Adaptasi tanaman legume pakan terhadap cekaman kekeringan dan inokulasi mikoriza

ADAPTASI TANAMAN LEGUM PAKAN TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN DAN INOKULASI MIKORIZA

SIMEL SOWMEN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Adaptasi tanaman
legum pakan terhadap cekaman kekeringan dan inokulasi mikoriza” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013
Simel Sowmen
NRP. D162080041

SUMMARY
SIMEL SOWMEN. Forage Legumes Crops Adaptation to Drought Stress and
Mycorrhizal Inoculation. Under direction of LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI
MANU HARA KARTI, and DIDY SOPANDIE.

One of the major problems to ruminant production sustainable is forage
availability. The problem is more influenced by the seasons, especially the dry
season. Lack of soil water causes plants experiencing drought stress. To cope with
drought stress, plants respond with physiological and biochemical changes. It’s
causes plants undergo morphological and physiological disorders, and it will
hampered their growth and productivity. Utilization of mycorrhizae may assist
plants to overcome drought stress.
The study was conducted to recognize adaptation mechanisms of legume
inoculated with mycorrhiza on drought stress, investigate effect of mycorrhizal

inoculation to leguminous adaptability to overcome drought stress, and to obtain
forage legume species that adaptive and productive in drought condition. Ten
tropical forage legumes species consisting of Leucaena leucocephala, Indigofera
zollingeriana, Desmodium sp, Calopogonium mucunoides, Macroptilium bracteatum, Centrocema
pascuorum, Pueraria javanica, Clitoria ternatea, Centrocema pubescen, and Stylosanthes
seabrana) were tested in different drought condition (optimum watering, drought stress) as factor.
The other factor was innoculation of mychorizal fungi (no mycorrhiza, with mycorrhiza), which
expected to interact with the plants in reducing drought stress.
Soil water content (swc), leaf water potential (lwp), leaf relative water
content (lrwc), leaf proline, leaf water soluble carbohydrate (lwsc), and plant
dry weight were observed. Drought stress decreased swc, lwp, lrwc and total dry
weight. Drought stress also increased leaf proline and lwsc content, but lwsc was
declined in Centrocema pascuorum. Mycorrhizal fungi inoculation effect was
varied among legume species. Inoculation of mychorrizal fungi was increased leaf
proline and lwsc content of all legume species. However, it was tended to decline
proline content in tree legumes. Indigofera zollingeriana, Centrocema pascuorum
and Clitoria ternatea were productive species that recommended for forage
development in dry area.
Key words: Indigofera zollingeriana, legume, mycorrhiza, proline, water soluble
carbohydrate.


RINGKASAN
SIMEL SOWMEN. Adaptasi Tanaman Legum Pakan terhadap Cekaman
Kekeringan dan Inokulasi Mikoriza. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH,
PANCA DEWI MANU HARA KARTI, dan DIDY SOPANDIE.
Salah satu permasalahan utama dalam usaha produksi ternak ruminansia
adalah ketersediaan hijauan pakan. Ketersediaan hijauan pakan yang fluktuatif
merupakan salah satu permasalahan besar dalam suatu usaha peternakan
ruminansia. Permasalahan tersebut lebih dipengaruhi oleh musim, terutama
musim kemarau. Produktifitas dari tanaman pakan sangat tergantung pada
ketersediaan air tanah. Kondisi air tanah yang defisit dapat mengganggu proses
morfologi dan fisiologis tanaman sehingga berakibat pada terhambatnya
pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan akibat cekaman kekeringan tersebut
adalah dengan pemanfaatan mikoriza.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui mekanisme adaptasi tanaman legum
pakan yang diinokulasi dengan mikoriza saat cekaman kekeringan, mengetahui
pengaruh inokulasi mikoriza pada adaptasi tanaman legum pakan terhadap
cekaman kekeringan, dan untuk mendapatkan jenis tanaman legum pakan yang
adaptif dan produktif saat cekaman kekeringan. Sepuluh jenis tanaman legum

pakan terdiri dari: Leucaena leucocephala, Indigofera zollingeriana, Desmodium
sp, Calopogonium mucunoides, Macroptilium bracteatum, Pueraria javanica,
Clitoria ternatea, Centrocema pascuorum, Centrocema pubescen dan
Stylosanthes seabrana diuji ketahanan kekeringannya dengan kondisi penyiraman
yang berbeda (penyiraman optimal, cekaman kekeringan) sebagai salah satu
faktor. Faktor lainnya adalah inokulasi dengan mikoriza (tanpa mikoriza, dengan
mikoriza), dengan harapan dapat membantu tanaman mengurangi pengaruh
cekaman kekeringan. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah: 1)
kadar air tanah (kat), 2) potensial air daun (pad), 3) kadar air relatif daun (kar), 4)
kadar prolin daun, 5) karbohidrat terlarut air pada daun, 6) bobot kering per
bagian tanaman, dan 7) bobot kering tanaman total.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan menurunkan
kadar air tanah, potensial air daun, kadar air relatif daun dan bobot kering total,
meningkatkan prolin dan kandungan karbohidrat terlarut (wsc) daun, tetapi wsc
daun pada C. pascuorum mengalami penurunan. Pengaruh fungi mikoriza
bervariasi pada masing-masing tanaman legum pakan. Inokulasi mikoriza
meningkatkan kandungan prolin dan wsc daun pada semua jenis tanaman yang
diuji. Namun terlihat adanya kecenderungan penurunan prolin daun akibat adanya
inokulasi mikoriza pada tanaman legum pohon.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, dapat ditentukan

bahwa jenis tanaman legum pakan yang cukup produktif untuk dijadikan sebagai
pakan ternak pada daerah dengan musim kemarau panjang adalah: I.
zollingeriana, C. ternatea dan C. pascuorum
Kata kunci: Indigofera zollingeriana, karbohidrat terlarut, legum, mikoriza,
prolin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ADAPTASI TANAMAN LEGUM PAKAN TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN DAN INOKULASI MIKORIZA

SIMEL SOWMEN


Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Suryahadi, DEA
Dr Nurhayati D. Purwantari

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Maradoli Hutasuhut, MSc, MEc
Prof Dr Ir Soedarmadi H, MSc

Judul Disertasi


:

Nama
NRP

:
:

Adaptasi Tanaman Legum Pakan terhadap Cekaman
Kekeringan dan Inokulasi Mikoriza
Simel Sowmen
D162080041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr
Ketua

