Universitas Sumatera Utara b.
Berkewajiban untuk tidak membantu NNWS atau negara manapun yang tidak dibenarkan untuk memiliki senjata nuklir
untuk mengembangkan senjata nuklir baik itu dalam penyediaan bahan dasar untuk membuat senjata nuklir, maupun membantu
dalam bidang teknologi Hak dan kewajiban yang ada dalam perjanjian non-proliferasi nuklir pada
dasarnya adalah untuk membatasi pengembangan teknologi nuklir oleh negara anggotanya karena ditakutkan akan mengembangkan senjata nuklir yang
mengancam keamanan dunia, hal ini lah yang menjadi pertimbangan dalam perjanjian nonproliferasi nuklir mengapa tidak dihapuskan saja senjata nuklir
yang ada di dunia, karena harus ada negara superpower yang menjadi pemilik senjata nuklir dan bertugas menjaga keamanan dunia.
C. Peran NPT Perjanjian Non-proliferasi nuklir dalam aturan
pengembangan teknologi Nuklir Bagi Negara Anggota perjanjian NonProliferasi Nuklir
1. Keberhasilan NPT dalam membatasi pengembangan teknologi nuklir
NPT sangat berperan dalam membatasi pengembangan teknologi nuklir suatu negara karena sifatnya yang membatasi pengembangan proyek nuklir suatu
negara, seperti disaat belum terbentuknya perjanjian non-proliferasi nuklir, terbukti banyak negara yang mengembangkan proyek senjata nuklirnya walaupun
negara tersebut tidak termasuk dalam kategori negara yang dibenarkan untuk memiliki senjata nuklir atau tidak tergabung dalam kategori NWS sekarang sudah
menghentikan proyek pengembangan senjata nuklirnya dan telah melucuti semua
Universitas Sumatera Utara senjata nuklirnya, negara yang dulunya memiliki senjata nuklir namun sekarang
sudah tidak memiliki senjata nuklir lagi karena sudah bergabung dalam perjanjian nonproliferasi nuklir, adalah sebagai berikut
120
: 1.
Iran Iran
menandatangani Perjanjian
Nonproliferasi Nuklir
dan mengemukakan ketertarikannya dalam teknologi nuklir termasuk
pengayaan nuklir untuk tujuan damai sebuah hak yang dijamin dalam perjanjian, tetapi CIA badan rahasia AS dan beberapa negara barat
mencurigai bahwa hal tersebut sebenarnya untuk menutupi program untuk pengembangan senjata nuklir dan mengklaim bahwa Iran
memiliki sedikit kebutuhan untuk mengembangkan tenaga nuklir, dan secara konsisten memilih opsi nuklir yang dapat menjadi multi
penggunaan dibandingkan dengan memilih teknologi nuklir yang hanya bisa digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik. Mantan
Menteri Luar Negeri Iran Kamal Kharrazi secara tegas menyatakan ambisi negaranya dalam teknologi nuklir. Badan Tenaga Atom
Internasional IAEA kemudian melaporkan Iran ke Dewan Keamanan PBB pada 4 Februari 2006 sebagai respon dari
kekhawatiran negara-negara barat akan program nuklir Iran. Pada 11 April 2006, presiden Iran mengumumkan bahwa Iran telah berhasil
melakukan pengayaan uranium untuk dapat digunakan dalam reaktor untuk pertama kalinya. Pada 22 April 2006, delegasi Iran untuk badan
pengawasan nuklir PBB bahwa Iran telah mencapai persetujuan awal
120
https:id.wikipedia.orgwikiDaftar_negara_dengan_senjata_nuklir. Loc.cit
Universitas Sumatera Utara dengan Kremlin untuk membentuk sebuah kerjasama dalam
pengayaan uranium bersama di wilayah Rusia. Sekarang iran telah mencabut semua proyek pengembangan senjata nuklirnya dengan
syarat Amerika mencabut embargonya terhadap iran 2.
Brazil Rejim militer Brazil membentuk program penelitian senjata nuklir
dengan kode Solimões pada tahun 1978, walaupun telah meratifikasi Perjanjian Tlatelolco pada 1968. Program tersebut kemudian
ditinggalkan ketika sebuah pemerintahan terpilih berkuasa pada 1985. Pada 13 Juli 1998 Presiden Fernando Henrique Cardoso
menandatangani dan meratifikasi Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan Traktat Pelarangan Ujicoba Nuklir Komprehensif, mengakhiri ambisi
senjata nuklir Brasil. 3.
