar dari kecurangan yang pernah terjadi,maka kecurangan dapat sedini
mungkin ditangani oleh manajemen atau internal auditor.Dalam hal ini manajemen dan
internal auditor harus “jeli” melihat tanda-tanda atau kecurangan,yaitu antara lain:

-

Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya

-

Perbedaan antara Buku Besar dengan Buku Tambahannya

-

Perbedaan yang terungkapkan dari hasil konfirmsi

-


Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai

-

Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan

otorisasi manajemen baik yang khusus

maupun yang umum
-

Terdapat perbedaan kepentingan (conflict of interest) pada tugas pekerjaan karyawan
Tanda awal (Red Flags) terjadinya kecurangan sebagai berikut:

1.

Situasi pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidk diharapkan,seperti dililit
hutang ,dan menderita sakit berat


2.

Keadaan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak semestinya,seperi
kesulitan ekonomi,banyaknya hutang,meningkatnya persaingan dan kredit pinjaman yang
terbatas

3.

Risiko pengendalian yang spesifik,seperti satu orang menangani semua bagian dari suatu
transaksi yang penting,supervise yang buruk,penugasan dan tanggung jawab yang tidak jelas

Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang
terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik)
dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab msaing-masing pihak ini dapat
digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan Fraud Deterrence Cycle atau siklus
pencegahan fraud.
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.

Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya
adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk
memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat
dan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk
mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik
adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan
fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan
perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan
atau penyalahgunaan aset.
Contoh Modus Fraud Pada Laporan Keuangan:
·

Dengan sengaja melakukan pengakuan pendapatan terlalu besar/terlalu kecil

·

Dengan sengaja tidak melakukan penutupan buku di akhir periode (untuk melakukan
perubahan-perubahan tanpa perlu adjustment)


·

Dengan sengaja menaikan nilai penjualan menjelang penutupan buku, untuk kemudian di
ajust setelah periode berlalu.

·

Dengan sengaja memundurkan tanggal kontrak (PO) penjualan

·

Mencatat penjualan dan pengiriman barang fiktif

·

Memasukan nilai penjualan yang lebih besar dari kenyataannya

·


Tidak mencatat dan menghilangkan bukti transaksi penjualan agar laba nampak kecil
(untuk penghindaran pajak)

·

Dengan sengaja memasukaan jenis penjualan non-operasional ke kelompok pendapatan
opersional, atau sebaliknya.

·

Memanipulasi angka diskon atau rabat

·

Membuat estimasi barang kembali, melakukan perubahan harga dan jenis konsesi lainnya

·

Dengan sengaja tidak mencatat barang retur


·
·

Mengakui pendapatan atas tagihan yang jelas-jelas ditolak oleh pelanggan
Mengakui pendapatan (revenue) atas contoh produk (sample/mock up/model) yang
terkirim, padahal aslinya tidak dibayar, agar pendapatan nampak besar pada Laporan
Laba/Rugi.

·
·

Mengakui pengiriman barang konsinyasi sebagai penjualan putus
Dengan sengaja menghilangkan bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menghindari
pengakuan biaya/pendapatan.

·

Dengan sengaja membuat bukti transaksi biaya/pendapatan untuk menaikan atau
menurunkan pendapatan.


·

Dengan sengaja tidak mengakui atau menunda kewajiban kontinjensi

·

Dengan sengaja menggunakan estimasi persentase pendapatan lebih besar atau lebih kecil
dari yang seharusnya, dari metode pengakuan pendapatan persentase penyelesaian kontrak

·

Dengan sengaja mengakui piutang dari pihak yang memiliki hubungan istimewa

·

Membuat surat perjanjian tidak sah untuk dijadikan bukti transaksi

·

Mengakui pendapatan atas penyelesaian barang yang sesungguhnya tidak akan pernah
dikirimkan ke pelanggan.

·

Mencatat adanya pengiriman barang lebih awal (entah sebagian atau seluruhnya), padahal
sesungguhnya barang belum terkirim.