Dr Ir Panca Dewi MH Karti, MSi

Anggota

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS,MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 April 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah kekeringan, dengan
judul Adaptasi Tanaman Legum Pakan terhadap Cekaman Kekeringan dan
Inokulasi Mikoriza.
Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan pada Jurnal Media Peternakan,
Institut Pertanian Bogor Volume 35 No. 2, Agustus 2012 dengan judul
Physiological adaptation and biomass production of Macroptilium bracteatum
inoculated with AMF in drought condition. Bagian lain dengan judul Adaptation
of early growing phase leguminous feed to drought and AMF inoculation akan
diajukan ke Media Peternakan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah,
MScAgr, Ibu Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, MSi dan Bapak Prof. Dr. Ir.
Didy Sopandie, M.Agr selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
sumbangan saran, waktu dan fikiran dengan kesabaran dan keikhlasan dalam
proses pembimbingan saat penulis mengikuti pendidikan S3, Ucapan terima kasih
kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Rektor Universitas
Andalas, Rektor Institut Pertanian Bogor dan pengelola Beasiswa Program
Pascasarjana Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan

kesempatan belajar, bantuan biaya pendidikan dan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan
Sekolah
Pascasarjana Institut pertanian Bogor, Dekan Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan Ketua
Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan (INP) Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas
bantuannya dalam kelancaran penyelesaian studi. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Nuril beserta staf di Laboratorium Fisiologi Stres, Puslit
Biologi, LIPI, Cibinong atas bantuannya selama analisa di Laboratorium; teknisi
Lab. Agrostologi, Fapet IPB dan Green House Cikabayan, University Farm, IPB
atas bantuannya selama penelitian di lapangan; Mba’ Dian yang telah membantu
penulis analisa di Lab; Kak Ade’, Mas Iwan, Bu Widya, Pak Iwan, Kak Irma, Ni
Dwi, Ni Nu, Ni Echi, Kak Yati, Bang Icad dan Mas Supri yang banyak
memberikan motivasi, masukan dan bantuan selama penulisan disertasi dan
penyelesaian studi, serta Ilham dan Risty yang ikut membantu selama penelitian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan adik-adik
atas doa, dukungan dan motivasinya. Penghargaan penulis sampaikan kepada
suamiku Rusdimansyah serta putri-putriku tersayang Raihannah dan Hanifatul
Humaira atas motivasi, pengertian, kesabaran dan kasih sayangnya selama
penulis dalam pendidikan dan penelitian.

Semoga Disertasi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam bidang peternakan dan pertanian.
Bogor, 2013
Simel Sowmen

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

xi
xii
xiii
1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Legum Pakan Tropis
Leucaena leucocephala
Indigofera zollingeriana
Desmodium sp
Calopogonium mucunoides
Macroptilium bracteatum
Clitoria ternatea
Centrocema pascuorum
Pueraria javanica
Centrocema pubescens
Stylosanthes seabrana
Peranan Air bagi Tanaman
Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Prolin dan Cekaman Kekeringan
Mikoriza

4
4
4
5
5
6
6
6
7
7
7
8
8
9
12
13

3 METODE
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Peubah yang Diukur

15
15
15
16
16
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Adaptasi Tanaman Legum Pohon Fase Pertumbuhan Awal
terhadap Cekaman Kekeringan dan Inokulasi Mikoriza
Kadar air tanah (KAT)
Potensial air daun (PAD)

20
20
20
21

DAFTAR ISI (lanjutan)

Kadar air relatif (KAR) daun
Kadar prolin daun
Karbohidrat terlarut (WSC) daun
Bobot kering tanaman (BK)
Adaptasi Tanaman Legum Herba terhadap Cekaman Kekeringan
dan Inokulasi Mikoriza
Kadar air tanah (KAT)
Potensial air daun (PAD)
Kadar air relatif (KAR) daun
Prolin daun
Karbohidrat terlarut (WSC) daun
Bobot kering tanaman (BK)

23
25
28
29
31
31
32
36
36
41
44

5 PEMBAHASAN UMUM

48

6 SIMPULAN DAN SARAN

55

7 DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

65

DAFTAR TABEL
3.1 Tempat pengambilan bibit tanaman legum pakan yang digunakan
pada penelitian
4.1 Rataan kadar air tanah (%) pada tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada
dua perlakuan penyiraman
4.2 Rataan potensial air daun (MPa) pada tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada
dua perlakuan penyiraman
4.3 Rataan kadar air relatif (%) daun pada tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada
dua perlakuan penyiraman
4.4 Rataan prolin daun (µmol/g bb) pada tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada
dua perlakuan penyiraman
4.5 Rataan karbohidrat terlarut (WSC) daun pada tanaman legum pohon
fase pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza
pada dua perlakuan penyiraman
4.6 Rataan bobot kering total (g/pot) pada tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada
dua perlakuan penyiraman
4.7 Rataan bobot kering (akar, batang, daun) pada tanaman legum pohon
fase pertumbuhan awal yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza
pada dua perlakuan penyiraman
4.8 Rataan kadar air tanah (%) pada tanaman legum herba yang diinokulasi
dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan penyiraman
4.9 Rataan potensial air daun (MPa) pada tanaman legum herba yang
diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
4.10Rataan kadar air relatif (%) daun pada tanaman legum herba yang
diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
4.11Rataan prolin daun (µmol/g bb) pada tanaman legum herba yang
diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
4.12Rataan karbohidrat terlarut (WSC) daun pada tanaman legum herba
yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
4.13Rataan bobot kering total (g/pot) pada tanaman legum herba yang
diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
4.14Rataan bobot kering (akar, batang, daun) pada tanaman legum herba
yang diinokulasi dan tanpa inokulasi mikoriza pada dua perlakuan
penyiraman
5.1 Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman legum pakan

15

20

21

24

25

29

30

30
34

35

39

42

43

44

47
49

5.2 Penurunan bobot kering total pada tanaman legum pakan yang
mengalami cekaman kekeringan
5.3 Respon relatif mikoriza terhadap bobot kering tanaman legum pakan
akibat cekaman kekeringan (%)
5.4 Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap tanaman legum pakan

