Perbandingan Aktivitas Inhibitor Komersial Penentuan Bobot Molekul

Beberapa enzim dan inhibitor memerlukan ion-ion tertentu untuk menjaga kestabilan aktivitasnya. Ion-ion tersebut dapat bertindak sebagai inhibitor pada konsentrasi tertentu, tetapi dapat juga menjadi aktivator pada konsentrasi yang berbeda. Ion logam dapat membentuk suatu kompleks dengan substrat dan sisi aktif enzim sehingga menggabungkan keduanya dalam bentuk aktif. Ion logam juga berfungsi sebagai senyawa penarik kuat elektron pada tahap tertentu dalam siklus katalitik Lehninger 1993.

4.3.6 Perbandingan Aktivitas Inhibitor Komersial

Fungsi dari protease inhibitor yang paling penting dalam sistem biologis salah satunya adalah mengontrol aktivitas protease. Inhibitor alami pada beberapa penelitian telah berhasil di ekstrak dan dimurniankan dengan potensi yang tidak kalah dengan inhibitor komersial. Untuk mengetahui Potensi suatu inhibitor protease dari ekstrak ikan dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan inhibitor komersial seperti ethylene diamin tetra acetic EDTA, pepstatin, dan phenyl methyl sulfonyl fluoride PMSF pada konsentrasi 1 mM dan 5 mM. Hasil pengujian menunjukkan bahwa inhibitor protease katepsin dari ekstrak ikan patin mempunyai aktivitas persen penghambatan yang hampir sama dengan PMSF konsntrasi 1 mM dan 5 mM, namun masih dibawah aktivitas penghambatan dari inhibitor pepstatin 1 µM 94,20 serta aktivitas penghambatan EDTA sebesar 91,071 1 mM dan 92,857 5 mM. Data mengenai perbandingan inhibitor katepsin dengan inhibitor lainnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan aktivitas inhibitor komersial dengan inhibitor ekstrak patin. No. Inhibitor Penghambatan 1 Inhibitor ekstrak patin 82,251 2 Pepstatin 1mM 94,260 3 PMSF 1mM 83,929 4 PMSF 5mM 83,036 5 EDTA 1mM 91,071 6 EDTA 5mM 92,857

