UJI COBA STUDENT CENTER LEARNING (SCL) DENGAN PENDEKATAN SMALL GROUP DISCUSION (SGD) PADA MATA KULIAH MANAJEMEN KEPERAWATAN UNTUK MENGUKUR KOGNITIF DAN AFEKTIF DI STIKES SURYA GLOBAL

(1)

1

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global saat ini, menuntut perguruan tinggi untuk menyesuaikan tuntutan dunia kerja, alasan ini dikembangkan untuk dilakukan perubahan kurikulum. Kurikulum dalam pendidikan keperawatan di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan. Tahun 1994 keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 056/U/1994 tentang pedoman penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa, kurikulum ini disebut sebagai Kurikulum Berbasis Isi. Tahun 2000 Indonesia merubah kurikulum berbasis isi ke kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kurikulum tahun 2000 dan 2002 mengutamakan pencapaian kompetensi. Tahun 2012 kurikulum perguruan tinggi mengalami pergeseran dengan adanya penyetaraan capaian pembelajaran, dikenal dengan nama Kurikulum Pendidikan Tinggi (Dikti, 2014).

Kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan dilaksanakan berbasis kompetensi (KBK) tercantum dalam PP No 17 Th 2010 pasal 97, diperkuat Kemendiknas No 232/U/2000 serta No 045/U/2002 tentang Kurikulum inti Pendidikan Tinggi, akhir tahun 2002 seluruh perguruan tinggi seharusnya sudah menerapkan sistem pembelajaran berbasis KBK, karena berbagai kendala belum seluruhnya Perguruan Tinggi menerapkan KBK (Fitri, 2013). Ditjen Dikti melakukan tindakan dengan mengadakan workshop/pelatihan di


(2)

wilayah Indonesia, mulai tahun 2005 sampai tahun 2012, evaluasi dilakukan untuk mengetahui dampak tersebut, hasilnya hanya sekitar 20% dari seluruh Perguruan Tinggi yang merespon kuesioner tersebut, terdapat indikasi bahwa KBK belum sepenuhnya diimplementasi secara benar (Dikti, 2013). Sosialisasi KBK telah banyak diakukan hingga akhir batas waktu yang ditentukan implementasi KBK di perguruan tinggi Indonesia belum satu pun yang menerapkan sistem KBK secara benar. Permasalahan belum diterapkannya KBK secara benar disebabkan masih beragamnya tingkat pemahaman dan penilaian arti penting oleh tenaga pengajar dan mahasiswa terhadap makna dan penyusunan KBK dengan benar (Ditjen Dikti, 2012).

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan isi, dan bahan pelajaran, serta cara penyampaian sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk menghasilkan lulusan dengan capaian pembelajaran khusus (Dikti, 2013).

Metode pembelajaran KBK menggunakan pendekatan pembelajaran berfokus pada siswa (Student Center Learning/SCL) yang memfokuskan capaian pembelajaran. SCLmenekankan pengembangan kreativitas, kapasitas, kebutuhan mahasiswa dan mengembangkan kemandirian dalam menemukan pengetahuan (Dikti, 2014). Salah satu penelitian menyatakan mahasiswa yang menilai baik terhadap penerapan SCL cenderung memiliki motivasi belajar yang tinggi (Nisak,et al; 2012), diperkuat penelitian Tran (2011) menyebutkan bahwa metode SCL mampu meningkatkan nilai, pengetahuan dan sikap positif pada siswa. Penerapan KBK dengan menggunakan metode pembelajaran SCL


(3)

saat ini belum dapat terlaksana diseluruh perguruan tinggi, faktor yang menjadi hambatan dalam penerapan metode pembelajaran SCL antara lain siswa yang kurang aktif, dan siswa yang masih berorientasi pada guru dalam mendapatkan suatu pengetahuan yang utama (Beaten et.al, 2010 dalam Janor&Hawati, 2013). SCL memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk belajar mandiri dan menggali pengetahuan lebih luas tanpa kehilangan inti materi kuliah. Kerjasama yang efektif dan efisien dihasilkan dari kolaborasi dosen, mahasiswa serta metode atau alat pembelajaran akan memberikan hasil yang optimal. Peran dosen sebagai fasilitator dan pemberi arahan mahasiswa dalam proses pembelajaran, mahasiswa memberikan umpan balik proses pembelajaran dari penggunaan metode yang relevan sesuai kompetensi luaran yang diinginkan.

Salah satu metode SCL menggunakan Problem Based Learning (PBL) yang merupakan metode pembelajaran dimana peserta didik sejak awal dihadapkan suatu masalah. SGD adalah diskusi kelompok kecil (tutorial) yang merupakan jantung dari PBL, aktivitas PBL bertumpu pada proses tutorial (Priyatmodjo, 2010 dalam Fitria, et al;2013).

Penerapan SCL di STIKES Surya Global belum dapat terlaksana secara maksimal, sebagian mata kuliah menerapkan metode SCL namun masih ada beberapa mata kuliah yang belum diterapkan dengan metode SCL. Pembelajaran mata kuliah manajemen keperawatan yang berlangsung selama ini di STIKES Surya Global menggunakan metode konvensional, metode pembelajaran dengan SCL belum dapat diterapkan secara maksimal. Mata


(4)

kuliah manajemen keperawatan cakupan keilmuannya luas hal ini menjadi alasan peneliti untuk menerapkan metode SCL dengan pendekatan SGD, yang akan melibatkan mahasiswa yang berperan dalam diskusi memberikan umpan balik dari proses pembelajaran serta dosen sebagai fasilitator serta pemberi arahan pada mahasiswa dan terdapat suatu masalah dimana masalah ini nanti yang akan digunakan sebagai bahan diskusi mahasiswa, dengan diterapkannya metode pembelajaran SCL pada mata kuliah manajemen keperawatan diharapkan mahasiswa lebih aktif dan serius dalam mencari materi perkuliahan, mahasiswa semakin mandiri dan mampu meningkatkan pengalaman belajar dan peserta didik mendapatkan pengalaman baru (Aminuddin, 2013;Seng&Ernest, 2014).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan penelitian ini adalah “ Bagaimana Uji coba penerapan student center learning (SCL),

dengan pendekatan small group discusion (SGD) pada mata kuliah manajemen keperawatan dalam mengukur kemampuan kognitif dan afektif mahasiswa di STIKES Surya Global?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui tentang Uji Coba penerapan student center learning (SCL) dengan pendekatan small group discusion (SGD) pada mata kuliah manajemen keperawatan dalam mengukur kemampuan kognitif dan afektif mahasiswadi STIKES Surya Global.


(5)

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Mengetahui peningkatan kognitif mahasiswa setelah pelaksanan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global b. Mengetahui penilaian afektif dalam kegiatan SGD pada mata kuliah

manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

c. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario dalam kegiatan SGD mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

d. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap performance tutor dalam kegiatan SGD mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

e. Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap proses diskusi dalam kegiatan SGD mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan positif dalam meningkatkan pengetahuan yang komprehensif tentang penerapan SCL dengan pendekatan SGD


(6)

Penelitian ini diharakan dapat menambah informasi berkaitan dengan penerapan SCL dengan pendekatan SGD pada Mata Kuliah Manajemen Keperawatan untuk mengukur kognitifdi STIKES Surya Global

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengembangan pemikiran serta salah satu alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan.

3. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang penerapan SCL dengan pendekatan SGD pada Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

E. Penelitian Terkait

1. Evaluasi Penerapan Metode Pembelajaran Berpusat Pada Mahasiswa (Student Center Learning) Pada Program Studi Gizi FKM UNHAS (Aminuddin, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan mixed method

(embedded design), melibatkan seluruh mahasiswa angkatan 2008 dan angkatan 2009 yang terdaftar aktif mengikuti perkuliahan, dosen program studi ilmu gizi dan tenaga kependidikan. Hasil yang didapat dari ketiga metode yang diterapkan jawaban yang paling banyak dijawab benar sebanyak 54,5% oleh responden adalah kelebihan Small grup discussion, kelebihan Cooperative learning dan kelemahan Problem based learning. Paling sedikit dijawab benar adalah kelebihan problem based learning sebanyak 4,5% responden. Responden mengetahui dan mendengar istilah SCL dari surat kabar, serta rapat-rapat. Responden mengartikan SCL


(7)

dengan pembelajaran menggunakan komputer, berada di ruang kecil seperti FGD. Manfaat SCL menurut responden mampu mengembangkan potensi dan motivasi mahasiswa, mahasiswa lebih aktif mencari sumber informasi, mahasiswa lebih serius aktif dalam perkuliahan dan semakin mandiri.

2. Integrating Student Centered Learning in Finance Courses: The Case of a Malaysian Research University (Janor, et, al; 2013). Penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan dosen pada lima program bidang keuangan, responden berjumlah sembilan, penelitian ini menemukan bahwa responden dari lima program keuangan ini menggunakan pembelajaran interaktif dan berkelompok menggunakan metode pembelajaran SCL, juga menggunakan metode case study. Hasil dari penelitian ini berkaitan dengan manfaat penerapan SCL mampu meningkatkan kualitas proses dalam belajar dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mencari informasi terbaru, permasalahan yang ditemui dalam penerapan SCL berupa pengaturan dan ruang kelas yang kurang mendukung, SCL tidak sesuai jika diterapkan pada mahasiswa baru karena biasanya mahasiswa baru hanya belajar mengenai konsep-konsep dasar dan teori.

3. Teacher centered and/or student-centered learning: English Language in

Iran (Zohrabi, et, al. 2012). Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen, terdiri dari 60 responden yang dibagi 2 menjadi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen pembelajaran


(8)

tata bahasa menerapkan metode SCL dan kelompok kontrol berpusat pada guru yang dilakukan selama satu bulan, menggunakan metode wawancara dan observasi di kelas. Hasil penelitian ini lebih mendukung metode pembelajaran yang berpusat pada guru karena perlunya pengajaran tata bahsa melalui tugas-tugas yang komunikatif.

4. Penggunaan Model Pembelajaran Small Group Discussion untuk meningkatkan hasil belajar IPS terpadu di MTS (Hardiansyah, 2014). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan non-equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, sampel penelitian berjumlah 25 orang. Teknik pengumpulan data dengan cara teknik pengukuran (measurent) hasil belajar dengan memberikan skor pada pre-test dan post-test. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mahasiswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran small group discussion

mengalami peningkatan dibandingkan kelas konvensional.

