PENGARUH IMAN KEPADA RASUL TERHADAP KINERJA YANG RELEGIUS

Chabbullah Wibisono: Pengaruh Iman Kepada Rasul terhadap Kinerja yang Relegius

PENGARUH IMAN KEPADA RASUL
TERHADAP KINERJA YANG RELEGIUS
Chabbullah Wibisono
Dosen S2 Universitas Batam
Abstract: The man who serves as an employee is a factor of production and
corporate assets, which are recognized in every economic system is nothing in this
world (capitalist, socialist liberals, relegius-Islam), despite the ideological tendency
of the society. Islam has a different paradigm with secular economic system
(capitalist) on production. The variable consists of dependent variables and
independent variables. The dependent variable was the performance of the
religious. Religious performance is the success of employees who are viewed from a
religious perspective of Islam. The performance of the religious views of threedimensional (potential), namely: the performance of religious physiology,
performance psychology of religious and spiritual performance. Performance
religious physiology (prophetic work ethic) was measured from the use of natural
resources, expertise, technology, and the Islamic capital. Performance was
measured with the use of religious psychology of health, social interaction,
appreciation, and increased self-Islami. Performance is measured by the level of
spiritual trust, honesty, trust, intention, sincere in orientation to work and
productive in an un-Islamic. The independent variable is the spiritual motivation

that consist of motivational variables aqidah Faith To Rosul.Data source is used,
based on primary data, collected through questionnaires and interviews and
secondary data, collected through the archive / documentation. Model and data
analysis technique used is Structural Equation Modelling (SEM). Model pngukuran
motivation aqidah worship, religious mu'amallat and performance using a second
order confirmatory. Conclusion of this research is motivated by dimensional factors
of Faith Aqeedah To the Apostle positive direct effect on Aqidah 0.92 and religious
influence on performance, indicated by the path coefficient of 0.88 with probability
value 0.00. This means the proposed issue is supported by the facts and the truth is
acceptable.
Keywords: "Motivation Aqidah Prophet-To-Faith Religious Performance
PENDAHULUAN
Kini persaingan bisnis semakin ketat.
Karena itu, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM) tak bisa ditawar-tawar
lagi.
Sebab,
kesuksesan,
kegagalan,
kemajuan atau kemunduran suatu usaha akan

sangat terkait dengan pribadi individu yang
terlibat dengan kegiatan tersebut. Salah satu
yang perlu diperhatikan adalah motivasi
kerja karyawan perusahaan itu sendiri.
Karyawan dengan motivasi kerja tinggi akan
memiliki semangat, hasrat, keinginan, dan
energi untuk melaksanakan tugasnya
seoptimal mungkin.
Menilai dan memahami seseorang
karyawan tidak cukup dengan melihat
tindakannya, tapi
juga motivasi
yang
menggerakkan
tingkah
lakunya
itu
(Handoko: 1992). Eksistensi manusia dapat
128


diperoleh melalui prestasi hasil karya dan
kerja (Saputra dalam Imron: 2002). Agar
karyawan menghargai kerja sebagai sesuatu
yang luhur, diperlukan dorongan atau
motivasi (Anoraga: 2001). Motivasi kerja
karyawan yang tinggi akan membawa
dampak yang positif bagi perusahaan dan
meningkatkan daya saing karyawan untuk
lebih berprestasi.
Era Motivasi Spiritual
Kini kita sedang menyaksikan
tumbuhnya kesadaran spiritual di dunia
korporat dan kehidupan kerja. Para eksekutif
puncak,
manajer
menengah,
bahkan
karyawan biasa, mulai mencari spiritualitas
di
dunia

kerja
dan
berusaha
mengungkapkannya dalam berbagai bentuk.
Antusiasme terlihat pada berbagai praktik