Argentina Argentina membentuk Komisi Energi Atom Nasional National
Atomic Energy Commission atau CNEA pada 1950 untuk mengembangkan program energi nuklir untuk tujuan damai tetapi
kemudian mengadakan penelitian program senjata nuklir di bawah kepemimpinan militer tahun 1978 pada suatu saat ketika
menandatangani tetapi belum meratifikasi Perjanjian Tlatelolco
121
. Program ini kemudian ditinggalkan setelah proses demokrasi pada
1983. Beberapa laporan tidak resmi dan intelijen AS kemudian melaporkan bahwa Argentina meneruskan beberapa jenis program
121
Wilayah Amerika Latin dan Karibia adalah yang pertama di dunia yang membangun zona bebas senjata nuklir dengan Perjanjian Tlatelolco pada tahun 1967
Universitas Sumatera Utara senjata nuklir pada 1980-an
122
, terutama dikarenakan rivalitas dengan Brasil, tetapi akhirnya program tersebut dibatalkan. Pada awal 1990-
an, Argentina dan Brasil membentuk sebuah badan inspeksi bilateral bertujuan untuk melakukan verifikasi kegiatan kedua negara dalam
penggunaan energi nuklir dengan tujuan damai. Argentina menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 10 Februari
1995. 4.
Australia Setelah Perang Dunia II, kebijakan pertahanan Australia membentuk
kerjasama pengembangan senjata nuklir dengan Britania Raya. Australia menyediakan uranium, wilayah untuk uji coba senjata dan
roket, serta ilmuwan. Canberra juga secara aktif terlibat dalam program peluru kendali Blue Streak. Pada 1955, sebuah kontrak
dengan perusahaan Britania ditandatangani untuk membangun Hi- Flux Australian Reactor HIFAR
123
. HIFAR dianggap sebagai langkah pertama dari rencana untuk membangun reaktor yang lebih
besar yang berkemampuan untuk memproduksi plutonium yang lebih banyak bagi kebutuhan senjata nuklir. Ambisi nuklir Australia
akhirnya ditinggalkan
pada 1960-an.
Australia kemudian
menandatangani NPT pada 1970 dan meratifikasinya pada 1973 5.
Irak
122
https:id.wikipedia.orgwikiDaftar_negara_dengan_senjata_nuklir. Loc.cit
123
High Flux Reaktor Australia HIFAR adalah reaktor nuklir Australia yang pertama. Dibangun di Atomic Energy Commission Australia ANSTO dengan berkelanjutan di Lucas
Heights. Berdasarkan reaktor Dido di Harwell di Inggris, HIFAR didinginkan dan dimoderatori oleh air berat, dan menggunakan bahan bakar uranium yang diperkaya. Ada juga reflektor grafit
neutron sekitar inti. Seperti Dido, tujuan awal dari HIFAR adalah pengujian bahan nuklir, menggunakan fluks neutron yang tinggi untuk memberikan bahan yang diperlukan dalam reaktor
nuklir.
Universitas Sumatera Utara Irak telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir namun
mereka terbukti memiliki sebuah program riset senjata nuklir pada 1970-an sampai 1980-an. Pada 1981, Israel menghancurkan reaktor
nuklir Irak Osiraq. Tahun 1996, Hans Blix melaporkan bahwa Irak telah melucuti atau menghancurkan semua kemampuan nuklir mereka.
Tahun 2003, sebuah koalisi multinasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat menginvasi Irak berdasarkan laporan intelijen yang
melaporkan bahwa Irak memiliki senjata yang dilarang oleh Dewan Keamanan PBB. Karena Irak menolak untuk bekerja sama dengan
inspeksi PBB, Irak dicurigai oleh banyak anggota Dewan Keamanan PBB memiliki program nuklir. Akan tetapi, tahun 2004, Laporan
Duelfer menyimpulkan bahwa program nuklir Irak telah ditutup pada 1991.
6. Polandia
Riset nuklir di Polandia dimulai pada awal 1960-an, ketika tercapainya reaksi fisi nuklir terkontrol pertama pada akhir 1960-an.
Pada 1980-an, riset difokuskan pada pengembangan reaksi mikro- nuklir di bawah kontrol militer. Polandia saat ini mengoperasikan
reaktor riset nuklir MARIA di bawah kendali Institute of Atomic Energy di Świerk dekat Warsawa
124
. Polandia telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan secara resmi mengumumkan
tidak memiliki senjata nuklir
124
Warsawa adalah ibu kota negara Polandia modern. Sebelum Perang Dunia II, kota ini adalah pusat utama dari kehidupan dan kebudayaan Yahudi. Populasi Yahudi sebelum perang di
Warsawa adalah lebih dari 350.000, yang merupakan 30 persen dari jumlah total populasi kota ini. Komunitas Yahudi Warsawa merupakan yang terbesar di Eropa, dan merupakan yang kedua
terbesar di dunia setelah kota New York
Universitas Sumatera Utara 7.