50
51
53

DAFTAR GAMBAR
2.1 Tanaman Leucaena leucocephala, Indigofera zollingeriana,
Desmodium sp yang termasuk tanaman legum pohon yang digunakan
dalam penelitian
2.2 Tanaman
Calopogonium
mucunoides,
Macroptilium
bracteatum,Pueraria javanica, Clitoria ternatea, Stylosanthes eabrana,
Centrocema pascuorum, Centrocema pubescens yang termasuk
tanaman legum herba yang digunakan pada penelitian
2.3 Jalur biosintesis prolin pada tanaman ditandai dengan anak panah garis
tegas ( ▬► ), dan pada organisme rendah ditandai dengan garis putusputus (---►)(Kavi Kishor et al., 2005)
3.1 WP4, Dewpoint PotentioMeter, alat pengukur potensial air daun
4.1 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap potensial air daun
(MPa) pada hari akhir pengamatan tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal. –M= tanpa mikoriza, +M= mikoriza, □ = disiram
tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan (drought)
4.2 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap kadar air relatif
(kar) daun (%) pada hari akhir pengamatan tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal. –M= tanpa mikoriza, +M= mikoriza, □ = disiram
tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan (drought)
4.3 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap prolin daun
(µmol/g bb) pada hari akhir pengamatan tanaman legum pohon fase
pertumbuhan awal. –M= tanpa mikoriza, +M= mikoriza, □ = disiram
tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan (drought)
4.4 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap karbohidrat terlarut
(wsc) daun (mg/g bk) pada hari akhir pengamatan tanaman legum
pohon fase pertumbuhan awal. –M= tanpa mikoriza, +M= mikoriza, □ =
disiram tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan (drought)
4.5 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap kadar air tanah (%)
Clitoria ternatea hari pengamatan ke-16 –M= tanpa mikoriza, +M=
mikoriza, □ = disiram tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan
(drought)
4.6 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap potensial air daun
(MPa) pada tanaman legum herba –M= tanpa mikoriza, +M= mikoriza,
□ = disiram tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan (drought)
4.7 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap kadar air relatif
daun (%) pada tanaman legum herba –M= tanpa mikoriza, +M=
mikoriza,□ = disiram tiap hari (watering), ■ = cekaman kekeringan
(drought)

5

8

12
17

23

25

27

28

31

36

37

4.8 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap prolin daun
(µmol/g bb) pada tanaman legum herba –M= tanpa mikoriza, +M=
mikoriza, □ = disiram
tiap hari (watering), ■ = cekaman
kekeringan (drought)
4.9 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap karbohidrat
terlarut (wsc) daun (mg/g bk) pada tanaman legum herba –M= tanpa
mikoriza,
+M= mikoriza, □ = disiram tiap hari (watering), ■ =
cekaman kekeringan (drought)
4.10 Interaksi faktor penyiraman dan mikoriza terhadap bobot kering
(g/pot) pada tanaman legum herba –M= tanpa mikoriza, +M=
mikoriza, □ = disiram
tiap hari (watering), ■ = cekaman
kekeringan (drought)

40

43

45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6.
7
8
9
10
11
12
13
14

Analisis ragam kadar air tanah pada tanaman legum pohon
Analisis ragam potensial air daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam kadar air relatif daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam prolin daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam karbohidrat terlarut (WSC) daun pada tanaman legum
pohon
Analisis ragam bobot kering total pada tanaman legum pohon
Analisis ragam bobot kering (akar, batang, dan daun) pada tanaman
legum
pohon
Analisis ragam kadar air tanah daun pada tanaman legum herba
Analisis ragam potensial air daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam kadar air relatif daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam prolin daun pada tanaman legum pohon
Analisis ragam karbohidrat terlarut (WSC) daun pada tanaman legum
pohon
Analisis ragam bobot kering total pada tanaman legum pohon
Analisis ragam bobot kering (akar, batang, dan daun) pada tanaman
legum pohon

65
65
65
65
66
66
66
67
67
68
68
69
69
70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produktivitas usaha peternakan ruminansia sangat tergantung pada
keberadaan hijauan pakan yang merupakan makanan utama bagi ternak tersebut.
Sumber hijauan yang umum dimanfaatkan sebagai tanaman pada umumnya
adalah berasal dari rumput-rumputan (graminae), legum dan sisa pertanian.
Legum umumnya kaya akan protein bila dibandingkan dengan rumput.
Penggunaan legum dalam pakan menjadi sangat penting karena merupakan
sumber protein murah. Bahan pakan sumber protein pada umumnya sulit
diperoleh dan sangat mahal. Oleh karena itu peternak banyak beralih
mengandalkan tanaman legum untuk memperbaiki kualitas pakan.
Keberhasilan budidaya tanaman legum pakan sepanjang tahun merupakan
faktor kunci ketersediaan hijauan pakan, yang berdampak langsung pada produksi
ternak. Ketersediaan hijauan sangat dipengaruhi oleh musim terutama musim
kemarau karena pada saat itu pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan
berkurang dan menyebabkan kelangkaan hijauan pakan. Hal ini dapat terjadi
karena pada saat kemarau kandungan air tanah tidak mencukupi untuk hidup
pokok (maintenance) dan pertumbuhan tanaman. Air tanah merupakan faktor
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air tanaman
berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya. Defisit air merupakan salah satu
faktor utama yang dapat menghambat produktifitas tanaman. Apabila jumlah air
yang tersedia di tanah tidak mencukupi kebutuhan tanaman maka tanaman akan
mengalami cekaman kekeringan yang ditunjukkan oleh gejala gangguan
morfologi dan fisiologis, sehingga pertumbuhan dan produktivitasnya akan
terhambat.
Salah satu respon tanaman terhadap defisit air tanah adalah pengurangan
pertumbuhan aerial (pengurangan produksi daun baru, mengurangi area kanopi
daun) dan peningkatan pertumbuhan akar. Kondisi ini menyebabkan akar secara
morfologi akan memperluas jangkauannya dalam tanah, namun daun akan
kehilangan banyak air akibat transpirasi yang sangat diperlukan untuk pertukaran
gas dalam fotosintesis (Scott, 2008). Tanaman melakukan pengaturan osmotik
dan ketika potensial osmotik sel turun, maka terjadi akumulasi solute kompatibel
seperti sukrosa, sorbitol, prolin atau glycin betain untuk membantu
mempertahankan turgor (Taiz dan Zeiger, 2002). Pengaturan osmotik merupakan
mekanisme fisiologis utama yang berhubungan dengan pemeliharaan turgor sel
dalam merespon cekaman kekeringan, dan pengaturan osmotik berhubungan juga
dengan akumulasi compatible solute seperti karbohidrat terlarut dan prolin (Da
Costa dan Huang, 2006).
Alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan pemanfaatan mikoriza. Asosiasi dengan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) menunjukkan indikasi adanya peningkatan ketahanan tanaman
terhadap cekaman kekeringan. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian seperti
yang telah direview oleh Auge (2001) dan Song (2005) yang menjelaskan tentang
pemanfaatan mikoriza dapat mempengaruhi keseimbangan air pada tanaman
sehingga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Cendawan