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 4 Oktober 2010

meditasi mereka, dukungan yang semakin
meningkat pada perlunya moralitas bisnis,
tanggung jawab perusahaan yang lebih luas
pada komunitas, perlunya mendengar suara
hati dalam keputusan-keputusan eksekutif,
kepemimpinan yang melayani, kearifan dan
cinta dalam relasi dengan manusia dan
lingkungan alam, atau bahkan tata kelola
perusahaan yang berketuhanan (Hendrawan:
2009).
Di negara-negara maju, seperti
Amerika Serikat, lanjut Hendrawan (200),

tumbuhnya kesadaran spiritual di tempat
kerja memang tak terlepas dari berbagai
faktor, antara lain kehampaan makna di
tengah kelimpahan materi, ketidakpastian
dan kegelisahan para pekerja akan masa
depan mereka akibat restrukturisasi dan
relokasi korporat yang sangat mendasar,
terutama dalam menghadapi persaingan
global. Belum lagi krisis moral dunia
korporat sebagaimana ditunjukkan para
eksekutif mereka dalam memanipulasi
keuangan atau berbagai malpraktik lain
dalam pengelolaan bisnis. Di negara-negara
berkembang, seperti Indonesia, selain krisis
ekonomi
yang
mendera
perusahaanperusahaan
besar,
tumbuhnya

kelas
menengah Muslim sejak paruh kedua tahun
delapan puluhan menjadi faktor penting yang
menumbuhkan kesadahan spiritual di tempat
kerja ini.
Penelitian mutakhir juga mengamini
kondisi di atas. Ada kontribusi yang besar
tentang pentingnya spiritualitas seseorang
yang berpengaruh pada psikis seseorang
dalam bekerja, di mana secara signifikan
akan berpengaruh dengan peningkatan
kinerjanya (McCormick., Donald W, 1994;
Strawbridge, William J. et al: 1997; Mitroff,
Ian I., Elizabeth A Denton: 1999; Lewis,
Jefrey S., Gary D. Geroy: 2000). Salah satu
dari empat pendekatan model organisasi
yang berorientasi pada spiritualitas dan
agama menjelaskan bahwa agama dan
spiritualitas memiliki pengaruh positif
terhadap perilaku kerja karyawannya. Hal ini

karena adanya persahabatan dengan sesama
pemeluk agama sehingga dapat menyediakan
dukungan sosial yang mengarah pada
peningkatan kebahagian dan kesehatan
mental, sehingga secara signifikan akan
meningkatkan kinerja (Mitroff, Ian I.,
Elizabeth A Denton: 1999).

Penguatan Motivasi Akidah
Dalam Islam, kebutuhan spiritual
mempunyai kedudukan terpenting dan
tertinggi yang melebihkan manusia dari
seluruh ciptaan Tuhan yang lain (Najati:
1982). Menurut Anshari (1993), motivasi
spiritual seorang muslim terbagi tiga:
motivasi akidah, motivasi ibadah dan
motivasi muamalat.
Motivasi akidah adalah keyakinan
hidup, yaitu pengikraran yang bertolak dari
hati. Jadi, motivasi akidah dapat ditafsirkan

sebagai motivasi dari dalam yang muncul
akibat kekuatan akidah tersebut. Allport dan
Ross (1967, dalam Beit Hallahmi, B &
Argyle: 1997) lebih menyebut motivasi
akidah tersebut sebagai sikap intrinsik.
Dimensi akidah ini menunjuk pada seberapa
besar tingkat keyakinan muslim terhadap
ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan
dogmatik. Isi dimensi keimanan mencakup
iman kepada Allah, para malaikat, para rasul,
kitab Allah, akhirat, serta qadha dan qadar
Allah.
Ibadah merupakan tata aturan Ilahi
yang mengatur hubungan ritual langsung
antara hamba dengan Tuhannya yang tata
caranya ditentukan secara teperinci dalam
Al-Quran dan sunnah (Anshari: 1993).
Sedangkan motivasi ibadah merupakan
motivasi yang tidak pernah dilakukan orang
yang tidak beragama, seperti shalat, doa, dan

puasa. Muamalat merupakan tata aturan Ilahi
yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama dan manusia dengan alam atau materi
(Anshari: 1993).
Ketiga bentuk motivasi spiritual ini
merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Satu sama lain saling bertautan.
Ibadah selalu bertitik tolak dari akidah. Jika
dikaitkan dengan kegiatan bekerja, ibadah
masih berada dalam taraf proses, sedangkan
output dari ibadah adalah muamalat.
Karena itu, sebagai muslim, kita
selayaknya membangun bisnis di atas pesan
dan visi baru. Untuk itu, diperlukan
perubahan mendasar dalam keyakinan
(akidah). Sebab, akidah atau imanlah yang
menjadi sumber nilai dan prilaku. Arah baru
bisnis islami berarti membongkar dan
mengganti
keyakinan

dan
nilai-nilai
kapitalistik tersebut. Upaya ke arah itu bisa
disebut dengan upaya pembinaan iman para
insan bisnis.

