FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung)

ABSTRAK

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYAPEREDARAN GELAP
NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA
(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung)

Oleh
LASMAIDA MANIK

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah sosial yang
sangat marak dan terjadi bukan hanya dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat
tetapi terjadi pula di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Rumusan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: apakah faktor penyebab terjadinya
peredaran gelap narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika, bagaimanakah
upaya penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika dan Apakah faktor-faktor penghambat upaya
penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normative
dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer
yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung, Ditreserse
Narkoba Polda Lampung, Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, sedangkan data sekunder di
peroleh dari studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
pertama : Faktor penyebab terjadinya peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika adalah minimnya anggaran, kurangnya sarana dan
prasarana, kurangnya personil pengamanan dan pembina narapidana, adanya
permintaan dan penawaran (supply and demand), serta factor ekonomi yang
rendah. Kedua:upaya penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika
di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika yaitu melakukan pemeriksaan dan
penggeledahan terhadap pengunjung Lembaga Pemasyarakatan, melakukan

Pembinaan kepada para Petugas Lembaga Pemasyarakatan, melakukan
penyuluhan tentang bahaya narkotika kepada narapidana, melakukan program
pembinaan mental, dan mencanangkan program Pencegahan, Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Ketiga: Faktor
penghambat penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan yaitu: faktor penegak hukum, factor sarana dan
prasarana, dan factor masyarakat.

Saran penulis dalam skripsi ini adalah agar pengawasan terhadap narapidana dan
pegawai Lembaga Pemasyarakatan hendaknya terus ditingkatkan dan diefisienkan
dengan proses penanganan yang transparan serta perlunya meningkatkan
profesionalitas kerja Lembaga Pemasyarakatan dalam menanggulangi peredaran
gelap narkotika.
Kata Kunci: Faktor Penyebab, Peredaran Gelap Narkotika, Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA
(Studi di LembagaPemasyarakatanNarkotikaKelas IIA Bandar Lampung)
(Skripsi)

Oleh:
LASMAIDA MANIK

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM
pada

Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sumatera Utara pada tanggal 02
Desember 1992 yang merupakan anak ke enam dari
enam bersaudara, putri dari Bapak Paima Manik dan
Ibu Dorkas Rajagukguk.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di
SD Negeri 3 Sidikalang pada tahun 2005, kemudian
penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 3 Sidikalang yang lulus pada tahun 2008. Penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sidikalang dan lulus

pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Hukum di Universitas Lampung yang diterima lewat seleksi jalur undangan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai Unit Kegiatan
Mahasiswa dan berbagai pelatihan yang menunjang masa depan sang penulis.
Pada bulan Januari di tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) Periode I yang dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah, Kecamatan
Bangun Rejo, Desa Sripendowo, selama kurang lebih 40 hari.

!
!

"
# $

%

&'

(


!$
$

!

#
)
* #

# #
+
#

#
* #

#
+


!,

!

"

#

%

$

&

&
'
$

&


(
&

&

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa memberikan anugerah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akhir guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul :
Faktor Penyebab Terjadinya Peredaran Gelap Narkotika Di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas II A Bandar Lampung).

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi, bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:


1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitna Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus selaku Dosen Pembahas I

yang telah memberikan saran, koreksi, dan arahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan banyak mengingatkan penulis terhadap kelalaian dan
kesalahan yang diperbuat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran, serta banyak
memberikan kritik dan saran yang membangun pemahaman penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan hasil yang baik.
6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan saran, koreksi, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
7. Ibu Diane Eka Rusmawati, S.H., M.HUM. Selaku Dosen Pembimbing

Akademik.
8. Bapak Anggi Febiakto, Ibu Rini Legitasari, A.Md.IP.,S.H., M.H., Ibu dr.Dini
Kartiyani, dari pihak Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar
Lampung; Bapak Fhata Z’af Al’ali, S.IKom dari pihak Badan Narkotika
Nasional Provinsi Lampung; Bapak H.Azhari, S.H., M.H, dari pihak
Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung; dan Bapak Dr.Maroni, S.H.,
M.H, Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
membantu dalam proses penelitian, memberikan izin penelitian, menjadi
narasumber dan membantu penyediaan data dalam penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat
disebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas bimbingan dan didikan

serta ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lampung, yang kelak akan sangat berguna bagi penulis.
10. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan. Terkhusus
untuk Babe Narto, Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Dian, Pak Herman
terimakasih selalu menyempatkan waktu untuk berdiskusi, dan banyak
membantu penulis selama perkuliahan di Fakultas Hukum.
11. Teristimewa dan terkhusus kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Paima

Manik dan Dorkas Rajagukguk atas perjuangan dan pengorbanan selama ini
yang tidak mengenal lelah dan tanpa pamrih untuk mewujudkan cita-citaku
dan harapan untuk menjadikanku kelak jadi orang yang berguna dan menjadi
berkat bagi keluarga. Terimakasih buat iringan doa yang senantiasa mengalir
untukku, semoga doa, pengharapan dan jerih lelah kalian kelak akan
terbalaskan dengan keberhasilan putrimu ini.
12. Abangku, Anggiat Manik, Saut M.T Manik, Hotman Lamsihar Manik, Nasib
H Manik, Junior Ginting, kakakku Rista Leny Marlina Manik,dan Edaku
Berliana Berutu, Nirwana Siagian, Selma Purba, yang senantiasa menemani,
mendukung dan mendoakanku, semoga Tuhan memberkati kita.
13. Untuk keponakan-keponakanku Mazmur Manik, Festus Manik, Niko Manik,
Josua Manik, Agnes Manik, Samuel Ginting, Rahel Ginting, Yoel Ginting,
Yoel Manik, dan Juli Manik yang menjadi penyemangatku, penopang rasa
letihku, terimakasih buat tingkah lucu dan kepolosan kalian yang selalu
menghiburku, terimakasih buat perhatian kalian yang selalu merindukanku.

