Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS
KAYU BALIK ANGIN (Alphitonia excelsa): A LESSER KNOWN
SPECIES FROM KALIMANTAN

DERIS ENDANG SARIFUDIN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Stuktur
Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known
Species from Kalimantan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Deris Endang Sarifudin
NIM E24090075

RINGKASAN
DERIS ENDANG SARIFUDIN. E24090075. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat
Fisis Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from
Kalimantan. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI
Permasalahan klasik yang dihadapi oleh industri perkayuan di Indonesia yaitu
kekurangan bahan baku yang dapat diatasi dengan mempromosikan jenis-jenis
alternatif yang potensial. Salah satunya adalah kayu balik angin (Alphitonia excelsa)
yang tergolong lesser known species cepat tumbuh yang banyak terdapat di hutan
sekunder Kalimantan. Agar tujuan penggunaan kayu ini efektif, maka diperlukan
pengetahuan tentang sifat-sifat kayu tersebut. Penelitian ini mengkaji struktur
anatomi dan sifat fisis penting sebagai langkah awal pemanfaatan kayu balik angin.
Bahan utama yang digunakan adalah 3 lempeng kayu dengan tebal 5 cm, dari
tiga batang pohon yang berbeda diameternya (15.6 cm, 17.0 cm, dan 18.3 cm), tetapi
berasal dari dari suatu areal hutan sekunder di Kalimantan Selatan. Ciri makroskopis

yang diamati meliputi warna, corak, tekstur, arah serat, kesan raba, kilap kayu,
kekerasan, dan bau kayu, sedangkan ciri mikroskopis meliputi struktur anatomi
penyusun kayu. Pengamatan makroskopis dilakukan pada semua sampel uji
menggunakan lup dengan perbesaran 15X sebagaimana prosedur standar, sedangkan
pengamatan mikroskopis dilakukan melalui preparat mikrotom bidang lintang, radial,
dan tangensial dari sampel uji yang terdapat pada riap tumbuh nomor tiga
menggunakan mikroskop cahaya mengikuti standar IAWA 2008. Pengukuran
dimensi serat, MFA dan sifat fisis kayu dilakukan pada seluruh sampel uji dari
empulur ke arah kulit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian teras kayu balik angin berwarna
abu-abu cerah yang sulit dibedakan dari bagian gubalnya, bercorak dekoratif (“V”type), halus, tekstur sedang, arah serat lurus, permukaan kayu mengkilap, kekerasan
sedang dan tidak memiliki bau yang khas. Ciri mikroskopisnya adalah 1, 4, 7, 9, 10,
13, 22, 30, 44, 47, 53, 56, 61, 65, 66, 69, 78, 79, 93, 97, 106, 109, 138 dan 153.
Dalam sel jari-jari terdapat endapan berdamar. Panjang serat rata-rata 1042.84 µm
dengan kualitas serat tergolong kelas II-III. Rata-rata kadar air, kerapatan, BJ, dan
MFA masing-masing adalah 13.03%, 0.49 g/cm3, 0.43 dan 17,1˚. Secara umum, sifat
yang diteliti lebih dipengaruhi oleh riap tumbuh dan tidak dipengaruhi oleh diameter
batang. Berdasarkan hasil penelitian, maka kayu balik angin berpotensi sebagai bahan
baku mebel, furniture, fancy veneer, barang kerajinan dan produk lain yang
mementingkan aspek penampilan, kayu pertukangan untuk tujuan non-struktural

(Kelas Kuat III), kayu lapis dan papan komposit lainnya. Kayu balik angin kurang
cocok untuk tujuan sebagai bahan baku pulp dan kertas bermutu tinggi.
Kata kunci: Alphitonia excelsa, balik angin, lesser known species, struktur anatomi,
sifat fisis

2

ABSTRAK
DERIS ENDANG SARIFUDIN. Kajian Stuktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu
Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan.
Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.
Permasalahan kekurangan bahan baku yang dihadapi oleh industri
perkayuan di Indonesia dapat diatasi dengan ditemukannya jenis-jenis kayu lain
yang potensial. Salah satunya adalah balik angin (Alphitonia excelsa) yang
tergolong lesser known wood species cepat tumbuh dan banyak ditemukan di
Kalimantan. Untuk mengarahkan tujuan penggunaannya yang tepat, maka
dilakukan penelitian struktur anatomi (makro dan mikroskopis serta morfologi
serat) dan sifat fisis penting (kadar air, kerapatan dan berat jenis kayu, serta sudut
mikrofibril / MFA) sebagai langkah awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kayu berwarna abu-abu cerah dimana bagian teras dan gubalnya sulit dibedakan,

bercorak dekoratif (“V”-type), halus, tekstur sedang, arah serat lurus, mengkilap,
kekerasan sedang dan tidak memiliki bau yang khas. Kayu memiliki ciri anatomi
1, 4, 7, 9, 10, 13, 22, 30, 44, 47, 53, 56, 61, 65, 66, 69, 78, 79, 93, 97, 106, 109,
138, 153 dan terdapat endapan berdamar dalam sel jari-jari kayu. Rata-rata
panjang serat 1042.84 µm, kadar air 13.03%, kerapatan 0.49 g/cm3, BJ 0.43, MFA
17.1˚, dengan kualitas serat kelas II-III, dan Kelas Kuat III.
Kata kunci: Alphitonia excelsa, balik angin, lesser known species, struktur
anatomi, sifat fisis