129

Chabbullah Wibisono: Pengaruh Iman Kepada Rasul terhadap Kinerja yang Relegius

Lebih khusus , tulisan ini mencoba
mengungkap apa pengaruh iman kepada
Rasul terhadap kinerja karyawan. Mengimani
Rasul berarti bersiap meneladaninya. Etos
kerja dan kinerja seperti apa yang dipesankan
dan diteladankan Rasulullah? Bagaimana
mengimplementasikannya di dalam dunia
kerja di zaman kita? Dalam kenyataannya,
sejauh mana pesan dan teladan Rasulullah
dalam bekerja ini memotivasi karyawan

sehingga kinerja mereka unggul dan optimal?
Untuk
menjawab
pertanyaan
terakhir, tidaklah mungkin kondisi global
saat ini dipaparkan sepenuhnya dalam tulisan
ini. Di sini saya hanya menyuguhkan hasil
penelitian terhadap karyawan di Subsektor
Industri Manufaktur di Batamindo, Batam.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
eksemplar yang kepadanya setiap karyawan
maupun
perusahaan
bisa
bercermin
bagaimana menjadikan iman kepada Rasul
sebagai inspirator kerja dan motivator kinerja
menuju tumbuhnya iklim perusahaan yang
sehat, produktif, dan menyejahterakan lahir
dan batin karyawannya.
Kinerja yang religius mengandung
unsur tanggung jawab amanah, inovasi dan
penelitian untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Prinsip pokok
kinerja yang religius harus tercermin dalam
sistem produksi yang Islami, karena produksi
berarti diciptakannya manfaat, seperti juga
konsumsi adalah pemusnahan produksi.
Produksi tidak berarti menciptakan secara
fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak
seorangpun dapat menciptakan benda. Dalam
pengertian ahli ekonomi, yang dapat
dikerjakan manusia hanyalah membuat
barang
menjadi
berguna
disebut
“dihasilkan”.

dapat diartikan sebagai “nilai prilaku seorang
karyawan terhadap peranan (function),
kegiatan (activities) dan tugas (task) yang
dituntut oleh persyaratan jabatan (job
requirement).”
Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001:
67). Menurut Ambar Teguh Sulistiyani
(2003), kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya. Dalam Coaching for Perfomance
(1997: 104), John Witmore menyebut kinerja
sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang
dituntut dari seorang atau suatu perbuatan,
suatu prestasi, suatu pameran umum
keterampilan.
Hasibuan (2001:34) mengemukakan
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas
kecakapan,
pengalaman,
dan
kesungguhan serta waktu. Bagi Barry
Cushway (2002), kinerja adalah menilai
bagaimana
seseorang
telah
bekerja
dibandingkan dengan target yang telah
ditentukan.
Kinerja sangat dipengaruhi oleh
motivasi dan kemampuan. Motivasi dan
kemampuan merupakan dua faktor yang
menimbulkan
efek
sinergis
yang
menghasilkan kinerja. Asmosoeprapto (2000)
merumuskan:
P=f (A.M)
Performence/kinerja (P) adalah fungsi (f)
dari ability level/tingkat kemampuan dan
degree of motivation/derajat motivasi.

