Analysis of Macro Economic Factors Towards Saria Bank Financing between Indonesia and Malaysia

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO EKONOMI TERHADAP
PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA

MARTINO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Faktor-faktor
Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia”,
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Martino Wibowo
NIM: H151110051

RINGKASAN
MARTINO WIBOWO. Analisis Faktor-faktor Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan
Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO
dan DEDI BUDIMAN HAKIM.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan faktor
penentu pembiyaan perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder
dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia
Bank Indonesia (SEKI-BI) dan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPS-BI)
serta data dari Bank Negara Malaysia dan Departemen Statistik Malaysia dalam periode
waktu antara bulan Desember 2005 sampai dengan bulan Desember 2012. Observasi
penelitian dilakukan di Indonesia maupun Malaysia untuk memperkaya analisis.
Penelitian ini menggunakan Vector Autoregression (VAR), Uji Kointegrasi dan
Vector Error Correction Model (VECM) serta dikombinasikan dengan Response
Function (IRF) dan Decomposition (FEVD) untuk melihat interaksi antara faktor makro
ekonomi dengan pembiayaan dalam jangka panjang. Data bulanan yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi pembiayaan bank syariah, Non Performing Financing,
Industrial Production Index, Nisbah Bagi Hasil menggunakan SBIS (Sertifikat Bank
Indonesia Syariah) dan Malaysia Islamic Interbank Rate (MIIR), inflasi, nilai tukar dan
jumlah uang beredar.
Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka pendek faktor-faktor makro
ekonomi tidak secara nyata mempengaruhi jumlah pembiayaan dan tingkat pembiayaan
bermasalah (NPF). Sedangkan dalam jangka panjang ada pengaruh faktor-faktor makro
ekonomi terhadap pembiayaan dan non performing finance perbankan syariah, seperti
tingkat pembiayaan, inflasi, nisbah bagi hasil dan jumlah uang beredar. Selain itu
ditemukan adanya bukti-bukti yang mendukung hipotesis penelitian yaitu bahwa semua
faktor makro ekonomi berhubungan dengan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia
maupun Malaysia, sedangkan laju inflasi dalam jangka panjang menyebabkan
meningkatnya tingkat pembiayaan bermasalah.
Kata Kunci : Pembiayaan Syariah, Non Performing Finance, Inflasi, Nisbah Bagi Hasil,
Industrial Production Index, Nilai Tukar, Jumlah Uang Beredar

SUMMARY
MARTINO WIBOWO. Analysis of Macro Economic Factors Towards Saria Bank
Financing between Indonesia and Malaysia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO
dan DEDI BUDIMAN HAKIM

The objective of this research are analyzing and comparing the determinant of
macroeconomic factors towards Islamic banking in Indonesia and Malaysia.
Data used in this research was monthly time series data from period of
December 2005 to December 2012 which was obtained from secondary data of
Economic and Finance of Bank Indonesia (SEKI-BI), Indonesia Saria Banking Statistic
(SPS-BI) and also data taken from Central Bank of Malaysia and Malaysia Department
of Statistic.
This paper examines the dynamic interactions between financing of Islamic
banking and macroeconomic factors between Indonesia and Malaysia by employing the
Vector Autoregressive (VAR), Co-integration test and Vector Error Model (VECM)
combined with Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD) to see whether the macroeconomic condition influences
financing and non performing finance in the long-run. Also, it uses time series data of
total Islamic bank financing (IB Financing), Non Performing Finance and Industrial
Production Index, Profit Loss Sharing of Islamic Interbank Rate using SBIS (Sertifikat
Bank Indonesia Syariah) and Malaysia Islamic Interbank Rate, Inflation, Exchange Rate
and Money Demand to represent macroeconomic factors.
The result of this research found that in the short-run, macroeconomic factor
doesn’t affect much on syaria financing. Whereas in the long-run, there is evidence of
relationship between macroeconomic and financing on Islamic bank, consist of

development of financing, inflation, profit loss sharing, output, money supply and
financing. On the other hand, there’s evidence to support following hypothesis of
macroeconomic factors are influencing on Islamic bank in both countries, where
increase in inflation can causes Islamic banking non performing finance of syaria
banking in the long run.

Keywords: Syariah Financing, Non Performing Finance, Inflation, Profit Loss Sharing
Ratio of Islamic Interbank Rate, Industrial Production Index, Exchange
Rate, Money Supply

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO EKONOMI TERHADAP

PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA

MARTINO WIBOWO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS

Judul Tesis

: Analisis Faktor-faktor Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan Bank

Syariah di Indonesia dan Malaysia

Nama

: Martino Wibowo

NIM

: H151110051

�-�

Dr Ir Dedi Budiman Hakim. MEc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pascasarjana Ilmu Ekonomi


&
::�


�_fe
RTKN/l:��
.,,�
�� - - �.
, '�

/

·9

� "t

1 ..

·Z�


w�
��

>J�
"y

Drlr Nunun

u

artono, MSi

Tanggal Ujian: 3 Maret 2014

�,
*

.


.

'

•.

.



.

.