mikoriza arbuskula (CMA) merupakan kelompok endomikoriza yaitu suatu
cendawan tanah yang bersifat simbiotik obligat dengan akar tanaman,
mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, karena
dapat meningkatkan serapan hara dan air. Struktur yang terbentuk akibat
kerjasama yang saling menguntungkan antara hyfa dengan akar tanaman,
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke
dalam jaringan tanaman.
Penelitian tentang pemanfaatan mikoriza pada tanaman pakan yang
mengalami kekeringan telah dilakukan di antaranya pada rumput Setaria
splendida Stapf (Karti, 2004), Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala
(Fagbola et al., 2001), alfalfa (Goicoechea et al., 1996; Djebali et al., 2010), serta
Centrosema pubescen, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides
oleh Rahman (2006). Namun sampai sekarang masih sedikit informasi yang
terkait dengan efektifitas mikoriza dan mekanisme tanaman legum pakan tropis
dalam menghadapi cekaman kekeringan. Berdasarkan permasalahan tersebut
dilakukan penelitian untuk melihat efektifitas mikoriza terkait dengan respon
tanaman legum pakan terhadap kekeringan serta mendapatkan jenis tanaman
legum pakan yang adaptif dan cukup poduktif pada kondisi cekaman kekeringan.

Perumusan Masalah
Ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun merupakan jaminan penting
dalam meningkatkan produktivitas ternak. Sampai saat ini ketersediaan hijauan
pakan sangat dipengaruhi oleh musim terutama musim kemarau di mana pada
musim tersebut ketersediaan air tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan
tanaman tidak mendapatkan asupan air yang mencukupi sehingga mengalami
cekaman kekeringan.
Respon awal tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah
melakukan penutupan stomata sehingga pemasukan C02 terhambat dan aktifitas
fotosintesis terganggu, mengakibatkan terjadinya penurunan produksi fotosintesis
yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
sehingga hal ini berdampak langsung terhadap penurunan produksi (bobot kering
tanaman). Jaleel et al., (2008) menyatakan bahwa cekaman kekeringan
dikarakterisasi dengan penurunan kandungan air, turgor, potensial air total,
pelayuan, penutupan stomata dan pengurangan perluasan dan pertumbuhan sel.
Respon tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan mekanisme
penghindaran (avoidance mechanisms) seperti; mengurangi perkembangan daun,
penurunan kadar air relatif dan jumlah cabang dan juga bisa melalui mekanisme
toleran (tolerance mechanisms); peningkatan rasio akar:tajuk dan penurunan
ukuran sel mesofil (Li et al., 2010; Calvet et al., 2004; Meyer dan Boyer, 1981).
Banyak penelitian menghasilkan bahwa mikoriza dianggap dapat membantu
tanaman dalam mengatasi kekeringan melalui hypanya yang dapat membantu
efisiensi penyerapan air pada akar tanaman inangnya.
Beberapa jenis tanaman legum pakan yang umum digunakan sebagai
sumber hijauan pakan diambil dari 3 daerah di Indonesia yang memiliki pola
curah hujan berbeda (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur). Badan