PENGARUH IMAN KEPADA RASUL
TERHADAP KINERJA YANG RELIGIUS
Kinerja
Ada sederet definisi kinerja tapi inti
maknanya senada. Mari kita telaah masingmasing definisi kinerja yang telah
diungkapkan oleh para pakar manajemen,
lalu kita tarik benang merahnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
kinerja diartikan sebagai “sesuatu yang
dicapai atau prestasi yang diperlihatkan
ataupun diartikan sebagai kemampuan
kerja”. Dr.Bennet Silalahi (1991) menyebut
kinerja dengan istilah “unjuk kerja” yang

Kinerja Religius
Dalam pandangan Islam, menilai kinerja
religius seseorang dapat dilihat dari beberapa
indikator (Zadjuli, 1999) antara lain: niat
bekerjanya adalah karena Allah, dalam
bekerja menerapkan kaidah/norma/syariah
secara totalitas (kaffah), motivasinya adalah
spiritual dengan mencari ‘keberuntungan’ di
dunia dan akhirat, menerapkan asas efisiensi
dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian hidup, menjaga keseimbangan
antara mencari harta dengan beribadah,
bersyukur kepada Allah dengan cara tidak
konsumtif,
mengeluarkan
ZIS,
dan

130

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 4 Oktober 2010

menyantuni anak yatin dan fakir miskin.
Sebagai konsekuensi atas sempurnanya
manusia sebagai mahluk Allah maka
manusia dituntut untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya (dengan sungguh-sungguh).
Kinerja
yang religius
selalu
melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga kualitas kinerja religius tidak sama
dengan kinerja
biasa. Oleh karenanya,
manusia sangat disarankan untuk dapat
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
agar bisa menjadi manusia berprestasi dan
bermanfaat untuk kepentingan umat di dunia.
Dalam Q.S As Zumar ayat 9: “Katakanlah:
samakah
orang-orang
yang
berilmu
pengetahuan
dengan orang-orang yang tidak berilmu
pengetahuan?”
Hanya
orang-orang
mengertilah yang dapat memikirkannya.
Kinerja religius sendiri bisa didekati
dengan tiga varibel: kinerja fisiologis
religius, kinerja psikologi religius dan kinerja
spiritual (Wibisono, 2002). Kinerja fisiologi
religius berarti individu harus menyadari
bahwa alam dan segala isinya harus
dimanfaatkan sepenuhnya untuk produksi
secara efisien dan efektif, menyadari bahwa
individu memiliki kemampuan bekerja dan
berproduksi yang harus dikerahkan segala
potensinya menuju manusia berprestasi,
teknologi harus dimanfaatkan secara tepat
guna dan ramah lingkungan, serta menyadari
sepenuhnya bahwa modal adalah sebagai
salah satu faktor produksi yang harus
dimanfaatkan secara efisien dan terbebas dari
riba.
Kinerja psikologi religius berarti
individu harus menyadari bahwa kesehatan
adalah anugerah yang harus dimanfaatkan
untuk bekerja dan berproduksi, hubungan
sosial dengan rekan sekerja/kelompok kerja
harus harmonis untuk meningkatkan kinerja,
penghargaan (hadiah) harus disyukuri
sebagai perwujudan dari reward dan
hukuman harus dilaksanakan dengan ikhlas
dan berjanji untuk tidak mengulangi
kesalahan
sebagai
perwujudan
dari
punishment
perusahaan
serta
terus
meningkatkan kualitas diri (aktualisasi diri)
guna meningkatkan kinerja.
Sedangkan kinerja spiritual berarti
individu harus menyadari bahwa tawakal
kepada Allah harus dibarengi dengan ikhtiar,
bekerja dan berproduksi, jujur dalam bekerja
dan berproduksi, menjaga kualitas pekerjaan,