Rumania Rumania menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 1970.
Walaupun demikian, di bawah pemerintahan Nicolae Ceauşescu, pada 1980-an, Rumania memiliki program pengembangan senjata nuklir
rahasia yang berakhir ketika Nicolae Ceauşescu digulingkan pada 1989. Sekarang ini Rumania mengoperasikan sebuah pembangkit
listrik tenaga nuklir dengan dua buah reaktor yang dibangun dengan bantuan Kanada. Rumania juga memiliki fasilitas penambangan dan
pengayaan uraniumnya sendiri untuk pembangkit listrik dan sebuah program riset
125
8. Swedia
Swedia secara serius mempelajari pengembangan senjata nuklir antara 1950-an dan 1960-an. Swedia diperkirakan memiliki pengetahuan
yang cukup yang memungkinkan negara itu untuk membuat senjata nuklir. Sebuah fasilitas penelitian senjata dibangun di Studsvik,
SAAB
126
pernah membuat rencana untuk sebuah pesawat pengebom nuklir berkecepatan supersonik yang berkode A36. Swedia kemudian
memutuskan untuk tidak melanjutkan program senjata nuklirnya dan menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.
9. Korea Selatan
125
Federation of American Scientists fas.org. Romania Special Weapons
126
SAAB awalnya merupakan singkatan dari Svenska Aeroplan AB. AB adalah singkatan dari aktiebolaget atau perusahaan SAAB didirikan sebagai perusahaan pesawat pada 1937 di kota
Linköping, Swedia. Setelah Perang Dunia II Saab juga mulai memproduksi mobil melalui perusahaan Saab
Automobile. Perusahaan ini kemudian dibeli setengahnya oleh General Motors pada 1990, dan kemudian sisanya sepuluh tahun kemudian.
Universitas Sumatera Utara Korea selatan memulai program senjata nuklirnya pada awal 1970-an,
yang diperkirakan ditinggalkan ketika Korea Selatan menandatangani NPT pada 1975. Akan tetapi banyak laporan yang mengatakan
program tersebut kemudian dilanjutkan oleh militer. Pada akhir tahun 2004, pemerintah Korea Selatan mengungkapkan kepada IAEA bahwa
para ilmuwan di Korea Selatan telah mengekstrak plutonium pada tahun 1982 dan memperkaya uranium yang hamper mendekati kelas
senjata pada tahun 2000. 10.
Afrika Selatan Afrika Selatan membuat 6 senjata nuklir pada 1980-an, tetapi
kemudian melucutinya pada awal 1990-an sehingga menjadi satu- satunya negara yang diketahui tidak melanjutkan program senjata
nuklirnya setelah mengembangkannya sendiri. Pada 1979 terjadi suatu insiden yang dikenal dengan insiden Vela
127
di Samudera Hindia yang dicurigai adalah uji coba nuklir oleh Afrika Selatan yang
kemungkinan bekerja sama dengan Israel. Hal ini tidak pernah dikonfirmasikan antara Afrika Selatan dan Israel. Afrika selatan
menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 1991 dan menghentikan semua proyek senjata nuklirnya
Dari banyaknya negara yang menghentikan proyek nuklirnya, hal ini membuktikan bahwa NPT telah berhasil dalam menekan dan membatasi
127
Insiden Vela Merupakan sebuha insiden terjadinya meledaknya atmosfer sebagai akibat dari lebih dari 2000 uji coba peledakan nuklir pada tahun 1979. Pada 22 September 1979
sekitar 00:53 GMT, Vela 6911 satelit mendeteksi flash ganda karakteristik dari ledakan nuklir di atmosfer ternyata di atas Samudera Hindia atau Atlantik Selatan. Lokasi uji kemudian terlokalisasi
pada 47 deg. S, 40 deg. E di Samudera Hindia, di sekitar Afrika Selatan Prince Edward Island, dengan data hydroacoustic. Karena ambiguitas posisi deteksi awal sensor optik Vela tidak sensor
pencitraan dan bisa tidak mendeteksi lokasi, lokasi adalah berbagai digambarkan sebagai berada di Samudera Hindia atau Atlantik
Universitas Sumatera Utara penggunaan nuklir untuk kepentingan militer di dunia dan telah berhasil
membawa arti penting nuklir untuk kepentingan damai, dan melihat dari banyaknya negara yang dulunya mempunyai senjata nuklir dan telah melucutinya,
NPT mempunyai peranan penting dalam membawa kedamaian dunia. NPT sekarang telah beranggotakan lebih dari 180 negara
128
yang konsisten untuk tetap menjaga kedamaian dengan menjalankan semua ketentuan yang ada dalam
perjanjian nonproliferasi nuklir.