·

Mengakui perolehan aset tetap fiktif.

·

Mengakui nilai pembelian aset bersih lebih tinggi dari kesepakatan yang sesungguhnya,
dalam proses merger dan akuisisi.

·

Mengubah angka nilai wajar aset atas hasil revaluasi

·

Mengakapitalisasikan suatu biaya (kedalam aset) yang seharusnya tidak dikapitalisasi.

·

Mengakui sewa pembiayaan sebagai biaya sewa, untuk menghindari pengakuan kewajiban
sewa.

·

Mensekemakan metode penyusutan atau amortisasi sedemikian rupa sehingga menjadi
lebih besar atau lebih kecil, untuk maksud menaikan nilai aset atau menaikan pendapatan.

·

Mengakui goodwill dan aset tak berwujud lainnya dalam nilai yang lebih besar dari yang
seharusnya.

·

Mengakui adanya investasi yang sesungguhnya fiktif

·

Memanipulasi nilai wajar investasi dari hasil revaluasi yang sah atau dengan sengaja tidak
melakukan revaluasi saat harga pasar instrument invetasi mengalami penurunan

·

Mengakui adanya rekening bank dan rekening koran yang sesungguhnya tidak ada

·

Menaikan nilai barang bersediaan dengan memasukan barang persediaan fiktif.

·

Menggunakan metode penilain barang persediaan yang tidak sesuai (tidak diijinkan oleh
standar).

·

Dengan sengaja menggunakan metode penilaian barang persediaan secara tidak konsisten

·

Mengakui nilai tagihan lebih besar dari yang sesungguhnya.

·

Dengan sengaja mengakrualkan biaya yang sesungguhnya telah terjadi dan nilai
nominalnya sudah diketahui secara pasti (sudah ada tagihan)

·

Mengakui nilai utang yang lebih kecil dari yang seharusnya

·

Mensekemakan penentuan provisi, cadangan, termasuk penurunan nilai dan translasi mata
uang asing, sedemikian rupa untuk menaikan nilai aset atau menurunkan nilai liabilitas

·

Perlakuan atas transaksi inter-company yang tidak sesuai.

·

Perlakuan penukaran atau penarikan aset yang tidak sesuai
Contoh Modus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme:

·

Memberi perlakuan istimewa kepada pelanggan dan/atau vendor guna memperoleh suap—
yang biasa disebut dengan “balas jasa” (kickback).

·

Berkolusi dengan pihak pelanggan/dan atau vendor.

·

Menerima suap dari vendor, setelah memberi perlakuan istimewa (yang menguntungkan
vendor).

·

Menerima suap atas pemberian kontrak

·

Menyetujui pemberian order kepada supplier guna memperoleh suap

·

Membayar atau tidak membayar vendor, yang secara langsung-tidak langsung memberi
keuntungan komersial atau bentuk manfaat kompetitif lainnya bagi pada vendor lain, dan
memperoleh suap darinya.

·

Menyuap petugas/pejabat pemerintah guna memperoleh perlakuan istimewa atau
keuntungan tertentu (misal: auditor pajak, bea cukai, imigrasi, dll).

·

Menerima suap dari perusahaan terakuisisi, sehubungan dengan akuisi bisnis, setelah
memberikan perlakuan istimewa yang menguntungkan bagi perusahaan terakuisisi. (biasanya
oleh senior management)

·

Menjual property perusahaan di bawah harga pasar, guna memperoleh suap dari pembeli.

·

Membeli property untuk persusahaan guna memperoleh suap dari penjual atau agennya.

·

Menjual konsultasi pribadi dengan pihak ketiga yang bergerak di bidang usaha yang sama
atau sejenis.

·

Merekrut staf yang memiliki ‘hubungan istimewa’ dengannya, sementara ada kandidat
yang memiliki kualifikasi yang lebih baik.

·

Memberikan advise/alih-pengetahuan/training kepada pihak (perusahaan) pesaing, dalam
rangka akan pindah kerja ke sana.