dan bekerja dan berproduksi dengan ikhlas
karena Allah.
PEMBAHASAN
Pembahasan ini ingin menjawab
permasalahan yang diajukan dan hasil
pengujian hipotesis berdasarkan hasil
analisis, selanjutnya hasil pengujian hipotesis
akan dikaji relevansinya dengan teori,
penelitian sebelumnya, serta fenomenafenomena empiris yang ada, kemudian
dikemukakan temuan-temuan yang diperoleh
serta diakhiri dengan keterbatasan penelitian
yang diharapkan dapat digunakan sebagai
pijakan
dalam
melakukan penelitian
selanjutnya
yang
terkait
dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
Pengaruh Motivasi Aqidah (Iman Kepada
Rasul) terhadap Kinerja yang Religius.
Permasalahan yang diajukan adalah
apakah motivasi aqidah dengan dimensi
faktor Iman Kepada Rasul, berpengaruh
terhadap kinerja religius karyawan industri di
Batamindo Batam. Perilaku keagamaan
karyawan diduga dapat berpengaruh terhadap
kinerja yang religius. Oleh karena itu, kinerja
karyawan sangat dipengaruhi oleh sikap dan
perilakunya sebagai implementasi aqidahnya
(tauhidnya).
Adanya pengaruh dimensi faktor
Iman Kepada Rasul (motivasi aqidah)
terhadap kinerja yang religius tersebut
relevan dengan ajaran Islam, di mana Allah
SWT menyerukan kepada hambanya agar
beragama (atau berIslam) secara menyeluruh
(Q.S. Al Baqarah: 208). Setiap muslim, baik
dalam berpikir, bersikap maupun bertindak,
diperintahkan untuk berIslam. Dalam
melakukan aktivitas ekonomi, sosial, politik,
atau aktivitas apa pun termasuk dalam
bekerja seorang muslim diperintahkan untuk
melakukannya dalam rangka beribadah
kepada Allah. (Ancok, 1994; 78-79).
Dengan kekokohan aqidah di dalam
jiwa manusia maka akan mengangkatnya dari
materialisme
yang
rendah
dan
mengarahkannya
kepada
kebaikan,
keluhuran, kesucian dan kemuliaan (Sabiq,
1994: 12). Apabila seseorang memiliki
aqidah yang kuat, akan melahirkan
keutamaan-keutamaan yang tinggi seperti
keberanian,
kedermawanan,
kebajikan,
ketentraman, preferensi dan pengorbanan
131

Chabbullah Wibisono: Pengaruh Iman Kepada Rasul terhadap Kinerja yang Relegius

yang akan tercermin dalam kinerja yang
religius.
Dalam Al Qur’an banyak ayat yang
mengaitkan antara iman dan amal shaleh
(kinerja yang religius). Manusia jika
memiliki iman yang kuat, tepat dan benar
dapat dipastikan akan mampu meningkatkan
kinerja secara religius (amal shaleh) sehingga
kelak berhak sebagai penghuni surga yang
kekal dan abadi di dalamnya (QS. Al
Baqarah: 82).
Hipotesis yang diajukan adalah
terdapat pengaruh bermakna motivasi aqidah
(tauhid) terhadap kinerja yang religius.
Berdasarkan hasil second order confirmatory
analysis, dapat disimpulkan bahwa Aqidah
dapat diukur dengan indikator variabel yang
tidak diobservasi (unobserved variable) :
Iman Kepada Allah (IKA), Iman Kepada
Kitab (IKK), Iman Kepada Rasul (IKR).
Demikian juga masing-masing indikator
variabel IKA, IKK dan IKR dapat diukur
melalui lima indikator variable observed
yang sama, yakni: keterlibatan ritual,
keterlibatan
ideologis
(dogmatis),
keterlibatan
pengetahuan,
keterlibatan
pengalaman, serta keterlibatan konsekuensi.
Hasil pengujian melalui structural
equation modelling, menunjukkan bahwa
dimensi faktor Iman Kepada Rasul
berpengaruh positif 0, 95 terhadap aqidah
(Gambar 5.10), dan aqidah berpengaruh
langsung positif terhadap kinerja yang
religius, yang ditunjukkan dengan koefisien
jalur sebesar 0,88 (Tabel 5.20) dengan nilai
probabilitas 0,00. Dari hasil tersebut berarti
permasalahan satu terjawab, serta dapat
disimpulkan bahwa hipotesis satu didukung
oleh fakta atau dapat diterima. Adanya
pengaruh positif dari motivasi aqidah
terhadap kinerja yang religius memiliki
implikasi bahwa meningkatnya motivasi
aqidah para karyawan akan meningkatkan
kinerjanya yang religius.
Berkaitan dengan Iman Kepada Rasul,
Al Qur’an memandang kenabian sebagai
fenomena yang bersifat universal, di mana di
setiap pelosok dunia ini pernah hadir seorang
Rasul Allah, baik yang disebutkan maupun
yang tidak disebutkan di dalam Al Qur’an
(Surat Al Mukmin: 78). Rasul Allah dalam
berbagai kesempatan selalu menekankan
pentingnya tenaga kerja dan selalu
132