5. Learning through small group discussion versus didactic lectures (Niaz, et al; 2015). Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan dampak perkuliahan menggunakan small group discussion dengan perkuliahan menggunakan metode konvensional. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 566 siswa, sampel penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok, kelompok kontrol sebanyak 289 siswa dan kelompok intervensi sebanyak 277 siswa. Hasil penelitian ini metode small group discusion merupakan


(9)

metode belajar yang kurang disukai oleh siswa dibandingkan teaching learning.

6. Medical students perspective about factors motivating participation in small group discussions publication information (Iqbal, 2014). Tujuan penelitan ini untuk mengetahui persepsi mahasiswa kedokteran mengenai faktor yang dapat meningkatkan motivasi belajar melaui small group discussions. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, sebagian besar mahasiswa kedokteran berpendapat bahwa SGD dalam ukuran kelompok kecil lebih efektif. Faktor yang mampu meningkatkan motivasi mahasiswa kedokteran dalam model pembelajaran SGD antara lain kondisi lingkungan yang nyaman dan ber AC, adanya fasilitas wifi dalam penggunaan laptop, dan tersedinya waktu yang panjang untuk proses SGD.


(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Student Center Learning (SCL) a. Pengertian

Metode pembelajaran student center learning (SCL) merupakan metode pembelajaran yang memfokuskan pada capaian pembelajaran melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dan meningkatkan pengetahuan. Mahasiswa didorong untuk memiliki motivasi tinggi serta berupaya mencapai hasil pembelajaran (Dikti, 2014).

Paradigma cara pandang pembelajaran SCL terdiri dari tiga hal, yakni: pengetahuan, belajar, dan pembelajaran, dengan paradigma ini maka harus ada beberapa prinsip dalam pembelajaran SCL adalah: memandang pengetahuan sebagai satu hal yang belum lengkap, memandang proses belajar sebagai proses mencari pengetahuan yang akan dipelajari, dan memandang proses pembelajaran sebagai proses pengajaran yang dilakukan secara klasikal (Dikti, 2014).

b. Ciri metode pembelajaran SCL adalah


(11)

fasilitator dan motivator; 2) Mahasiswa bersifat kreatif mengintegrasikan kemampuan kognitif, psikomotor dan afeksi; 3) Proses interaksi menitik beratkan method of inquiry and discovery;

4) Sumber belajar mahasiswa bersifat multi dimensi; 5) Lingkungan belajar harus sudah terancang dan kontekstual (Dikti, 2014). c. Model SCL mempunyai beberapa komponen penting, antara lain:

1) Dosen/tutor, dosen berperan menjaga proses diskusi agar dapat aktif dalam diskusi, memantau kemajuan belajar mahasiswa; 2) mahasiswa harus berpartisipasi aktif dan mandiri dalam kegiatan pembelajaran; 3) trigger, dapat berupa skenario atau video ataupun gambar, trigger yang baik adalah trigger yang mampu menstimulus mahasiswa dalam proses belajar . Adanya kualitas yang bagus dari ketiga komponen tersebut akan memberikan hasil yang optimal (Buku panduan pengembangan KBK Direktorat Akademik Dikti, 2008 dalam Lestari&Shaferi, 2014).

d. Peran dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran SCL

Dosen memiliki peran penting dalam pelaksanaan SCL, antara lain: 1) Sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran; 2) Memahami capaian pembelajaran mata kuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran;3) Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran; 4) Menyediakan berbagai pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa; 5) Membantu mahasiswa mengakses informasi 6) Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil


(12)

belajar mahasiswa dengan capaian pembelajaran yang akan diukur (Dikti, 2014).

Mahasiswa juga berperan dalam proses pembelajaran SCL berupa:1) Memahami capaian pembelajaran mata kuliah;2) Menguasai strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen;3) Menyepakati rencana pembelajaran untuk mata kuliah yang diikuti e. Ragam Metode pembelajaran SCL

Ragam Metode pembelajaran SCL: SGD, Simulasi, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Instruction, Project Based Learning, Problem Based Learning (Dikti, 2014).

1) Small Group Discussion (SGD)

SGD Merupakan salah satu elemen belajar secara aktif dari banyak model pembelajaran SCL. Mahasiswa diminta membuat beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan bahan yang telah diberikan oleh dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut, dalam kelompok kecil itu mahasiswa akan belajar menjadi pendengar yang baik, bekerjasama untuk tugas bersama, memberi dan menerima umpan balik, menghormati dan menghargai perbedaan pendapat, mendukung pendapat dengan bukti.

Aktivitas yang diskusi kelompok kecil tersebut berupa: membangkitkan ide, menyimpulkan poin penting, mengakses


(13)

skill dan pengetahuan, mengkaji topik yang pernah dibahas di kelas, menelah latihan, quiz tugas menulis, memproses outcome

pada akhir kelas, memberi komentar tentang jalannya kelas, membandingkan teori isu dan interpretasi, menyelesaikan masalah dan brainstroming. Penelitian yang dilakukan (Janor.

et, al. 2013) menyatakan bahwa penerapan SCL mampu meningkatkan kualitas proses dalam belajar dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mencari informasi terbaru.

2) Simulasi/demonstrasi

Simulasi merupakan model yang membawa situasi mirip dengan sesungguhnya. Simulasi bisa dalam bentuk: permainan peran, simulation exercise and games. Penelitian yang dilakukan (Gunawan. 2012) penerapan metode demonstrasi mampu meningkatkan nilai belajar pada siswa.

3) Discovery learning (DL)

Discovery learning merupakan metode belajar yang memanfaatkan informasi yang tersedia, baik dari dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa. Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan diterapkannya discovery learning

motivasi belajar mahasiswa semakin meningkat (Seol, et.al; 2012).

4) Self Directed Learning (SDL)


(14)

mahasiswa sendiri, dalam hal ini perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dilakukan oleh mahasiswa, sementara dosen bertindak sebagai fasilitator yang memberi arahan, bimbingan dan konfirmasi kemajuan belajar pada mahasiswa.

Prinsip metode pembelajaran SDL adalah: a) pengalaman merupakan sumber belajar yang bermanfaat; b) pembelajaran mandiri diawali dari kesiapan mahasiswa dalam belajar; c) orang dewasa lebih tertarik pada suatu permasalahan. Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada siswa (Aditya,et,al;

2014)

5) Cooperative Learning (CL)

CL adalah belajar secara berkelompok yang dirancang dosen untuk memecahkan masalah atau kasus. Mahasiswa mengikuti aturan yang ditentukan oleh dosen. CL bermanfaat meningkatkan rasa percaya diri pada mahasiswa dalam mengemukakan pendapat dan meningkatkan ketrampilan komunikasi (Abu, 2012)

6) Collaborative Learning (CL)

Collaborative Learning adalah metode belajar yang menitik beratkan pada kerjasama antar mahasiswa, prosedur dalam metode ini mahasiswa membentuk kelompok sesuai peminatan, mahasiswa memecahkan suatu masalah/kasus yang


(15)

berasal dari dosen, prosedur kerja, cara kerja kelompok serta hasil diskusi kelompok dinilai dosen. Penerapan collaborative learning berpengaruh positif pada siswa, kemampuan berfikir kritis pada siswa semakin meningkat, kemampuan komunikasi semakin baik (Trihandayani, 2014)

7) Contextual Instruction (CI)

Contextual Instruction merupakan konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi matakuliah dengan situasi kehidupan sehari-hari dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara isi mata kuliah dengan situasi sehari-hari, dalam hal ini dosen dan mahasiswa memanfaatkan pengetahuan secara bersama-sama untuk mencapai kompetensi suatu mata kuliah. Contextual Instruction

dapat digabungkan dengan SGD dalam aplikasi metode pembelajaran, metode ini sangat baik untuk mengembangkan

softskill dan pengetahuan (Lestari&Shaferi, 2014)

8) Project Based Learning (PjBL)

Project Based Learning adalah metode belajar yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian penggalian dari suatu pertanyaan, dimana dari hasil analis jawaban tersebut mahasiswa merancang dan membuat suatu proyek. Penerapan metode PjBL memudahkan dan menjadi media bagi siswa


(16)

untuk mengasah softskill (Akbar, 2015).

9) Problem Based Learning/Inquiry (PBL/I)

Problem Based Learning adalah metode belajar yang memanfaatkan masalah yang diberikan oleh dosen dan mahasiswa menganalisis memecahkan masalah tersebut. Langkah yang harus diperhatikan mahasiswa yaitu: a) Menerima masalah yang sesuai dengan kompetensi mata kuliah ;b) Melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah; c) Mengaitkan data dengan masalah; d) Menganalisis pemecahan masalah dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa melakukan pemecahan masalah. Metode PBL mampu meningkatkan kemampuan menganalisis masalah dalam suatu mata pelajaran (Handayani&Hadi, 2015). f. Perbedaan TCL dan SCL

Karakteristik TCL adalah: 1) Pengetahuan didapat dari informasi dosen; 2) Mahasiswa secara pasif menerima informasi/pengetahuan; 3)Menekankan penguasaan materi; 4) Memanfaatkan media tunggal; 5) Dosen sebagai pemberi informasi yang utama; 6) Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan secara terpisah; 7) Menekankan pada jawaban yang benar

Karakteristik SCL adalah: 1) Mahasiswa aktif meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan;2) Metode ini mengembangkan karakter mahasiswa;3) Memanfaatkan banyak


(17)

media untuk mendapatkan informasi;4) Dosen berperan sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa;5) Proses pembelajaran dan assesment dilakukan secara berkesinambungan;6) Lebih menekankan proses pengembangan pengetahuan, dalam suatu kesalahan dijadikan bahan pembelajaran kedepan (Anonim, 2014).

g. Keunggulan dan kelemahan SCL adalah

Keunggulan SCL adalah: 1) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa;2) Mahasiswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran;3) Meningkatkan motivasi dan kreativitas mahasiswa;4) Memberikan kesempatan mahasiswa untuk bersosialisasi lebih luas dan meningkatkan rasa percaya diri serta kemampuan mental (Baeten et al, 2010, dalam Janor et al. 2013). Kelemahan SCL adalah: 1) kebisingan di kelas karena banyaknya siswa saling berdiskusi; 2) kurangnya minatnya siswa dalam kegiatan diskusi sehingga mereka hanya datang di kelas dan tidak ikut berpartisipasi atau terlibat dalam diskusi; 3) masih banyaknya mahasiswa yang meyakini bahwa pendidikan formal itu adalah model TCL bukan SCL; 4) media yang digunakan dalam pembelajaran SCL tergantung pada fasilitas yang ada di institusi tersebut; 5) dosen tidak mengetahui secara langsung kesulitan mahasiswa apabila ada masalah; 6) memakan banyak waktu ; 7)


(18)

menguras tenaga dan pikiran mahasiswa (Zohrabi, et, al. 2012; Rasiban, 2013; Nawi, 2011).

h. Evaluasi metode pembelajaran SCL

Hal yang dapat dipelajari mahasiswa tercakup dalam tiga domain, antara lain:1) domain kognitif; 2) domain psikomotor; 3) domain afektif (Nursalam&Efendi, 2012)

1) Domain kognitif mencakup: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi

2) Domain psikomotor mencakup: peniruan gerak, penggunaan (konsep melakukan gerak), ketepatan, perangkaian dan naturalisasi

3) Domain afektif mencakup: pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, pengalaman.

