Isolasi Bakteri Selulolitik Dan Karakterisasi Enzim Selulase Dari Feses Kelelawar

ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI
ENZIM SELULASE DARI FESES KELELAWAR

FITRIA ARDANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi Bakteri Selulolitik
dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses kelelawar adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Fitria Ardani
NIM G351130091

RINGKASAN
FITRIA ARDANI. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim Selulase
dari Feses Kelelawar. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan
ANJA MERYANDINI.
Kotoran kelelawar sering dikenal dengan istilah guano. Guano dari
kelelawar pemakan buah mengandung lebih dari 60% bahan organik terutama
selulosa dan mineral. Guano kelelawar sering dijadikan pupuk oleh masyarakat di
sekitar gua. Selulosa yang terdapat di dalam guano dapat didegradasi oleh enzim
selulase menjadi gula sederhana, sehingga penyerapan bahan organik oleh
tumbuhan lebih optimal. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dapat diperoleh
isolat bakteri selulolitik dari feses kelelawar. Tujuan penelitian ini ialah
mengisolasi bakteri selulolitik dari feses kelelawar, mengkarakterisasi enzim
selulase, serta mengidentifikasi secara molekuler isolat selulolitik terpilih.
Hasil isolasi dari dua sampel kotoran kelelawar didapat sembilan isolat
dari sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan delapan belas isolat dari sampel
kotoran kelelawar asal Cirebon. Dua isolat terbaik diperoleh berdasarkan aktivitas

enzim selulasenya. Isolat B50 teridentifikasi sebagai Bacillus cereus sedangkan
B60 merupakan Bacillus licheniformis berdasarkan uji fisiologi menggunakan kit
API 50 CHB. Berdasarkan gen 16S rRNA isolat B50 dan B60 termasuk Bacillus
cereus. Aktivitas enzim selulase tertinggi isolat B50 diperoleh sebesar 9.5 mU/mL
pada jam ke-24 masa inkubasi. Aktivitas tertinggi enzim selulase pada isolat B60
diperoleh pada jam ke-3 sebesar 17.5 mU/mL. Isolat B50 dipilih untuk dilakukan
pemekatan dan karakterisasi enzim selulase. Pemekatan enzim selulase dilakukan
dengan menggunakan amonium sulfat. Aktivitas selulase hasil pengendapan
memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari selulase ekstrak kasar. Hasil pemekatan
menunjukkan bahwa selulase isolat B50 mampu mengendap pada konsentrasi
30% jenuh amonium sulfat. Kemurnian enzim hasil pengendapan meningkat
sebesar 2.51 kali dengan perolehan sebesar 4.8%.
Enzim ekstrak kasar isolat B50 memiliki aktivitas enzim tertinggi dengan
menggunakan substrat Carboxymethyl cellulose (CMC) dan hasil pengendapan
memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu 40 °C. Selulase hasil
pengendapan lebih stabil dibandingkan dengan enzim ekstrak kasar. Hasil SDSPAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari hasil pengendapan enzim selulase
isolat B50 ialah 36.2 kDA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa isolat B50 berasal
dari feses kelelawar yang hidup di gua Gudawang, Cigudeg, Bogor memiliki
aktivitas enzim selulase tertinggi.
Kata kunci : Bakteri selulolitik, Carboxymethyl cellulose, selulase, guano


SUMMARY
FITRIA ARDANI. Isolation of Cellulolytic Bacteria and Characteriation of
Cellulase from Bat feces. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and
ANJA MERYANDINI.
Bat feces often known as guano. Guano from fruits bats containing more
than 60% of organic materials, mainly cellulose and mineral. Bat guano is often
used by people around the cave. Cellulose from guano can be degraded by
cellulase enzymes into simple sugars, so that the absorption of organic matter by
plants could be better. Based on this fact, it was expected to obtain cellulose
producing bacteria from bat droppings. This study aimed to isolate cellulolytic
bacteria from bat feces, to precipitate cellulase from selected isolates, to
characterize the cellulase, and to identify the isolate based on molecular
identification.
A total of 27 isolates have been isolated from 2 samples of bat droppings,
9 isolates was obtained from Bogor bat feces, and 18 isolates was obtained from
Cirebon bat feces. A total of 2 isolates was chosen based on their cellulase activity.
Isolate B50 was identified as Bacillus cereus and isolate B60 was identified as
Bacillus licheniformis based on physiology test using API 50 CHB kit. Both
isolates B50 and B60 were identified as Bacillus cereus based on 16s rRNA gene.

The highest cellulose activity was 9.5 mU/mL after 24 hours incubation. The
highest cellulose activity was 17.5 mU/mL, obtained at the 3rd hours of incubation.
Isolate B50 was chosen to characterization of cellulase. Precipitation of cellulase
was performed by using ammonium sulfate. Precipitated cellulase had higher
activity than crude enzyme. The precipitation process showed that isolate B50
were able to saturation in 30% ammonium sulfate. The purity level of
precipitated enzyme increased 2.51 times with 4.8% yield.
Crude enzyme of isolate B50 had the highest cellulase activity on
Carboxymethyl cellulose (CMC) substrate and precipitated enzyme had optimum
activity at pH 5 and temperature 40 °C. Precipitated cellulase were more stable
than crude enzyme. The result of SDS-PAGE showed that molecular mass of
cellulase precipitation of isolate B50 was 36.2 kDA. As conclusion isolate B50
isolated from bat feces which live in Gudawang cave, Cigudeg, Bogor had the
highest cellulase activity.
Key word : Cellulolytic bacteria, Carboxymethyl cellulose, cellulase, guano.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ISOLASI BAKTERI SELULOLITIK DAN KARAKTERISASI
ENZIM SELULASE DARI FESES KELELAWAR

FITRIA ARDANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Laksmi Ambarsari, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ialah
Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Feses Kelelawar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Nisa Rachmania Mubarik,
MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku
anggota komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi, dan arahan dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji ibu Dr
Laksmi Ambarsari, MS yang telah memberikan motivasi dan masukan pada saat
ujian tesis. Terima kasih kepada DIKTI melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa
Program Pascasarjana Dalam Negeri) 2013/2014 atas kepercayaannya untuk
memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ardenal,
ibunda Husniati, kakanda Nurul Huda Ardani, dan adinda Nadia Ardani serta

seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Biologi IPB, terkhusus
program studi Mikrobiologi atas ilmu, arahan, dan semangat yang diberikan
selama menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku teknisi Laboratorium Mikrobiologi IPB, Wahyu,
Astri, Dinda, Bu Lenni, serta seluruh teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi
IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini. Terima kasih
untuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan
2013 serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis
ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Fitria Ardani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelelawar dan Habitatnya

Guano Kelelawar
Selulosa
Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase
Enzim selulase dan Karakterisasinya