14. Untuk tulang, nantulang, tante, uda, sepupu-sepupuku, dan keluarga besarku
yang tidak dapat kusebut satu persatu,

terimakasih untuk dukungan dan


nasehat-nasehatnya.
15. Teristimewa untuk Rudi Sihite, seseorang yang begitu berharga dan memberi
warna dalam hidupku, yang begitu banyak berkorban untuk membantu
penyelesaian skripsi ini, dengan penuh kesabaran selalu memberikan motivasi,
dorongan, dan menjadi tempat berbagi keluh kesah dan kebahagiaan.
Terimakasih untuk kasih sayang yang tak hentinya diberikan kepada penulis.
16. Sahabat-sahabatku Kalsum Sari Asih, Emilia Sari, Devilitasari, Elsa Stella
Nova, Rantika Tarigan, yang memberikan kenangan indah di masa kuliah.
17. Sahabat tergokilku, Erna Sihombing yang selalu setia membantu, menghibur
dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih buat kenangan indah
semasa perkuliahan, semoga kelak kita dapat meraih kesuksesan bersama.
18. Sahabatku yang selalu siap untuk bertukar pikiran dan memberi banyak
masukan mulai awal pengajuan judul hingga akhir selesainya skripsi ini
Dopdon K Sinaga, terimakasih buat semua saran dan dukungannya.
19. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum, Noni, Silvy, Andre, Jimmy,
deswandi, gusti, wayan, Yola, Nur Saadah, Komang dan semua yang belum
disebutkan terimakasih atas kebersamaannya selama perkuliahan.
20. Untuk teman-teman Formahkris angkatan 2011, Torang, Dopdon, Kurniawan,
Bram Monang, Juna, Grace, Salamat, Try Gilbert, Erna, Daniel Sitanggang,
David, Ferry, Nova Simbolon, Yonathan P.H., Mona, Marlina, Merry, yang
telah memberikan kenangan yang luar biasa dalam keluarga Formahkris.

21. Senior Formahkris, Kak Ivo, Kak Eby, Kak Elsie, Kak Dede, Bang Tua, Kak
Elfrida, Kak Ade, dan kakak-kakak yang lain yang tidak bisa disebut satu
persatu serta adik-adik Formahkris Angkatan 2012,2013, dan 2014,
terimakasih untuk kekeluargaan yang diberikan dalam ikatan keluarga
Formahkris.
22. Untuk teman-teman KKN: Litha, Mely, Nita, Leni, Ismail, Jepri, Kahfindra,
dan Rendra, terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan serta kenangan
yang tidak terlupakan semasa KKN.
23. Keluarga Besar Ikatan Muda/I Batak Kristen (IMBK) Dosroha Bandar
Lampung, Kak Darlia, Kak Uli, Kak Niar, Evi, Harapan, Herman, Jitro,
Hotman Malau, Chandra, Agustinus, Jefri, Rinto, Cahjon, Joster, Rio,
Yusman, dan teman-teman yang lain, terimakasih buat kekeluargaan dan
kenangan yang diberikan.
24. Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang yang
lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak.
Semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan
negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain terutama bagi penulis.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung
Penulis

Lasmaida Manik

April 2015

DAFTAR ISI

Halaman
I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ..........................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................................9
E. Sistematika Penulisan ................................................................................12

II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika ........................................................14
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Narkotika ...........................................24
C. Faktor Penghambat Penanggulangan Kejahatan .......................................29

III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ..................................................................................35
B. Sumber dan Jenis Data ..............................................................................36
C. Penentuan Narasumber ..............................................................................38
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ...........................................39
E. Analisis Data..............................................................................................40

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden.............................................................................41
B. Faktor Penyebab Terjadinya Peredaran Gelap Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika .........................................................................43

C. Upaya Penanggulangan Secara Non Penal Peredaran Gelap Narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika .........................................................47
D. Faktor-Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Secara Non Penal
Peredaran Gelap Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika .........57

V. PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................61
B. Saran ...........................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan narkotika merupakan masalah yang sangat komplek, yang memerlukan
upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidisipliner, multisektor, dan peran masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.