Evaluasi metode pembelajaran SCL mencakup 2 domain: kognitif, afektif.

1) Domain kognitif

Metode pembelajaran SCL sangat besar pengaruhnya pada mahasiswa salah satunya meningkatkan nilai dan pengetahuan pada mahasiswa (Tran, 2011) dan meningkatkan kreativitas kemandirian (Dikti, 2014).

2) Domain afektif

Evaluasi domain afektif pada pembelajaran SCL dapat dilihat dari kesempatan mahasiswa untuk bersosialisasi lebih luas dan


(19)

rasa percaya diri serta kemampuan mental mahasiswa semakin meningkat (Baeten, et al. 2010 dalam Janor, et al. 2013).

2. Small Group Discusion (SGD)

a. Pengertian

SGD adalah diskusi kelompok kecil (tutorial) yang merupakan jantung dari PBL, aktivitas PBL bertumpu pada proses tutorial, dalam proses tutorial peserta didik bersama dengan tutor melakukan pemahaman dan pencarian pengetahuan yang tersimpan di dalam masalah yang telah disajikan dalam modul berupa skenario, melalui langkah terstruktur untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan (Priyatmodjo, 2010 dalam Fitria, et al. 2013).

SGD menurut Herreid ( 2007 dalam Aminuddin. 2013) merupakan metode yang menekankan partisipasi dan interaksi anggota kelompok kecil, mahasiswa diarahkan untuk mendapatkan kompetensi berupa kemampuan kognitif dan afektif. Pernyataan ini diperkuat pendapat (Yudhi &Farida 2009 dalam Hardiansyah. 2014) Model pembelajaran SGD merupakan model pembelajaran mandiri melatih mahasiswa disiplin, menggunakan berbagai sumber untuk mendapatkan informasi meskipun tidak didampingi pembimbing.


(20)

b. Manfaat SGD

Manfaat SGD adalah:1) Meningkatkan partisipasi mahasiswa; 2) Meningkatkan ketrampilan komunikasi ; 3) Menanamkan rasa tanggung jawab pada mahasiswa; 3) Mendorong mahasiswa kepemahaman yang lebih dalam suatu materi 4) Mendorong mahasiswa dalam ketrampilan pemecahan masalah; 5) Meningkatkan partisipasi kerja tim dan interaksi sosial antar kelompok; 6) Mengembangkan ketrampilan interpersonal; 7) Memberikan kesempatan mahasiswa untuk mampu berpendapat didepan orang lain; 8) Menerima umpan balik dari guru dan antar anggota SGD; 9) Meningkatkan belajar mandiri dan bertukar informasi (B.H Bay&S.S.W Tay, 2014; Dent&Harden, 2013; Annamalai,et al; 2015).

c. Langkah-langkah metode SGD

Langkah-langkah penerapan metode SGD menggunakan 5 jump

diantaranya:1) Membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (maksimal 5 mahasiswa) dengan menunjuk ketua dan sekretaris; 2) mengidentifikasi kata yang sulit dan menjawab; 3) Mengidentifikasi masalah yang akan didiskusikan; 4) menjawab masalah sementara; 5) menetapkan tujuan pembelajaran; 6) mencari jawaban dari tujuan pembelajaran (Ismail. 2008 dalam Kaspin. 2011; Huriah, 2015) d. Kegiatan mahasiswa pada penerapan SGD


(21)

Mempersiapkan diri dan materi diskusi; 2) Mengenali kondisi terkini mahasiswa; 3) Membuka perkuliahan dan menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah; 4) Mengarahkan kegiatan diskusi; 5) Memberi kesempatan bertanya pada mahasiswa; 6) Mengevaluasi hasil kegiatan diskusi; 7) Memberi umpan balik tentang jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi; 8) Menutup kegiatan perkuliahan (Aminuddin, 2013). e. Kegiatan Dosen pada penerapan SGD

Kegiatan Dosen pada penerapan SGD adalah: 1) Mempersiapkan diri dan materi diskusi; 2) Mengenali kondisi terkini mahasiswa; 3) Membuka perkuliahan dan menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah; 4) Mengarahkan kegiatan diskusi; 5) Memberi kesempatan bertanya pada mahasiswa; 6) Mengevaluasi hasil kegiatan diskusi; 7) Memberi umpan balik tentang jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi; 8) Menutup kegiatan perkuliahan (Aminuddin, 2013).

f. Komponen rancangan skenario dalam SGD

Skenario dalam SGD harus terdapat kriteria penting, yaitu: 1) masalah yang dipakai harus berkaitan dengan pengalaman riil mahasiswa, bukan prinsip disiplin akademisi tertentu; 2) didalam skenario masalah terkandung teka teki; 3) masalah harus bermakna bagi mahasiswa; 4) masalah memiliki cakupan yang luas; 5) masalah harus memberikan manfaat kelompok (Sugiyanto, 2010


(22)

dalam Wigar, 2012).

g. Kriteria skenario yang baik antara lain:1) skenario berisi peristiwa atau kasus yang dapat merangsang diskusi; 2) skenario berisi informasi yang mendukung kasus dari metode SGD; 3) skenario yang menarik dapat menggunakan media pendukung seperti gambar, teks, video sebagai pemicu dari kasus; 4) skenario yang akan dipublikasikan dilakukan pengeditan sebanyak dua kali atau lebih; 5) skenario yang dipublikasikan untuk mahasiswa dibiarkan berkembang dengan bertahap tanpa mengekspos semua skenario yang sudah direvisi tersebut, hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis skenario serta menggali informasi yang terdapat di skenario (Chan et al. 2010 dalam Eryanti, 2014)

h. Indikator pencapaian SGD

Pencapaian SGD didapatkan apabila mahasiswa mampu menempuh seluruh rangkaian kegiatan SGD dan mendapatkan hasil maksimal. Indikator dapat dilihat dari satuan acara perkuliahan pada tiap pertemuan. Seluruh kegiatan diikuti mahasiswa dan mendapatkan pemahaman materi kuliah dan esensi materi kuliah berupa softskill.

Dosen menilai individu kelompok dan menilai kelompok itu sendiri. Dosen berkeliling mengamati kelompok dalam berinteraksi dalam diskusi, kemudian dosen akan memfasilitasi kelas dengan diskusi antarkelompok untuk mendapatkan kesimpulan materi atau


(23)

topik yang dibahas (Lestari&Shaferi, 2014). i. Keterbatasan SGD

Keterbatasan SGD: 1) Membutuhkan banyak waktu dan kurang efektif jika mahasiswa berjumlah banyak; 2) Metode ini mengharuskan mahasiswa untuk lebih menyiapkan bahan diskusi; 3) Metode ini kurang tepat jika diterapkan pada tahap awal proses belajar; 4) Metode ini kurang efektif jika rencana diskusi tidak dipersiapkan dengan baik dan pelaksanaan diskusi berjalan kaku maupun tertutup (Aminuddin, 2013).

3. Manajemen Keperawatan a. Deskripsi Mata Kuliah

Deskripsi Manajemen keperawatan: Manajemen keperawatan mempelajari bagaimana mengelola sekelompok perawat dengan menggunakan fungsi manajemen sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Fokus cabang ilmu membahas tentang teori-teori manajemen dan kepemimpinan untuk memberikan pelayanan keperawatan profesional. Penekanannya meliputi penggunaan ketrampilan manajemen dan kepemimpinan dalam usaha pasien secara menyeluruh dalam manajemen pelayanan keperawatan dan dalam memprakarsai perubahan yang efektif dalam system asuhan keperawatan. Bentuk pengalaman belajar meliputi kuliah, diskusi, dan praktek lapangan seminar


(24)

digunakan untuk mensintesis konsep-konsep dari mata ajaran pokok.

b. Topik mata kuliah Manajemen Keperawatan

Topik mata kuliah Manajemen Keperawatan: 1) Menjelaskan tentang Pengantar Manajemen Keperawatan; 2) Menjelaskan tentang Tingkatan Manajemen Keperawatan; 3) Menjelaskan tentang Pengorganisasian, perilaku dan koordinasi mengatasi keengganan; 4) Menjelaskan tentang Pengarahan; 5) Menjelaskan tentang Motivasi; 6) Menjelaskan tentang Perencanaan tenaga; 7) Menjelaskan tentang Sistem Informasi Manajemen dan Penilaian Kinerja; 8) Menjelaskan tentang Metode Asuhan Keperawatan; 9) Menjelaskan tentang Supervisi; 10) Menjelaskan tentang Program Menjaga Mutu; 11) Menjelaskan tentang Kepemimpinan secara umum; 12) Menjelaskan tentang Kepemimpinan dalam Keperawatan; 13) Menjelaskan tentang Pola pelayanan keperawatan dalam menghadapi system pelayanan kesehatan di Indonesia (Anonim, 2015).

Mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global diajarkan pada semester 6 dengan beban 2 sks (Anonim, 2015).