2
2
3
3
4
4

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Isolasi Bakteri Selulolitik
Pembuatan Kurva Tumbuh dan Kurva Aktivitas Selulase
Identifikasi Bakteri Isolat Terpilih
Pemekatan Enzim Selulase
Karakterisasi enzim Selulase

Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Berbagai Substrat
Analisis SDS-PAGE

5
5
5
5
6
7
7
7
8
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

9
9

17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri
Bacillus
2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel
3 Indeks selulolitik (IS) dari sepuluh isolat bakteri sampel kotoran
kelelawar asal Bogor dan Cirebon, Indonesia
4 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60
5 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat
konsentrasi amonium sulfat
6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50

5
8
9
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Zona bening di sekitar isolat B50 dan B60
2 Hasil pewarnaan Gram dan endospora isolat B50 dan B60 dengan
pembesaran 1000x
3 Pertumbuhan sel dan aktivitas selulase isolat B50 dan B60 pada suhu
kamar (27 °C) di media CMC 1%
4 Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA isolat B50 dan B60
5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan 16S rRNA isolat B50 dan
B60
6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat
konsentrasi amonium sulfat
7 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50
8 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50
9 Stabilitas enzim selulase isolat B50 pada suhu 40 °C dan pH 5 selama
180 menit
10 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat
CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu 40 °C
11 SDS-PAGE enzim selulase hasil pengendapan amonium sulfat dan
enzim ekstrat kasar isolat B50

9
10
10
11
11
12
14
15
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pertumbuhan sel (log sel dan absorbansi) isolat B50 dan B60
dengan menggunakan media CMC 1%
2 Komposisi reagen Dinitrosalisilic Acid (DNS)
3 Kurva standar glukosa yang direaksikan dengan DNS
4 Komposisi reagen Bradford
5 Kurva standar Bovine Serum Albumin (BSA)
6 Hasil uji biokimia dengan menggunakan kit API 50 CHB
7 Urutan nukleotida hasil sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60
8 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat
CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu 40 °C
9 Penghitungan bobot molekul selulase isolat B50

25
25
25
26
26
27
28
29
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim merupakan biokatalisator yang mampu mempercepat reaksi
biokimia yang terjadi di luar maupun dalam sel. Salah satu enzim yang digunakan
pada proses industri ialah enzim selulase. Enzim selulase sering digunakan dalam
degradasi bahan berserat seperti selulosa. Enzim ini juga banyak digunakan pada
industri detergen, makanan ternak, tekstil, dan pabrik kertas (Kuhad et al. 2011).
Enzim selulase ialah enzim yang mampu memecah selulosa menjadi gula
sederhana atau glukosa yang melibatkan aktivitas enzim endo-β-1,4-glukanase,
ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Bakteri yang dapat menghasilkan enzim
selulase disebut bakteri selulolitik. Beberapa genus bakteri yang diketahui
memiliki aktivitas selulolitik, yaitu Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus,
Bacillus, Cellulomonas, Cellvibrio, Eubacterium, Geobacillus, Microbispora,
Paenibacillus, Pseudomonas,
Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio,
Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et al. 2011). Setiap bakteri selulolitik
memiliki komposisi dan aktivitas enzim selulase yang berbeda-beda, sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai isolat bakteri yang menghasilkan enzim
selulase.
Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dan
digolongkan dalam Ordo Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”.
Ordo ini terbagi menjadi dua subordo, yaitu Microchiroptera dan Megachiroptera.
Kedua ordo tersebut berbeda secara morfologi antara lain pada mata, telinga, serta
cakar pada jari kedua tangan (Feldhamer et al. 2007). Beberapa jenis kelelawar
dari subordo Microchiroptera lebih memilih tempat berlindung pada lubanglubang batang pohon, celah bambu, pohon mati, jalinan rotan atau herba hingga
langit-langit rumah pada pemukiman penduduk. Subordo Megachiroptera memilih
tempat bergelantung untuk tidur pada pohon-pohon besar dan gua (Prasetyo et al.
2011).
Berdasarkan jenis pakan, sebagian subordo Microchiroptera adalah
insektivora sedangkan Megachiroptera merupakan kelompok yang memakan buah
dan nektar (Feldhamer et al. 2007). Kotoran atau feses kelelawar sering dikenal
dengan istilah guano. Guano dari subordo Microchiroptera mengandung bahan
organik sebesar 53-65%. Komposisi utama dari guano subordo Microchiroptera
yaitu kitin. Hal ini disebabkan Microchiroptera merupakan subordo kelelawar
pemakan insektivora. Guano dari kelelawar pemakan buah mengandung lebih dari
60% bahan organik terutama selulosa dan mineral (Gross et al. 2004).
Guano kelelawar sering dijadikan pupuk oleh masyarakat di sekitar gua
(Nurfitrianto et al. 2013). Guano kelelawar mengandung banyak fosfat dalam
bentuk P2O5 yaitu berkisar 2-7%, dibandingkan dengan unsur lain yaitu Ca, Mg,
K, Al, Fe, dan S yang berjumlah di bawah 5% (Gross et al. 2004). Fosfat
merupakan bahan utama penyusun pupuk selain nitrogen dan kalium. Guano yang
tercampur lebih lama dalam tanah, akan meningkatkan kesuburan tanah dan
menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama dibandingkan pupuk kimia
buatan.

2
Berdasarkan adanya guano yang mengandung bahan organik selulosa,
diharapkan dapat diperoleh isolat bakteri penghasil enzim selulase dari kotoran
kelelawar. Bakteri selulase mampu memecah selulosa menjadi gula sederhana,
sehingga penyerapan bahan organik oleh tumbuhan lebih optimal.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri selulolitik dari feses
kelelawar, mengkarakterisasi enzim selulase, serta mengidentifikasi secara
molekuler isolat selulolitik terpilih.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu agar mengetahui karakter atau
sifat-sifat dari enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri selulolitik asal feses
kelelawar. Dalam proses penguraian bahan organik, bakteri selulolitik
mengeluarkan enzim selulase yang dapat mempercepat proses hidrolisis selulosa
yang terdapat pada guano. Pengurain tersebut akan mengubah sifak fisik dari
guano. Sehingga kandungan bahan organik yang ada di dalam guano kelelawar
lebih mudah diserap oleh tumbuhan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelelawar dan Habitatnya
Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang jumlahnya di
dunia mencapai 18 famili, 192 genus, dan 977 spesies kelelawar. Kelelawar
digolongkan dalam Bangsa Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”,
karena anggota tubuh bagian depannya termodifikasi menjadi sayap, meskipun
berbeda dengan sayap pada burung. Sayap ini berfungsi untuk terbang dan
menyelimuti tubuhnya ketika bergantung terbalik pada tempat tinggalnya. Hewan
ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu
malam hari. Kelelawar digolongkan menjadi dua, yaitu Microchiroptera dan
Megachiroptera. Microchiroptera merupakan kelelawar pemakan serangga dan
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil, sedangkan Megachiroptera merupakan
kelelawar pemakan buah, biji serta dedaunan (Prasetyo et al. 2011).
Kelelawar hidup pada berbagai tipe habitat seperti gua, hutan alami, hutan
buatan dan perkebunan, terutama pada lokasi yang ternaungi dan lembab.
Berbagai alternatif dipilih oleh kelelawar sebagai tempat bergelantung salah
satunya gua (Prasetyo et al. 2011). Gua merupakan sebuah lingkungan yang unik
dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Gua terdiri atas empat zona
yaitu mulut gua, zona peralihan, zona gelap, dan zona gelap total (zona stagnant).
Keadaan iklim mikro yang berbeda pada masing-masing gua dapat mempengaruhi