Meteorologi dan Geofisika (BMG) membagi curah hujan di Indonesia menjadi 3
pola yaitu: 1) Pola Monsoon, dengan distribusi curah hujan 1 puncak musim hujan
dan 6 bulan masa peralihan (curah hujan sedang); 2) Pola Ekuator, dengan dua
puncak musim hujan (curah hujan tinggi); dan 3) Pola Lokal, dengan 1 puncak
musim hujan (curah hujan rendah) dan memiliki pola yang berlawanan dengan
pola monsoon.
Tanaman legum pakan ini belum diketahui bagaimana mekanisme
adaptasinya dalam menghadapi cekaman kekeringan dan berapa lama
ketahanannya terhadap cekaman kekeringan. Mikoriza dianggap dapat membantu
ketahanan tanaman terhadap stres tetapi belum diketahui apakah mikoriza selalu
efektif dalam membantu menghadapi cekaman kekeringan pada semua jenis
tanaman legum pakan.
Respon fisiologis dan bobot kering dari tanaman legum pakan serta
pengaruh pemberian mikoriza terhadap cekaman kekeringan, diharapkan dapat
dijadikan sebagai dasar pengambilan jenis tanaman legum pakan yang dapat
dikembangkan pada daerah dengan musim kemarau panjang.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menjelaskan mekanisme
adaptasi tanaman legum pakan terhadap cekaman kekeringan, (2) menjelaskan
pengaruh pemberian mikoriza terhadap daya adaptasi tanaman legum pakan pada
kondisi cekaman kekeringan, dan (3) memperoleh tanaman legum pohon dan
herba yang adaptif dan berproduksi tinggi pada kondisi cekaman kekeringan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) pengetahuan tentang mekanisme
adaptasi tanaman legum pakan terhadap cekaman kekeringan yang diperoleh dari
penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi manajemen produksi
tanaman legum pakan di lahan kering atau wilayah yang musim kemaraunya
panjang, (2) pengetahuan tentang pengaruh pemberian mikoriza terhadap tanaman
legum pakan pada kondisi cekaman kekeringan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam usaha perbaikan produksi tanaman legum pakan pada daerah
dengan musim kemarau panjang, dan (3) hasil penelitian diharapkan dapat
dijadikan sebagar dasar untuk pengembangan tanaman legum pakan pada daerah
dengan karakteristik agroekosistem lahan kering dengan periode curah hujan yang
pendek.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Legum Pakan Tropis
Kebutuhan pakan ternak ruminansia terbesar adalah berasal dari hijauan.
Hijauan pakan dimanfaatkan untuk hidup pokok dan produksi oleh ternak
ruminansia. Sumber hijauan yang umum dimanfaatkan sebagai tanaman pada
umumnya adalah berasal dari rumput-rumputan (graminae), legum dan sisa
pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan yang besar maka perlu
diperhatikan ketersediaannya agar tidak terjadi kekosongan sumber hijauan pakan.
Ketersediaan hijauan pakan di daerah tropis lebih dipengaruhi oleh musim. Pada
musim kemarau, kondisi air tanah menjadi defisit sehingga berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sekitar 75% konsumsi hijauan pakan di daerah tropis berasal dari rumput
sedangkan pemanfaatan legum tidak begitu menonjol karena pemeliharaan yang
cukup sulit pada pasture campuran (Martin, 1993). Legum merupakan jenis
tanaman yang mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai sumber pakan hijauan ternak herbivora (Purbajanti, 2013).
Legum mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibanding rumput, karena memiliki
serat kasar rendah, protein tinggi serta lebih disukai oleh ternak. Legum pada
umumnya memiliki daun yang lebih lebar dibandingkan dengan rumput dan
mempunyai kemampuan mengikat nitrogen dari udara karena bersimbiosis dengan
Rhizobium yang terdapat pada bintil akarnya sehingga legum memiliki kualitas
yang lebih tinggi dibanding rumput.
Martin (1993) menyatakan beberapa manfaat tanaman legum pada pastura
yaitu: legum mengandung protein tinggi dan dapat memperkaya pakan bila
dikombinasikan dengan rumput serta memiliki kemampuan untuk meningkatkan
nitrogen pada tanah. Beberapa jenis tanaman legum yang umum dimanfaatkan
sebagai sumber hijauan pakan ternak di Indonesia di antaranya adalah Leucaena
leucocephala, Centrocema pubescens, Stylosanthes, Clitoria ternatea,
Calopogonium, dan lain-lain. Legum tersebut merupakan sumber hijauan pakan
berprotein tinggi dan murah.
Leucaena leucocephala
Leucaena berasal dari Amerika, memiliki palatabilitas tinggi, produksi
tinggi, kaya protein dan toleran terhadap kekeringan (Jones, 1979, diacu dalam,
Masafu, 2006; Gutteridge dan Shelton, 1998). Leucaena leucocephala termasuk
dalam family Mimosacea, merupakan jenis tanaman pohon yang tumbuh bisa
mencapai tinggi 7 – 18 m. Bagian daun dari tanaman ini mempunyai nilai nutrisi
yang cukup tinggi bagi ternak ruminansia. Tanaman ini mengandung asam amino
mimosine yang bisa menyebabkan rontok bulu pada ternak (ECHO, 2006).
L. leucocephala berkualitas tinggi sebagai sumber pakan ruminan dan
sebagai kayu bakar oleh petani Asia Selatan, dan Afrika. Ditanam dengan sistem
pagar bersama rumput di Australia, Asia dan Afrika. Digunakan juga sebagai
tempat bernaung tanaman kopi dan coklat. Nilai gizi daun L. leucocephala cukup
tinggi untuk produksi ternak dengan kecernaan 55-70%, 3-4.5% N, 6% ether
extract, 6-10% abu, 0.8-1.9% Ca dan 0.23-0.27% P. Daunnya juga mengandung

2-6% tannin,
merupakan senyawa fenolik phenolic yang mengikat dan
melindungi protein pakan dari degradasi di dalam rumen. Produksi hijauan
bervariasi tergantung kesuburan tanah, curah hujan, ketinggian, densitas dan
frekuensi pemotongan 1-15 t/ha/tahun. Produksi daun maksimal didapatkan pada
saat pemotongan dengan interval 6-12 minggu selama periode pertumbuhan.
Sebagai pagar tanaman ekstensif pada daerah tropis dan subtropis, produksinya
berkisar 2-6 t/ha/tahun (Cook et al., 2005).
Indigofera zollingeriana
Indigofera sp merupakan salah satu legum pohon yang dapat menghasilkan
hijauan sepanjang tahun (Suharlina dan Abdullah, 2012). Indigofera sp dapat
beradaptasi pada kondisi tanah kering dan salin, dan merupakan sumber pakan
alternatif bagi ternak ruminansia (Ginting et al., 2010). Indigofera sp. memiliki
produktivitas yang tinggi dan kandungan nutrien yang cukup baik, terutama
kandungan proteinnya yang tinggi yakni 24,17% (Sirait et al., 2012).
Desmodium sp
Tanaman legum ini berasal dari Meksiko Barat dan Amerika, disebarluaskan
ke Asia Selatan. Desmodium merupakan jenis legum semak pohon dengan tinggi
1-3 m dan bisa hidup selama 2-3 tahun, memiliki daun tipis dengan panjang
sekitar 5-7 cm, bunga ungu, biji kecil dan keras. Desmodium biasa dimanfaatkan
sebagai kontur pagar dan alley cropping. Kelebihan dari Desmodium ini adalah
pertumbuhannya yang cepat, bisa sebagai pagar tanaman dan sumber pakan yang
berkualitas bagus. Sedangkan keterbatasan Desmodium adalah hidup sebentar (2-3
tahun), tidak toleran terhadap cekaman kekeringan dan cekaman dingin serta
penanaman harus dari biji (Cook et al., 2005).

Gambar 2.1 Tanaman Leucaena leucocephala,Indigofera zollingeriana, Desmodium sp yang termasuk tanaman legum pohon yang digunakan dalam
penelitian
Calopogonium mucunoides
Calopogonium mucunoides merupakan tanaman tropis yang berasal dari
Amerika Selatan, secara luas didistribusikan sebagai cover crop, tidak tahan
terhadap cekaman kekeringan, mudah menggugurkan daun tergantung dari
intensitas musim kering (FAO, 2011). Legum ini merupakan tanaman herba