(25)

B. Kerangka Teori

Bagan 2.1. Kerangka teori penelitian Metode pembelajaran Student Center Learning

(SCL)

Ragam Metode pembelajaran SCL:

1. Small Group Discussion (SGD) 2. Simulasi

3. Discovery Learnig (DL) 4. Self Directed Learning (SDL) 5. Cooperative Learning (CL) 6. Collaborative Learning (CbL) 7. Contextual Instruction (CI) 8. Project Based Learning (PjBL) 9. Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning

Small Group Discussion

Kegiatan SGD dengan pendekatan 5 jump

Dosen/Tutor :

1. Mempersiapkan diri dan materi diskusi 2. Mengenali kondisi terkini mahasiswa 3. Membuka perkuliahan dan

menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah

4. Mengarahkan kegiatan diskusi 5. Memberi kesempatan bertanya pada

mahasiswa

6. Mengevaluasi hasil kegiatan diskusi 7. Memberi umpan balik tentang

jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi

8. Menutup kegiatan perkuliahan

Mahasiswa:

1. Mempersiapkan diri dan materi diskusi 2. Mengenali kondisi terkini mahasiswa 3. Membuka perkuliahan dan

menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah;

4. Mengarahkan kegiatan diskusi; 5. Memberi kesempatan bertanya pada

mahasiswa

6. Mengevaluasi hasil kegiatan diskusi 7. Memberi umpan balik tentang

jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi

8. Menutup kegiatan perkuliahan

skenario:

1. masalah yang dipakai harus berkaitan dengan pengalaman riil mahasiswa, bukan prinsip disiplin akademisi tertentu 2. didalam skenario masalah terkandung

teka teki

3. masalah harus bermakna bagi mahasiswa

4. masalah memiliki cakupan yang luas 5. masalah harus memberikan manfaat

kelompok nilai kognitif mahasiswa


(26)

C. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep menampilkan konsep-konsep yang ingin diteliti dan skema hubungan diantara konsep-konsep tersebut (Dharma, 2011)

Bagan 2.1. Kerangka konsep penelitian Metode Pembelajaran SCL:

1. SGD

2. Simulation 7. Contextual Instruction

3. Discovery learning 8. Project Based Learning 4. Self Directed Learning 9. Problem Based Learning 5. Cooperative Learning

6. Collaborative Learning

SGD pendekatan 5 jump

Dosen/Tutor :

1. Mempersiapkan diri dan materi diskusi

2. Mengenali kondisi terkini mahasiswa

3. Membuka perkuliahan dan menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah

4. Mengarahkan kegiatan diskusi 5. Memberi kesempatan bertanya

pada mahasiswa

6. Mengevaluasi hasil kegiatan diskusi

7. Memberi umpan balik tentang jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi

8. Menutup kegiatan perkuliahan

skenario:

1. masalah yang dipakai harus berkaitan dengan pengalaman riil mahasiswa, bukan prinsip disiplin akademisi tertentu 2. didalam skenario masalah

terkandung teka teki 3. masalah harus bermakna

bagi mahasiswa

4. masalah memiliki cakupan yang luas

5. masalah harus

memberikan manfaat kelompok

Mahasiswa:

1. Mempersiapkan diri dan materi diskusi

2. Mengenali kondisi terkini mahasiswa

3. Membuka perkuliahan dan menjelaskan tujuan diskusi serta pokok-pokok masalah; 4. Mengarahkan kegiatan

diskusi;

5. Memberi kesempatan bertanya pada mahasiswa 6. Mengevaluasi hasil kegiatan

diskusi

7. Memberi umpan balik tentang jalannya diskusi dan capaian hasil kegiatan diskusi

8. Menutup kegiatan perkuliahan

nilai kognitifmahasiswa nilai afektif mahasiswa


(27)

Keterangan:

: Area yang diteliti : Area yang tidak diteliti

D. Hipotesis dan Pertanyaan 1. Hipotesis

Uji coba penerapan SCL dengan pendekatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan dalam mengukur kemampuan Kognitif di STIKES Surya Global

2. Pertanyaan

a. Bagaimana penilaian afektif mahasiswa dalam kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

b. Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap skenario dalam kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global c. Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap performance tutor dalam

kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global

d. Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap proses kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global


(28)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Pengukuran kognitif mahasiswa merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan eksperimen semu (quasy-experiment) yang mengujicobakan suatu intervensi pada sekelompok subjek tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan Pre and Post test without control. Penelitian ini hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektivitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post test dengan

pre test (Dharma, 2011).

R1 O1 X1 O2 Gambar 3. 1 Desain Penelitian

Keterangan:

R1 : responden kelompok intervensi

O1 : Pre test sebelum diberikan intervensi SGD

X1 :Uji coba/Intervensi SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan semester 6

O2 : Hasil post test setelah diberikan intervensi SGD

2. Pengukuran afektif; persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario; persepsi mahasiswa terhadap performance tutor; persepsi mahasiswa terhadap proses diskusi merupakan penelitian bersifat deskriptif.


(29)

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa PSIK STIKES Surya Global semester 6 tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 245 mahasiswa 2. Sampel Penelitian

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling sebanyak 135 mahasiswa PSIK semester 6 STIKES Surya Global sebagai kelompok intervensi dengan pertimbangan peneliti minimnya tutor dan keterbatasan waktu penelitian.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di STIKES Surya Global dan di laksanakan pada semester 6 tanggal 18-19 Mei 2016

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

Penerapan SCL dengan pendekatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan

2. Variabel terikat

Kemampuan kognitif pada mahasiswa dan afektif pada mahasiswa E. Definisi Operasional

1. Uji coba SCL merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, diaplikasikan dengan pendekatan SGD yang merupakan


(30)

salah satu elemen belajar secara aktif dimana mahasiswa diminta membuat beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan bahan yang telah diberikan oleh dosen. SGD dilaksanakan mulai tanggal 19 Maret 2016, lama frekuensi 100 menit dalam 1 x pertemuan menggunakan metode 5 jump, dengan sasaran mata kuliah manajemen keperawatan pada mahasiswa semester 6 STIKES Surya Global dengan topik motivasi. Sample dalam penelitian ini sebanyak 138 namun ada 3 sample yang drop out karena tidak datang disaat kegiatan SGD maka sample menjadi 135 responden. Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 8-13 mahasiswa dimana dalam setiap kelompok diskusi didampingi oleh dosen sebagai tutor yang menginstruksikan untuk mendiskusikan kasus yang telah disajikan dalam buku modul, tutor yang mendampingi ada 4 yang semua berasal dari luar institusi, dua diantaranya sudah berpengalaman menjadi tutor dan dua diantaranya belum berpengalaman menjadi tutor, sebelum SGD dimulai dilakukan pre test 15 soal multiple choice dan 15 soal multiple choice post test.

2. Peningkatan kognitif dinilai dari hasil pre test dan post test kelompok intervensi mahasiswa semester 6 STIKES Surya Global, kelompok intervensi dilakukan pre test sebelum dilakukan SGD dan post test

setelah dilakukan model pembelajaran dengan pendekatan SGD mata kuliah manajemen keperawatan


(31)

mengikuti SGD, meliputi: partisipasi dalam kelompok, kemampuan memberikan feed back, kerjasama dalam kelompok, mendengarkan pendapat orang lain, kemampuan untuk menjelaskan, kehadiran dan managemen waktu dalam kegiatan SGD, pada kelompok intervensi penilaian afektif menggunakan assesment afektif yang diniai oleh tutor. 4. Dosen/tutor dinilai kinerja dalam kegiatan SGD meliputi: persiapan diri dan materi diskusi, mengenali kondisi mahasiswa, melakukan pembukaan kuliah dan menyampaikan tujuan diskusi, mengarahkan kegiatan diskusi, memberikan kesempatan bertanya pada mahasiswa, mengevaluasi kegiatan diskusi, memberi umpan balik jalannya diskusi serta capaian pembelajaran, dan menutup kegiatan SGD. Evalusi tutor dinilai dengan menggunakan assesment tutor dimana mahasiswa yang menilai tutor.

5. Skenario yang digunakan dalam SGD akan tercantum didalam modul SGD, modul SGD terdiri dari satu skenario dengan tema tentang motivasi. Skenario dilakukan uji validitas dan reabilitas menggunakan

Content Validity Index (CVI).

6. Kegiatan SGD dinilai dari aspek: 1) Membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (maksimal 5 mahasiswa) dengan menunjuk ketua dan sekretaris; 2) mengidentifikasi kata yang sulit dan menjawab; 3) Mengidentifikasi masalah yang akan didiskusikan; 4) menjawab masalah sementara; 5) menetapkan tujuan pembelajaran; 6) mencari jawaban dari tujuan pembelajaran. Evaluasi kegiatan akan dinilai


(32)

dengan menggunakan assesment proses diskusi dimana mahasiswa yang akan menilai kegiatan.

F. Instrumen Penelitian

1. Modul SGD yang isinya capaian pembelajaran, serta kasus yang harus dibahas oleh mahasiswa. Modul akan diberikan sebelum dilakukan pelaksanaan SGD pada mahasiswa PSIK semester 6 STIKES Surya Global.

2. Skenario yang tercantum didalam modul SGD yang telah dilakukan uji pakar, skenario yang digunakan dalam kegiatan SGD ini akan dilakukan assesment oleh responden, assesment skenario ini di adopt dari salah satu penelitian terkait dengan gambaran persepsi mahasiswa tentang kualitas skenario tutorial.

3. Performance mahasiswa dilihat dari aspek kognitif dapat dilihat dari hasil nilai pre test dan post test mata kuliah manajemen keperawatan yang dilakukan SGD, assesment penilaian yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4. Performance mahasiswa dilihat dari aspek afektif dinilai menggunakan

assesment afektif yang di adopt dari assesment kegiatan tutorial Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Performance tutor dinilai menggunakan assesment tutor yang didapatkan diadop dari Fakulas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(33)

didapatkan dari salah satu penelitian terkait dengan pendapat mahasiswa terhadap implementasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan Problem Based Learning (PBL).