ABSTRACT
DERIS ENDANG SARIFUDIN. Anatomical Structure and Physical Properties of
Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan.
Supervised by Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.
Scarcity of wood supply for wood industries in Indonesian could be solved
by searching several potential of wood species from natural forest. Among them,
balik angin (Alphitonia excelsa) is one of the promising species since it belongs to
faster grown lesser known wood species and abundant. To promote this species
effectively, its anatomical structure and physical properties have to be studied.
From the research it was showed that heartwood and sapwood are almost similar
in colour (light gray), decorative (“V”-type), medium and even textured, straight

grain, smooth, lustrous, medium hardness and odourless. Microscopic
characteristics are 1, 4, 7, 9, 10, 13, 22, 30, 44, 47, 53, 56, 61, 65, 66, 69, 78, 79,
93, 97, 106, 109, 138, 153 and has resin material within the ray parenchyma cells.
Average values of fiber length, moisture content, wood density, specific gravity,
and MFA were 1042.84 µm, 13.03%, 0.49 g/cm3, 0.43 and 17.1˚, respectively.
Fiber quality of this wood belonged to class of II-III with strength class of III.
Keywords: Alphitonia excelsa, anatomical structure, lesser known species,
physical properties

3

KAJIAN STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS
KAYU BALIK ANGIN (Alphitonia excelsa): A LESSER KNOWN
SPECIES FROM KALIMANTAN

DERIS ENDANG SARIFUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4

5

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Balik Angin
(Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan
: Deris Endang Sarifudin

: E24090075

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Imam Wahyudi MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013 ini
adalah Anatomi dan Sifat Fisis Kayu dengan judul “Kajian Struktur Anatomi dan

Sifat Fisis Kayu Balik Angin (Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from
Kalimantan”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Bogor, Agustus 2013
Deris Endang Sarifudin

7

UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari karya
ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak.

1.
2.


3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Kedua Orang Tua (Riswan, ayah; Tuti Warningsih, ibu) serta adik tercinta
Miko Maulana yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis.
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu serta wawasan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F.Trop. sebagai Dosen Penguji dan Dr. Ir.
Trisna Priadi, M.Eng.Sc. selaku Pemimpin Sidang.
Dwi Nur Vitasari Suyanto, SE. yang banyak memberikan semangat, doa,
dan saran.

Dra. Sri Rulliaty, M.Sc. dan Esti Prihatini, S.Si. yang telah membimbing
selama penelitian di laboratorium.
Teknisi dan pegawai di laboratorium Bagian Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu terutama Pak Kadiman, Suhada, bi Isay, dan bi Icot.
Nindya Gita Utami, Renny Purnawati, S.Hut, M.Si, dan Putri Juwita
Simarmata.
Teman-teman THH 46 dan 47 yang memberikan semangatnya dan doanya.
Seluruh dosen dan tenaga kependididkan Fakultas Kehutanan IPB.
Semua pihak yang telah membantu proses persiapan dan penyusunan skripsi
ini.

Demikian ucapan terima kasih yang dapat disampaikan ke beberapa pihak
terkait yang telah membantu penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

8

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Deskripsi Botani Balik Angin (Alphitonia excelsa)

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Metode

3

Pembuatan preparat mikrotom untuk pengamatan struktur anatomi

3

Pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat

3

Pembuatan preparat untuk pengukuran sudut mikrofibril

3

Pengujian sifat fisis kayu

4

Pengolahan data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Anatomi

4
4

Ciri makroskopis

4

Ciri mikroskopis

5

Dimensi Serat dan Nilai Turunan Dimensi Serat

5

Dimensi serat

5

Nilai turunan dimensi serat

6

Sifat Fisis

7

Kadar air

7

Kerapatan

8

Berat jenis

8

9

Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA)
Kajian Potensi Pemanfaatan
SIMPULAN DAN SARAN

9
10
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

19

10

DAFTAR TABEL
1 Dimensi serat kayu balik angin (Alphitonia excelsa) pada ketiga ukuran
diameter
2 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing disk

6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Corak kayu balik angin (A. excelsa) pada bidang tangensial
2 Penampang lintang (a), radial (b), tangensial (c) kayu balik angin
(A. excelsa, 45x)
3 Variasi panjang serat dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter
4 Variasi nilai KA kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter
5 Variasi nilai kerapatan kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga
ukuran diameter
6 Variasi nilai BJ kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter
7 Variasi radial MFA kayu balik angin dari empulur hingga ke kulit pada
ketiga ukuran diameter

4
5
6
7
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Panjang serat kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran diameter
Kerapatan kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran diameter
Berat Jenis kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran diameter
Kadar air kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran diameter
Sudut mikrofibril/MFA kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga
ukuran diameter
Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap kadar air
Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap panjang serat
Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap kadar air
Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap kadar air
Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap kerapatan
Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap kerapatan
Analisis keragaman pengaruh diamater batang terhadap berat jenis
Analisis keragaman pengaruh riap terhadap berat jenis
Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap sudut
mikrofibril
Analisis keragaman pengaruh riap terhadap sudut mikrofibril