tahunan dengan masa hidup yang pendek, memiliki daun trifoliolate, berbunga
biru atau ungu, menghasilkan 65.000-70.000 biji/kg. Merupakan sumber pupuk
hijau, penutup tanah, mengurangi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah.
Meskipun secara umum palatabilitasnya rendah, ternak memakan Calopo saat
musim kering di Asia tropis dan Afrika. Dapat beradaptasi pada daerah tropis
basah dengan curah hujan musiman 1.500 mm. Tidak terlalu tahan terhadap
kekeringan, sangat tahan terhadap genangan. Kelebihan tanaman ini adalah
perkecambahannya cepat, sebagai cover crop (Cook et al., 2005).
Macroptilium bracteatum
Tanaman ini biasa disebut Burgundy bean berasal dari Amerika Selatan,
terdapat di Argentina, Bolivia, Brazil, Paraguay, Peru dan Venezuela dengan
curah hujan bervariasi antara 400 sampai 1600 mm. Tanaman ini tumbuh pada
musim panas, tahan terhadap kekeringan, merupakan legum yang tidak
menyebabkan kembung dan dapat memproduksi sampai 10 ton bahan kering per
hektar. Dapat tumbuh sampai tinggi 80 cm, daunnya yang berbulu membuat
tanaman ini tahan terhadap kekeringan tetapi tidak mempengaruhi palatabilitas,
dapat tumbuh pada temperatur rendah dibandingkan dengan legum tropis dan
subtropis lainnya, sehingga mempunyai musim tumbuh yang lama (Di P, 2010).
Kelebihan Burgundy bean di antaranya adalah: dapat mengatasi kesuburan
tanah yang menurun, dapat berkecambah dan tumbuh pada kondisi dingin, tidak
menyebabkan kembung pada ternak. Merupakan tanaman pakan yang berkualitas
tinggi, daunnya mengandung 3.2% N, 0.23% P dan ADF 29.3%, (Whitbread dan
Lawrence, 2006). M. bracteatum digunakan sebagai tanaman pastura dengan masa
pendek pada tanah alkaline di daerah subtropis, tahan terhadap suhu dingin. M.
bracteatum dapat berproduksi sampai 5–8 t/ha/tahun bahan kering pada daerah
subtropis. Kelebihan dari tanaman ini adalah dapat berkecambah dan tumbuh
pada kondisi dingin, sangat disukai, beregenerasi dengan baik dari biji setiap
tahun (Cook et al., 2005).
Clitoria ternatea
Legum ini biasa disebut Butterfly pea, merupakan jenis legum yang
mempunyai banyak manfaat. Clitoria ternatea merupakan tanaman pakan yang
memiliki palatabilitas tinggi, mempunyai batang yang sangat kecil dengan daun
yang lebar, tidak menyebabkan kembung dan tidak mengandung toksik membuat
tanaman ini ideal sebagai hijauan. Tanaman ini tahan terhadap dingin dan
kekeringan. Kandungan protein kasar mencapai 10.5% - 25.5% (Gomez dan
Kalamani, 2003). Manfaat lain C. ternatea disamping sebagai tanaman pakan dan
penutup tanah, ternyata C. ternatea juga sangat baik sebagai tanaman obat.
Potensi tanaman C. ternatea sebagai tanaman obat didukung oleh kandungan
senyawa kimia seperti saponin, flavonoid, alkaloid, Ca-oksalat, dan sulfur
(Suarna, 2012).
C. ternatea dapat meningkatkan kesuburan tanah untuk meningkatkan hasil
dari tanaman sorgum, maize dan gandum. Dipakai juga sebagai spesies revegetasi
pada lahan bekas tambang batu bara. Tahan terhadap kekeringan dan dapat hidup
pada tempat dengan curah hujan hanya 400 mm per tahun dan musim kering 5-6
bulan. Nilai nutrisi cukup bagus, protein tinggi dan kecernaan bisa mencapai 80%,
N daun 3.0%, produksi mencapai 4.200 kg/ha bahan kering pada 4 bulan

pertumbuhan, sedangkan produksi saat musim kering adalah 2-6 t/ha/tahun bahan
kering (Cook et al., 2005).
Centrosema pascuorum
Tanaman pakan ini berasal dari Meksiko dan didistribusikan ke Brazil,
Ekuador, Venezuela. Centrosema pascuorum merupakan tanaman semusim, dan
dapat beradaptasi pada daerah tropis dengan musim kering sampai 8 bulan, cocok
pada daerah dengan curah hujan 700-1.500 mm per tahun. Tanaman individu
mati pada kondisi kekeringan, tetapi populasinya bertahan melalui mekanisme
drought escape dengan percepatan tumbuh dan pembungaan serta produksi biji
yang tinggi. Palatabilitas cukup bagus, kandungan protein kasar dan kecernaan
bervariasi tergantung umur tanaman dan musim, berturut-turut berkisar antara 627% dan 42-79%. Produksi bahan kering 4-9 t/ha/tahun (Cook et al., 2005).
Pueraria javanica
Legum ini biasa disebut Kudzu tropis dengan nama latin Pueraria javanica
(Roxb.) Benth, merupakan tanaman pakan yang secara tradisional sebagai pakan
sapi dan penutup tanah (Cordial et al., 2006). Pueraria javanica merupakan
legum tahunan yang memanjat, sedikit berkayu, berbulu, diameter batang utama 6
mm dan panjangnya bisa mencapai 10 m. Pucuk muda biasanya dilapisi oleh bulu
coklat. Cukup adaptif terhadap berbagai tipe tanah tetapi tidak bagus pada tanah
liat. Adaptasi bagus pada tanah masam (pH 3.5-5.5), tetapi membutuhkan media
tanah dengan kesuburan tinggi. Tidak tahan terhadap salinitas, cukup tahan
terhadap genangan air tapi dalam waktu pendek. Legum ini kurang tahan terhadap
kekeringan, dapat bertahan selama 4-5 bulan, tetapi akan mengalami kehilangan
daun cukup banyak. Tanaman ini memiliki kandungan protein kasar 12-24%,
kecernaan 60-70%. Kualitas nutrisi menurun saat musim kering. Di Villavicencio,
Kolombia, karakteristik kimia tanaman umur 6 bulan 50% KCBK, 22.6% PK,
0.30% P dan 0.65% Ca pada musim hujan; dibandingkan dengan 55.5% KCBK,
19.8% PK , 0.23% P dan 0.52% Ca pada musim kemarau (Cook et al, 2005).
Centrocema pubescens
Centrocema mempunyai banyak species diantaranya adalah C. unifoliatum,
C. sagittatum, C. pascuorum, C. virginianum, C. angustifolium, C. plumier, C.
schottii, C. macrocarpum, dan C. molle (Duno et al., 2008). Centro menyukai
daerah basah dengan curah hujan sampai 1.750 mm per tahun, tapi juga bisa
tumbuh pada daerah dengan curah hujan 750 mm per tahun. Tanaman ini tahan
terhadap genangan air yang sifatnya sementara. Tanaman ini dapat tumbuh
dengan baik pada ketinggian 915 m, menyukai suhu antara 13°C - 30° C. Cocok
hidup pada tanah dengan pH 4.9-6.0 (HDRA, 2000). Tanaman ini berasal dari
Amerika dan Meksiko. Daun trifoliolat, bunga violet, dan produksi biji sekitar
36.000 biji/kg (Cook et al., 2005).

