Kesimpulan Rancangbangun hukum dalam pengelolaan pulau pulau kecil terluar di Provinsi Sulawesi Utara

243 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah yurisdiksinya masing-masing. Namun karena batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah kedaulatan negara lain maka penetapan tersebut harus juga memperhatikan kewenangan otoritas negara lain melalui suatu kerjasama dan pernjanjian, misalnya dalam bidang survei dan penentuan batas wilayah darat maupun wilyah laut antara NKRI dengan negara lain yang selama ini tertuang dalam bentuk MoU maupun perjanjian-perjanjian penetapan garis batas laut. UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 25A telah mengamanatkan pembuatan UU untuk menetukan batas wilayah negara yang dijadikan pedoman dalam mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Dasar hukum wilayah negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara yang menjadi dasar hukum untuk diketahui masyarakat internasional, terutama negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, bahwa wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengemukakan sejumlah simpulan, sebagai berikut : 1 Permasalahan pulau-pulau kecil di perbatasan negara karena letaknya yang strategis serta karakteristiknya yang unik, sehingga permasalahannya sangat kompleks, oleh karena pihak pemerintah dan pemerintah daerah harus melakukan tindakan yang cepat dan tepat serta konperenhensif dan berkelanjutan bagi sumberdaya alamnya, sekaligus membahas suatu naskah akademis dan rancangan undang-undang khusus pulau perbatasan negara. 244 2 Hasil analisis menunjukkan bahwa penetapan batas wilayah menjadi prioritas utama dan dengan meningkatkan konsultasi regional dalam bidang ekonomi negara tetangga, serta meningkatkan intensitas pertemuan bilateral antar kedua negara Indonesia dan Filipina, untuk mencari titik temu posisi titik dasar dan titik referensi di laut, sebagai acuan batas dalam peta wilayah negara, kemudian hasil kesepakatan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 3 Pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara mempunyai tingkat kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan negara, terutama terhadap kejahatan transnasional, namun fasilitas untuk menunjang sistem pengawasan masih kurang terutama sarana dan prasarana, termasuk personil yang terlatih khusus untuk menangkal aktivitas ancaman masuknya terorisme dan perdagangan illegal seperti senjata dan bahan makanan. 4 Kondisi sosial ekonomi masyarakat masih tergantung pada hasil sumberdaya alam yang tersedia, sedangkan dalam musim-musim tertentu masyarakat terperangkap tidak bisa keluar dari pulau akibat cuaca dan musim gelombang laut yang tinggi. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan pangan harus di suplai dari negara tetangga karena jarak antar pulau terluar dan pulau ibukota kabupaten sangat jauh. 5 Pelintas batas masih terus berlangsung karena hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin sejak dahulu, sehingga para pelintas batas terutama masyarakat Pulau Marore dan Pulau Miangas yang telah kawin-mawin dengan penduduk masyarakat Filipina hingga saat ini tetap melakukan perkunjungan. Ketidak mampuan pemerintah daerah untuk memulangkan masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulau Mindanao, karena penghasilan mereka lebih memadai dan lebih banyak apabila dibandingkan dengan hasil pendapatan apabila bekerja di pulau- pulau di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. 6 Karena penetapan kembali batas delimitasi ZEE sebagai konsep yang dikembangkan oleh negara-negara kepulauan sejauh 200 mil yang menjadi hak yurisdiksi belum ada kesepakatan, maka konsultasi bilateral dapat dilaksanakan 245 sekaligus antara penetapan ZEE dengan wilayah landas kontinen, sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982. 7 Indonesia dan Filipina merupakan dua negara kepulauan yang berbatasan, dan telah meratifikasi UNCLOS 1982 sebagai perundang-undangan negara masing- masing, sehingga mensyaratkan adanya ZEE masing-masing negara kepulauan. 8 Wilayah ZEE yang terletak di antara negara Indonesia dan Filipina sering terjadi pelanggaran, terutama pencurian ikan, penyeludupan, dan kejahatan transnasional, Oleh karenanya perlu dilakukan penanganan khusus oleh kedua negara. 9 Dalam penentuan batas yang berdasarkan konvensi, yurisprudensi dan praktek negara tentang penetapan batas delimitasi maka penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina dapat dilakukan dengan persetujuan dan berpedoman pada prinsip sama jarak equitable principles. 10 Kendala-kendala akibat belum adanya penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina, adalah masalah teknis yuridis, hak -hak perikanan tradisional, rute navigasi ALKI, faktor sosio-kultural. 11 Dalam bidang kelautan dihadapi 1 masih adanya konflik antar sektor dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang menyebabkan belum optimalnya manfaat sumber daya ini jika dibandingkan dengan potensinya; 2 pengendalian dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan terhadap illegal, unreported and unregulated IUU fishing yang masih tumpang tindih antarsektor karena banyaknya lembaga pengawas TNI AL, Polair, DKP, Bakorkamla, masih lemahnya penegakan hukum, serta kurang memadainya sarana dan prasarana yang ada; 3 masih adanya pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas ekonomi yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup yang menimbulkan kerusakan, pencemaran, dan penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; 4 kurang memadainya kegiatan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan; 5 kurangnya pemahaman pentingnya tata ruang laut dan pulau- 246 pulau kecil; 6 belum memadainya sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil dan masih adanya kesenjangan sosial-ekonomi antara pulau besar dan pulau kecil, serta belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; 7 belum memadainya produk riset dan pemanfaatan hasil riset; serta 8 belum memadainya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. 12 Peraturan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara belum diadopsi oleh Kabupaten Kelautan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud, khusus tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, walaupun Peraturan Daerah tersebut sudah disahkan sejak tahun 2003.

6.2 Saran