G. Cara Pengumpulan Data

Cara Pengumpulan data: Penilaian kognitif dievaluasi dari hasil pre test

sebelum dilaksanakan SGD dan post test setelah dilaksanakan SGD. Penilaian afektif dinilai dengan menggunakan assesment afektif yang dinilai oleh tutor. Evalusi tutor dinilai dengan menggunakan assesment

tutor dimana mahasiswa yang akan menilai tutor. Skenario dilakukan penilaian menggunakan assesment skenario, dan penilaian kegiatan diskusi SGD menggunakan assesment diskusi.

H. Validitas dan Reliabilitas

1. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut menunjukkan ketepatan dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas itu sendiri merupakan syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan dalam suatu pengukuran (Dharma, 2011). Alat ukur yang digunakan dalam mengukur nilai cognitif menggunakan kuesioner multiple choice berjumlah 10 item. Kuesioner yang telah dibuat sebelum dilakukan uji validitas dan reabilitas dilakukan uji coba di lapangan yakni dilakukan uji coba di Universitas Alma Atta, responden yang digunakan untuk uji coba memiliki ciri responden yang sama dengan responden yang akan diteliti, yakni responden merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu


(34)

Keperawatan, untuk mendapatkan distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka jumlah responden untuk uji coba minimal 20 responden, uji coba responden dalam penelitian ini yang digunakan sebanyak 30 responden (Notoatmodjo, 2012). Uji validitas menggunakan pearson produck moment dengan taraf signifikan 5% dengan nilai ≥ 0,36, hasil uji validitas terdiri dari 10 item dalam kuesioner yang diuji cobakan pada 30 responden didapatkan semua item dalam kuesioner sejumlah 10 item valid.

2. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Uji reabilitas menggunakan alpha cronbach diperoleh nilai 0,780 merupakan tingkat reabilitas tinggi.

I. Pengolahan dan Metoda Analisa Data

Uji beda untuk melihat aspek kognitif pada mahasiswa dianalisis uji analisis data wilcoxon (Dharma, 2011).

J. Etika Penelitian

Etika penelitian harus diperhatikan untuk menjaga integritas peneliti dan melindungi subyek peneliti dari pelanggaran hak asasi manusia dengan mendapatkan persetujuan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Universitas Muhammadiya Yogyakarta dengan nomor


(35)

kelayakan etika penelitian 090/EP-FKIK-UMY/III/2016. Pelaksanaan penelitian ini mempertimbangkan 5 petunjuk yang ditetapkan oleh

American Nursing Assosiation (ANA) yang meliputi: 1) self determination; 2) privacy and dignity; 3) Anominity and Confidentialy; 4) fair treatment; 5) protection from discorm and harm (Tahu, 2015).

1. Self determination

Semua responden dalam penelitian ini diberikan hak otonomi untuk menentukan keputusan berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Sebelum intervensi dilakukan peneliti memberikan penjelasan kepada responden tujuan penelitian, prosedur serta intervensi yangakan dilakukan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas. Selanjutnya responden diberikan kebebasan untuk menentukan akan berpartisipasi atau tidak pada penelitian ini secara suksarela tanpa paksaan dengan menandatangani lembar persetujuan atau informed consent.

2. Privacy and Dignity.

Selama penelitian peneliti menjaga privacy responden dengan melakukan intervensi pada tempat yang nyaman bagi responden.Peneliti mengumpulkan responden pada salah satu rumah yang telah disepakati oleh semua responden. Setiap data dalam konteks penelitian yang diberikan oleh responden tidak dalam bentuk paksaan.


(36)

Selama proses penelitian nama responden di isi dalam bentuk inisial oleh responden.

4. Fair Treatment

Responden mempunyai hak untuk dilakukan intervensi yang sama oleh peneliti tanpa diskriminasi.

5. Protection from Discomfort and Harm.

Peneliti mempertahankan aspek kenyamanan responden baik fisik, psikologis maupun social selama proses penelitian.


(37)

37 A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Penelitian

Penelitian ini dilakukan di STIKES Surya Global, pada mahasiswa semester 6 pada tanggal 18-19 Mei 2016. Jumlah sample dalam penelitian ini sebanyak 138 namun ada 3 sample yang drop out karena tidak datang disaat kegiatan SGD maka sample menjadi 135 responden. Tutor yang berpartisipasi dalam penelitian ini berasal dari luar institusi, sehingga pada tanggal 18 Mei dilakukan perkenalan tutor pada mahasiswa agar terjalin trust antara dosen dengan mahasiswa, dosen yang mendampingi kegiatan SGD sebanyak 4 orang. Tanggal 19 Mei 2016 dilakukan kegiatan SGD dimana ada 3 kelas dalam satu hari tersebut dengan frekuensi 100 menit untuk setiap pertemuan dalam satu hari, pertemuan pertama dengan kelas AB yang terbagi menjadi 4 kelompok diskusi, setiap kelompok didampingi satu tutor, lama kegiatan SGD 100 menit. Setelah selesai kegiatan SGD kelas AB dilanjutkan kelas CD kemudian kelas F. Dalam kegiatan SGD sebelum dimulai diskusi mhasiswa diberikan pre test

sesuai dengan materi yang didiskusikan, selesai pre test mahasiswa melakukan diskusi sesuai dengan skenario didalam modul yang telah dibagikan seminggu sebelum kegiatan SGD berlangsung pada masing-masing mahasiswa, tutor mendampingi mahasiswa dan melakukan penilaian afektif pada mahasiswa,


(38)

diakhir kegiatan diskusi mahasiswa diberikan soal post test sesuai dengan materi yang mereka diskusikan, setelah post test mahasiswa diberikan 3 kuesioner yang terdiri dari kuesioner persepsi mahasiswa terhadap skenario SGD, persepsi mahasiswa terhadap performance tutor, dan persepsi mahasiswa terhadap kegiatan diskusi.

2. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan uji analisis bivariat, peneliti melakukan uji normalitas pada data kognitif. Uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Uji Normalitas

Data P value Kategori

Pre test 0,00 Tidak normal

Post test 0,00 Tidak normal

Hasil uji normalitas menunjukkan distribusi data tidak normal, maka peneliti menggunakan uji non parametrik yaitu Wilcoxon.

3. Penilaian kognitif

Tabel 4.2 Penilaian kognitifsebelum dan setelah intervensi Nilai Kognitif Min-Maks Mean (SD) P Value

Pre test 40-90 67.41 (9.997) 0.000

Post test 60-100 91.04 (8.748)

P<0,005 based on Wilcoxon

Hasil penilaian kognitif diatas menunjukkan nilai sebelum dilakukan intervensi nilai minimal pre test sebesar 40 dan nilai maksimal post test

sebesar 90, dengan nilai mean 67,41. Penilaian kognitif sesudah dilakukan intervensi nilai minimal post test 60 dan nilai maksimal 100, nilai mean


(39)

yang artinya terdapat perbedaan tingkat kognitif sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi.

4. Penilaian afektif pada kegiatan SGD

Gambar 4.1 Distribusi frekuensi penilaian afektif mahasiswa pada kegiatan SGD (n = 135)

Gambar diatas menunjukkan penilaian afektif mahasiswa nilai tertinggi terdapat pada kategori sangat baik sebesar 57,8% pada kriteria persiapan diskusi aspek mempersiapkan literatur/persiapan diskusi menunjukkan nilai tertinggi 57,8%. Kategori baik sebesar 49,6% pada kriteria penilaian individu aspek kemampuan mahasiswa untuk merefleksikan. Kategori cukup sebesar 11,1% terdapat pada kriteria penilaian individu aspek respon terhadap

feedback. Kategori sangat buruk sebesar 2,2% kriteria penilaian individu aspek datang tepat waktu.

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

Penilaian Afektif


(40)

5. Persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario pada kegiatan SGD

Gambar 4.2 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario (n = 135)

Keterangan:

Pernyataan 1: Skenario cukup terbuka untuk didiskusikan

Pernyataan 2: Skenario untuk memberikan pengetahuan yang optimal untuk didiskusikan

Pernyataan 3: Skenario memiliki petunjuk yang tepat untuk menstimulus pengetahuan mahasiswanya

Pernyataan 4: Skenario dapat menstimulus mahasiswa untuk berbagai macam permasalahan

Pernyataan 5: Skenario dapat menstimulus mahasiswa untuk mencari literatur agar dapat menentukan LO (Learning Objective

Pernyataan 6: Skenario dapat menstimulus mahasiswa untuk berdikusi lebih efektif

Pernyataan 7: Permasalahan dimaksud sebagai pedoman atau tujuan umum pembelajaran yang lebih komplek

Pernyataan 8: Skenario memiliki berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat mendorong diskusi, agar dapat terarah

Pernyataan 9: Skenario mendorong mahasiswa untuk mencari literatur dengan tujuan pembelajaran yang komplek

Pernyataan 10: Skenario diarahkan untuk meningkatkan minat mahasiswa dalam mencari materi pembelajaran

Pernyataan 11: Permasalahan dalam skenario dapat didiskusikan sesuai persepsi mahasiswa berdasarkan lingkungan dan budaya

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Kualitas Skenario


(41)

Pernyataan 12: Skenario yang didiskusikan menarik untuk mahasiswa

Pernyataan 13: Permasalahan menunjukan hubungan yang jelas untuk profesi di masa depan

Pernyataan 14: Konsep yang terdapat dalam skenario memiliki konteks manajemen keperawatan

Pernyataan 15: Permasalahan dalam skenario berkaitan dengan manajemen keperawatan, bukan hanya pasien

Pernyataan 16: Permasalahan yang ada di skenario sesuai dengan tingkat pengetahuan mahasiswa

Pernyataan 17: Skenario sesuai dengan materi kurikulum perkuliahan

Gambar 4.2 persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario pada kegiatan SGD diatas menunjukkan nilai tertinggi terdapat dalam aspek no 16 permasalahan yang ada di skenario sesuai dengan tingkat pengetahuan mahasiswa sebesar 85,2% yang merupakan kategori baik dan nilai terendah 0,7% kategori tidak setuju aspek no 2 Skenario untuk memberikan pengetahuan yang optimal untuk didiskusikan, aspek no 5 Skenario dapat menstimulus mahasiswa untuk mencari literatur agar dapat menentukan LO (Learning Objective) kategori tidak setuju dan tidak tahu; aspek no 8 Skenario memiliki berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat mendorong diskusi agar dapat terarah yang merupakan kategori sangat tidak setuju, aspek no 9 Skenario mendorong mahasiswa untuk mencari literatur dengan tujuan pembelajaran yang komplek kategori sangat tidak setuju, aspek no 10 Skenario diarahkan untuk meningkatkan minat mahasiswa dalam mencari materi pembelajaran kategori sangat tidak setuju, aspek no 13 Permasalahan menunjukan hubungan yang jelas untuk profesi di masa depan kategori tidak setuju, aspek no 14 Konsep yang terdapat dalam skenario memiliki konteks manajemen keperawatan kategori sangat tidak setuju, aspek no 15 Permasalahan dalam skenario berkaitan dengan


(42)

manajemen keperawatan bukan hanya pasien merupakan kategori tidak tahu, dan aspek no 17 Skenario sesuai dengan materi kurikulum perkuliahan kategori tidak setuju.