Gambar 2.2 Tanaman Calopogonium mucunoides, Macroptilium bracteatum,
Pueraria javanica, Clitoria ternatea. Stylosanthes seabrana,
Centrocema pascuorum, Centrocema pubescens yang termasuk
tanaman legum herba yang digunakan pada penelitian
Stylosanthes seabrana
Legum ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan untuk sapi,
kerbau, domba, kambing dan babi; untuk reklamasi lahan dan sebagai tanaman
campuran pada lahan kering (Chandra et al., 2006). Stylosanthes seabrana
pertama dikenalkan pada tahun 1980 oleh CSIRO’s Plant Introduction group,
Australia dan
CIAT’s Genetic Resources group, Colombia (Vanni dan
Fernandez, 2011). Stylosanthes berasal dari Brazil, biasa digunakan sebagai legum
pastura dan merupakan legum musim panas. Tanaman ini dapat hidup pada daerah
dengan curah hujan 400-1.190 mm per tahun dan 2-7 bulan musim kering, cukup
adaptif pada lingkungan tropis dan subtropis dengan curah hujan 500-1.000 mm
per tahun, sangat tahan terhadap kekeringan, dan tidak dapat tumbuh pada tanah
yang tergenang (Cook et al., 2005).

Peranan Air bagi Tanaman
Air merupakan faktor utama yang sangat penting karena membentuk 7090% (Fitter dan Hay, 2002) dari bobot segar tanaman tidak berkayu; 80-90%
(Kramer dan Boyer, 1995), 80-95% (Taiz dan Zeiger, 2002) dari bobot segar
tanaman yang sedang tumbuh dan 35- 75% (Taiz dan Zeiger, 2002), 50% (Kramer
dan Boyer, 1995) dari berat segar tanaman berkayu. Air pada sel tanaman
merupakan media yang tepat untuk banyak reaksi biokimia; pelarut reaksi
biokimia; sebagai media untuk transport dan distribusi molekul organik polar

(mis. sukrosa pada floem), ion inorganik (nutrient dari akar ke daun pada xylem);
dan atmosfer gas (difusi oksigen untuk respirasi) (Fitter dan Hay, 2002).
Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai:
(1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi masuknya
mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi
yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya
reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti
siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6)
menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran
sel, (7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya
stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman
tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk
akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi.
Kebutuhan air pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
jenis dan umur tanaman, kadar air tanah dan kondisi cuaca. Fungsi air adalah
sebagai: (a) komponen essensial tumbuhan, (b) pelarut, di dalamnya terdapat gas.
garam dan zat terlarut lainnya yang bergerak keluar masuk sel, (c) pereaksi dalam
fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (d) air essensial untuk
menjaga turgiditas di antaranya dalam pembesaran sel dan pembukaan stomata
(Griffin et al., 2004; Kramer dan Boyer, 1995). Ketersediaan air dalam tanaman
diperoleh melalui proses fisiologis dan hilangnya air dari permukaan bagian
tanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi.
Pergerakan air pada tanaman diatur oleh perbedaan potential air, yaitu: air
mengalir dari potensial tinggi menuju potensial rendah. Tujuan pergerakan air
pada tanaman adalah: (1) sebagai alat transport nutrisi dari tanah menuju organ
tanaman yang memerlukan, (2) agar sel tanaman tetap tegak (disebut turgor), (3)
untuk transpirasi tanaman, dan (4) tanaman dapat secara aktif mengatur laju aliran
air (transpirasi) melalui pengaturan ukuran dari pembukaan stomata (Bouman et
al., 2007).

Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berdampak sangat buruk terhadap pertumbuhan tanaman sehingga dapat
menyebabkan penurunan produksi tanaman (Jun-Feng et al., 2010). Cekaman
kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan kondisi atmosfir
menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi atau evaporasi
(Jaleel et al., 2009; Taiz dan Zeiger, 2002). Salah satu penyebab terjadinya
cekaman kekeringan adalah tingginya kecepatan evaporasi yang melebihi laju
absorbsi air oleh akar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman kekeringan
ditandai dengan rendahnya kadar air, penyusutan potensial air daun dan tekanan
turgor, penutupan stomata serta berkurangnya pembesaran dan pertumbuhan sel
(Borges, 2003).
Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda pada berbagai
tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman, species tanaman
serta tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al., 2002). Mekanisme pertahanan
yang dilakukan oleh tanaman dalam merespon cekaman kekeringan dapat

dikelompokkan pada 2 mekanisme utama yaitu drought tolerance (mentolerir
kekeringan) dan drought avoidance (menghindari kekeringan) (Salisbury dan
Ross, 1992). Respon tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan
mekanisme penghindaran (avoidance mechanisms) seperti; mengurangi
perkembangan daun, penurunan kadar air relatif dan jumlah cabang dan juga bisa
melalui mekanisme toleran (tolerance mechanisms); peningkatan rasio akar:tajuk
(Li et al., 2010; Calvet et al., 2004; Meyer dan Boyer, 1981). Mekanisme drought
avoidance dikarakterisasi dengan nilai potensial air daun lethal dan kadar air
relatif (RWC) yang relatif masih tinggi dan osmotik adjustment yang relatif kecil,
tanaman yang mengembangkan mekanisme drought tolerance dikarakterisasi
dengan status air daun (potensial air daun dan RWC) lethal yang rendah dan
meningkatkan akumulasi solute aktif saat mengalami cekaman kekeringan (Auge
et al., 1998). Jenk dan Hasegawa (2005) menyatakan bahwa tanaman yang
menghindari kekeringan berusaha untuk mempertahankan potensial air tetap
tinggi dan tanaman yang toleran terhadap kekeringan adalah dapat mentolerir saat
terjadinya defisit air. Mekanisme toleran terhadap kekurangan air bisa
dihubungkan dengan akumulasi dari osmoprotektan seperti gula terlarut (Salwa
dan Heba, 2011; Tatar dan Gevrek, 2008; Parida et al., 2007).
Menurut Hamim (2004), pengaruh cekaman kekeringan bergantung pada
genetik tanaman, di mana perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme akan
menghasilkan respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan. Ketika jumlah
absorbsi air mulai terbatas, maka tanaman memiliki mekanisme untuk mencegah
kehilangan air dengan melakukan penutupan stomata. Perubahan pada ketahanan
mekanisme stomata sangat diperlukan untuk mengatur kehilangan air oleh
tanaman dan untuk mengatur pengambilan karbondioksida (CO 2) yang penting
untuk ketersediaan fiksasi CO2 selama proses fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 2002).
Jaleel et al., (2008) menyatakan bahwa cekaman kekeringan dikarakterisasi
dengan penurunan kandungan air, turgor, potensial air total, pelayuan,
penutupan stomata dan pengurangan perluasan dan pertumbuhan sel. Cekaman
kekeringan yang parah dapat menyebabkan fotosintesis terhenti, menghambat
metabolisme dan akhirnya mati. Kekeringan selain menurunkan laju fotosintesis,
juga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan akibat rendahnya potensial air
dan turgor tumbuhan (Tezara et al., 2002).
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan merespon dengan
perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan
tanaman. volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi
tebal, adanya rambut pada daun, peningkatan ratio akar-tajuk, sensitivitas
stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen,
perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon (Pugnaire et al., 1999). Cekaman
kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman, salah satunya dapat dilihat
pada perluasan daun. Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman
terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang
secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun. Kecilnya luas daun
akan menyebabkan rendahnya transpirasi, sehingga menurunkan suplai air dari
akar ke daun. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus lama kelamaan akan terjadi
absisi daun (Taiz dan Zeiger, 2002).
Respon tanaman secara keseluruhan terhadap cekaman kekeringan adalah:
(a) pengurangan daun; (b) penutupan stomata; (c) berkurangnya fotosintesis dan