2. Kegagalan NPT membatasi pengembangan teknologi nuklir dalam kasus Korea Utara
Walaupun NPT dianggap telah berhasil dalam membatasi pengembangan teknologi nuklir di dunia, namun bukan berarti NPT telah berhasil sepenuhnya
dalam membatasi pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan militer secara sepenuhnya atau secara keseluruhan, ada beberapa kasus yang ternyata
menunjukkan bahwa NPT dianggap menguntungkan hanya beberapa pihak tertentu dan hal ini membuat negara anggotanya keluar dari perjanjian dan
kembali mengembangkan proyek senjata nuklirnya seperti korea utara yang dulunya merupakan negara anggota perjanjian NPT, namun mereka menarik diri
dari perjanjian tersebut karena ada kepentingan-kepentingan mengapa mereka ingin mengembangkan senjata nuklir. Hal ini merupakan kegagalan NPT dalam
menjaga non-proliferasi nuklir untuk kepentingan militer. Kasus Korea Utara menggambarkan suatu contoh terjadinya proliferasi nuklir oleh sebuah negara.
Korut telah menjadi negara pihak pada Traktat NPT pada akhir tahun 1985,
128
―Isu nuklir
korea utara‖
sebagaimana dimuat
dalam http:world.kbs.co.krindonesianeventnkorea_nuclearfaq_01.html terakhir diakses pada tanggal
30 agustus 2015 pukul 14.00
Universitas Sumatera Utara namun Korut terbukti melakukan pengembangan senjata nuklir setelah dilakukan
verifikasi oleh IAEA. Ketika IAEA ingin melakukan inspeksi terhadap proyek pengembangan nuklir mereka, Korut menolak keinginan ini dan mengancam
untuk keluar dari Traktat NPT
129
. Acaman ini dibatalkan dengan adanya kesepakatan enam negara yang dikenal dengan pertemuan segi enam
130
yaitu Korut, Amerika Serikat, Korsel, Rusia, Tiongkok, dan Jepang. Dalam pakta yang
ditandatangani tahun 2007 tersebut Korut harus menghentikan proyek nuklirnya dalam beberapa tahapan. Dalam kesepakatan tersebut, Korut setuju untuk
membekukan reaktor nuklir Yongbyon
131
miliknya dan sebagai gantinya Korut akan mendapatkan reaktor tenaga air sebagai pembangkit tenaga listrik dari
Amerika yang setara dengan harga satu ton minyak dan dalam hal ini, korut setuju untuk menghentikan proyek nuklirnya.
Namun, Korea Utara melakukan kembali proyek program pengembangan nuklir secara rahasia, sampai hal itu ditemukan kembali oleh Amerika Serikat,
129
http:world.kbs.co.krindonesianeventnkorea_nuclearfaq_01.html. Loc.cit
130
Pertemuan segi 6 adalah kerangka negosiasi multilateral, bertujuan untuk menuntaskan krisis nuklir Korea Utara putaran kedua. Kerangka multilateral itu sangat kontras dengan keadaan
pertemuan bilateral Korea Utara dan AS yang mencapai konklusi krisis nuklir Korea Utara putaran pertama. Dalam krisis kedua, Korea Utara bersikokoh agar dilakukan pertemuan bilateral, tetapi
AS tidak bersedia untuk negosiasi langsung dengan Korea Utara, karena tidak percaya kepada Korea Utara yang terus melanjutkan program nuklir rahasia bahkan setelah mengumumkan
persetujuan Jenewa. Oleh karena itu, pembangunan kerangka pembahasan multilateral dirancang sebagai sebuah alternatif. Walaupun ada faktor positif bagi AS, Korea Utara dan 4 negara lain
untuk bekerja sama untuk mengatasi masalah kepercayaan Korea Utara, namun, pertemuan segi 6 dikritik sangat lemah karena sulit memproduksi hasil konkrit melalui negosiasi secara intensif.