14
14
14
15
15
15
16
16
16
16
17
17
17
17
18

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki sumberdaya alam yang
melimpah. Salah satunya adalah sumberdaya hutan dengan berbagai jenis flora
dan fauna. Menurut Kementerian Kehutanan (2012), pada tahun 2010 luas
kawasan hutan di Indonesia mencapai 187.840.900 ha. Akan tetapi tingginya laju
deforestasi yang terjadi telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman
hayati yang ada. Bila hal ini dibiarkan terus menerus bukan tidak mungkin jenisjenis pohon yang sebenarnya potensial sebagai penghasil kayu atau bahan lain
yang bermanfaat akan musnah sebelum digunakan.
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2012) diketahui bahwa kawasan
hutan alam di Pulau Kalimantan pada tahun 2010 mencapai 53.078.900 ha dengan
lebih dari 3000 jenis pohon. Salah satu jenis pohon yang ada dan merupakan
lesser known species adalah balik angin (Alphitonia excelsa). Menurut Doran dan
Turnbull (1997) A. excelsa merupakan jenis yang memiliki daya adaptasi sangat
baik dengan lingkungan dan tergolong jenis yang cepat tumbuh. Selain itu, jenis
ini dapat tumbuh pada hutan yang telah terganggu (Slik 2009). Mengingat
kegiatan pembangunan hutan tanaman fast growing species saat ini di tanah air
berotasi pendek tetapi dituntut untuk menghasilkan kayu dengan kualitas yang
baik, maka A. excelsa merupakan salah satu jenis yang potensial untuk
dikembangkan. Pengetahuan akan sifat pertumbuhan pohon dan sifat kayu yang
dihasilkan sangat membantu dalam penentuan tujuan pemanfaatannya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka disamping
pengetahuan akan sifat pertumbuhan pohon juga diperlukan penelitian tentang
sifat-sifat dasar kayunya. Berdasarkan sifat dasar yang dimilikinya maka
pemanfaatan kayu balik angin secara tepat akan lebih mudah untuk ditentukan:
apakah lebih sesuai sebagai kayu struktural, kayu pulp, penghasil obat, atau untuk
kegunaan yang lainnya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat dasar kayu balik angin
(A. excelsa) yang berasal dari Kalimantan Selatan dalam rangka penetapan tujuan
penggunaannya yang optimum. Penelitian difokuskan pada aspek struktur anatomi
dan beberapa sifat fisis kayu.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk menentukan tujuan
penggunaan kayu secara optimum karena penggunaan yang optimum sangat
ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh kayu tersebut. Dengan diketahuinya
sifat-sifat kayu balik angin maka permasalahan kekurangan bahan baku kayu dan
masalah serangan hama pada hutan tanaman yang itu-itu saja minimal dapat
dikurangi.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Botani Balik Angin (Alphitonia excelsa)
Balik angin (Alphitonia excelsa) merupakan anggota suku Rhamnaceae.
Jenis ini mempunyai sinonim A. incana, A. moluccana, A. philippinensis.
A. excelsa memiliki nama lokal coopers wood, red ash, white ash (Australia); pati
yata, pokudita (Malaysia); alongsohan, tangulai, tulo (Filipina) (PROSEA 1998).
Slik (2009) menambahkan nama lokal di Pulau Kalimantan yaitu balek angin,
balik angin, dan meagang. Distribusi A. excelsa antara lain mencakup Borneo
(Kalimantan), Filipina, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua New Guinea, dan
Australia (PROSEA 1998).
A. excelsa merupakan pohon dengan batang lurus, silindris meski memiliki
banyak cabang. Tinggi pohon dapat mencapai 23 hingga 35 meter. Kulit batang
pada pohon muda relatif lunak berwarna abu-abu gelap, sedangkan pada pohon
tua berwarna abu-abu gelap hingga coklat gelap serta keras dan kasar. Jenis ini
mempunyai stipule, daunnya alternate berbentuk elips hingga lanset, permukaan
atas daun berwarna hijau gelap mengkilap, sedangkan permukaan bawahnya
berwarna putih keperakan (Doran dan Turnbull 1997). A. excelsa termasuk pohon
pionir yang banyak ditemukan di hutan sekunder Kalimantan.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013 di
Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu,
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan di
Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Gunung Batu, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah kayu balik angin (A. excelsa.) yang
berasal dari Kalimantan Selatan. Kayu contoh berupa 3 buah lempengan setebal 5
cm dengan 3 diameter berbeda (15.6 cm, 17.0 cm dan 18.3 cm) dalam kondisi
kering udara. Bahan lainnya antara lain alkohol, aquades, alkohol teknis, alkohol
absolut, gliserin, toluene, karbolxylene, ethilen, KClO3, dan HNO3, potassium
iodine, iodine, kertas saring, enthellan, dan safranin. Contoh uji untuk pengamatan
struktur anatomi adalah yang mewakili riap tumbuh nomor 3, sedangkan untuk
pengukuran dimensi serat, MFA dan sifat fisik adalah potongan radial dari
empulur ke arah kulit dengan ukuran selebar riap tumbuh yang ada.
Peralatan yang digunakan terdiri dari gelas objek, gelas penutup, botol,
watch glass, mikrotom, pipet, water bath, corong gelas, oven, mikroskop, gelas
ukur, kaliper, kamera, dan alat tulis.