menghargai karya para karyawan dan para
ahli dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.
Oleh karenanya sangat penting bagi setiap
muslim untuk memahami makna bekerja
sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh,
dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan
dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai hamba
Allah yang harus menundukkan dunia dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khoiro ummah).
(Tasmara, 1995: 15).
1. Faktor aqidah Iman Kepada Rasul
Variabel yang diajukan sebagai
indikator Aqidah adalah Iman Kepada Allah
(IKA), Iman Kepada Kitab (IKK) dan Iman
Kepada
Rosul (IKR). Hasil pengujian
dengan second order confirmatory factor
analysis (SOCFA) tampak pada Gambar 1.
x111
.48
.49
.60

x112
x113
.43

x114

IKA

.61

x115

.94

x121
.62

x122
x123

.58
.60
.50

x124

.58

.99

AQIDAH

IKK

.90

x125
x131
x132

.37
.69
.62

x133

.50

x134

.67

IKR

x135

Gambar 1. Pengukuran Aqidah dengan
Second Order Confirmatory
Factor Analysis
Uji Hipotesis
Chi-Square = 302. 141
Probability = 0.000
DF
= 87
RMSEA = 0.69
GFI
= 0.920
AGFI
= 0.920
TLI
= 0.866
← = Garis dimensi faktor
Untuk mengetahui apakah model
pengukuran memiliki kesesuaian dengan
data, berikut
ini
disajikan
evaluasi
Goodness of Fit Indices (Tabel 1).

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 4 Oktober 2010

Tabel 1 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit
Indices
Kriteria

Hasil

Nilai Kritis Evaluasi
*)
Model
Chi-Square 302.141 Relatif Kecil Kurang Baik
Probability 0.000
Kurang Baik
≥ 0,05
RMSEA
0.069
Baik
≤ 0,08
GFI
0.920
Baik
≥ 0,90
TLI
0.866
Kurang Baik
≥ 0,95
Sumber : *) Hair (1992), Arbuckle (1997), Muller
(1996)

Hasil evaluasi terhadap model yang
diajukan ternyata seluruh kriteria yang
digunakan menunjukkan adanya hasil yang
kurang baik, berarti model tidak sesuai
dengan data. Dengan demikian model
tersebut
perlu
dimodifikasi.
Dengan
berpedoman pada modification indices, hasil
pengujian termodifikasi tampak pada
Gambar 2.
x111
x112
x113
x114

.50
.45
.62
.43
.62

IKA

x115

.92

x121
.65
.59

x122
x123
x124

.62
.50
.55

.99

AQIDAH

IKK
.89

x125
x131
x132
x133

.34
.64
.58
.50
.69

IKR

x134
x135

Gambar 2. Pengukuran Aqidah (Termodifikasi)
dengan Second Order Confirmatory
Factor Analysis

Uji Hipotesis
Chi-Square = 83.415
Probability = 0.0130
DF
= 70
RMSEA = 0.019
GFI
= 0.979
AGFI
= 0.964
TLI
= 0.990
← = Garis dimensi faktor

Selanjutnya
untuk
mengetahui
indikator atau dimensi Ibadah
dapat
diamati nilai loading factor
atau
koefisien lamda dapat dilihat pada Tabel
5.8. Dari Tabel 5.8 terlihat bahwa indikator
Iman Kepada Allah (IKA), Iman Kepada
Kitab (IKK) dan Iman
Kepada Rosul (IKR) signifikan, yang
terlihat dari nilai t hitung dengan nilai
probability (p) sebesar 0.000.
Tabel 2 : Loading factor (λ) Pengukuran
Aqidah
t
Probability Keteranga
Variabel Loading
(p)
n
indikator factor (λ) hitung
IKK
0.99
8.6711
0.000
Signifikan
IKR
0.89
6.2176
0.000
Signifikan
IKA
0.92
Signifikan