·

Mengikutsertakan diri dalam aktivitas anti-trust (menjelek-jelekan) perusahaan

·

Mengikutsertakan diri atau berkontribusi (langsung atau langsung) dalam aktivitas politik
secara ilegal.

·

Mengancam keselamatan pihak (perusahaan) lain guna memperoleh imbal-balik.

·

Menjanjikan keselamatan dan perlindungan bagi kesalahan yang dilakukan oleh orang
(pihak lain) guna memperoleh imbal-balik.
Contoh Kasus Fraud di Indonesia
Bank Indonesia (BI) mengakui banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini
disebabkan karena lemahnya pengawasan internal. Bank sentral meminta bank untuk
introspeksi serta membenahi pengendalian internal dengan mengoptimalkan manajemen
risiko. “Kasus-kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk
introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko. Juga
fokus pada aspek kepatuhan dan fungsional terutama risiko operasional untuk memitigasi
risiko termasuk internal auditor,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah
disela diskusi mengenai banking efficiency award 2011 di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu
(22/6/2011).
Dicontohkan Halim, beberapa kasus besar industri perbankan global misalnya saja di
Singapura beberapa waktu lalu juga dikarenakan lemahnya pengawasan internal dan level top
manajemen. Kasus di Indonesia, sambung Halim tidak jauh dari hal tersebut dimana terdapat
beberapa kelemahan. “Antara lain level top manajemen dalam melakukan review secara
berkala terhadap kebijakan sistem prosedur SOP dan pengendalian internal, kemudian
pengawasan internal yang kurang optimal serta adanya kelemahan implementasi kebijakan
sistem dan prosedur serta SDM yang kurang menjalankan prinsip Know Your Employee,”
paparnya.
“Ditambah ada beberapa pejabat yang kelewat batas dengan dapat mudahnya memodifikasi
data nasabah yang tidak diketahui pimpinan bank sehingga terjadi penarikan tanpa
diketahui,” imbuh Deputi Bidang Pengawasan BI ini. Maka dari itu, Halim menyampaikan BI
akan menyempurnakan sejumlah aturan untuk memperkuat good corporate governance dalam
melindungi kepentingan nasabah dan industri perbankan. Aturan yang digodok antara lain

menyempurnakan kontrol internal yang efektif, ketersediaan standard operational procedure
yang memadai dan mendorong pengawasan aktif dari direksi dan komisaris.
Selain itu, bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi
Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan manajemen risiko
yang dapat beroperasi secara independen. “Semuanya itu antara lain lapisan pertahanan
pertama pada bank kalau semuanya dilakukan dapat mengurangi risiko operasional,” ujarnya.
Disamping pengguatan GCG di internal bank, menurut Halim, bank sentral juga akan
mendorong pengawasan masyarakat dan kantor akuntan publik yang mengaudit bank. “Ini
merupakan lapisan kedua sehingga ada jaminan yang baik terhadap perlindungan dana
nasabah dan bank itu sendiri sebagai industri,” ujarnya.
Kesimpulan kasus:
Banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini disebabkan karena lemahnya
pengawasan internal. Kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk
introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko. Bank
sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi Direksi Kepatuhan
yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan manajemen risiko yang dapat
beroperasi secara independen.

PENUTUP
KESIMPULAN
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun
lembaga/organisasi. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan
kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang
besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran
uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah serta menurunnya tingkat investasi. Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan
yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif
merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk
menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang
baik. Tindakan deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang
digunakan dalam deteksi atas fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem
informasi. Metode konvensional adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan indikasi
kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan menggunakan sistem
Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan
keuangan, baik nominal yang besar maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi
adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi
motivasi, kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang
diterima organisasi. Tindakan investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan
pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan pengawasan tersebut adalah cara untuk
mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara dapat terus ditekan dan pada
akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.

DAFTAR PUSTAKA
http://lindapraba.blogspot.co.id/2015/01/tugas-3-fraud-dan-contoh-kasus-fraud.html
http://sherlyselestin6739.blogspot.co.id/2014/11/fraud.html