6. Persepsi mahasiswa terhadap performance tutor pada kegiatan SGD

Gambar 4.3 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap performance tutor 1 (n=135)

Keterangan:

Pernyataan 1: Tutor memicu kami untuk membuat ringkasan apa yang telah dipelajari dengan kata-kata sendiri

Pernyataan 2: Tutor memicu kami untuk mencari kaitan antara hal-hal yang didiskusikan dalam kelompok tutorial

Pernyataan 3: Tutor memicu kami untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari/teori-teori

Pernyataan 4: Tutor memicu kami untuk merumuskan tujuan belajar yang jelas oleh kami sendiri

Pernyataan 5: Tutor memicu kami untuk mencari sumber belajar yang bervariasi oleh kami sendiri

Pernyataan 6: Tutor memicu kami untuk mengaplikasikan pengetahuan kami pada masalah yang didiskusikan

Pernyataan 7: Tutor memicu kami untuk mengaplikasikan pengetahuan yang kami miliki pada masalah/situasi yang lain

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%

performance tutor 1


(43)

Pernyataan 8: Tutor memicu kami untuk memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap kerja kelompok kami

Pernyataan 9: Tutor memicu kami untuk mengevaluasi kerja sama dalam kelompok diskusi secara teratur

Pernyataan 10: Tutor memiliki gambaran yang jelas tentang kekuatan/kelemahannya sebagai tutor

Pernyataan 11: Tutor termotivasi untuk memenuhi perannya sebagai tutor/fasilitator.

Persepsi mahasiswa terhadap tutor I menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 80% yang merupakan kategori setuju pada kriteria pembelajaran mandiri terdapat pada aspek tutor memicu mahasiswa untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari/teori-teori. Kategori sangat setuju nilai tertinggi sebesar 30% yang merupakan pernyataan pembelajaran mandiri, aspek tutor memicu mahasiswa untuk merumuskan tujuan belajar yang jelas. Kategori ragu-ragu nilai tertinggi sebesar 12,5% pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor termotivasi untuk memenuhi peran sebagai tutor. Kategori tidak setuju nilai tertinggi terdapat pada pernyataan pembelajaran aktif aspek tutor memicu untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari. Kategori sangat tidak setuju nilai tertinggi sebesar 2,5% terdapat pada pernyataan pembelajaran aktif aspek tutor memicu mahasiswa untuk mencari kaitan antara hal-hal yang didiskusikan dalam kelompok.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

performance tutor 2


(44)

Gambar 4.4 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap performance tutor 2 (n=135)

Persepsi mahasiswa terhadap tutor II menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 78,6% yang merupakan kategori setuju pada pernyataan pembelajaran aktif terdapat pada aspek tutor memicu mahasiswa untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari/teori-teori. Kategori sangat setuju nilai tertinggi sebesar 35,7% yang merupakan pernyataan pembelajaran kontekstual aspek tutor memicu mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan. Kategori ragu-ragu nilai tertinggi sebesar 10,7% pernyataan pembelajaran aktif; pembelajaran mandiri; pembelajaran kontekstual dan perilaku interpersonal sebagai tutor. Kategori sangat tidak setuju semua bernilai nol yang berarti tidak ada satupun mahasiswa yang memilih.

Gambar 4.5 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap performance tutor 3 (n=135)

Persepsi mahasiswa terhadap tutor III menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 75% yang merupakan kategori setuju pada pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor termotivasi untuk memenuhi perannya. Kategori sangat setuju nilai tertinggi

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

performance tutor 3


(45)

sebesar 36,1% yang merupakan pernyataan pembelajaran kolaboratif aspek tutor memicu mahasiswa untuk memberikan umpan balik. Kategori ragu-ragu nilai tertinggi sebesar 30,6% pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor memiliki gambaran tentang kekuatan dan kelemahan. Kategori tidak setuju nilai tertinggi sebesar 8,3% pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor memiliki gambaran yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan sebagai tutor. Kategori sangat tidak setuju semua bernilai nol yang berarti tidak ada satupun mahasiswa yang memilih.

Gambar 4.6 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap performance tutor 4 (n=135)

Persepsi mahasiswa terhadap performance tutor IV menunjukkan nilai tertinggi 85,3% kategori setuju terdapat pada pernyataan pembelajaran aktif aspek tutor memicu mahasiswa untuk membuat ringkasan yang dipelajari. Kategori sangat setuju nilai tertinggi sebesar 26,5% terdapat pada pernyataan pembelajaran aktif; pembelajaran mandiri; dan pembelajaran kolaboratif. Kategori ragu-ragu nilai tertinggi sebesar 29,4% yang merupakan pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor memiliki gambaran yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan. Kategori tidak setuju nilai tertinggi sebesar 8,8% yang merupakan pernyataan pembelajaran kolaboratif aspek tutor

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

performance tutor 4


(46)

memicu mahasiswa untuk memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap kerja kelompok. Kategori sangat tidak setuju nilai tertinggi sebesar 2,9% yang merupakan pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor. 7. Persepsi mahasiswa terhadap kegiatan proses diskusi

Gambar 4.4 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa terhadap kegiatan proses diskusi (n=135)

Keterangan:

Pernyataan 1: Saya telah mempersiapkan sumber literature malam sebelum diskusi dimulai

Pernyataan 2: Saya telah mempelajari scenario sebelum diksusi Pernyataan 3: Pada awal diskusi tutor telah memperkenalkan diri Pernyataan 4: Tutor menyerahkan pemilihan moderator dan sekretaris pada anggota gruop

Pernyataan 5: Tutor telah mengarahkan mahasiswa dengan baik

Pernyataan 6: Saya telah memahami tugas dan peran moderator dan sekretaris dengan baik

Pernyataan 7: Anggota grup selalu mengangkat tangan bila akan mengajukan pendapat/ pertanyaan

Pernyataan 8: Sebelum menentukan masalah dalam modul kelompok menentukan kata kunci/ klarifikasi istilah dulu Pernyataan 9: Sasaran belajar disusun secara jelas

Pernyataan 10: Pertanyaan dirumuskan sesuai kata kunci

Pernyataan 11: Saya hanya mempelajari satu sasaran belajar yg dibebankan pada saya setelah diadakan pembagian

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00%

kegiatan proses diskusi


(47)

Pernyataan 12: Pada akhir diskusi, tutor memberikan masukan tentang bagaimana diskusi telah berlangsung

Pernyataan 13: Alokasi waktu tutorial sudah cukup

Gambar 4.4 persepsi mahasiswa terhadap kegiatan proses diskusi menunjukkan nilai tertinggi sebesar 68,9% kategori sangat setuju yang merupakan aspek mempersiapkan sumber literature malam sebelum diskusi dimulai. Kategori setuju nilai tertinggi sebesar 60,7% yang merupakan pernyataan dirumuskan sesuai kata kunci. Kategori tidak setuju nilai tertinggi sebesar 25,9% yang merupakan pernyataan alokasi waktu tutorial. Dan kategori sangat tidak setuju nilai tertinggi sebesar 9,6% yang merupakan pernyataan alokasi waktu tutorial.

8. Pembahasan

1. Penilaian kognitif

Hasil penilaian kognitif diatas menunjukkan nilai sebelum dilakukan intervensi nilai minimal pre test sebesar 40 dan nilai maksimal post test

sebesar 90, dengan nilai mean 67,41. Penilaian kognitif sesudah dilakukan intervensi nilai minimal post test 60 dan nilai maksimal 100, nilai mean

91,04. Hasil uji statistik wilcoxon menunjukkan (p=0,00), karena nilai p< 0,05, yang artinya terdapat perbedaan tingkat kognitif sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi.

Terdapatnya perbedaan tingkat kognitif sebelum dan sesudah dilakukan intervensi menunjukkan bahwa metode pembelajaran SGD ini mendorong pola pikir kreativitas mahasiswa dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam menanggapi hasil diskusi kelompok, hal ini menimbulkan dampak positif bagi mahasiswa yang dapat


(48)

dilihat dari hasil skor setelah dilakukan intervensi dimana hasil skor menjadi semakin baik dan meningkat (Wigar, A. F, 2012).

Domain dari aspek kognitif antara lain: tingkatan hafalan yang mencakup menghafal verbal atau menghafal paraphrase materi pelajaran; tingkatan pemahaman yang mencakup mengidentifikasi, kemampuan membandingkan, serta menyimpulkan; tingkatan aplikasi yang mencakup kemampuan menerapkan rumus, prinsip terhadap kasus nyata yang terjadi di lapangan; tingkatan analisis mencakup kemampuan menggolongkan, mengklasifikasi; tingkatan sintesis mencakup kemampuan memadukan unsur, menyusun; tingkatan evaluasi mencakup kemampuan menilai terhadap objek studi dengan menggunakan kriteria tertentu (Arifin, 2013). Faktor yang mempengaruhi kognitif mahasiswa antara lain: kemampuan mahasiswa dalam hal mengidentifikasi permasalahan; keinginan mahasiswa menemukan solusi dari permasalahan tersebut; kemampuan mahasiswa dalam berfikir untuk memecahkan permasalahan tersebut, dengan demikian kemampuan memecahkan masalah akan mendorong semangat dan keinginan mahasiswa untuk belajar (Amisyah & Nurmaliah, 2015).