KESIMPULAN
Kekukuhan akidah akan mengangkat
seseorang dari sifat materialisme yang
rendah dan mengarahkannya ke kinerja
religius atau amal saleh (Sabiq: 1994).
Semakin kuat akidah para karyawan,
semakin meningkat kinerja mereka. Sesuai
dengan
teori
ini,
motivasi
akidah
berpengaruh terhadap kinerja religiuas
karyawan industri di Batamindo. Sikap dan
perilaku karyawan sangat ditentukan oleh
kekuatan akidahnya, 90% kualitas kinerja
ditentukan oleh sikap tauhid seperti ikhlas
dan menjaga kualitas kerja sebagai
manifestasinya, sedangkan 10% ditentukan
oleh kemampuan. Maka, meningkatkan
kualitas kinerja karyawan dapat dicapai
dengan penguatan motivasi akidah. Perilaku
konsumtif, materalistik, dan fatalistik dapat
ditepis dengan kerja yang ikhlas karena Allah
Swt.
SARAN
Pertama,
untuk
meningkatkan
kinerja religius
karyawan diperlukan
penguatan kinerja religius perusahaan. Mutu
struktur, proses, dan peraturan yang
memfasilitasi berfungsinya secara efektif
peran-peran individu dan kelompok dalam
organisasi harus ditingkatkan. Struktur,
proses, dan peraturan ibarat tanah dalam
dunia habitat, sedangkan tanaman yang
tumbuh di atasnya adalah individu-individu.
Seperti juga pertumbuhan tanaman sangat
bergantung pada kualitas tanahnya, maka
pertumbuhan individu juga bergantung pada
133

Chabbullah Wibisono: Pengaruh Iman Kepada Rasul terhadap Kinerja yang Relegius

kualitas struktur, proses, sistem, dan
peraturan yang melingkupinya.
Kedua, perlu dikembangkan budaya
organisasi yang religius dan spiritual. Budaya
religius dan spiritual membantu karyawannya
untuk mengembangkan dan mencapai potensi
penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins
& Judge dalam Organizational Behavior
menyebutkan budaya religius dan spiritual
yang perlu dibentuk adalah:
● Strong sense of purpose. Meskipun
pencapaian keuntungan itu penting, tetapi
hal itu tidak menjadi nilai utama dari
suatu organisasi. Karyawan membutuhkan
adanya tujuan perusahaan yang lebih
bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam
bentuk visi dan misi organisasi.
● Trust and respect. Organisasi dengan
budaya religus dan spiritual senantiasa
memastikan terciptanya kondisi saling
percaya,
adanya
keterbukaan dan
kejujuran.
● Humanistic work practices. Jam kerja
yang fleksibel, penghargaan berdasarkan
kerja tim, mempersempit perbedaan status
dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap
hak-hak individu pekerja, kemampuan
karyawan,
dan
keamanan
kerja
merupakan
bentuk-bentuk
praktik
manajemen sumber daya manusia yang
bersifat spiritual.
● Toleration of employee expression.
Organisasi dengan budaya religius dan
spiritual memiliki toleransi yang tinggi
terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi
karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan
di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini
sudah cukup banyak perusahaan yang
menerapkan budaya spiritualitas di tempat
kerja.
Bahkan, ada perusahaan yang
mendorong
dan
mengizinkan
setiap
karyawan untuk menyediakan satu persen
dari waktu kerjanya untuk melakukan
pekerjaan sukarela bagi pengembangan
komunitas, seperti membagikan makanan
kepada para tunawisma, kerja bakti
membersihkan taman umum, mendirikan
perpustakaan atau rumah baca untuk anakanak jalanan, dan memberi bantuan bagi
korban
bencana
alam.
Dengan terbentuknya budaya religius dan
spiritual di tempat kerja, diharapkan akan
terbentuk karyawan yang bahagia, tahu dan
134

mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan
yang demikian umumnya memiliki hidup
yang seimbang antara kerja dan pribadi,
antara tugas dan pelayanan (ibadah). Pada
umumnya, mereka juga memiliki kinerja
yang lebih tinggi.
Ketiga,
perlunya
menerapkan
kepemimpinan profetik—konsep dan praktik
yang digali dari kepemimpinan Rasulullah
dalam membangun masyarakat baru.
Kepemimpian
merupakan
kemampuan
seseorang untuk meyakinkan orang lain agar
orang lain itu dengan sukarela mau diajak
untuk melaksanakan kehendaknya atau
gagasannya. Fondasi kepemimpinan yang
efektif adalah memikirkan visi dan misi
organisasi,
mendefinisikan,
dan
menegakannya secara jelas dan nyata.
Pemimpin menetapkan tujuan, menentukan
prioritas, serta menetapkan dan memonitor
standar. Sebab, selain dibutuhkan sistem
manajemen yang mendorong tumbuhnya etos
kerja profetik dan kinerja religius karyawan,
dibutuhkan pula kepemimpinan profetik
yang menggerakkan kesadaran individu
karyawan dan sistem manajemen secara
imbang dan sinambung.
DAFTAR RUJUKAN
Abdurrahim, Immaduddin, 1993, Faham
Tauhid dan Etos Kerja (dalam
Kumpulan Tulisan). Yogyakarta: CV.
Kuning Mas.
Amsyari, Fuad , 1995, Islam Kaaffah
Tantangan Sosial dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Ananta, Aris, 1990, Ekonomi Sumber Daya
Manusia. Jakarta: LD-FE UI.
Ancok, Djamaludin, 1994, Psikologi Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
An Nawawi, 1970, Abu Zakaria, Riyadhus
Shalihin. Semarang: Toha Putra.
Anshari, 1993 Wawasan Islam: PokokPokok Fikiran Tentang Islam dan
Ummatnya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Atmosoeprapto,
Kisdarto,
2000,
Produktivitas Aktualisasi Budaya
Perusahaan. Jakarta: Gramedia.
Badan Pusat Statistik Kota Batam, 2000,
Laporan Tahunan
Perekonomian
Batam. Batam: BPS-Otorita Batam.
Chapra,
Umar,
2000,
Islam
dan
Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema
Insani Press.

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 4 Oktober 2010

-----------------------, 1996, What Is Islamic
Economics? Prize Winner’s Lecture
Series No. 9: 28, Jeddah Saudi Arabia.
-----------------------, 1995, Islam and The
Economic Challenge, Groove Street.
USA: The Islamic Foundation and The
International Institute of Islamic
Thought.
Fachruddin dan Irfan Fachruddin, 1993,
Pilihan Sabda Rasul (Hadis-Hadis
Pilihan). Jakarta: Bumi Aksara.
Geertz, Clifford, 1969, The Religion of Java.
Illionis: The Free Prees of Glenco.
Glock, C.Y. & Stark, R, 1968,Christian
Beliefs and Anti-semitism. New York:
Harper & Row.
Kerlinger FN, Multiple Regression in
Behavioral Research. New York: Holt,
Richart &
Manan, M Abdul, Islamic Economics:
Theory and Practice. Houder and
Stoughton Ltd, 1970.
---------------------, Teori dan Peraktek
Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1993.
---------------------, Teori dan Praktek
Ekonnomi Islam. Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995.
Maslow, Abraham H, A Theory of
Motivation,
dalam
Psychological
Review No. 50, 1943.
--------------------, Religions, Values and Peak
Experiencec, Columbus Ohio: Ohio
University Press, 1964.

Mursi, Abdul Hamid, Sumber Daya Manusia
yang Produktif. Jakarta: Gema Insani
Pers, 1997.
---------------------,
Asy
Syakhshiyatul
Muntajah. Mesir: Maktabah Wahbah,
1985.
Najati, Muhammad Utsman, Al Qur’an wa
‘Ilman Nafs. Kairo: Darus Syuruq,
1982.
----------------------, Jiwa Manusia dalam
Sorotan Al Qur’an. Jakarta: Cendekia,
2001.
Nasution, Harun, Islam Rasional. Bandung:
Mizan, 1995.
Nataatmadja, Hidayat, Intelegensi Spiritual.
Jakarta: Perenial Press, 2001.
Rahardjo, M. Dawam, Budhisme Zen dan
Etos Kerja Jepang dalam Jurnal Ilmu
dan Kebudayaan Ulumul Qur’an Vol 1
No 1, Jakarta, 1989.
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam 1
& 2. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1995.
---------------------,
Muhammad
Sebagai
Pedagang. Jakarta: Yayasan Swana
Bhumi, 1997.
Rais, M. Amien, Tauhid Sosial Formula
Menggempur Kesenjangan. Bandung:
Mizan, 1998.
Thaha, Ahmadie, Kedokteran Dalam Islam.
Surabaya: Bina Ilmu, 1983.

135