Perdagangan narkotika menjadi lahan bisnis yang sangat menjanjikan suatu
keuntungan yang sangat menggiurkan. Produsen, penjual, pengedar atau bandar
narkotika akan menikmati keuntungan finansial yang sangat besar dalam waktu
cepat setelah menekuni bisnis narkotika, sedangkan pengguna atau pemakai akan
dijanjikan suatu kenikmatan yang tak terhingga setelah menggunakan narkotika.1

Sejatinya narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan
diperlukan dibidang kesehatan seperti pada pengobatan penyakit tertentu dan
dalam rangka kepentingan pengembangan suatu ilmu pengetahuan. Namun di sisi
lain, narkotika merupakan zat yang dapat merusak syaraf otak manusia dan

1

Achmad Rifai, 2014, Narkoba Di Balik Tembok Penjara, Yogyakarta, Aswajaya Pressindo,
Hlm.2

mempunyai akibat sindroma ketergantungan kepada penggunanya, sehingga jika
narkotika digunakan tidak pada tempatnya yang benar, akan menimbulkan bahaya
bagi penggunanya, bahkan dapat mengakibatkan kematian.2 Mengingat bahaya
yang ditimbulkan oleh adanya kejahatan narkotika ini maka bangsa Indonesia
secara sadar telah menentukan sikap untuk memeranginya, karena dampaknya
yang sangat merusak generasi muda.3

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Illict
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, yang dalam
perkembangan selanjutnya memberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika setelah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tidak berlaku lagi, dengan tujuan untuk mengahadapi bahaya
narkotika dan menyelamatkan rakyat Indonesia, terutama generasi muda yang
pada saatnya nanti akan tampil sebagai penerus eksistensi bangsa dan Negara.4

Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun
dan diberlakukan. Namun demikian kejahatan yang menyangkut tentang narkotika
belum dapat diredakan. Permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas, yaitu
pada fakta empiris penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tidak hanya
terjadi di dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat tetapi terjadi pula di balik
tembok penjara yaitu di dalam ruang lingkup Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
2

Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Kapita Selekta Hukum Pidana, Universitas Diponegiro,
Semarang, Hlm.112
3
A. W. Widjaya, 2008, Masalah Kenakalan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, Armico,
Hlm.20
4
Achmad Rifai, Op. Cit. Hlm.5

yang merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana.5 Hal tersebut
dapat dilihat dan didengar dari berbagai pemberitaan di media massa maupun
elektronika, yang memberitakan tentang warga binaan di suatu Lembaga
Pemasyarakatan tertentu terlibat dalam suatu jaringan pengedar narkotika dari
balik tembok penjara.

Contoh kasus narapidana yang terlibat dalam jaringan peredaran narkotika adalah
kasus yang terjadi pada hari Jumat, 27 Juni 2014 jajaran kepolisian kembali
membuktikan narapidana yang sedang ditahan di LP Way Hui mampu
mengendalikan peredaran narkotika melalui ponsel. Terdakwa bernama Toni
Ariansyah (23) didampingi Ade Panca (34), tersangka lainnya, mengaku disuruh
kakaknya mengantar paket sabu-sabu. Kakak yang dia maksud adalah narapidana
bernama Taufik yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan
Way Hui Bandar Lampung. Taufik adalah Kakak kandung tersangka. Sudah vonis
lima tahun dan baru dua tahun di penjara. Kedua tersangka ditangkap Kamis, 26
Juni 2014, jam 20.30 WIB, di Jl Pulau Bacan Kelurahan Jagabaya II Kecamatan
Sukabumi Bandar Lampung. Keduanya diancam Pasal 114 sub Pasal 112 UU RI
No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Keduanya juga diancam penjara lima hingga
20 tahun.6

Berdasarkan

data

dari buku

register

F

(buku

pelanggaran)

Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung, jumlah kasus peredaran

5

Badan Narkotika Nasional, “Menuju Indonesia Bebas Narkoba 2015 Optimistis Kita Bisa”,
Aware And Care, Jurnal Edisi 02/2009, Hlm 1.
6
Irianto. Napi Lembaga Pemasyarakatan Way Hui Kembali Kendalikan Narkotika,
Http://Www.Saibumi. Com/Artikel-54225-Napi-Lembaga Pemasyarakatan-Way-Hui-KembaliKendalikan-Narkotika.Html, Diakses Kamis, 22 Januari 2015, 9:05 Wib

narkotika yang pernah ditangani di Lembaga Pemasyarakatan tersebut tahun 2014
berjumlah 17 kasus.

Tabel. Jumlah kasus peredaran gelap narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas II A Bandar Lampung tahun 2014
No.

Bulan

Jumlah kasus

1.

Februari

3 kasus

2.

Agustus

4 kasus

3.

Oktober

6 kasus

4.

November

4 kasus

Jumlah

17 kasus

Dalam hal ini kasus tersebut bukan hanya kasus pengedar tetapi juga terdapat
kasus pemakai, dan kasus upaya memasukkan narkotika ke dalam Lembaga
Pemasyaratakan. Kasus terakhir yang ditemukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung adalah penemuan 12
paket narkotika, yang mana paket tersebut di bawa pihak luar dan berusaha akan
memasukkannya kedalam Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika sesuai dengan namanya, khusus
melaksanakan pembinaan terhadap narapidana kasus Narkotika dan Psikotropika
yakni mengemban misi penyembuhan (pengobatan) narapidana narkotika,

sekaligus memutus mata rantai jaringan peredaran narkotika, serta misi
pembinaan yang menjadi tugas pokok Lembaga Pemasyarakatan.7

Kebijakan dalam menentukan bentuk Lembaga Pemasyarakatan khusus narkotika
dan bentuk pembinaannya didasarkan pada strategi demand reduction yaitu :
a. Memudahkan dalam pengawasan
b. Meningkatkan pengetahuan narapidana tentang bahaya narkotika
c. Penyakit akibat dampak narkotika
d. Mencegah narapidana non-narkotik terpengaruh menggunakan narkotika. 8

Hal ini dapat dilihat pada Pasal 2 UU No. 12 tahun 1995 yang menyebutkan :
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga
binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggung jawab.”

Kebijakan pembinaan narapidana khusus narkotika berbeda dengan penanganan
narapidana pada umumnya sehingga dalam pembinaan perlu didasari dengan
metode sistematis, baik terhadap pengedar maupun pengguna narkotika.9 Hal ini
didukung oleh Soejoto yang menyatakan bahwa narapidana dan tahanan narkotika
mempunyai kekhususan tersendiri, karena narapidana dan tahanan kasus
narkotika,

bukan

hanya

pelaku

tindak

pidana,

juga

sebagai

korban

penyalahgunaan narkotika karena mengkonsumsi narkotika. Dengan demikian
7

Yusril Ihza Mahendra, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Upaya Pemerintah Merespon
Program Penanganan Mendesak Penyalahgunaan Narkotika, Departemen Kehakiman Dan Ham
Ri, Jakarta, Hlm 41.
8
Untung Sugiyono, Kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tentang Penanggulangan
Napza Dan Hiv Di Lembaga Pemasyarakatan Dan Rutan, 2004, Hlm 4
9
Torrow, Pelatihan Tc (Therapeutic Comunnity) Bagi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika, Warta Pemasyarakatan, Edisi No.16-Th V-April 2004.Hlm. 14.

kasus narkotika tidak hanya menjalani pidana, namun juga perlu direhabilitasi,
supaya sembuh dari ketergantungan narkotika.10

Kondisi pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika harus benar-benar
diperhatikan dengan baik, karena keamanan merupakan salah satu kunci
keberhasilan dari upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan. Sistem pengamanan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan di
Indonesia sudah didasarkan pada ketentuan Standard Operasional Prosedur
(SOP) yang berlaku. Seperti pengamanan lingkungan pintu utama oleh Petugas
Pengamanan Pintu Utama (P2U) di lakukan sangat ketat dan terfokus pada
penanganan gangguan keamanan dan ketertiban baik dari dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun dari luar.

Penegakan hukum pidana dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal
law

enforcement

sebagai

bagian

dari

criminal

policy

atau

kebijakan

penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua
sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana
non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Dengan melihat fakta dalam berbagai pemberitaan, masih banyak kita temukan
bahwa ada banyak kasus peredaran narkotika yang terjadi di dalam Lembaga
pemasyarakatan. Untuk itu sangat diperlukan alternatif maupun solusi dalam
upaya

mencegah,

menanggulangi

sekaligus

memberantas

kejahatan

penyalahgunaan dan peredaran narkotika tersebut.

10

Soejoto, Disparitas Pemidanaan Kasus Narkotika Dan Psikotropika, Warta Pemasyarakatan,
Edisi No. 16-Th V-April 2004,Hlm 7

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Faktor Penyebab Terjadinya
Peredaran Gelap Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika (Studi di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah faktor penyebab terjadinya peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika?
b. Bagaimanakah upaya penanggulangan secara non penal peredaran gelap
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika?
c. Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat upaya penanggulangan
secara non penal peredaran gelap narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika?

2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian bidang hukum pidana pada umumnya
dan khususnya pada mata kuliah hukum penitensier dan sistem pemasyarakatan
mengenai faktor penyebab terjadinya peredaran gelap narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika, upaya penanggulangannya secara non penal dan
faktor-faktor penghambat pelaksanaan upaya penanggulangan peredaran gelap
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika. Penelitian ini akan dilakukan di
wilayah hukum Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya peredaran gelap narkotika
di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.
b. Untuk

memperoleh

pengetahuan

dan

wawasan

mengenai

upaya

penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika di ruang lingkup
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan secara non
penal peredaran gelap narkotika di dalam ruang lingkup Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika.

2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum pidana tentang hukum pemasyarakatan dan penitensier.
b. Kegunaan Praktis
Untuk meningkatkan pengetahuan serta wawasan bagi penulis dan pihak-pihak
yang membutuhkan mengenai faktor penyebab terjadinya peredaran gelap
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh
peneliti.11

Setelah mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan, maka perlu dilakukan
upaya penanggulangannya. Sejalan dengan perkembangan ilmu hukum pidana,
terdapat suatu pemikiran bahwa untuk memperoleh hasil yang maksimal yang
bersifat welfare dengan sarana penal, tidak setiap pelaku kejahatan akan
memperoleh perlakuan yang sama antara penjahat yang satu dengan penjahat yang
lain. Perbedaan perlakuan ini dilakukan mengingat sifat, karakter serta kausa
kejahatan yang tidak selalu sama. Berkaitan dengan perbedaan tersebut, maka
pada narapidana narkotika akan mengakibatkan adanya keterpaduan antara upaya
penanggulangan kejahatan dengan sarana penal dan non penal.

Teori penanggulangan kejahatan menurut Barda Nawawi Arief dibagi dua, yaitu :
a. Penanggulangan dengan sarana penal
b. Penanggulangan dengan sarana non penal. 12

Kegiatan penanggulangan kejahatan melalui sarana non penal pada dasarnya
adalah semua bentuk aktivitas yang bermuara pada perlindungan masyarakat dari

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2010,
Hlm.125
12
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Penanggulangan Hukum Pidana Sarana Penal Dan Non Penal,
Semarang, Pustaka Magister, 2010, Hlm. 23

kejahatan, yang tidak menggunakan sarana hukum pidana (penal). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa sarana non penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif
(pencegahan, penangkalan, pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, maka
sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab kejahatan.

Selanjutnya dalam salah satu tulisannya Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa:
Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi
kejahatan (politik criminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan
menggunakan sarana penal (hukum pidana), tetapi dapat juga menggunakan
sarana-sarana non penal, usaha-usaha non penal ini misalnya penyantunan
dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggungjawab sosial
masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya; kegiatan
patroli dan pengawasan lainnya secara continue oleh polisi dan aparat
penegak keamanan lainnya dan sebagainya. Usaha non penal ini dapat
melalui bidang yang sangat luas sekali diseluruh sektor kebijakan sosial.
Tujuan utama dari usaha non penal itu adalah memperbaiki kondisi-kondisi
sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif
terhadap kejahatan.13

Dalam uraian diatas dinyatakan bahwa terdapat beberapa masalah-masalah sosial
atau kondisi-kondisi sosial yang dapat menyebabkan timbulnya kejahatan. Faktor
penghambat penegakan hukum pidana menurut Soerjono Soekanto adalah:

13

a.

Hukumnya sendiri;

b.

Penegak hukum;

c.

Sarana dan fasilitas;

d.

Masyarakat; dan

e.

Kebudayaan.14

Barda Nawawi Arief Dan Muladi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1992.
Hlm.158-159
14
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet. Kelima,
Jakarta, Raja Grafindo, 2004.Hlm.24

2. Konseptual
Kerangka Konseptual adalah gambaran tentang hubungan antara konsep-konsep
khusus yang merupakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah yang
diteliti.15 Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :
a. Faktor penyebab adalah hal (keadaan, peristiwa) yg ikut menyebabkan
(mempengaruhi) terjadinya sesuatu16
b. Peredaran Gelap Narkotika adalah beredarnya zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika (UU No.35 Tahun
2009 tentang narkotika Pasal 1 ayat (1)) secara illegal di tengah masyarakat
atau lingkup sebuah lembaga.17
c. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika adalah Tempat untuk melaksanakan
pemasyarakatan narapidana /anak Didik pengguna narkotika dan obat terlarang
lainnya.18
d. Narkotika adalah obat atau zat yang dapat digunakan untuk menenangkan
saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau sejenis
obat atau zat yang dapat menimbulkan rangsangan, seperti: ganja, opium dan
sebagainya.19

15

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum Cet.Ketiga, Op Cit, Hal.132
http://artikata.com/arti-326961-faktor penyebab.html di unduh pada 10 April 2015 jam 08:16
WIB.
17
Penjelasan Pasal 56 Angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
18
Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.Kp.09.05-701a Tahun 2003 Tentang
Tugas Pejabat Struktural Dan Petugas Operasional Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI
19
Moh Taufik Makaro Suharsi Dan Moh Zkky, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2005, Hlm:16

16

E. Sistematika Penulisan

Sistematika suatu penulisan skripsi bertujuan untuk memberikan suatu gambaran
yang jelas mengenai pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antar
satu bagian dengan bagian lain dari seluruh isi tulisan sebuah skripsi dan untuk
mengetahui serta untuk lebih memudahkan memahami materi yang ada dalam
skripsi ini, maka penulis menyajikan sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:

I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang penulisan,
perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka
teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan pengantar pemahaman ke dalam pengertian-pengertian umum
serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya
akan digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku
dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian
yang memuat tentang pendekatan masalah, data dan sumber data, penentuan
populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta
analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang akan memberikan
jawaban tentang upaya penanggulangan secara non penal peredaran gelap
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan narkotika, faktor-faktor penghambat upaya
penanggulangan secara non penal peredaran gelap narkotika di lembaga
pemasyarakatan, serta karakteristik responden.

V. PENUTUP
Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat
hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan
dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran yang
berhubungan dengan penulisan dan permasalahan yang dibahas bagi aparat
penegak hukum yang terkait.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Lembaga Pemasyarakatan khusus narkotika merupakan lembaga khusus yang
diperuntukkan bagi narapidana kasus narkotika, berdiri sendiri dengan pola
pembinaan berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan umum yaitu menggunakan
dua aspek penanganan dan pendekatan yakni, aspek perawatan dan aspek
kesehatan dari narapidana.1

Secara ideal Lembaga Pemasyarakatan Narkotika mengandung makna berperan
“memasyarakatkan kembali “ para narapidana yang telah melanggar aturan hukum
dan norma-norma yang dianut masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
melaksanakan pembinaan secara komprehensif, baik rehabilitasi terpadu, sosial
maupun rehabilitasi medis.

Lembaga Pemasyarakatan atau yang dulunya disebut dengan penjara merupakan
bangunan tempat isolasi yang secara filosofis ditujukan untuk menghilangkan
kemerdekaan narapidana atau mengalami pencabutan kemerdekaan serta membina

1

Hari Sasangka, Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju,
2003, Hal. 28

atau mendidik para narapidana agar menjadi baik selama di dalam Lembaga
pemasyarakatan.2

Lembaga Pemasyarakatan narkotika merupakan tempat untuk menampung
narapidana penyalahgunaan narkotika yakni tempat yang bersifat isolasi, yang
membatasi gerak-gerik para narapidana dengan tembok yang kokoh dan tinggi
serta pintu dan jendela yang terbuat dari trali besi, terkungkung dalam kamar yang
gelap dan pengab. Selain itu, pengawasan dan penjagaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan narkotika oleh para petugas Lembaga Pemasyarakatan sangat
ketat.

Masyarakat yang akan memasuki Lembaga Pemasyarakatan juga harus mendapat
ijin resmi dari pejabat yang berwenang, misalnya dari pengadilan, serta sebelum
memasuki gedung Lembaga Pemasyarakatan tersebut para pengunjung diperiksa
dan diawasi atau mendapat pengawasan yang ketat dari petugas Lembaga
Pemasyarakatan. Tidak sedikit dari pengunjung yang tidak diperbolehkan masuk
untuk membesuk keluarganya atau hanya melihat-lihat di dalam Lembaga
Pemasyarakatan narkotika, dengan alasan peraturan atau kebijakan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang dimasukkan ke dalam penjara
atau Lembaga Pemasyarakatan tidak bisa secara bebas berkomunikasi dengan
orang luar, karena telah diisolasikan dan tidak bisa keluar atau bebas dari
Lembaga Pemasyarakatan tanpa seijin dari pimpinan Lembaga Pemasyarakatan
atau telah selesai masa tahanannya.

2

Romli Atmasasmita. Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1997, Hal.72

Hal ini menunjukkan sistem birokrasi pemerintah di dalam Lembaga
Pemasyarakatan narkotika menjadi sesuatu yang sakral. Dengan jalan demikian,
diharapkan setelah menjalankan hukumannya ia akan menjadi insaf dan tidak mau
lagi melakukan tindak pidana kejahatan.3

Lembaga Pemasyarakatan narkotika sebagai institusi tentu memiliki keterbatasanketerbatasan fisik dan organisatoris. Lembaga Pemasyarakatan narkotika tidak
saja dibatasi oleh batas-batas fisik tapi juga batas-batas sosial. Batas fisik seperti
pagar, tembok, jeruji, diberlakukan bagi terhukum agar tidak berinteraksi secara
bebas layaknya masyarakat di luar Lembaga Pemasyarakatan.

Batas-batas fisik dan sosial mendasari timbulnya kesepakatan-kesepakatan
tertentu diantara petugas dan narapidana untuk saling bekerja sama menafsirkan
penggunaan dan pemanfaatan batas-batas tersebut sesuai kebutuhan dan
kepentingan masing-masing. Batas-batas ini mencerminkan struktur masyarakat di
balik tembok Lembaga Pemasyarakatan tak jauh berbeda dengan struktur
masyarakat di Luar Lembaga pemasyarakatan.4

2. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung adalah salah
satu UPT Pemasyarakatan di bidang perawatan dan pelayanan tahanan, khusus
tahanan narkotika yang berfungsi sebagai tempat pembinaan narapidana yang
sudah dijatuhi vonis hukuman oleh hakim yang bertanggung jawab langsung
kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Lampung.

3

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Pers, , 2009, Hlm.188
A. Josias Simon R, Budaya Penjara : Pemahaman Dan Implementasi, Karya Putra Darwati, 2012,
Hlm.4

4

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung didirikan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI Nomor
M.04. PR. 07. 03 Tahun 2003 tentang Pembentukan Direktorat Bina Khusus
Narkotika di Tingkat Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika di
Tingkat Daerah, dan dioperasionalkan sejak tanggal 1 Juni 2005 oleh Kepala
Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Lampung. Realisasi dan Keputusan
Menteri tersebut di atas adalah dengan pendirian 14 Lembaga Pemasyarakatan
Khusus Narkotika di seluruh Indonesia termasuk di Bandar Lampung melalui
Keputusan Menteri Kehakiman dan hak Asasi Manusia M.04. PR. 07. 03 tanggal
16 April 2003.

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung didirikan di atas
lahan seluas 22.500 m2 atas bantuan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. Lahan
tersebut adalah keseluruhan dan area dalam dan area luar yang digunakan sebagai
bangunan utama serta sarana dan prasarana dalam hal pembinaan terhadap
narapidana seperti bangunan kantor, poliklinik, bengkel kerja, dapur, aula, masjid,
gereja, blok hunian, straff cell, pagar keliling, pos jaga 4 lokasi, dan lain-lain.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung ini terletak di
Jalan Raya Way Hui Sukarame Bandar Lampung. Kapasitas atau daya muat
Lembaga Pemasyarakatan tersebut adalah sebanyak 168 orang. Berdasarkan data
pada sampai tanggal 27 November 2014, jumlah narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung mencapai 731 orang. Hal

ini menunjukkan bahwa keadaan dan isi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas II A Bandar Lampung over kapasitas sebesar 335,11%.5

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung memiliki Visi
“Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga
Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk
Tuhan

Yang

Maha

Esa

(Membagun

Manusia

Mandiri)”,

serta

Misi

“Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan Negara dalam kerangka
penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia”.