3
perbedaan jenis-jenis kelelawar. Gua yang dihuni kelelawar pada umumnya
mempunyai suhu rendah dan kelembaban yang cukup tinggi. Suyanto (2001)
menyatakan bahwa jumlah guano yang dihasilkan kelelawar dapat mempengaruhi
suhu dan kelembaban gua.

Guano Kelelawar
Kelelawar memiliki peranan sebagai penyerbuk berbagai tumbuhan,
sebagai pengendali hama serangga, penghasil pupuk guano, dan sebagai obyek
ekowisata. Guano merupakan kotoran kelelawar. Guano kelelawar yang terdapat
pada Gua Lawa sering diambil dan dijadikan pupuk oleh masyarakat di sekitar
gua (Nurfitrianto et al. 2013). Pengambilan pupuk guano disarankan dilakukan
pada malam hari, ketika kelelawar keluar mencari makan. Guano mengandung
banyak unsur hara, baik mikro maupun makro (Suyanto 2001).
Guano kelelawar pemakan buah berwarna gelap dan berbentuk datar,
mengandung lebih dari 60% bahan organik. Komposisi utamanya yaitu
selulosa, dan mineral. Mineral ini kemungkinan berasal dari debu yang melekat
pada buah yang dimakan. Guano kelelawar pemakan buah yang masih segar
memiliki pH netral hingga basa, dan kadar fosfat yang berkisar antara 5,1-7,7%
(Gross et al. 2004).
Guano kelelawar pemakan serangga berwarna gelap, berbentuk pelet.
Guano ini Mengandung bahan organik yang berkisar antara 53 hingga 65% dari
berat kotoran. Komposisi utama terdiri atas kitin. Guano kelelawar pemakan
serangga memiliki pH yang sedikit asam, dan memiliki kandungan fosfat yang
berkisar antara 25 dan 57% dari berat kotoran (Gross et al. 2004).

Selulosa
Selulosa merupakan polimer karbohidrat dan komponen utama penyusun
dinding sel tumbuhan bersama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi
selulosa dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan (Milala et al. 2005).
Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat yaitu memberi bentuk
atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak
dapat dicerna oleh manusia tetapi dapat diurai menjadi satuan-satuan glukosa oleh
enzim yang dihasilkan oleh organisme maupun mikroorganisme tertentu.
Selulosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-Dglukosidik.
Polimer selulosa terdiri atas daerah kristalin dan amorf. Selulosa secara
alami tersusun dalam fibril yang terdiri atas beberapa molekul glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat. Hal ini mengakibatkan selulosa
dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal
yang dibungkus oleh lignin. Oleh karena itu sumber selulosa yang berasal dari
tumbuhan sangat sulit dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam (Beguin dan
Aubert 1994). Di alam, selulosa selalu berkaitan dengan berbagai polisakarida lain
seperti pati, pektin, lignin, dan hemiselulosa. Pada bahan makanan selulosa dan

4
hemiselulosa terdapat pada bagian-bagian yang keras dari biji kopi dan kulit
kacang.

Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase
Mikroorganisme terdiri atas bakteri, virus, dan cendawan. Mikroorganisme
yang dapat menghasilkan enzim selulase dari kelompok cendawan atau bakteri.
Cendawan yang memiliki kemampuan selulolitik antara lain genus Trichoderma,
Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Humicola, Melanocarpus, Chaetomium,
Neurospora, Thermoascus, Mucor, Paecilomyces, Coniophora, Lanzites, Poria,
Tyromyces, Fomitopsis, Sporotrichum, Trametes, Agaricus, Pleurotus, dan
Phlebia. Beberapa genus bakteri yang memiliki aktivitas selulolitik yaitu
Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus, Bacillus, Cellulomonas, Cellvibrio,
Eubacterium, Geobacillus, Microbispora, Paenibacillus, Pseudomonas,
Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio, Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et
al. 2011).

Enzim Selulase dan Karakterisasinya
Selulase mengacu pada kelompok enzim yang bertindak menghidrolisis
selulosa. Selulolisis adalah proses pemecahan selulosa menjadi unit glukosa.
Enzim selulolitik dapat terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan aktivitas
enzim yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase. Endoglukanase,
juga dikenal sebagai 1, 4-β-D-glukan-4-glucanohydrolases, menyerang selulosa di
situs amorf internal dan membelah rantai polisakarida dengan memasukkan
molekul air dalam ikatan 1,4-β. Eksoglukanase mulai mereduksi ujung rantai
oligosakarida dan melepaskan glukosa secara langsung atau dimer selobiosa.
Enzim yang memecah glukosa disebut glukanase dan enzim yang memecah
selobiosa disebut selobiohidrolase. β-glukosidase atau β-glukosida glukohidrolase,
menghidrolisis dimer selobiosa dan selodekstrin menjadi glukosa (Himmel et al.
2007).
Enzim endoglukanase dan selobiohidrolase sama-sama dapat
menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf, meskipun demikian
kedua enzim tersebut memiliki perbedaan kespesifikan struktur di sekeliling
substrat. Penentuan aktivitas enzim selulase akan sulit dilakukan jika filtrat yang
diukur aktivitas enzimnya merupakan campuran dari berbagai enzim selulase.
Enzim-enzim ini bekerja secara sinergis dalam memecah dan menghidolisis
substrat yang sama, sehingga dapat menyebabkan aktivitas yang diukur
dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada. Pada umumnya
aktivitas enzim endoglukanase dapat diuji dengan substrat CMC (Carboxymethyl
Cellulose) sehingga enzim endoglukanase disebut juga dengan istilah CMCase.
Aktivitas enzim selobiohidrolase atau eksoglukanase biasanya diuji dengan
substrat avisel, sehingga enzim ini sering disebut juga dengan aviselase (Zhang et
al. 2006).