3

Metode
Pembuatan preparat mikrotom untuk pengamatan struktur anatomi
Dari masing-masing lempengan diambil 1 contoh uji. Contoh uji (balok
berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm) kemudian dilunakkan dengan cara direndam
dalam larutan gliserol selama 3-5 hari, selanjutnya disayat pada ketiga
penampangnya (lintang/X, radial/R, dan tangensial/T) menggunakan mikrotom
tipe rotary. Sayatan terbaik setebal 20-30 μm kemudian dicuci dengan akuades
untuk mengilangkan gliserin lalu ditetesi safranin (1-3 tetes) dan didiamkan
selama 1-2 jam. Setelah itu sayatan dicuci kembali dengan akuades untuk
menghilangkan safranin. Tahap selanjutnya, sayatan didehidrasi bertingkat
menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%, 90%, dan alkohol absolut masing-masing
selama 5-10 menit. Selanjutnya sayatan dibeningkan dengan cara direndam
beberapa saat secara berturut-turut dalam karboxylol dan toluene, lalu direkatkan
pada gelas objek dan ditutup dan diberi label. Preparat yang telah dihasilkan siap
untuk diamati dan didokumentasi. Ciri anatomi kayu yang diamati meliputi ciriciri yang dianjurkan oleh International Association of Wood Anatomist (IAWA).
Pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat
Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode Schultze yang
dimodifikasi. Masing-masing contoh uji dari empulur ke arah kulit dicacah kecil
menjadi seukuran batang korek api. Cacahan tadi dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ke dalam tabung reaksi ditambahkan KClO 3 dan larutan HNO3
50% hingga cacahan terendam seluruhnya. Tabung reaksi selanjutnya dipanaskan
dalam waterbath pada suhu 80oC hingga cacahan menjadi pucat (putih
kekuningan) dan terlihat mulai terjadi pemisahan serat. Setelah itu serat dicuci
hingga bebas asam, lalu diberi safranin sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan
semalaman. Selanjutnya dilakukan dehidrasi bertingkat menggunakan alkohol
mulai dari konsentrasi 10%, 30% hingga 50% masing-masing selama 10-15 menit.
Serat hasil maserasi kemudian dibeningkan berturut-turut dalam karboxylol dan
toluene, lalu diletakkan di atas gelas objek dan ditutup serta diberi label dan siap
untuk diamati. Serat yang diamati dan diukur sebanyak 30 serat utuh meliputi
panjang dan diameter serat serta diameter lumen serat. Tebal dinding serat adalah
setengah dari selisih antara diameter serat dan diameter lumennya.
Pembuatan preparat untuk pengukuran sudut mikrofibril
Pembuatan preparat diawali dengan menyayat contoh uji pada bidang
tangensialnya menggunakan mikrotom rotary untuk mengasilkan sayatan dengan
ketebalan 10-30 μm. Sayatan terbaik kemudian dicuci dengan akuades, lalu
dicelupkan pada larutan Schultze selama 15 menit. Selanjutnya dicuci dalam
akuades untuk menghilangkan larutan Schultze. Langkah berikutnya yaitu
pencucian dengan alkohol bertingkat (50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan absolut)
masing-masing selama 5 menit. Setelah itu kelebihan alkohol dihilangkan dengan
menggunakan kertas saring. Sayatan selanjutnya ditetesi larutan iodine dan
potassium iodine. Kelebihan larutan tersebut dihilangkan dengan menggunakan
kertas saring. Kemudian dibilasnya menggunakan larutan asam nitrat 50% hingga
sayatan berwarna transparan. Kelebihan larutan asam nitrat juga dihilangkan

4

menggunakan kertas saring. Setelah itu didokumentasikan dan diukur sudut
mikrofibril sebanyak 30 ulangan pada setiap riap tumbuh.
Pengujian sifat fisis kayu
Sifat fisis kayu yang diuji terdiri dari kadar air, kerapatan dan berat jenis.
Pengujian sifat fisis dilakukan menggunakan contoh uji yang sama, yaitu dari
empulur hingga ke kulit selebar riap tumbuh yang ada. Contoh uji ditimbang
untuk mendapatkan berat awal, lalu dihitung volume awalnya. Kemudian contoh
uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)ºC hingga beratnya konstan.
Sebelum ditimbang, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator sampai stabil.
Nilai kadar air, kerapatan dan berat jenis kayu dihitung dengan persamaan:
)

(


Keterangan: ρ air = 1 g/cm³
Pengolahan data
Data yang dihasilkan bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif,
sedangkan yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan simpangan
bakunya menggunakan program Microsoft Excel 2010, dan uji lanjut dengan
program SAS 9.13 berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Anatomi
Ciri makroskopis
Kayu balik angin yang diteliti berwarna abu-abu cerah (5YR, 7/1 light gray).
Bagian teras hampir sama dengan bagian gubalnya. Kayu bercorak dekoratif
membentuk pola “V” (Gambar 1) dan ada juga yang berupa garis lurus.
Permukaan kayu mengkilap, tekstur sedang, arah serat lurus, kesan raba halus,
kekerasan sedang dan tidak memiliki bau yang khas.