Tujuan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung, antara
lain :
1. Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, mandiri dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
2. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan dirumah
tahanan Negara dan cabang rumah tahanan dalam rangka memperlancar
proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
3. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/ para pihak yang
berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk
5

Http://Smslap.Ditjenpas.Go.Id/Public/Grl/Current/Monthly/Kanwil/Db669ad0-6bd1-1bd1-Baad313134333039/Year/2014/Month/12 Diakses Tanggal 16 Desember 2014, 12:52 WIB.

keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan
dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan. 6

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung memiliki fungsi
melaksanakan pembinaan narapidana/anak didik kasus narkotika, memberikan
bimbingan, terapi dan rehabilitasi narapidana/anak didik kasus narkotika,
melakukan bimbingan sosial kerohanian, melakukan pemeliharaan keamanan dan
tata tertib lembaga pemasyarakatan, serta melakukan urusan Tata Usaha dan
Rumah Tangga.

Pada prinsipnya fungsi keamanan di tiap UPT dimaksudkan untuk memberikan
rasa aman kepada tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Keamanan
juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan antar tahanan, narapidana
dan anak didik pemasyarakatan, kekerasan kepada petugas dan pengunjung, dan
mencegah terjadinya bunuh diri. Keamanan juga menjadi pendukung utama
pencegahan pengulangan tindak pidana, pelarian, pencegah terjadinya kerusuhan
atau pembangkangan pada tata tertib, dan terhadap masuknya benda-benda yang
tidak diperkenankan masuk kedalam hunian seperti narkotika. Pengamanan juga
diberikan pada tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang
berpindah tempat atau keluar untuk menjalani proses pemeriksaan tertentu, seperti
pemeriksaan di pengadilan, kesehatan, dan keperluan lainnya.

6

Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Nomor M.07. Pr. 07. 10 Tahun 2001
Tanggal 31 Desember 2001 Tentang Pembentukan Direktorat Bina Khusus Narkotika Di Tingkat
Pusat Dan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotikadi Tingkat Daerah

Setiap pelanggaran akan dikenai sanksi disiplin, salah satunya penempatan di
ruang isolasi atau tutupan sunyi. Penjatuhan sanksi ini tidak lepas dari penegakan
disiplin dan pengamanan. Namun demikian harus dikedepankan rasa keadilan dan
tindakan yang tidak sewenang-wenang dalam penerapannya.

Sistem keamanan dibuat berdasarkan landasan pembentukan keamanan di
Lembaga Pemasyarakatan pada Bab V Pasal 46 UU No. 12 Tahun 1995 yaitu,
Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab atas keamanan dan
ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan yang dipimpinnya. Keamanan merupakan
syarat mutlak untuk terlaksananya program-program pembinaan. Oleh karena
itulah suasana aman dan tertib perlu diciptakan. Sistem keamanan yang digunakan
dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung adalah
Sistem Keamanan Individual, Sistem Keamanan Kelompok, Sistem Keamanan
Campuran dan dilaksanakan sesuai dengan tingkat keadaan (situasi) mulai tahapan
Maximal Security, Medium security dan minimum security.7

Untuk penciptaan kondisi keamanan yang kondusif di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas II A Bandar Lampung, maka pelaksanaan program keamanan di
bagi menjadi empat regu keamanan yang keseluruhannya di jalankan oleh KPLP
(Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan).8

Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Bandar Lampung didukung
kekuatan keamanan 4 regu dan masing-masing regu berjumlah 8 personil, serta 4
regu petugas P2U yang masing-masing regu berjumlah 2 personil. KPLP yang di

7

Erna Dewi, Op Cit.
Peraturan Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga No. 3.3/17/1 Tanggal 27 Januari 1975 Tentang
Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan( Pplp).

8

kepalai oleh Ka.KPLP memiliki 2(dua) unsur yaitu : Staf KPLP dan regu jaga.
Secara umum KPLP bergerak dilapangan dan bertanggung jawab secara teknis
terhadap keamanan dan ketertiban Lembaga pemasyarakatan, dari seluruh unsur
yang ada di Lembaga pemasyarakatan. KPLP adalah unsur yang bersinggungan
langsung dan secara terus menerus berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan
melalui regu jaga. Sebagai unsur yang selalu berada paling dekat dengan
narapidana maka penanganan pertama terhadap adanya tindakan pelanggaran
kedisiplinan berada di unsur KPLP.9

Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas menjaga
keamanan dan ketertiban Lembaga pemasyarakatan. Untuk menyelenggarakan
tugas tersebut Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai
fungsi yaitu melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap Narapidana/ Anak
Didik,

melakukan

pemeliharaan

keamanan

dan

ketertiban,

melakukan

pengawalan, penerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidana/anak didik,
melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan, serta membuat laporan
harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan.

Ada dua jenis sanksi yang dijatuhkan ke narapidana terkait pelanggaran disiplin,
yaitu tindakan disiplin sesuai Permen No.6 tahun 2013 berupa pemindahan ke sel
pengasingan selama 6 (enam) hari; dan hukuman disiplin. Adapun jenis-jenis
tindakan narapidana yang dikategorikan sebagai pelanggaran adalah :

9

Loc Cit.