Pejabat tingkat asisten menteri setiap negara dilantik sebagai ketua juru runding, sedangkan wakil juru runding tingkat direktur bekerja untuk membahas rincian melalui pertemuan tingkat kerja.
131
Fasilitas nuklir Yongbyeon adalah pusat penelitian tenaga nuklir Korea Utara . Di Korea Utara, ada pusat lembaga tenaga nuklir dan pembangkit listrik tenaga nuklir yang mulai
dioperasikan pada tahun 1986 yang terletak di Yongbyeon. Reaktor nuklir berkapasitas 5 Megawatt di Yongbeyon yang selalu diperhatikan oleh media massa terkait isu senjata nuklir
Korea Utara, menerapkan cara reaktor air didih moderasi grafit dan memakai uranium alam sebagai bahan bakar. Karena plutonium yang dapat digunakan untuk membuat senjata mudah
diekstraksi dari fasilitas itu, maka dengan alasan itu, penghentian fasilitas itu adalah agenda utama dalam kesepakatan Jenewa . Selain reaktor air ringan 5 Mega Watt, fasilitas yang ditetapkan
penghentiannya termasuk reaktor air didih moderasi grafit graphite-moderated reactor, reaktor kapasitas 50Mw dan 200Mw- di Taechon yang sedang dikonstruksi, fasilitas proses daur ulang,
dan pabrik bahan bakar nuklir.
Universitas Sumatera Utara sehingga memicu krisis nuklir Korea Utara putaran kedua. Masalah itu muncul
setelah asisten menteri luar negeri AS, James Kelly mengunjungi Pyongyang pada Oktober 2002, dan mitranya dari Korea Utara secara pribadi mengakui mereka
memiliki progam nuklir. Korea Utara mengklaim bahwa AS telah melanggar perjanjian Jenewa
132
dengan penundaan konstruksi reaktor air ringan, sedangkan AS menuduh Korea Utara terus melanjutkan program nuklirnya bahkan setelah
menyetujui perjanjian internasional. Alasan mengapa korea utara ingin mengembangkan teknologi nuklirnya
karena Korea Utara menganggap Amerika sebagai ancaman utama, dan Amerika juga mengawasi Korea Utara sebagai negara pendukung teroris. Melihat hasil
perang di Afganistan dan Irak, Korea Utara mengkhawatirkan bahwa pihaknya akan bisa juga menjadi sasaran berikut dalam daftar gempuran AS. Oleh karena
itu, Korea Utara menaruh perhatian pada pengembangan senjata nuklir dengan tujuan bahwa nuklir itu akan mencegah Amerika tidak melakukan aksi provokasi
militer terhadap Korea Utara. Kepemilikan senjata nuklir membuat Korea Utara memiliki posisi unggul dalam negosiasi. Keamanan rejim Korea Utara bisa
dicapai sempurna melalui perbaikan hubungan dengan AS. Karena itu, menurut pandangan Korea Utara, kepemiikan senjata nuklir akan meningkatkan motivasi
AS untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara. Korea Utara yakin bahwa program nuklirnya adalah cara efektif untuk membawa AS ke meja negosiasi,
132
Kesepakatan Jenewa adalah perjanjian bilateral antara AS dan Korea Utara yang membawa resolusi krisis nuklir Korea Utara putaran pertama yang dipicu oleh pengunduran diri
Korea Utara dari perjanjian penyebarluasan senjata pemusnah massal, NPT pada tahun 1993. Kesepakatan itu tercapai pada 21 Oktober, 1994 oleh ketua delegasi AS dan Korea Utara, yaitu
oleh utusan urusan nuklir AS, Robert Gallucci dan wakil Menlu Korea Utara Kang Suk-ju. Persetujuan itu memfokuskan pada penghentian program nuklir Korea Utara dan sebagai
imbalannya menerima pemasokan reaktor air ringan. Kesepakatan Jenewa menekankan penghentian program nuklir Korea Utara, kesepakatan itu juga mencantumkan definisi hubungan
umum AS dan Korea Utara secara keseluruhan untuk menghentikan kegiatan nuklir Korea Utara
Universitas Sumatera Utara maupun sebagai suatu alat penjamin keamanan rejimnya. Dalam proses negosiasi
itu, Korea Utara mempercayai bahwa selain menjaga keamanan rejimnya, program nuklir itu juga akan bisa mendapat keuntungan ekonomi seperti program
bantuan bervariasi
133
.
133
―http:world.kbs.co.krindonesianeventnkorea_nuclearfaq_01.html Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan