Aturan Adat dan kepercayaan Suku Dayak Kenyah

a b Gambar 28 Contoh produk unggulan hasil kebun bekkai: a Daun bekkai siap olah; b Daun bekkai yang telah ditumbuk dan siap pakai. Selain produk-produk di atas, terdapat beberapa padi lokal yang menjadi unggulan Suku Dayak Kenyah. Pada masyarakat Suku Kenyah Bakung di Desa Long Aran memiliki beberapa spesies padi lokal dengan lebih dari 51 varietas. Beberapa padi diantaranya pa’dai usan mempat dan pa’dai utan bulan Ngindra 1999. Pada Suku Dayak Kenyah di Desa Long Alango sendiri ditemukan 34 spesies padi ladang dan 19 spesies padi sawah dengan kesamaan spesies diantaranya pa’dai bere, pa’dai ba’an, pa’dai putik, pa’dai mahag, pa’dai 6 bulanan, pa’dai merah Lampiran 4. Dari sejumlah spesies padi yang ditemukan sayangnya tidak dapat diidentifikasi hingga tingkat varietas karena menurut masyarakat lokal pun mereka tidak mengerti hingga tingkat varietas dan penelitian mengenai varietas padi lokal di Desa Long Alango ini belum ditemukan. Menurut Setyawati 1999, ditemukan sebanyak 38 varietas di Desa Apau Ping namun hanya diperoleh sampel dari 35 varietas. Varietas-varietas padi dikategorikan menjadi padi biasa, pa’dai nyain 25 varietas dan padi ketan, pa’dai pulut 10 varietas.

5.4.2 Aturan Adat dan kepercayaan Suku Dayak Kenyah

Suku Dayak Kenyah di Desa Long Alango memiliki aturan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. Aturan tersebut telah disepakati bersama dalam setiap pertemuan BPTU Badan Pengelola Tana’ Ulen. Aturan tersebut dibuat agar masyarakat tetap memanfaatkan sumberdaya hutan dengan arifbijaksana. Seperti yang telah disebutkan oleh Uluk et al. 2001 bahwa Suku Dayak di TN Kayan Mentarang sangat menggantungkan hidupnya pada hutan, mereka memanfaatkan hasil hutan untuk kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu agar mereka tetap dapat memanfaatkan sumberdaya hutan hingga anak cucunya, mereka menjaga hutan dengan aturan-aturan yang ada sehingga pemanfaatannya pun tidak berlebihan. Aturan-aturan tersebut antara lain: a Pada musim kemarau, tidak diperbolehkan menyalakan api di dalam hutan karena dapat menimbulkan kebakaran kecuali dalam pengawasan. b Berburu di Tana’ Ulen dibatasi dan hanya untuk konsumsi sendiri karena Tana’ Ulen merupakan hutan yang dilindungi secara adat. c Tidak boleh menebang pohon yang menghasilkan buah yang dapat dimakan di dalam hutan, jika ingin menanam bibitnya di kebun, diperbolehkan untuk mengambil tingkat semai bersama dengan tanahnya. d Jika ingin mengambil bibit gaharu Aquilaria sp. hanya diperbolehkan anakannya saja tingkat semai. e Pemanenan rotan sega Calamus caesius dilakukan pada tumbuhan yang sudah tua. f Jika ingin mengetahui isi gaharu Aquilaria sp., batang dipukul bagian bawah dahulu kemudian atasnya. Gaharu tidak boleh ditebang apabila tidak terdapat isinya. g Penebangan pohon yang dilakukan di Tana’ Ulen tidak diperbolehkan kecuali untuk keperluan rumah tangga tidak boleh untuk diperdagangkan. h Memanfaatkan lahan orang lain harus dengan izin pemiliknya dan tidak boleh menanam tanaman keras pada lahan tersebut. Aturan yang dibuat tentunya telah disepakati dan masyarakat pun melaksanakannya dengan baik. Akan tetapi sering juga terjadi pelanggaran seperti penebangan pohon, memanfaatkan lahan orang tanpa izin, menanam tanaman keras pada lahan yang dipinjam, biasanya bukan dilakukan oleh masyarakat desa, melainkan pelanggaran tersebut dilakukan oleh pendatang atau orang dari luar kawasan. Oleh sebab itu diberlakukan sanksi bagi pelanggar. Sanksi tersebut adalah pelanggar wajib membeli parang seharga Rp 500.000,- atau uang tunai sebesar Rp 500.000,- yang diberikan kepada ketua adat atau kepala desa setempat yang nantinya akan menjadi sumber pemasukan desa. Selain aturan adat, adapun kepercayaanmitos nenek moyang yang masih berlaku hingga sekarang. Mitos ini dipercaya secara turun temurun dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. Mitos-mitos tersebut antara lain: a Di hutan tidak boleh melakukan hal-hal yang sembarangan karena penghuni hutan itu akan marah. b Jika bertemu dengan ular berkepala merah, tidak diperboleh buka lahan karena akan terkena musibah. c Pada saat bulan purnama tidak diperbolehkan membangun rumah, jika itu terjadi maka rumah tersebut akan terbakar. d Menanam bibit buah harus pada waktu bulan salap hampir bulan purnama bentuknya sekitar ¾ bulan agar tanaman tersebut dapat tumbuh subur. e Pada saat bulan teng bulan setengah saat yang tepat untuk menanam tuba Derris montana. f Pada saat berburu menggunakan anjing, pemburu tidak boleh mengambil rotan sega Calamus caesius, jika melanggar maka anjing yang dibawa tidak dapat menyalak. g Apabila di sekitar kulat jamur terdapat nyamuk, maka jamur ini aman dikonsumsi. Akan tetapi apabila tidak terdapat nyamuk di sekitarnya maka jamur tersebut beracun. h Pemanenan spesies bambu hanya dilakukan pada bulan salap jika melanggar bambu tersebut akan jabuk atau busuk. i Penebangan pohon untuk dimanfaatkan kayunya tidak boleh dilakukan sembarang waktu, harus pada pertengahan bulan karena jika sembarangan kayu akan lapuk. j Kata orang tua dulu: pohon itu jika ditebang akan menangis, jika pun harus menebang untuk keperluan rumah tangga ataupun papan harus meminta izin atau permisi dahulu pada arwah nenek moyang. Berdasarkan salah satu penuturan Kepala Adat Besar Hulu Bahau, Anyie Apuy, bahwa : “Hutan merupakan rumah bagi kami, segala kebutuhan hidup mulai dari papan, makanan, obat-obatan, tempat berladang berasal dari hutan. Kami telah hidup bersama hutan lebih dari berabad-abad. Tidak boleh ada satupun yang berani merusak hutan kami. Jika ada yang melanggarnya harus dihukum. Hutan kami Tana’ Ulen adalah jiwa bagi kami.” Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya hutan bagi Masyarakat Suku Dayak khususnya Suku Dayak Kenyah. Oleh sebab itu hutan perlu dijaga dan dilestarikan agar pemanfaatannya pun berkelanjutan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1 Suku Dayak Kenyah TN Kayan Mentarang memanfaatkan keanekaragaman spesies tumbuhan pangan budidaya ataupun liar. Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah sebanyak 139 spesies 23 tumbuhan pangan hutan, 33 tumbuhan pangan hutan yang dibudidaya, dan 44 tumbuhan budidaya non hutan. 2 Suku Dayak Kenyah memiliki kearifan tradisional dalam memanfaatkan sumberdaya hutan khususnya sumber bahan pangan agar tetap berkelanjutan, seperti a budaya berladang, bersawah, berkebun, b pemanfaatan tumbuhan pangan saat berburu, c menanam tumbuhan pangan dari hutan ke kebun, dan d pengelolaan tumbuhan pangan secara tradisional.

6.2 Saran

Sumberdaya hutan TNKM memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan pangan seperti bekkai lema Pycnarrhena cauliflora, salap Sumbaviopsis albicans, belengla Litsea cubeba yang dijadikan bumbu oleh Suku Dayak, serta buah-buahan seperti mata kucing Dimocarpus longan dan maritam Nephelium ramboutan-ake. Hendaknya spesies tersebut dapat dipromosikan ke seluruh Indonesia bahkan ke mancanegara sebagai komoditi lokal unggulan. Beberapa padi lokal Dayak Kenyah seperti pa’dai adan, pa’dai bere, pa’dai pulut berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan nasional sehingga pemerintah tidak perlu lagi mengimpor beras.