5
Tabel 1 Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri
Bacillus
Mikroba
pH
Suhu
Kation Substrat Referensi
optimum optimum
Bacillus spp. CH43
6
70 °C
CO2+
CMC
Mawadza
et al. 2000
+
Bacillus spp. HR68
6
65 °C
Ag
CMC
Mawadza
et al. 2000
Bacillus
7
50 °C
CMC
Lee et al.
amyoliquefaciens DL-3
2008
Bacillus subtilis YJ1
6
50-60 °C Mn2+, CMC
Yin et al.
2+
CO
2010
Bacillus sp. SMIA-2
6.5
70 °C
Mn2+, Avisel
Oliveira et
CO2+
al. 2014

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai September
2015 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA, IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu sampel kotoran kelelawar yang berasal dari
Gua Gudawang, Cigudeg, Bogor dan gudang penyimpanan batubara di PT.
Indocement Cirebon.

Isolasi Bakteri Selulolitik
Sampel feses kelelawar sebanyak 1 gram dilarutkan dengan 9 mL NaCl
0.85% dan didiamkan selama 48 jam. Kemudian 1 mL larutan feses dilakukan
pengenceran serial dengan menggunakan NaCl 0.85% masing-masing sebanyak 9
mL hingga 10-6. Sebanyak 0.1 ml hasil dari pengenceran 10-3 hingga 10-6 disebar
pada media Carboxymethyl cellulose (CMC) 1% (1 g CMC; 0,02 g MgSO4.7H2O;
0.075 g KNO3; 0.05 g K2HPO4; 0.002 g FeSO4.7H2O; 0.004 g CaCl2.2H2O; 0.2 g
ekstrak kamir, 1.5 g agar-agar bakto, dan 0.1 g glukosa) (Meryandini et al. 2009).
Biakan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Bakteri yang tumbuh kemudian
dititik secara duplo pada media CMC 1% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 °C. Koloni bakteri selanjutnya diwarnai dengan merah kongo 0.1% dan
diinkubasi selama 30 menit kemudian dibilas dengan larutan NaCl 2M sebanyak
dua kali (Ji et al. 2003).

6
Koloni yang positif menghasilkan zona bening kemudian dimurnikan pada
media CMC yang baru. Koloni bakteri yang telah murni selanjutnya dititik
kembali pada media CMC 1% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.
Kemudian koloni yang telah tumbuh pada media diwarnai dengan merah kongo
0.1%. Pengamatan adanya halo (zona bening) dilakukan di sekitar koloni dan
diukur diameternya.

Pembuatan Kurva Tumbuh dan Kurva Aktivitas Selulase
Sebanyak 1-2 lup isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 50 mL cair CMC
dan diinkubasi selama 7 jam pada suhu ruang. Kultur digoyang pada mesin
penggoyang degan kecepatan agitasi 120 rpm pada suhu ruang dan diukur hingga
mencapai OD 0.6-0.8. Sebanyak 3 mL inokulum bakteri kemudian dimasukkan ke
dalam tabung steril (1:1) dan ke dalam tabung yang berisi 3 mL media CMC cair
(1:2). Selanjutnya dipindahkan 3 mL dari tabung 1:2 dan dimasukkan ke dalam
tabung 1:4, hal serupa dilakukan hingga tabung 1:16, kemudian di vortex dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Sebanyak 1 mL inokulum
dilakukan pengenceran serial dengan menggunakan NaCl 0.85% masing-masing
sebanyak 9 mL hingga 10-6. Sebanyak 0.1 mL hasil dari pengenceran 10-3 hingga
10-6 disebar pada media CMC 1% dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Data pengukuran ini digunakan sebagai kurva standar isolat (Lampiran 1). Kurva
standar isolat diperlukan agar data yang diperoleh dari pengukuran pertumbuhan
bakteri dapat dinyatakan sebagai konsentrasi organisme (Hadioetomo 1993).
Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan memasukkan 2 mL
inokulum bakteri ke dalam 250 mL media cair CMC. Pengambilan sampel
dilakukan mulai dari 0 jam dengan rentang waktu 3 jam selama 39 jam. Hasil
pertumbuhan diukur nilai Optical Density (OD) dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.
Kultur sel pada media produksi yang mengandung enzim selulase
ekstraseluler disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm (Centrifuge Hermle dengan
rotor 97.04.04) selama 15 menit untuk memisahkan larutan enzim dengan pelet
bakteri. Supernatan hasil sentrifugasi adalah enzim ektrak kasar. Supernatan yang
dihasilkan kemudian diuji aktivitas enzimnya dengan metode Miller (1959).
Sebanyak 1 mL substrat (selulosa 1%) dilarutkan dalam 0.1 M bufer fosfat pH 7,
kemudian ditambah dengan 1 mL enzim selulase dan dihomogenkan dengan
vortex. Larutan tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar kemudian
ditambah dengan 2 mL DNS (Lampiran 2). Larutan yang telah ditambahkan
dengan DNS dididihkan pada suhu 100oC selama 15 menit untuk menghentikan
reaksi. Larutan yang telah dingin diukur absorbansi pada panjang gelombang 540
nm. Standar glukosa menggunakan konsentrasi 0.15-0.3 mg/ml yang direaksikan
dengan reagen asam dinitrosalisilat (DNS) (Lampiran 3). Aktivitas enzim diukur
pada setiap pengambilan sampel yang dilakukan sehingga dapat diketahui waktu
produksi enzim selulase tertinggi. Aktivitas enzim selulase dinyatakan dalam
satuan U/mL.
Pengukuran kadar protein yang terdapat di dalam enzim selulase dilakukan
dengan menggunakan metode Bradford (1976) (Lampiran 4). Standar protein

7
menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran 0.06 – 0.1 mg
protein/mL (Lampiran 5).
Identifikasi Bakteri Isolat Terpilih
Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan bentuk sel, uji fisiologi serta
identifikasi secara molekuler. Uji fisiologi dengan menggunakan uji biokimia Kit
API 50 CHB (Bio Merieux, Amerika serikat). Dua lup isolat B50 dan B60
diinokulasikan ke dalam API 50 CHB medium dan dikocok dengan vortex.
Kemudian suspensi tersebut dimasukkan sebanyak 0.2 mL pada setiap tabung API
50 CHB. Kit kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37 oC. Pembacaan
hasil pengamatan dilakukan pada 24 jam dan 48 jam masa inkubasi. Hasil
inkubasi dari API 50 CHB merupakan profil biokimia yang digunakan untuk
mengidentifikasi spesies bakteri, selanjutnya diinterpretasi dengan menggunakan
perangkat lunak API Web.
Isolasi DNA genom dilakukan dengan protokol dari PrestoTM gDNA
Bacteria Mini Kit (Geneaid) dengan modifikasi untuk mengamplifikasi gen 16S
rRNA dengan menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer
yang digunakan ialah 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan
1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). PCR
dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi PCR yang digunakan yaitu
Pradenaturasi (94 oC, 5 menit), denaturasi (94 oC, 1 menit), annealing (55 oC, 1
menit), elongation (72 oC, 1 menit), dan post-elongation (72 oC, 7 menit).
Elektroforesis dilakukan untuk pemisahan DNA produk PCR dan visualisasi DNA
dilakukan dengan menggunakan UV transluminator. DNA disekuen untuk
mengetahui urutan basa nukleotidanya, kemudian disejajarkan dengan data
GeneBank menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search ToolNucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Analisis filogenetik dilakukan dengan program Mega 6.