Gambar 1 Corak kayu balik angin (A. excelsa) pada bidang tangensial

5

Ciri mikroskopis
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa lingkar tumbuh: jelas (ciri no.1);
pembuluh: porositas semi tata lingkar (4) (Gambar 2), dalam pola diagonal atau
radial (7), hampir seluruhnya soliter (9) meski dijumpai juga yang berganda radial
2-4 sel (10), bidang perforasi sederhana (13), noktah antar pembuluh berselangseling dan bersegi banyak (22), pernoktahan pembuluh dan jari-jari dengan
halaman yang jelas serta sama dalam ukuran dan bentuk (30), diameter lumen
pembuluh 106.45 (100.80-111.85) µm (44), frekuensi sel pembuluh 6-14 per mm2
(47), panjang pembuluh 383.85 (362.48-422.46) µm (53), dan berisi tilosis (56).
Parenkim aksial: paratrakea sangat jarang (78) dan vasisentris (79), dengan ratarata 5-8 sel per untai (93). Jari-jari: satu ukuran, 1-3 seri (97), frekuensi 12 atau
lebih per mm (106), dengan komposisi terdiri atas sel baring dan sel tegak (109).
Dalam jari-jari ditemukan adanya endapan berdamar. Serat: bernoktah sederhana
sampai berhalaman sangat kecil (61), dijumpai pula serat bersekat (65) dan serat
tidak bersekat (66), tebal dinding serat tipis hingga tebal (69), panjang serat
1042.84 (1025.95-1060.25) µm (72). Saluran interseluler: tidak ditemukan.
Inklusi mineral: kristal prismatik dan kristal butiran pasir ditemukan dalam sel
baring (138 dan 153).

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Penampang lintang (a), radial (b), dan tangensial (c) kayu balik angin
(A. excelsa, 45x)

Dimensi Serat dan Nilai Turunan Dimensi Serat
Dimensi serat
Rata-rata panjang serat kayu balik angin dari pohon yang berdiameter kecil,
sedang, dan besar masing-masingnya 1060.25 µm, 1040.32 µm, dan 1025.95 µm.
Analisis keragamannya menunjukkan bahwa diameter batang tidak berpengaruh
terhadap panjang serat pada tingkat nyata 95%. Panjang serat lebih dipengaruhi
oleh riap tumbuh: semakin ke arah kulit, serat cenderung bertambah panjang.
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa serat terpendek terdapat pada riap
tumbuh pertama (RT-1), sedangkan serat terpanjang terdapat pada RT-5 dan RT6 (Gambar 3). Dengan demikian ada kemungkinan periode peralihan dari kayu
juvenil ke kayu dewasa sudah dimulai sejak RT-5. Untuk kepastiannya
dibutuhkan penelitian tersendiri.

6

Gambar 3 Variasi panjang serat dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter
Tabel 1 memuat hasil pengukuran dimensi serat kayu balik angin yang
diteliti. Dengan ukuran panjang serat rata-rata sebesar 1042.84 µm, maka secara
keseluruhan kayu ini masuk kayu berserat sedang (kualitas II) untuk bahan baku
pulp dan kertas sebagaimana Rachman dan Siagian (1976). Panjang serat kayu
balik angin yang diteliti bahkan lebih panjang dari serat Acacia mangium (Sahri et
al. 1993). Dengan ukuran diameter serat rata-rata sebesar 23.23 µm, maka kayu
balik angin masuk kategori kayu dengan serat berdiameter sedang sebagaimana
Casey (1980) dalam Supartini dan Dewi (2010). Rata-rata tebal dinding serat yang
diperoleh sebesar 4.45 µm dan berdasarkan IAWA (2008) tergolong ke dalam
serat berdinding tipis hingga tebal. Diameter lumen kayu balik angin yang diteliti
berkisar antara 13.40-15.42 µm.
Tabel 1 Dimensi serat kayu balik angin (Aphitonia excelsa) pada ketiga ukuran
diameter
Parameter
Panjang serat (µm)
Diameter serat (µm)
Diameter lumen (µm)
Tebal dinding (µm)

Ø Kecil
1060.25
23.48
15.42
4.03

Ø Sedang
1040.32
23.18
14.19
4.50

Ø Besar
1025.95
23.04
13.40
4.82

Nilai turunan dimensi serat
Tabel 2 memuat nilai turunan dimensi serat kayu balik angin. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa bilangan Runkel (Runkel ratio), bilangan Muhlstep
(Muhlstep ratio), daya tenun (felting power), rasio fleksibilitas (flexibility ratio),
dan koefisien kekakuan (coefficient of rigidity) bervariasi. Bilangan Runkel, daya
tenun, fleksibilitas dan kekakuan tidak dipengaruhi oleh ukuran diameter batang,
tetapi bilangan Muhlstep dipengaruhi: semakin kecil diameter, semakin rendah
pula bilangan Muhlstepnya.

7

Dari Tabel 2 juga diketahui bahwa bilangan Runkel, daya tenun, dan
kekakuan serat tergolong jelek (masuk kualitas III), sedangkan fleksibilitasnya
baik (kualitas II). Bilangan Muhlstep serat kayu dari pohon yang berdiameter
kecil lebih tinggi dibandingkan bilangan Muhlstep serat kayu dari pohon yang
berdiameter sedang dan besar. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa
kualitas serat kayu balik angin berkisar II-III. Namun demikian dengan bilangan
Runkel yang > 0.25, maka kayu balik angin kurang cocok sebagai bahan baku
pulp dan kertas.
Tabel 2 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing disk
Parameter
Panjang serat (µm)
Runkel ratio
Felting power
Muhlstep ratio
Flexibility ratio
Coefficient of
rigidity
Total
Kelas

Ø Kecil

Ø Sedang

Ø Besar

Nilai
1060.25
0.63
45.68
56.32
0.66

Skor
50
25
25
50
50

Nilai
1040.32
0.68
45.58
61.80
0.61

Skor
50
25
25
25
50

Nilai
1025.95
0.82
46.23
66.97
0.57

Skor
50
25
25
25
50

0.20

25

0.19

25

0.22

25

225

-

200

-

II

III

200
III

Sifat Fisis
Kadar air (KA)
Rata-rata nilai KA kayu balik angin yang diteliti berkisar antara 12.7713.28%. Nilai tersebut masuk dalam kisaran nilai KA kondisi kering udara untuk
iklim di Indonesia (Hidayati dan Siagian 2012).