4.3.7 Penentuan Bobot Molekul

Penentuan bobot molekul dilakukan dengan teknik SDS PAGE Sodium dedocyl sulphates-polyacrylamida gel electrophoresis . Metode ini menggunakan 2 macam gel yaitu gel penahan stacking gel dan gel pemisah resolving gel yang mengandung akrilamida, SDS, APS ammonium persulfat dan TEMED. Gel akrilamida diperoleh dengan polimerisasi akrilamida dengan metilen bis akrilamida sebagai crosslinking agent dan APS sebagai katalisator. Penambahan deterjen anionik seperti SDS sodium dodesilsulfat, β-merkaptoetanol dan pemanasan akan merusak struktur tiga dimensi protein. Beta merkaptoetanol akan memecah ikatan disulfida dan mereduksinya menjadi gugus sulfihidril, sedangkan SDS akan bereaksi dengan protein membentuk kompleks bermuatan negatif sehingga protein akan bergerak dalam medan listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul. Rosenberg 1996. Proses elektroforesis dilakukan pada ruang dingin agar tidak terjadi denaturasi protein, dengan menggunakan voltase 100 volt dan 50 mA selama kurang lebih 1,5 jam. Selama proses berlangsung, molekul protein yang berukuran lebih kecil akan bergerak lebih cepat melintasi gel, sedangkan yang berukuran lebih besar akan bergerak lebih lambat sehingga pada akhirnya molekul berberat molekul rendah akan mempunyai Rf jarak tempuh yang lebih jauh dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar. Hasil analisis dengan elektroforesis dirangkum pada Tabel 9 Tabel 9 Bobot molekul kDa pada setiap tahap pemurnian Ekstrak kasar Pengendapan Dialisis Penukar ion Gel filtrasi 126,026 126,026 126,026 101,181 106,891 101,181 68,900 72,788 72,788 58,439 55,317 55,317 37,669 33,752 33,752 55,317 31,949 28,627 28,627 27,098 21,756 22,984 22,984 24,281 18,453 17,467 18,453 17,467 15,651 16,534 15,651 15,651 15,651 14,024 14,815 14,024 14,024 12,566 12,566 12,566 Penentuan bobot molekul dilakukan pada ekstrak kasar, hasil pengendapan ammonium sulfat, hasil dialisis, hasil pemurnian dengan filtrasi gel dan penukar ion. Pada penelitian ini menggunakan marker penanda prestained protein marker dengan bobot molekul 175-7 kDa, yang terdiri dari MBP maltose- binding protein - β-galactosidase 175 kDa, MBP-paramyosin 80 kDa, MBP- CBD chitin binding domain 58 kDa, CBD-mxe intein-2CBD 46 kDa, CBD- mxe intein 30 kDa, CBD-BmFKBP13 25 kDa, lysozyme 17 kDa, aprotinin 7 kDa. Hasil analisis dengan elektroforesis disajikan pada Gambar 18. 15,65 kDa Gambar 18 Hasil elektroforesis: M Marker, 1 ekstrak kasar, 2 pengendapan ammonium sulfat, 3 hasil dialisis, 4 penukar Ion, 5 filtrasi gel. Berdasarkan Gambar 18 pada kolom 1, 2, dan 3, nampak bahwa ekstrak inhibitor protease katepsin masih mempunyai banyak pita 11 band yang berarti masih banyak molekul disini, termasuk pula protein yang berasal dari sel dan protein pengotor lainnya. Setelah mengalami proses pemurnian dengan kromatografi penukar ion terlihat adanya pengurangan jumlah pita menjadi 6 pita, hal ini berarti selama proses kromatografi banyak menghilangkan protein sehingga yang tersisa adalah protein inhibitor yang lebih murni. Hal ini juga terlihat pada Tabel 7, yang menunjukkan kelipatan pemurnian yang lebih tinggi sebesar 4,65 kali. Tingkat kemurnian paling tinggi yaitu 16,91 kali didapatkan setelah inhibitor protease katepsin dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel yang menghasilkan hanya 1 buah pita dengan bobot molekul 15,65 kDa Gambar 18 kolom 5, dan Tabel 9. Penelitian Ustadi et al. 2005 yang melakukan pemurnian inhibitor dari telur ikan berhasil mendapatkan inhibitor sistein protease berupa sistatin I dengan berat molekul 18 kDa. Sedangkan Cao et al. 2000 yang melakukan pemurnian dari daging skeletal ikan croaker berhasil mendapatkan tripsin inhibitor dengan berat molekul 18,18 kDa. Sistatin adalah inhibitor sistein protease yang secara luas tersebar pada jaringan hewan dan cairan tubuh. Sistatin diklasifikasikan dalam tiga group berdasarkan struktur molekulnya. Kelompok I sistatin yang sedikit ikatan disulfida seperti sistatin A, B dan rat cystatin β. Kelompok II sistatin yang mempunyai karakteristik dua ikatan disulfida seperti human cystatin, chiken cystatin , dan rat cystatin. Kelompok I dan II ini mempunyai berat molekul 10 sampai 20 kDa Oliviera et al. 2003; Ustadi et al. 2005. Kelompok inhibitor sistein lainnya seperti koninogen mempunyai berat molekul 45,8 sampai 51 kDa Ylonen et al. 2002. Salarin dengan berat molekul 43 kDa Olonen et al. 2003

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian tentang purifikasi dan karakterisasi inhibitor katepsin dari ikan bandeng dan ikan patin ini telah berhasil mendapatkan metode tentang optimasi ekstraksi inhibitor dari ikan patin dan bandeng, diperoleh metode purifikasi terbaik yang menghasilkan inhibitor dengan aktivitas dan kelipatan pemurnian yang cukup tinggi, serta mendapatkan beberapa karakteristik dari inhibitor protease katepsin. Hasil optimasi sumber inhibitor katepsin terbaik dari bagian kulit, daging dan organ dalam ikan bandeng dan ikan patin yaitu pada bagian daging yang diekstraksi pada suhu 80 o C dengan aktivitas penghambatan sebesar 87,84 pada ikan bendeng dan 90,28 dari ikan patin. Ekstrak inhibitor dari daging ikan patin merupakan ekstrak terbaik untuk dilakukan pemurnian. Metode purifikasi inhibitor dilakukan beberapa tahap, yaitu pengendapan dengan ammonium sulfat 70, kemudian didialisis dengan kantong dialisis cut off 12 kDa, selanjutnya dimurnikan dengan penukar ion DEAE Sephadex A-50, dan didapatkan aktivitas spesifik sebesar 18,762 Umg dengan kelipatan pemurnian 4,65 kali. Tahap akhir pemurnian adalah filtrasi gel. Hasilnya menunjukkan peningkatan aktivitas spesifik yang cukup tinggi menjadi 68,159 Umg dengan kelipatan kemurnian sebesar 16,91 kali. Karakteristik inhibitor katepsin yang dihasilkan, yaitu suhu optimum 40 o C, dan pH optimum 8. Ekstrak inhibitor relatif stabil pada suhu 10-50 o C dan pada kisaran pH 7-9. Inhibitor ekstrak mempunyai bobot molekul 15,651 kDa. Ion-ion logam menurunkan aktivitas inhibitor katepsin kecuali ion logam Mn 2+ dan Na + 1 mM.