Pemekatan Enzim Selulase
Pemekatan enzim selulase dilakukan dengan menggunakan amonium
sulfat. Amonium sulfat ditambahkan ke dalam enzim ektrak kasar selulase pada
beberapa tingkat konsentrasi, yaitu 0-10%, 10-20%, 20-30%, 30-40%, 40-50%,
50-60%, 60-70%, dan 70-80%. Penambahan tersebut dilakukan secara perlahanlahan dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 4 °C dan disimpan
selama semalam di dalam lemari pendingin. Campuran enzim dan amonium sulfat
disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor
97.04.04) selama 15 menit (Gupta et al. 2012). Endapan enzim dengan amonium
sulfat dari tiap fraksi dihitung aktivitas enzim selulase dan kadar proteinnya.

Karakterisasi Enzim Selulase
Karakterisasi enzim selulase ekstrak kasar dan hasil pemurnian meliputi
pH optimum, suhu optimum, dan kestabilan suhu. Pengujian pada berbagai pH

8
dilakukan pada pH 3 sampai dengan pH 9. Bufer yang digunakan ialah 0.1 M
bufer sitrat (3.0-6.0), 0.1 M bufer fosfat (7.0-8.0), dan 0.1 M bufer glisin-NaOH
(9.0-10.0). Penentuan suhu optimum terhadap aktivitas enzim diuji pada suhu
30 °C sampai 90 °C dengan selang 10 °C. Pengukuran kestabilan suhu enzim
dilakukan dengan menginkubasi enzim selulase selama 180 menit dengan interval
60 menit pada suhu optimum.

Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Berbagai Substrat
Aktivitas enzim selulase diuji pada substrat CMC, avicel, dan kertas saring
Whatman no 1. Sebanyak 5 mL substrat CMC 1% atau avicel 2% ditambahkan 5
mL enzim ekstrak kasar. Khusus substrat kertas saring, sebanyak 2,5 potong
kertas saring berukuran 1 x 6 cm2 ditambahkan 2,5 mL bufer dan 5 mL enzim
ekstrak kasar (Meryandini et al. 2009). Substrat dan enzim ekstrak kasar
direaksikan selama 60 menit pada suhu optimum. Untuk substrat CMC campuran
enzim dan substrat dipindahkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 mL kemudian
ditambahkan 2 mL DNS dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit.
Selanjutnya untuk substrat kertas saring, 3 mL larutannya (enzim ekstrak kasar
dan bufer) dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL DNS
kemudian segera diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit. Substrat avisel
setelah waktu inkubasi ditambahkan 50 μL NaOH 0.2 M, kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Sebanyak 2 mL
supernatan diambil dan ditambahkan 2 mL DNS lalu diinkubasi pada suhu 100 °C
selama 15 menit. Sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm. Suhu inkubasi substrat dan enzim serta pH larutan bufer
disesuaikan dengan suhu dan pH optimum.

Analisis SDS-PAGE
Sodium Dodecyl Sulfate-Polycrilamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE)
dilakukan dengan menggunakan metode Laemmli (Bollag dan Edelstein 1991).
Elektroforesis menggunakan poliakrilamid kosentrasi 12% gel pemisah dan 4%
gel pengumpul. Sampel yang dimasukkan ke dalam gel yaitu 5 µL. Elektroforesis
dilakukan pada 50 mA selama 35 menit. Hasil elektroforesis diwarnai oleh
Coomasie Brilliant Blue (CBB).
Tabel 2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk sepasang gel
Komposisi
12% gel pemisah (mL)
4% gel penahan (mL)
Akuades
3.2
3.075
Akrilamid
4.0
0.67
1.5 M bufer Tris-HCl pH 8.8
2.6
0.5 M bufer Tris-HCl pH 6.8
1.25
10% SDS
0.1
0.05
10% APS
0.1
0.025
TEMED (N,N,N’,N’0.01
0.005
tetrametilen-etilendiamin)

9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik
Bakteri selulolitik yang berhasil diisolasi dari dua sampel kotoran
kelelawar sebanyak sembilan isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Bogor dan
delapan belas isolat dari sampel kotoran kelelawar asal Cirebon. Indeks selulolitik
merupakan nisbah antara diameter zona bening dengan diameter koloni. Sepuluh
isolat selulolitik dengan indeks selulolitik terbesar diuji aktivitas enzimnya (Tabel
3). Dua isolat yang memiliki aktivitas enzim terbesar dipilih untuk dilakukan
pengujian selanjutnya. Isolat B50 memiliki aktivitas enzim CMCase tertinggi
dibandingkan dengan isolat lainnya yaitu 3.39 mU/mL dan indeks selulolitik
sebesar 0.27. Isolat B60 memiliki aktivitas enzim CMCase sebesar 3.32 mU/mL
dan indeks selulolitik sebesar 0.26.
Tabel 3 Indeks selulolitik (IS) dari sepuluh isolat bakteri sampel kotoran
kelelawar asal Bogor dan Cirebon, Indonesia
Aktivitas
Indeks
Asal
enzim
Kode
Selulolitik
Bentuk sel
Pewarnaan
No. isolat
CMCase
isolat
(CMCase)
Gram
(mU/mL)*
1
B
B50
0.27
3.39
Batang
Positif
2
B
B51
0.26
0
Batang
Positif
3
B
B60
0.5
3.32
Batang
Positif
4
B
B66
0.28
0
Batang
Positif
5
C
C015
0.58
1.44
Batang
Positif
6
C
C024
0.25
2.37
Batang
Positif
7
C
C061
0.26
0
Bulat
Positif
8
C
C064
0.25
1.12
Batang
Positif
9
C
C089
0.3
0.39
Batang pendek Positif
10
C
C114
0.41
0.62
Batang pendek Positif
Keterangan: (B) isolat asal Gua Gudawang, Cigudeg, Bogor, dan (C) isolat asal
gudang penyimpanan batubara di PT. Indocement Cirebon.
*
Enzim diproduksi pada 24 jam dan aktivitas diukur pada pH 7 dan
suhu 37 °C.
(a)

(b)

Gambar 1 Zona bening di sekitar isolat (a) B50 dan (b) B60

10
(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2 Hasil pewarnaan Gram dan endospora (a,b) isolat B50 dan (c, d) B60
dengan pembesaran 1000x
Kurva Pertumbuhan dan Aktivitas Selulase dari Isolat B50 dan B60

9,5

Log sel

9
8,5
8
7,5
7

10

22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

9,5
9

Log sel

12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

aktivitas enzim
(mU/mL)

10

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39

8,5
8
7,5
7

aktivitas enzim
(mU/mL)

kb
Pertumbuhan isolat dan pengujian aktivitas selulase diukur setiap 3 jam
selama 39 jam. Aktivitas optimum enzim selulase isolat B50 berada pada fase
stasioner sedangkan isolat B60 pada fase logaritmik. Isolat B50 memiliki aktivitas
enzim selulase tertinggi pada jam ke-24 sebesar 11.5 mU/mL dan pertumbuhan
selnya berada pada fase stasioner. Aktivitas tertinggi enzim selulase pada isolat
B60 diperoleh pada jam ke-3 sebesar 21.5 mU/mL. Fase stasioner pada kedua
isolat masih berlangsung hingga jam ke-39 masa inkubasi (Gambar 3).

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39

Waktu (jam)

Waktu (jam)

a

b
Log sel

Aktivitas enzim

Gambar 3 Pertumbuhan sel dan aktivitas selulase isolat (a) B50 dan (b) B60 pada
suhu kamar (37 °C) di media CMC 1%
Hasil identifikasi Bakteri Isolat Terpilih
Hasil pewarnaan Gram menunjukkan isolat B50 dan B60 merupakan
bakteri Gram positif dengan bentuk sel batang dan memiliki endospora (Gambar
2). Identifikasi bakteri berdasarkan uji fisiologi menggunakan kit API 50 CHB
menunjukkan bahwa isolat B50 merupakan bakteri Bacillus cereus dengan tingkat
kemiripan 85.8%. Isolat B60 merupakan bakteri Bacillus licheniformis dengan
tingkat kemiripan 96.7% (Lampiran 6).

11
(a)

(b)

M

± 1300 pb
1500 pb
1000 pb
750 pb
500 pb
250 pb
Gambar 4 Hasil elektroforgram amplifikasi gen 16s rRNA isolat (a) B50 dan
(b) B60
Identifikasi berdasarkan gen 16S rRNA dari hasil amplifikasi gen 16S
rRNA isolat B50 dan B60 menggunakan primer 63F dan 1387 R menghasilkan
satu amplikon yang berukuran sekitar 1307 bp (Gambar 4). Isolat B50 berukuran
1300 pb, sedangkan isolat B60 berukuran 1305 pb (Lampiran 7). Kedua isolat ini
sama-sama memiliki kekerabatan yang dekat dengan Bacillus cereus galur ATCC
4342 dengan tingkat kemiripan 99% (Gambar 5).

B50
Bacillus cereus ATCC 4342
B60
99 Bacillus cereus WZZ001
Bacillus cereus NC7401
Bacillus cereus FT9
Bacillus thuringiensis JK0716S
Bacillus thuringiensis 5a
Lactobacillus acidophilus johnsonii
Pseudomonas aeruginosa RJ 16
0.01

Gambar 5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan 16S rRNA dari isolat
B50 dan B60

12
Tabel 4 Hasil BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat B50 dan B60
Kode Galur pembanding
Total basa
E - Kemiripan
isolat
(isolat/GenBank) Value
B50 Bacillus cereus ATCC
1296/1303
0.0 99%
4342
Bacillus cereus WZZ001 1296/1303
0.0 99%
Bacillus cereus NC7401 1296/1303
0.0 99%
Bacillus cereus FT9
1296/1303
0.0 99%
Bacillus thuringiensis
1296/1303
0.0 99%
JK0716S
Bacillus thuringiensis 5a 1296/1303
0.0 99%
B60 Bacillus cereus ATCC
1300/1307
0.0 99%
4342
Bacillus cereus WZZ001 1300/1307
0.0 99%
Bacillus cereus NC7401 1300/1307
0.0 99%
Bacillus cereus FT9
1300/1307
0.0 99%
Bacillus thuringiensis
1300/1307
0.0 99%
JK0716S
Bacillus thuringiensis 5a 1300/1307
0.0 99%

Nomor Akses
CP009628.1
KM505125.1
AP007209.1
CP008712.1
KF135459.1
KJ206071.1
CP009628.1
KM505125.1
AP007209.1
CP008712.1
KF135459.1
KJ206071.1

Enzim Selulase Hasil Pemekatan

Aktifitas enzim (mU/mL)

Pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat menunjukkan bahwa
enzim yang berasal dari isolat B50 mampu diendapkan pada konsentrasi 30%
amonium sulfat (Gambar 6) (Tabel 5). Aktivitas spesifik isolat B50 setelah
dilakukan pemekatan meningkat sebesar 1354.7 mU/mg jika dibandingkan dengan
enzim ekstrak kasar yaitu 538.3 mU/mg. Kemurnian enzim meningkat sebesar
2.49 kali dari sebelumnya dengan perolehan 4.8 % (Tabel 6).
6
5,5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
EEK

0-10

10-20.

20-30

30-40

40-50

50-60

60-70

70-80

Konsentrasi amonium sulfat (%)
Gambar 6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat
konsentrasi amonium sulfat. EEK: enzim ekstrak kasar, supernatan
dan
hasil pengendapan amonium sulfat

13
Tabel 5 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50 pada berbagai tingkat
konsentrasi amonium sulfat
Tahap

Ekstrak
Kasar
Supernatan
0-10%
Endapan
0-10%
Supernatan
10-20%
Endapan
10-20%
Supernatan
20-30%
Endapan
20-30%
Supernatan
30-40%
Endapan
30-40%
Supernatan
40-50%
Endapan
40-50%
Supernatan
50-60%
Endapan
50-60%
Supernatan
60-70%
Endapan
60-70%
Supernatan
70-80%
Endapan
70-80%

Volume
sampel
(mL)
240

Kadar Aktivitas Total
Protein enzim
protein
(mg/mL) (mU/mL) (mg)
0.007 3.35
1.68

Total
aktivitas
(mU)
804

Aktivitas
spesifik
(mU/mg)
478.5

Tingkat
kemurnian
(kali)
1

235

0.004

0.94

831.9

885

1.85

2

0.0028 3.53

0.004

7.06

1260.7

2.63

224

0.005

1.12

483.8

432

0.90

2

0.0028 2.24

0.005

4.48

880

1.67

220

0.016

3.52

0

0

0

2

0.0042 5.72

0.008 11.44

1361.9

2.84

214

0.015

3.21

30.6

0.06

2

0.0046 0.84

0.009 1.68

182.6

0.38

209

0.01

2.09

255

0.53

2

0.0076 2.91

0.015 15.82

382.8

0.8

206

0.008

3.38

1.648 696.28

422.5

0.88

2

0.015

3.13

0.03

6.26

208.6

0.43

200

0.008

1.75

1.6

350

218.7

0.45

2

0.047

2.49

0.094

4.98

52.9

0.11

183

0.008

4.61

1.464

843.6

576.2

1.20

2

0.016

2.18

0.032

4.36

136.2

0.28

3.54

2.16

0

0.46

2.55

98.44

532.95

Perolehan
enzim
(%)
100

0.87

0.55

1.41

0.20

0.72

0.77

0.61

0.54

Enzim ekstrak kasar selanjutnya diproduksi sebanyak 500 mL kemudian
dilakukan pemekatan dengan menggunakan konsentrasi 30% jenuh amonium
sulfat (Gambar 6). Setelah dilakukan pengendapan diperoleh 6 mL endapan dari
hasil pemekatan. Hasil pengendapan kemudian diukur aktivitasnya (Tabel 6).