Gambar 4 Variasi nilai KA kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter

8

Analisis keragaman menunjukkan bahwa diameter batang mempengaruhi
nilai KA kayu pada tingkat nyata 95%, sedangkan riap tumbuhnya tidak (Gambar
4). KA kayu dari pohon yang berdiameter sedang (12.77%) berbeda dibandingkan
dengan KA kayu dari pohon yang berdiameter kecil (13.28%) maupun besar
(13.05%). KA kayu pohon yang berdiameter kecil setara dengan KA kayu dari
pohon yang berdiameter besar. Perbedaan ini terkait dengan kondisi sel penyusun
pada masing-masing contoh uji.
Kerapatan
Hasil pengukuran nilai kerapatan kayu memperlihatkan bahwa rata-rata
kerapatan kayu pada diameter kecil sebesar 0.46 g/cm3, sedangkan pada diameter
sedang dan besar masing-masingnya 0.48 g/cm3 dan 0.54 g/cm3. Kerapatan kayu
meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran diameter batang (Gambar 5).
Akan tetapi berdasarkan analisis keragaman pada tingkat nyata 95%, nilai
kerapatan kayu tidak dipengaruhi oleh ukuran diameter batang. Sebaliknya riap
tumbuh berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan kayu. Hal ini sesuai dengan
Bowyer et al. (2007) yang menyatakan bahwa riap tumbuh berpengaruh terhadap
nilai kerapatan kayu. Semakin jauh dari empulur, maka kerapatan kayu cenderung
meningkat. Dengan nilai kerapatan kayu yang cenderung terus meningkat dari
empulur ke arah kulit, dapat dipastikan bahwa kayu balik angin yang diteliti masih
merupakan kayu juvenil.

Gambar 5 Variasi nilai kerapatan kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga
ukuran diameter
Berat jenis (BJ)
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai BJ kayu balik angin yang
diteliti bervariasi. BJ kayu pada pohon yang berdiameter kecil, sedang dan besar
masing-masing sebesar 0.40, 0.43 dan 0.47. Menurut Martawijaya et al. (1981),
dengan nilai BJ kayu yang demikian maka kayu balik angin termasuk dalam Kelas
Kuat III.

9

Analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
diameter batang tidak mempengaruhi nilai BJ kayu, tetapi BJ kayu dipengaruhi
oleh riap tumbuhnya. Meski berfluktuasi, BJ kayu cenderung meningkat dari
empulur (RT-1) hingga ke kulit (RT-6) (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan Bowyer
et al. (2007) dimana pada awal pertumbuhan (periode juvenile wood) BJ kayu
cenderung lebih rendah dibandingkan pada periode-periode berikutnya.

Gambar 6 Variasi nilai BJ kayu dari empulur hingga ke kulit pada ketiga ukuran
diameter

Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA)
MFA merupakan orientasi mikrofibril selulosa pada dinding sekunder
khususnya pada lapisan S2 terhadap orientasi longitudinal sel serabut (Walker dan
Butterfield 1995, Donaldson 2008, Tabet dan Aziz 2010). Mikrofibril tak lain
adalah benang-benang selulosa yang tersusun rapi dengan ikatan β (1-4)-Dglucopyranose (Hori et al. 2003). Jordan et al. (2006) menyatakan bahwa MFA
dapat bervariasi menurut jenis, dalam pohon pada jenis yang sama tetapi berbeda
tempat tumbuh, serta antar bagian pohon. MFA juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (Donaldson 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MFA kayu balik angin yang
diteliti bervariasi. Pada kayu yang berasal dari pohon yang berdiameter kecil ratarata MFAnya sebesar 17.5˚, sedangkan pada kayu yang berdiameter sedang dan
besar masing-masing 16.5˚ dan 17.3˚. Nilai yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan dengan MFA hardwood. Menurut Donaldson (2008), MFA
hardwood pada umumnya sekitar 20˚. Analisis keragaman pada selang
kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa diameter batang dan riap tumbuh tidak
mempengaruhi nilai MFA, meski pada riap tumbuh kedua dari pohon berdiameter
kecil nilai MFA sedikit lebih tinggi.

10

Gambar 7 Variasi radial MFA kayu balik angin dari empulur hingga ke kulit pada
ketiga ukuran diameter
Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa variasi radial MFA pada kayu balik
angin yang diteliti tidak mengikuti pola umum yang ada.Variasi radial MFA hasil
penelitian ini relatif kecil (0.60 meskipun termasuk Kelas Mutu
II-III.
Berdasarkan nilai BJ kayu, maka kayu balik angin termasuk dalam Kelas
Kuat III (Martawijaya et al. 1981). Dengan demikian, maka kayu ini dapat
digunakan sebagai bahan baku kayu pertukangan untuk tujuan non-struktural,
kayu lapis dan papan komposit lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Ciri makroskopis kayu balik angin antara lain: warna kayu teras light gray dan
tidak berbeda dari warna bagian kayu gubalnya, bercorak dekoratif (“V” type),
tekstur sedang, arah serat lurus, permukaan kayu mengkilap, kekerasan sedang,
kesan raba halus, dan tidak memiliki bau yang khas.
2. Ciri mikroskopis kayu balik angin adalah 1, 4, 7, 9, 10, 13, 22, 30, 44, 47, 53,
56, 61, 65, 66, 69, 78, 79, 93, 97, 106, 109, 138, 153 dan terdapat endapan
berdamar dalam sel jari-jari kayu.
3. Rata-rata panjang serat 1042.84 µm dan kualitas serat tergolong kelas II-III.
4. Rata-rata nilai kerapatan dan BJ kayu serta MFA masing-masing sebesar 0.49
g/cm3, 0.43 dan 17.1˚. Kayu tergolong Kelas Kuat III.
5. Berdasarkan struktur anatomi dan sifat fisis kayu yang diteliti, maka kayu
balik angin berpotensi digunakan sebagai bahan baku produk mebel, furniture,
fancy veneer, barang kerajinan dan atau produk lain yang mementingkan
aspek penampilan, kayu pertukangan untuk tujuan non-struktural, kayu lapis
dan papan komposit lainnya. Kayu kurang cocok untuk tujuan sebagai bahan
baku pulp dan kertas bermutu tinggi.
6. Secara umum, sifat yang diteliti lebih dipengaruhi oleh riap tumbuh dan tidak
dipengaruhi oleh diameter batang.
Saran
Untuk melengkapi tujuan penggunaan kayu balik angin perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terkait dengan sifat mekanis, sifat kimia dan sifat
pengolahannya terutama keawetan alami, keterawetan dan pengeringan kayu.
Selain itu, perlu diteliti pengaruh umur terhadap sifat dasar dan sifat pengolahan
kayu.

12

DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science
An Introduction Fifth Edition. Ames IOWA (USA): Blackwell Publishing.
Donaldson L. 2008. Microfibril angle: Measurement, variation, and relationship-A
Review. IAWA Journal. 29(4): 345-386.
Doran JC dan Turnbull JW. 1997. Australian Trees and Shrubs: Species for land
rehabilitation and farm planting in the tropics. Canberra (AU): Australian
Center for International Agricultural Research (ACIAR).
Hein PRG, Bouvet JM, Mandrou E, Vigneron P, Clair B, Chaix G. 2012. Age
trens of microfibril angle inheritance and their genetic and environmental
correlation with growth, density and chemical properties in Eucalyptus
urophylla S.T. Blake Wood.Annals of Forest Science. 68(4): 1-15.
Hidayati F dan Siagian PB. 2012. Struktur dan sifat kayu trembesi (Samanea
sama Merr.) dari hutan rakyat di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional
Mapeki XIII: 228-232.
Hori R, Suzuki H, Kamiyama T. 2003. Variation of microfibril angles and
chemical composition implication for functional properties. Journal of
Material Science Letters. 22: 963-966.
IAWA. 2008. Identifikasi Kayu: Ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun
lebar. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Ishiguri F, Hiraiwa T, Iizuka K, Yokota S, Priadi D, Sumiasri N, dan Yoshizawa
N. 2012. Radial variation in microfibril angle and compression properties of
Paraserianthes falcataria planted in Indonesia. IAWA Journal. 33(1): 15-23.
Jordan L, Hall DB, Clark A, Daniels RF. 2006.Variation in loblolly pine crosssectional microfibril angle with tree height and physiographic region. Wood
and Fiber Science. 38(3): 390-398.
Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta (ID):
Kementerian Kehutanan
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Departemen Kehutanan.
Rachman AN dan Siagian RM. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian
III.Laporan LPHH No. 75. Bogor (ID): Pusat LitBang Hasil Hutan.
Sahri HM, Ibrahim FH, Shukor NA. 1993. Anatomy of Acacia mangium grown in
Malaysia. IAWA Journal. 14: 245-251
Slik F. 2009. Alphitonia excelsa (Fenzl) Reiss.ex Endl. [Internet]. [diunduh 2013
Jun
3].
Tersedia
pada
http://www.asianplant.net/Rhannaceae/
Alphitonia_excelsa.htm.
Supartini dan Dewi LM. 2010. Struktur anatomi dan kualitas serat kayu
Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. (Dipterocarpace).Prosiding
Seminar Nasional MAPEKI XIII: 262-269.
Tabet TA dan Aziz FHA. 2010. Influence of microfibril angle on thermal and
dynamic-mechanical properties of Acacaia mangium wood using X-Ray
difraction and dynamics-mechanical test. Proceeding of the world Congress
on Engineering 2010 Vol II WCW. London.

13

Walker JCF dan Butterfield BG. 1995. The importance of microfibril angle for
processing industries.N.Z. Forestry: 34-40.
Zhang T, Bai SL, Bardet S, Almeras T, Thibaut B, Beauchene J. 2011. Radial
variation of vibrational properties of three tropical woods. Journal of Wood
Science57: 377-386.