respirasi; (d) berkurangnya perubahan asimilasi terus menerus pada organ
pertumbuhan; (e) mempercepat penuaan daun; (f) meningkatkan rasio akar tajuk
(Banziger et al., 2000). Vurayai et al. (2011) menyatakan bahwa cekaman
kekeringan menurunkan laju ekpansi relatif daun, jumlah daun, tinggi tanaman,
dan rasio tajuk:akar tergantung pada tahap perkembangan dari tanaman itu sendiri
pada saat terjadi cekaman kekeringan.
Kadar air relatif / Relatif Water Content (RWC) yang menggambarkan
kadar relatif air daun merupakan salah satu parameter ketahanan tanaman
menghadapi cekaman kekeringan. Proses fotosintesis pada sebagian besar
tanaman akan mulai tertekan bila nilai RWC kurang dari 70%, sehingga tanaman
memerlukan pengaturan dalam tubuhnya diantaranya dengan melakukan
penutupan stomata (Quilamboo, 2004). Menurut Ashri (2006) cekaman
kekeringan selama 14 hari pengamatan akan menurunkan nilai RWC menjadi 4333% pada varietas kedelai budidaya dan 24 hari sebesar 30% pada varietas kedelai
liar. RWC dapat dijadikan ukuran ketahanan tanaman terhadap cekaman
kekeringan.
Shao et al. (2008) menyatakan bahwa potensial air daun dan RWC menurun
pada setiap tahap pertumbuhan shorgum yang mengalami cekaman kekeringan.
Kadar air relatif berhubungan dengan jumlah air yang tersisa setelah dehidrasi
yang didapatkan saat turgid jaringan penuh dan memberi informasi tentang
sebagian kecil kandungan air jaringan. Menurut Stoyanov (2005) cekaman
kekeringan secara signifikan mempengaruhi perubahan pada RWC dan potensial
air daun pada daun tanaman young bean. Setelah kekeringan hari ke-21, stem
water potensial, RWC, rasio berat turgid dan berat kering, dan konsentrasi pati
menurun secara signifikan dibandingkan dengan kontrol, sedangkan jumlah prolin
dan potassium meningkat secara signifikan yang mengindikasikan bahwa
kemampuan dalam pengaturan osmotik pada Miniature rose (Meshkinjan et al.,
2010).
Akumulasi dari beberapa compatible solute seperti gula, betain dan proline
yang mengatur potensial osmotik sel merupakan reaksi awal tanaman pada saat
mengalami cekaman kekeringan (Tatar dan Gevrek, 2008). Compatible solute
berperan penting dalam toleran kekeringan, karena dapat melindungi tanaman dari
stres melalui mekanisme berbeda termasuk pengaturan osmotik selular,
detoksifikasi ROS, melindungi integritas membran dan penstabil protein enzim
(Ashraf dan Foolad, 2007).
Menurut Volaire dan Thomas (1995) pada perlakuan cekaman kekeringan,
total gula terlarut (water soluble carbohydrate) meningkat dari 10%-30% pada
hari ke 43. Beberapa tanaman sub-tropis, termasuk Wheat (Triticum sp)
menyimpan kelebihan carbon dalam bentuk water soluble carbohydrate (WSC),
terutama mengandung fructo-oligosakarida (fruktan) seperti sukrosa dan heksosa
(Ruuska et al., 2006). Karena kandungannya dalam jumlah banyak dan secara
cepat dapat dimobilisasi, WSC diimplikasikan sebagai sumber karbon dominan
untuk mobilisasi pada grains, terutama ketika fotosintesis aktif yang terhambat
akibat cekaman kekeringan pada sereal (Foulkes et al., 2007).
Beberapa hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan kekeringan
meningkatkan akumulasi prolin pada berbagai jenis tanaman seperti: gandum
(Chorfi dan Taibi, 2011; Moaveni, 2011), padi (Mostajeran dan Eichi, 2009;
Pirdashti et al., 2009), jagung (Effendi, 2009), temulawak (Khaerana et al., 2008),

Bentgrass (Da Costa dan Huang, 2006), tembakau (Yue et al., 2011) dan kedelai
(Hapsoh et al., 2006). Peningkatan akumulasi prolin pada tanaman yang terkena
cekaman merupakan parameter yang bagus untuk mengetahui ketahanan tanaman
terhadap cekaman kekeringan. Pada tanaman Oryza sativa yang mengalami
cekaman kekeringan, terjadi degradasi protein dan konsekuensinya adalah
peningkatan kandungan prolin dan penurunan kandungan protein pada daun (Roy
et al., 2009). Kondisi cekaman kekeringan meningkatkan konsentrasi beberapa
jenis asam amino, jumlah prolin bebas adalah sekitar 60% dari seluruh asam
amino yang terakumulasi (Yamada et al., 2005).

Prolin dan Cekaman Kekeringan
Tanaman pada kondisi