14
Tabel 6 Hasil pengendapan enzim selulase isolat B50
Tahap

Volume
sampel
(mL)
500

Ekstrak
Kasar
Amonium 6
sulfat 30%

Kadar Aktivitas Total
Protein enzim
protein
(mg/mL) (mU/mL) (mg)
0.009 5.08
4.718

Total
Aktivitas Tingkat Perolehan
aktivitas spesifik kemurnian enzim
(mU)
(mU/mg) (kali)
(%)
2540
538.3
1
100

0.015

121.92 1354.7

20.32

0.09

2.51

4.8

Ciri-ciri Enzim Selulase Isolat B50
Karakterisasi enzim selulase dilakukan pada isolat B50 meliputi pengaruh
pH, suhu, dan stabilitas enzim. Aktivitas enzim selulase isolat B50 memiliki
kisaran pH yang luas yaitu dari 3.0-10.0. Enzim ekstrak kasar dan hasil
pengendapan dengan amonium sulfat memiliki pH optimum yang sama, yaitu
pada pH 5 (Gambar 7). Aktivitas enzim ekstrak kasar isolat B50 pada pH 5
sebesar 5.143 mU/mL. Isolat B50 hasil pengendapan amonium sulfat memiliki
aktivitas enzim yang lebih tinggi pada pH 5 dibandingkan enzim ekstrak kasarnya
yaitu sebesar 20.329 mU/mL.

Aktivitas enzim (mU/mL)

25
20
15
10
5
0
3

4

5

6

7

8

9

10

pH
Gambar 7 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50.
enzim
ekstrak kasar dan
enzim hasil pengendapan amonium sulfat
Enzim selulase isolat B50 memiliki aktivitas enzim pada kisaran suhu 3080 °C. Suhu optimum dari enzim ekstrak kasar selulase dan hasil pengendapan
dengan amonium sulfat pada isolat B50 memiliki suhu optimum yang sama yaitu
suhu 40 °C (Gambar 8). Enzim hasil pengendapan amonium sulfat memiliki
aktivitas enzim yang lebih tinggi pada suhu optimum (40 °C) dibandingkan enzim
ekstrak kasarnya sebesar 33.625 mU/mL.
Stabilitas enzim memberikan pengaruh terhadap lama aktivitas enzim.
Aktivitas enzim hasil pengendapan amonium sulfat 30% memiliki aktivitas relatif
sebesar 100% pada menit ke-0 pada suhu 40 °C, sedangkan enzim ekstrak kasar
pada menit ke-0 memiliki aktivitas relatif yang lebih rendah, yaitu sebesar 38.3%.

15
Enzim hasil pengendapan amonium sulfat mengalami penurunan sebesar 24%
pada menit ke-60 dan tidak memiliki aktivitas lagi pada menit ke-180. Enzim
ekstrak kasar mengalami penurunan pada menit ke-60 sebesar 22% dan tidak
memiliki aktivitas lagi pada menit ke 180 (Gambar 9).

Aktivitas enzim (mU/mL)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
30

40

50

60

70

80

90

Suhu C

Gambar 8 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase isolat B50.
enzim
ekstrak kasar dan
enzim hasil pengendapan amonium sulfat.

Aktivitas relatif (%)

120
100
80
60
40
20
0
0

60

120

180

Waktu (menit)
Gambar 9 Stabilitas enzim selulase isolat B50 pada suhu 40oC dan pH 5 selama
180 menit.
enzim ekstrak kasar dan
hasil pengendapan
amonium sulfat 30%.
Isolat B50 pada pH dan suhu optimumnya memiliki aktivitas tertinggi
pada substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) yaitu sebesar 21.16 mU/mL
(Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa isolat B50 memiliki aktivitas endo-1,4β-glukanase yang lebih besar. Isolat B50 juga memiliki aktivitas enzim pada
substrat avisel sebesar 4% dan kertas saring (filter paper) sebesar 41% (Gambar
10).

16

filter
paper
41%

CMC
55%

Avisel
4%

Gambar 10 Aktivitas selulase enzim ekstrak kasar isolat B50 terhadap substrat
CMC, avisel, dan kertas saring (filter paper) pada pH 5 dan suhu
40 °C
Analisis pita protein dengan SDS-PAGE menggunakan enzim selulase
hasil pengendapan 30% amonium sulfat. Hasil pemisahan protein dengan SDSPAGE menunjukkan terdapat 1 pita dengan bobot molekul 36.2 kDa (Gambar 11)
(Lampiran 9).

(kDA)

M

1

2

3

200
150
120
100
85
70
60
50
40

36.2 kDA
30
25

20

Gambar 11 SDS-PAGE enzim selulase isolat B50. (M) Marker, (1,2) pita protein
enzim hasil pengendapan amonium sulfat 30%, dan (3) enzim ekstrak
kasar.