1. Penjatuhan hukuman disiplin tingkat ringan bagi narapidana dan tahanan yang
melakukan pelanggaran :
a)

Tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan;

b) Meninggalkan blok hunian tanpa izin kepada petugas blok;
c)

Tidak mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan;

d) Tidak mengikuti apel pada waktu yang telah ditentukan;
e)

Mengenakan anting, kalung, cincin, dan ikat pinggang;

f)

Melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas dan
melanggar norma kesopanan atau kesusilaan; dan

g) Melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan siding tim pengamat
pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman disiplin tingkat ringan.
2. Narapidana dan tahanan yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang jika
melakukan pelanggaran :
a) Memasuki steril area tanpa ijin petugas;
b) Membuat tato dan/atau peralatannya, tindik, atau sejenisnya;
c) Melakukan aktifitas yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri
atau orang lain;
d) Melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas yang
melanggar norma keagamaan;
e) Melakukan aktifitas jual beli atau utang piutang;
f)

Melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang mendapatkan
hukuman disiplin tingkat ringan secara berulang lebih dari 1(satu) kali; dan

g) Melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan siding tim pengamat
pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman disiplin tingkat sedang;
3. Narapidana dan tahanan yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat jika
melakukan pelanggaran :
a) Tidak mengikuti program pembinaan yang telah ditetapkan;
b) Mengancam, melawan, atau melakukan penyerangan terhadap petugas;
c) Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya;
d) Merusak fasilitas Lembaga Pemasyarakatan atau rutan;
e) Mengancam, memprovokasi, atau perbuatan lain yang menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban;
f)

Memiliki, membawa, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi
minuman yang mengandung alkohol;

g) Membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan, atau mengkonsumsi
narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif lainnya;
h) Melakukan upaya melarikan diri atau membantu narapidana atau tahanan
lain untuk melarikan diri;
i)

Melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni maupun
petugas;

j)

Melakukan pemasangan atau menyuruh orang lain melakukan pemasangan
instalasi listrik di dalam kamar hunian;

k) Melengkapi untuk kepentingan pribadi di luar ketentuan yang berlaku
dengan alat pendingin, kipas angin, kompor, televisi, slot pintu, dan/atau
alat elektronik lainnya di kamar hunian;

l)

Melakukan perbuatan asusila atau penyimpangan seksual;

m) Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;
n) Menyebarkan ajaran sesat;
o) Melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang mendapatkan
hukuman disiplin tingkat sedang secara berulang lebih dari 1(satu) kali
atau perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban berdasarkan penilaian sidang TPP; dan
p) Melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang TPP termasuk
dalam perbuatan yang dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat berat. 10

Kecenderungan

makin

maraknya

peredaran

narkotika

di

Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika baik secara kualitas maupun kuantitas harus diiringi
oleh suatu upaya penanganan terpadu atas peredaran narkotika, baik melalui
pemeriksaan barang, tamu kunjungan, diklat-diklat maupun pelatihan tentang
narkotika bagi petugas.

B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Narkotika

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan
kejahatan narkotika termasuk bidang kajian “kebijakan kriminal”. Sudarto
mengemukakan tiga arti kebijakan kriminal yaitu :
a. Dalam arti sempit, yakni keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

10

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Ham Ri Nomor :
Pas1.22.Pk.Pk.04.01, Tanggal 13 April 2010 Tentang Penyusunan Standart Operating Procedure
(Sop) Pengawasan Dan Pengendalian Tentang Standar Perlakuan Minimum Di Dalam Lembaga
Pemasyarakatan/Rutan.

b. Dalam arti luas, yakni keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,
termasuk di dalamnya cara kerja dari Lembaga Pemasyarakatan;
c. Dalam arti paling luas, yakni keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui
perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan
norma-norma sentral dari masyarakat.11

Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa tujuan tersebut dapat di identifikasikan
dalam hal-hal pokok sebagai berikut :
a. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan menunjang tujuan (goal),
kesejahteraan

masyarakat/Social

Welfare

(SW)

dan

perlindungan

masyarakat/Social Defence (SD). Aspek SW dan SD yang sangat penting
adalah

aspek

kesejahteraan/perlindungan

masyarakat

yang

bersifat

immaterial, terutama nilai kepercayaan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
b. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan
pendekatan integral, ada keseimbangan sarana penal dan non penal. Di lihat
dari sudut politik dan kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana “non
penal” karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan “penal” memiliki
kelemahan/keterbatasan (yaitu bersifat fragmentaris atau lebih bersifat
represif dan harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi).
c. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan
penal policy atau penal law enforcement policy yang fungsionalisasi atau
operasionalisasinya melalui beberapa tahap yakni tahap formulasi, tahap
aplikasi, dan tahap eksekusi.12

11
12

Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Hal.113
Ibid. Hlm.77

Berkaitan dengan uraian diatas maka pembentuk hukum dan perencana undangundang dalam mempersiapkan peraturan hukum pidana harus berorientasi pada
kepentingan masyarakat di masa mendatang dengan mengingat nilai-nilai sosial
budaya dan struktural masyarakat.13 Suatu p