Kegiatan Small Group Discussion (SGD) merupakan elemen belajar aktif, dimana mahasiswa terbagi dalam kelompok kecil dengan aktivitas diskusi kelompok dapat berupa membangkitkan ide, menyimpulkan poin penting, mengakses pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Penelitian yang dilakukan Ernawati (2014) menyebutkan bahwa metode SGD mampu meningkatkan pengetahuan pada siswa, diperkuat penelitian yang dilakukan


(49)

Dent&Harden (2013) menyebutan bahwa metode SGD mampu mendorong mahasiswa kedalam pemahaman yang lebih dalam suatu materi, mendorong mahasiswa dalam ketrampilan pemecahan masalah.

Metode SGD mampu meningkatkan motivasi dalam suatu kegiatan pembelajaran serta meningkatkan partisipasi didalam kelas hal ini ditujukkan dalam penelitian Ahmad (2013) terdapat hasil perbedaan pengetahuan sebelum dilakukan SGD dan sesudah dilakukan SGD.

2. Penilaian afektif

Hasil penilaian afektif mahasiswa nilai tertinggi terdapat pada kategori sangat baik sebesar 57,8% pada kriteria persiapan diskusi aspek mempersiapkan literatur/persiapan diskusi menunjukkan nilai tertinggi 57,8%. Kategori baik sebesar 49,6% pada kriteria penilaian individu aspek kemampuan mahasiswa untuk merefleksikan. Kategori cukup sebesar 11,1% terdapat pada kriteria penilaian individu aspek respon terhadap feedback. Kategori sangat buruk sebesar 2,2% kriteria penilaian individu aspek datang tepat waktu.

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, secara umum disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Ada hubungan antara komponen afektif dengan kognitif dalam suatu organisasi sikap menyatakan bahwa apabila komponen afektif dan kognitif saling konsisten maka sikap berada dalam keadaan stabil, untuk menimbulkan perubahan sikap manusia perlu diberikan rangsangan atau


(50)

tekanan untuk menggiring perubahan sikap kearah yang dikehendaki secara kuat dan terus-menerus sedemikian rupa sehingga terjadi inkonsistensi yang kuat antara komponen afektif dan kognitif(Azwar, 2015).

Tingkatan domain afektif antara lain: memberikan respon atau reaksi; menerima nilai norma serta mempunyai etika; menilai dari segi baik-buruk terhadap suatu objek studi; menerapkan atau mempraktikkan nilai, etika dan estetika dalam perilaku. Penilaian afektif dinilai dari ranah tingkat pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi dan yang kedua dinilai dari ranah sikap dan minat mahasiswa terhadap mata pelajaran serta proses pembelajaran (Arifin, 2013).

Faktor yang mempengaruhi afektif pada seseorang antara lain: tingkat

anxietas, mahasiswa yang mempunyai hasil belajar tinggi lebih cenderung memiliki tingkat anxietas yang lebih rendah; kepercayaan terhadap kesuksesan ataupun kegagalan; interest, dalam suatu penelitian ditemukan mahasiswa dengan hasil belajar yang tinggi menunjukkan tingkat interest yang lebih tinggi; kecenderungan individu menghubungkan hasil dari tindakan yang diambil baik kesuksesan maupun kegagalan terhadap faktor internal dan eksternal; perasaan menyerah dengan cepat (Marhaeni, 2008).

Metode small group discussion (SGD) mempunyai beberapa keuntungan antara lain melatih peserta didik dalam berkomunikasi, menumbuhkan suasana akrab, penuh perhatian terhadap pendapat orang lain, dapat menghimpun berbagai pendapat dalam waktu singkat serta menstimulus pikiran dan mendorong anggota untuk berpartisipasi dalam diskusi (Ernawati,


(51)

2014). Penelitian yang dilakukan Bay&Tay (2014) menyebutkan kegiatan SGD mampu meningkatkan partisipasi mahasiswa, meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, serta menanamkan rasa tanggungjawab pada mahasiswa. 3. Persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario

Persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario pada kegiatan SGD diatas menunjukkan nilai tertinggi terdapat dalam aspek no 16 permasalahan yang ada di skenario sesuai dengan tingkat pengetahuan mahasiswa sebesar 85,2% yang merupakan kategori baik dan nilai terendah 0,7% kategori tidak setuju aspek no 2 Skenario untuk memberikan pengetahuan yang optimal untuk didiskusikan, aspek no 5 Skenario dapat menstimulus mahasiswa untuk mencari literatur agar dapat menentukan LO (Learning Objective) kategori tidak setuju dan tidak tahu; aspek no 8 Skenario memiliki berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat mendorong diskusi agar dapat terarah yang merupakan kategori sangat tidak setuju, aspek no 9 Skenario mendorong mahasiswa untuk mencari literatur dengan tujuan pembelajaran yang komplek kategori sangat tidak setuju, aspek no 10 Skenario diarahkan untuk meningkatkan minat mahasiswa dalam mencari materi pembelajaran kategori sangat tidak setuju, aspek no 13 Permasalahan menunjukan hubungan yang jelas untuk profesi di masa depan kategori tidak setuju, aspek no 14 Konsep yang terdapat dalam skenario memiliki konteks manajemen keperawatan kategori sangat tidak setuju, aspek no 15 Permasalahan dalam skenario berkaitan dengan manajemen keperawatan bukan hanya pasien merupakan kategori tidak tahu, dan aspek no 17 Skenario sesuai dengan materi kurikulum


(52)

perkuliahan kategori tidak setuju. Skenario yang baik antara lain: 1) skenario berisi peristiwa atau kasus yang dapat merangsang diskusi; 2) skenario berisi informasi yang mendukung kasus dari metode SGD; 3) skenario yang menarik dapat menggunakan media pendukung seperti gambar, teks, video sebagai pemicu dari kasus; 4) skenario yang akan dipublikasikan dilakukan pengeditan sebanyak dua kali atau lebih; 5) skenario yang dipublikasikan untuk mahasiswa dibiarkan berkembang dengan bertahap tanpa mengekspos semua skenario yang sudah direvisi tersebut, hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis skenario serta menggali informasi yang terdapat di skenario (Chan et al. 2010 dalam Eryanti, 2014)

Mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap sasaran capaian pembelajaran mereka sendiri, triger skenario yang dipakai memberikan gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam mencari pemecahannya, materi pembelajaran ini juga mencakup keseluruhan, berbagai disiplin ilmu dan subyek belajar, hakikat pembelajaran yang bersifat kolaborasi, serta apa yang dipelajari selama belajar mandiri mahasiswa menerapkan kembali dengan cara menganalisa ulang cara penyelesaiannya (Sarvery dalam Budi. S, 2016).

Kualitas dari skenario merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan kelompok dan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian kritis dalam suatu diskusi (Gijselaers&Schmidt dalam Fitri. A. D, 2011).


(53)

Persepsi mahasiswa terhadap tutor I menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 80% yang merupakan kategori setuju pada kriteria pembelajaran mandiri terdapat pada aspek tutor memicu mahasiswa untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari/teori-teori. Persepsi mahasiswa terhadap tutor II menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 78,6% yang merupakan kategori setuju pada pernyataan pembelajaran aktif terdapat pada aspek tutor memicu mahasiswa untuk memahami suatu mekanisme yang mendasari/teori-teori. Persepsi mahasiswa terhadap tutor III menunjukkan nilai tertinggi persepsi mahasiswa terhadap tutor sebesar 75% yang merupakan kategori setuju pada pernyataan perilaku interpersonal sebagai tutor aspek tutor termotivasi untuk memenuhi perannya. Persepsi mahasiswa terhadap performance tutor IV menunjukkan nilai tertinggi 85,3% kategori setuju terdapat pada pernyataan pembelajaran aktif aspek tutor memicu mahasiswa untuk membuat ringkasan yang dipelajari. Penelitian yang dilakukan Karunia (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja tutor dengan proses pembelajaran diskusi, semakin baik kemampuan tutor berkomunikasi dengan mahasiswa, pertukaran ide semakin lancar dan mahasiswa semakin mudah mengerti. Suatu diskusi akan berjalan dengan baik maka tutor harus mengarahkan mahasiswa, tutor berperan sebagai fasilitator dan mengaktifkan kelompok untuk memastikan bahwa mahasiswa mencapai kemajuan. Tutor juga sebagai penjaga diskusi sekaligus pemandu untuk pencari informasi bukan pemberi informasi (Harsono, dalam Endriani&Nazriati, 2012).

Faktor yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap performance

tutor antara lain: kedisiplinan tutor; keikutsertaan tutor dalam mengikuti sesi diskusi; intervensi tutor terhadap kegiatan diskusi; jumlah SDM tutor; penguasaan tutor terhadap skenario (Fitri.A.D, 2011).

Peran fasilitator dalam kegiatan diskusi antara lain: menyediakan sarana atau lingkungan yang kondusif, membentuk kelompok yang heterogen, menetapkan aturan selama menjalankan proses belajar, mendorong mahasiswa


(1)

10

pasien merupakan kategori tidak tahu,

dan aspek no 17 Skenario sesuai

dengan materi kurikulum perkuliahan

kategori tidak setuju. Skenario yang baik

antara lain: 1) skenario berisi peristiwa atau kasus yang dapat merangsang diskusi; 2) skenario berisi informasi yang mendukung kasus dari metode SGD; 3) skenario yang menarik dapat menggunakan media pendukung seperti gambar, teks, video sebagai pemicu dari kasus; 4) skenario yang akan dipublikasikan dilakukan pengeditan sebanyak dua kali atau lebih; 5) skenario yang dipublikasikan untuk mahasiswa dibiarkan berkembang dengan bertahap tanpa mengekspos semua skenario yang sudah direvisi tersebut, hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis skenario serta menggali informasi yang terdapat di skenario16.

Triger skenario yang dipakai memberikan gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam mencari pemecahannya, materi pembelajaran ini juga mencakup

keseluruhan, berbagai disiplin ilmu dan subyek belajar, hakikat pembelajaran yang bersifat kolaborasi, serta apa yang dipelajari selama belajar mandiri mahasiswa menerapkan kembali dengan cara menganalisa ulang cara penyelesaiannya17.