14

Lampiran 1 Panjang serat (µm) kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran
diameter
Riap Tumbuh
RT-1
RT-2
RT-3
RT-4
RT-5
RT-6
Rata-rata
Standar Deviasi

Kecil
789.10
955.24
1042.38
1146.67
1208.57
1219.52
1060.25
152.59

Diameter Batang
Sedang
860.95
951.90
1000.48
1122.86
1136.67
1169.05
1040.32
111.24

Besar
829.05
920.48
1036.67
1092.38
1157.62
1119.52
1025.95
115.84

Lampiran 2 Kerapatan (g/cm3) kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran
diameter
Riap Tumbuh
RT-1
RT-2
RT-3
RT-4
RT-5
RT-6
Rata-rata
Standar Deviasi

Kecil
0.38
0.42
0.39
0.48
0.53
0.54
0.46
0.07

Diameter Batang
Sedang
0.42
0.46
0.43
0.48
0.50
0.60
0.48
0.06

Besar
0.47
0.52
0.49
0.57
0.58
0.59
0.54
0.05

Lampiran 3 Berat jenis kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran diameter
Riap Tumbuh
RT-1
RT-2
RT-3
RT-4
RT-5
RT-6
Rata-rata
Standar Deviasi

Kecil
0.34
0.37
0.34
0.42
0.47
0.48
0.40
0.06

Diameter Batang
Sedang
0.38
0.41
0.38
0.42
0.44
0.53
0.43
0.06

Besar
0.41
0.46
0.43
0.50
0.52
0.52
0.47
0.05

15

Lampiran 4 Kadar air (%) kayu balik angin (A. excelsa) pada ketiga ukuran
diameter
Riap Tumbuh
RT-1
RT-2
RT-3
RT-4
RT-5
RT-6
Rata-rata
Standar Deviasi

Kecil
13.36
13.41
12.96
13.36
13.32
13.24
13.28
0.16

Diameter Batang
Sedang
12.27
12.89
12.79
12.83
12.84
13.00
12.77
0.25

Besar
13.00
13.05
12.97
12.83
13.51
12.95
13.05
0.24

Lampiran 5 Sudut mikrofibril/MFA (derajat) kayu balik angin (A. excelsa) pada
ketiga ukuran diameter
Riap Tumbuh
RT-1
RT-2
RT-3
RT-4
RT-5
RT-6
Rata-rata
Standar Deviasi

Kecil
17.3
22.3
15.6
16.3
14.8
18.5
17.5
2.7

Diameter Batang
Sedang
17.0
17.3
15.9
17.1
15.6
16.0
16.5
0.7

Besar
16.8
17.0
16.7
18.4
17.3
17.6
17,3
0.6

Lampiran 6 Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap panjang serat
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
15
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
3,903.444
290,448.167
294,351.611

Kuadrat
Tengah
1,951.722
19,363.211

F
Signifikansi
Hitung
0.101

0.905

16

Lampiran 7 Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap panjang serat
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
5
12
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
281,298.278
13,053.333
294,351.611

Kuadrat
Tengah
56,259.656
1,087.778

F
Signifikansi
Hitung
51.721

< 0.0001

Lampiran 8 Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap kadar air
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
15
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.768
0.740
1.509

Kuadrat
Tengah
0.384
0.049

F
Signifikansi
Hitung
7.837

0.004

Lampiran 9 Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap kadar air
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
5
12
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.256
1.253
1.508

Kuadrat
Tengah
0.051
0.104

F
Signifikansi
Hitung
0.491

0.778

Lampiran 10 Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap kerapatan
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
15
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.021
0.058
0.079

Kuadrat
Tengah

F
Hitung

Signifikansi

0.011
0.004

2.570

0.109

17

Lampiran 11 Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap kerapatan
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
5
12
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.054
0.025
0.079

Kuadrat
Tengah

F
Hitung

Signifikansi

0.011
0.002

5.095

0.009

Lampiran 12 Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap berat jenis
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
15
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.015
0.046
0.062

Kuadrat
Tengah
0.008
0.003

F
Signifikansi
Hitung
2.667

0.119

Lampiran 13 Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap berat jenis
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
5
12
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
0.042
0.019
0.062

Kuadrat
Tengah
0.008
0.002

F
Signifikansi
Hitung
4.000

0.009

Lampiran 14 Analisis keragaman pengaruh diameter batang terhadap sudut
mikrofibril
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
15
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
3.323
41.082
44.405

Kuadrat
Tengah
1.662
2.739

F
Signifikansi
Hitung
0.607

0.558

18

Lampiran 15 Analisis keragaman pengaruh riap tumbuh terhadap sudut
mikrofibril
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
5
12
17

Jumlah
Kuadrat Nilai
Tengah
17.192
27.213
44.405

Kuadrat
Tengah
3.438
2.268

F
Signifikansi
Hitung
1.509

0.256

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 30 Desember 1991 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Riswan dan Tuti Warningsih. Pada tahun
2009 penulis lulus dari SMAN 5 PURWOKERTO dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur undangan resmi (USMI). Penulis memilih
Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada Bagian Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada berbagai organisasi
kemahasiswaan, antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa HIMASILTAN (Himpunan
Profesi Mahasiswa Hasil Hutan) sebagai anggota Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu pada tahun 2010-2011, IFSA LC-IPB sebagai anggota Human Research and
Development, dan PC Silva IPB (2010-2011). Penulis juga aktif pada kepanitiaan
kegiatan di kampus IPB antara lain Southeast Asia Forest Youth Meeting 2011
dan Tri-U 2013 (International Joint Seminar and Symposium). Penulis
memperoleh kesempatan mengikuti program International Joint Field Study in
Utsunomiya University Japan 2012.
Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, antara lain
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2011 di jalur SancangPapandayan, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2012
di Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. pada tahun 2013 di Toba Samosir,
Sumatera Utara.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Balik Angin
(Alphitonia excelsa): A Lesser Known Species from Kalimantan” yang dibimbing
oleh Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.