17
Pembahasan
Bakteri selulolitik diseleksi berdasarkan ada tidaknya zona hidrolisis yang
terbentuk pada media agar-agar CMC serta pengukuran aktivitas enzim dengan
menggunakan metode DNS. Dari proses penyeleksian terpilih dua isolat yang
memiliki aktivitas enzim tertinggi dengan kode isolat B50 dan B60. Kedua isolat
menunjukkan adanya zona bening setelah ditetesi merah kongo (Gambar 1). Merah
kongo digunakan sebagai indikator degradasi β-D-glukan pada media padat.
Penggunaan merah kongo dilakukan untuk menguji secara cepat bakteri selulolitik
dan yang bukan selulolitik (Theather dan Wood 1982). Isolat C015 memiliki
indeks selulolitik yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat B50 dan B60, tetapi
memiliki aktivitas enzim selulase yang rendah secara kuantitatif. Hal ini karena
merah kongo mendeteksi adanya degradasi β-D-glukan pada media padat secara
kualitatif, sedangkan pengukuran aktivitas enzim selulase dengan menggunakan
DNS yang dapat mengikat gula pereduksi yang dihasilkan oleh aktivitas enzim.
Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan dapat diketahui dari kurva standar glukosa.
Selanjutnya aktivitas enzim secara kuantitatif dapat dihitung (Lampiran 3).
Kurva pertumbuhan isolat B50 dan B60 menunjukkan tipe pola
pertumbuhan diauxic. Pertumbuhan diauxic yaitu pertumbuhan isolat yang
mengalami dua fase logaritmik dengan kecepatan pertumbuhan yang berbeda.
Pertumbuhan diauxic karena pemanfaatan ketersediaan nutrisi sebagai sumber
karbon yang berbeda dalam media sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan
pertumbuhan isolat tersebut (Baker et al. 2004). Pertumbuhan diauxic pada
penelitian ini terjadi karena isolat B50 dan B60 menggunakan sumber karbon
berupa glukosa dan CMC. Fase logaritmik pertama terjadi karena kedua isolat
tersebut memanfaatkan glukosa sebagai sumber karbon yang lebih sederhana.
Setelah glukosa pada medium tumbuhnya habis, maka kedua isolat tersebut akan
memanfaatkan sumber karbon selulosa dengan mensintesis enzim selulase dan
selanjutnya memasuki fase logaritmik kedua.
Setiap bakteri selulolitik memiliki kompleks enzim selulase yang berbedabeda. Hal tersebut tergantung dari sumber karbon yang digunakan dan gen yang
dimiliki. Kedua isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan
CMC 1%. Menurut Alam et al. (2004) CMC merupakan substrat terbaik untuk
menginduksi sintesis enzim selulolitik ekstraseluler. Isolat B50 memiliki aktivitas
enzim selulase tertinggi pada jam ke-24 masa inkubasi. Isolat B60 memiliki
aktivitas enzim selulase pada jam ke-3 masa inkubasi. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan jumlah inokulum yang dimasukkan ke dalam media pertumbuhan
jumlahnya sangat banyak. Pada penelitian ini jumlah inokulum yang dimasukkan
berkisar 107. Hal ini dapat mengakumulasi enzim selulase yang awalnya telah
diproduksi di media sebelumnya ikut masuk ke dalam media pertumbuhan yang
baru menyebabkan pada isolat B60 aktivitas enzim selulase tertinggi pada jam ke-3
masa inkubasi.
Isolat B50 telah diidentifikasi secara fisiologi menggunakan KIT API
merupakan bakteri Bacillus cereus. Berdasarkan hasil identifikasi secara fisiologi
menggunakan KIT API 50 CHB, isolat B60 memiliki kekerabatan yang dekat
dengan Bacillus licheniformis. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA isolat B50 dan B60
mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Baccillus cereus dengan tingkat
kemiripan 99% (Gambar 4). Analisis gen 16S rRNA dengan sekuen

18
oligonukleotida adalah cara yang efektif untuk mengetahui taksonomi prokariot
termasuk bakteri genus Bacillus dan dapat dihubungkan secara langsung dengan
data dari pohon filogenetik (Fox et al. 1977). Uji fisiologi bakteri merupakan suatu
cara untuk mengidentifikasi suatu isolat bakteri berdasarkan sifat-sifat fisiologinya.
Uji fisiologi dengan menggunakan kit API berhubungan dengan metabolisme sel
bakteri. Isolat B60 hasil identifikasi fisiologi dengan menggunakan kit API 50 dan
berdasarkan gen 16S rRNA memiliki hasil berbeda. Hasil uji fisiologi dengan
menggunakan kit API kemudian dibandingkan dengan karakteristik bakteri yang
terdapat pada buku Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Vos et al. 2009).
Berdasarkan buku Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology menunjukkan
bahwa kedua isolat memiliki kedekatan yang erat dengan Bacillus cereus.
Berbagai laporan menyatakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulase
antara lain Acinetobacter, Acidothermus, Anoxybacillus, Bacillus, Cellulomonas,
Cellvibrio, Eubacterium, Geobacillus, Microbispora, Paenibacillus, Pseudomonas,
Salinivibrio, Rhodothermus, Acetivibrio, Butyrivibrio, dan Clostridium (Kuhad et
al. 2011).
Pengendapan ekstrak kasar selulase dilakukan untuk memekatkan enzimenzim selulase isolat B50 yang terdapat pada ekstrak kasar enzim. Hal tersebut
diharapkan akan meningkatkan aktivitas enzim selulase yang terdeteksi
dibandingkan enzim ekstrak kasarnya. Pengendapan protein menggunakan prinsip
salting out, yaitu mengendapnya protein (enzim) karena air berikatan dengan
garam amonium sulfat. Molekul protein terdiri atas bagian asam amino hidrofobik
dan bagian asam amino hidrofilik. Bagian asam amino hidrofilik dari protein
berinteraksi dengan molekul air sehingga protein yang mengandung asam amino
hidrofilik akan larut dalam air, sedangkan protein yang mengandung asam amino
hidrofobik akan mengendap terlebih dahulu. Ketika konsentrasi garam amonium
sulfat meningkat secara bertahap pada saat fraksinasi, beberapa molekul air akan
tertarik oleh ion garam amonium sulfat, yang menurunkan jumlah molekul air
yang tersedia untuk berinteraksi dengan asam amino hidrofilik dari protein,
sehingga protein yang mengandung asam amino hidrofilik akan mengendap.
Pengendapan enzim dengan amonium sulfat menunjukkan bahwa isolat
B50 mampu diendapkan pada konsentrasi 30% jenuh amonium sulfat dengan
tingkat kemurnian sebesar 2.84 kali dan perolehan enzim 1.41% (Tabel 5).
Berdasarkan hal tersebut maka produksi dilakukan dengan menggunakan
amonium sulfat 30%, selanjutnya diperoleh sebanyak 6 mL endapan dari 500 mL
enzim ekstrak kasar dengan tingkat kemurnian sebesar 2.51 kali dan perolehan
enzim 4.8%. Menurut Sahin et al (2013) enzim endoglukanase yang diperoleh dari
Trichoderma Ouroviridie mampu diendapkan pada konsentrasi 80% jenuh
amonium sulfat dengan perolehan sebesar 4.3%. Enzim selulase dari Bacillus
Subtilis YJ1 mampu diendapkan oleh amonium sulfat dengan perolehan 42.7%
(Yin et al. 2010). Perbedaan perolehan enzim kemungkinan disebabkan
kemampuan amonium sulfat dalam mengendapkan protein atau enzim.
Lebih dari 50% aktivitas CMCase pada enzim selulase hasil pemurnian
memiliki kisaran pH yang luas. Bacillus subtilis galur LFS3 memiliki kisaran pH
3.0-12.0 dan aktivitas selulase optimum pada pH 4 (Rawat dan Tewari 2012).
Enzim selulase yang dihasilkan oleh Bacillus CH43 stabil pada kisaran pH 6.0–
10.0, dan Bacillus HR68 pada pH 6–8 (Mawadza et al. 2000). Enzim selulase
yang berasal dari Bacillus thuringiensis menghasilkan aktivitas optimum pada

19
suhu 40 °C (Lin et al. 2012)