Persepsi mahasiswa terhadap performance tutor menunjukkan nilai tertinggi sebesar 74,8% yang merupakan kategori setuju aspek no 11 Tutor termotivasi untuk memenuhi perannya sebagai tutor/fasilitator dan nilai terendah sebesar 0,7% kategori sangat tidak setuju aspek no 1 Tutor memicu kami untuk membuat ringkasan apa yang telah dipelajari dengan kata-kata sendiri, no 2 Tutor memicu kami untuk mencari kaitan antara hal-hal yang didiskusikan dalam kelompok tutorial, no 4 Tutor memicu kami untuk merumuskan tujuan belajar yang jelas oleh kami sendiri, no 6 Tutor memicu kami untuk mengaplikasikan pengetahuan kami pada masalah yang didiskusikan, no 9 Tutor memicu kami untuk mengevaluasi


(2)

11 kerja sama dalam kelompok diskusi secara teratur, no 10 Tutor memiliki gambaran yang jelas tentang kekuatan/kelemahannya sebagai tutor. Salah satu Penelitian12 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja tutor dengan proses pembelajaran diskusi, semakin baik kemampuan tutor berkomunikasi dengan mahasiswa, pertukaran ide semakin lancar dan mahasiswa semakin mudah mengerti. Suatu diskusi akan berjalan dengan baik maka tutor harus mengarahkan mahasiswa, tutor berperan sebagai fasilitator dan mengaktifkan kelompok untuk memastikan bahwa mahasiswa mencapai kemajuan. Tutor juga sebagai penjaga diskusi sekaligus pemandu untuk pencari informasi bukan pemberi informasi18

Faktor yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap performance tutor antara lain: kedisiplinan tutor; keikutsertaan tutor dalam mengikuti sesi diskusi; intervensi tutor terhadap kegiatan diskusi; jumlah SDM tutor; penguasaan tutor terhadap skenario19. Peran fasilitator dalam

kegiatan diskusi antara lain: menyediakan sarana atau lingkungan yang kondusif, membentuk kelompok yang heterogen, menetapkan aturan selama menjalankan proses belajar, mendorong mahasiswa mnjalankan perannya dalam kelompok dan berkontribusi, memonitor jalannya diskusi dan memastikan setiap tahap proses belajar dilaksanakan, menilai proses pembelajaran20.

Persepsi mahasiswa terhadap

kegiatan proses diskusi menunjukkan

nilai tertinggi sebesar 68,9% kategori

sangat setuju yang merupakan aspek

mempersiapkan

sumber

literature

malam

sebelum

diskusi

dimulai.

Kategori setuju nilai tertinggi sebesar

60,7% yang merupakan pernyataan

dirumuskan sesuai kata kunci. Kategori

tidak setuju nilai tertinggi sebesar

25,9% yang merupakan pernyataan

alokasi waktu tutorial. Dan kategori

sangat tidak setuju nilai tertinggi


(3)

12

sebesar

9,6%

yang

merupakan

pernyataan alokasi waktu tutorial.

Diskusi kelompok kecil mempunyai beberapa keuntungan antara lain: dapat menghimpun berbagai pendapat dalam waktu singkat serta mampu menstimulus pikiran mendorong peserta untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan membuat suatu pernyataan21. Faktor yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap proses diskusi antara lain: tingkat pengetahuan mahasiswa; kualitas skenario; dinamika kelompok; waktu yang digunakan dalam diskusi; rasa tertarik terhadap ilmu yang dipelajari dalam diskusi; hasil studi mahasiswa19. Dalam berdiskusi diperlukan beberapa keterampilan seperti keterampilan berbicara, keterampilan menyampaikan ide agar sistematis, keterampilan mendengarkan atau menyimak pembicaraan orang lain, pada saat mahasiswa menyampaikan

gagasannya, sering terjadi kekeliruan penyampaian pendapat , karena antara ide yang dipikirkan dengan yang disampaikan dengan kalimatnya sendiri sering tidak nyambung, diperlukan latihan berkomunikasi untuk menyampaikan gagasan agar seseorang terampil dalam berdiskusi. Kemampuan berdiskusi harus diawali dengan mengetahui suatu konsep, kemudian mampu menyampaikan gagasan yang dimiliki kepada orang lain, dan harus mampu menjelaskan dengan contoh-contoh yang ditulis secara sederhana. Sesuai dengan prinsip belajar yang efektif, apabila pembelajar menggunakan seluruh inderanya dalam belajar, maka mereka belajar lebih bermakna21 .

Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan dalam kegiatan SGD, yaitu dari mahasiswa itu sendiri, tutor, skenario dan dari proses


(4)

13 diskusi, yang saling berikatan dan mendukung satu sama lain akan tercipta output yang diinginkan.

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kognitif sebelum dilakukan intervensi dan sesudah dilakukan intervensi.

2. Penilaian afektif dalam kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global menunjukkan penilaian afektif mahasiswa pada kegiatan SGD menunjukkan nilai tertinggi pada kriteria mempersiapkan literatur/persiapan diskusi.

3. Persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario dalam kegiatan SGD pada mata kuliah manajemen keperawatan di STIKES Surya Global didapatkan hasil persepsi mahasiswa terhadap kualitas skenario pada kegiatan SGD menunjukkan nilai tertinggi terdapat dalam aspek permasalahan dalam skenario berkaitan dengan

manajemen keperawatan, bukan hanya pasien.

1.

Persepsi mahasiswa terhadap

performance

tutor

menunjukkan nilai tertinggi

dari 4 tutor terdapat pada

performance

tutor

IV

menunjukkan nilai tertinggi

85,3% kategori setuju terdapat

pada pernyataan pembelajaran

aktif

aspek

tutor

memicu

mahasiswa

untuk

membuat

ringkasan yang dipelajari.

2. Persepsi mahasiswa terhadap kegiatan proses diskusi menunjukkan nilai tertinggi pada aspek mahasiswa mempersiapkan sumber literatur malam sebelum diskusi dimulai.

Saran

Penelitian ini diharakan dapat menambah informasi berkaitan dengan penerapan SCL dengan


(5)

14 pendekatan SGD pada Mata Kuliah klinis dan non klinis mengukur peningkatan kognitif.

Daftar Pustaka

1.

Dikti.

(2014).

Kurikulum

Pendidikan Tinggi. Direktorat

Jenderal

Pendidikan

Tinggi

Kementrian

pendidikan

dan

Kebudayaan.

2.

Fitria, N., Hernawati, T., &

Hidayati, N. O. (2013).

Adversity Quotient Mahasiswa

Baru yang Mengikuti

Kurikulum Berbasis

Kompetensi.

Jurnal

Keperawatan Padjadjaran

,

1

(2).

3.

Janor,

Hawati,

et

al

.

"Integrating

Student-Centered

Learning in Finance Courses:

The Case of a Malaysian

Research

University

."

International Education Studies

6.6 (2013): p108.

4.

Tran, V. D., & Lewis, R. (2012).

Effects of cooperative learning

on students at an Giang

university

in

Vietnam.

International Education Studies

5.

Aminuddin. (2013). Evaluasi

Penerapan Metode Pembelajaran

Berpusat

Pada

Mahasiswa

(Student Center Learning)

Pada

Program

Studi

Gizi

FKM

UNHAS. Program Studi Ilmu

Pendidikan Kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Gajah

Mada.

6.

Kaspin.

(2011).

Penerapan

Metode

Small Group Discussion

pada Mata Pelajaran Fiqih

Materi Pokok Infak dan Sedekah

untuk

Meningkatkan

Hasil

Belajar Siswa di Kelas IV MI

Sultan Agung Sukolilo Pati

Tahun

Pelajaran

2010/2011.

Skripsi. Institusi Agama Islam

Negeri Walisongo Semarang.

7.

Huriah

T

(2015)

Petunjuk

Tutorial

Blok

15

Promosi

Kesehatan

Di

Komunitas

Epidemiologi

8.

Wigar, A. F. (2012).

Efektivitas

Penggunaan Model Problem

Based Learning (PBL) dalam

Pembelajaran Matematika pada

Siswa Kelas V SD Semester II

Desa Depok Tahun Ajaran

2011/2012

(Doctoral

dissertation, Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

FKIP-UKSW).

9.

Ernawati, H. Pengaruh Small

Group Discussion Terhadap

Pengetahuan Tentang

Dismenore Pada Siswi Smpn I

Dolopo.

Jurnal Florence Vol.

VII No. 1 Januari 2014

.

10.

Dent, J., & Harden, R. M.

(2013).

A practical guide for

medical

teachers

.

Elsevier

Health Sciences.

11.

Marhaeni, A. A. I. N. (2008).

Determinasi Beberapa Faktor

Afektif yang Mempengaruhi

Keberhasilan Belajar Mahasiswa

Jurusan Pendidikan Bahasa

Inggris Universitas Pendidikan

Ganesha.

Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Undiksha:

Singaraja: Lembaga Penelitian

Undiksha

.

12.

Eryanti, M, J. (2014). Gambaran

Persepsi Mahasiswa PSIK UMY

Tentang

Kualitas

Skenario

Tutorial Blok Muskuloskeletal

dan Persepsi Sensori dalam

Model Pembelajaran

PBL

pada


(6)

15

Angkatan 2012&2013. Program

Studi

Ilmu

Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

13.

Budi, S (2016).

Perbedaan

Tingkat Kemampuan Berfikir

Kritis dan Pemecahan Masalah

pada

Mahasiswa

yang

Menjalankan Model PBL di

Program Studi Ners FKIK

UMY.

Program

Magister

Keperawatan

Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

14.

Endriani, R., & Nazriati, E.

(2012). Pendapat Mahasiswa

Terhadap Implementasi

Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) dengan Problem Based

Learning (PBL) di Fakultas

Kedokteran Universitas Riau

Pekanbaru.

JIK (Jurnal Ilmu

Kedokteran)

,

3

(1).

15.

Mulia, K&Krisanti, E. (2016).

Student Centered Learning di

Perguruan Tinggi dengan

Menerapkan Metode Problem

Based Learning. Fakultas

Teknik Universitas Indonesia.

Depok

16.

Wiratma, I. G. L. (2006).

Penerapan Model Belajar

Resistasi Diskusi Kooperatif

(Rdk) Berbasis Portofolio Untuk

Meningkatkan Kualitas

Pembelajaran Mata Kuliah

Kimia Analitik Kualitatif. Jurnal

Pendidikan dan Pengajaran

Undiksha.