.



kolah Pascasarjana


0




a�

s'Co.'�

'sc� S.�l'

.Dr Ir Darul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

0 B APR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Makro Ekonomi

Terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia” ini berhasil
diselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dari Program
Studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono MSi
selaku ketua komisi komisi pembimbing dan ketua program studi Pascasarjana Ilmu
Ekonomi Institut Pertanian Bogor dan Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim MEc selaku
anggota komisi pembimbing, serta Bapak Prof Dr Noer Azzam Achsani MS yang telah
banyak memberi saran sebagai penguji luar komisi. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Dr Alla Asmara SP MSi selaku wakil program studi yang
telah banyak memberikan arahan dalam penulisan serta dosen pengajar, pengelola
program studi dan sahabat-sahabat Ilmu Ekonomi Reguler-5 yang namanya tidak dapat
saya sebutkan satu per satu.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Wartini, istri tercintaku
sekaligus ibunda dari ananda tersayang Tyara Methanya, serta seluruh keluarga, atas
segala doa, kesabaran dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya masih
diperlukan perbaikan dan penyempurnaan. Akhirnya besar harapan penulis semoga tesis
ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi kemajuan dunia pendidikan dan
penelitian.

Bogor, Maret 2014

Martino Wibowo

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------------------ viii
1. PENDAHULUAN ……………………………………………...………………
Latar Belakang ………...………………………………………………………
Rumusan Masalah ........................................................................................... -Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................................
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................

1
1
5
6
7

2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... - 8
Determinan Variabel Ekonomi Makro Terhadap Pembiayaan
PerbankanSyariah................................................................................................ 8
Kebijakan Moneter Dalam Pembiayaan Perbankan Syaria……....................… 10
Tingkat Output, Inflasi dan Kurs Terhadap Pembiayaan Perbankan Syariah… 13
Teori Permintaan Uang dalam Pembiayaan Perbankan Syariah…………….... 14
Non Performing Financing dalam Pembiayaan Perbankan Syariah
15
Penelitia Terdahulu
16
Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................................... 18
Hipotesis ---------------------------------------------------------------------------------- 20
3. METODE PENELITIAN..................................................................................... 21
Jenis dan Sumber Data ....................................................................................... 21
Metode Analisis ………………...………………………………………..…… 21
Vector Auto Regressive ……….…..………………………………………..… 22
Vector Error Correction Model…...…………………………………………… 23
Model Penelitian……………………...…………………………………..…… 26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
------------- 29
Perbandingan Usaha Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia..... 29
Uji Stasioneritas Akar Unit ................................................................................ 38
Uji Lag Optimum ….………..…………..………………………………..…… 39
Uji Stabilitas Sistem VAR …………..….…………………………………..… 39
Uji Kausalitas Granger………….……..……………………………………… 39
Uji Kointegrasi dan Estimassi Model VECM…..………………………..…… 41
Analisis Impulse Response Function……….…………………...………..…… 45
Analisis Forecast Error Variance Decomposition…...…………..…… ---------- 52
Ringkasan Pembahasan…………….……….……………..……………..…… 54
------------- 57
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
------------- 57
Saran………………...…………….…….………………………………..…… -- 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59
LAMPIRAN....... .................................................................................................... 62
RIWAYAT HIDUP................................................................................................. 85

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Data Makro Ekonomi Indonesia Tahun 2005-2012--------------------------- 3
Data Makro Ekonomi Malaysia Tahun 2005-2012---------------------------- 4
Jenis Data Penelitian---------------------------------------------------------21
Analisis Produk-produk Perbankan Islam Malaysia dan Indonesia-------- 37
Hasil Uji Akar Unit--------------------------------------------------------------- 38
Hasil Uji Lag Optimum Pada Ordo VAR ------------------------------------- 38
Hasil Uji Kointegrasi Johansen Data Indonesia dan Malaysia ------------- 41
Hasil Estimasi VECM Uji Kointegrasi Johansen Data Pembiayaan Bank
Syariah Indonesia& Malaysia--------------------------------------------------- 42
Hasil Estimasi VECM Uji Kointegrasi Johansen Data NPF
Pembiayaan Bank Syariah Indonesia& Malaysia-------------------------------44
Hasil Uji FEVD Pada Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia--------52
Hasil Uji FEVD Pada Pembiayaan Perbankan Syariah di Malaysia
52
Hasil Uji FEVD Pada Non Performing Finance Pembiayaan Perbankan
Syariah di Indonesia------------------------------------------------------------ 53
Hasil Uji FEVD Pada Non Performing Finance Pembiayaan Perbankan
Syariah di Malaysia------------------------------------------------------------- 53

DAFTAR GAMBAR
1. Perbandingan Pertumbuhan Asset Bank Islam di Malaysia dan Indonesia
dari Tahun 2007-2011---------------------------------------------------------------- 2
2. Persentase Non Performing Finance (NPF) Terhadap Pembiayaan Bank
Syariah di Malaysia dan Indonesia tahun 2005-2012 --------------------------- 5
3. Transmisi Pengaruh Makro Ekonomi Terhadap Pengeluaran Pembiayaan--- 8
4. Alur Penelitian------------------------------------------------------------------------- 19
5. Alur Tahapan Analisis VAR dan VECM ----------------------------------------- 22
6. Hasil Uji Impulse Response Function Pada Pembiayaan Perbankan Syariah
di Indonesia--------------------------------------------------------------------------- 45
7. Hasil Uji Impulse Response Function Pada Pembiayaan Perbankan Syariah
di Malaysia--------------------------------------------------------------------------- 47
8. Hasil Uji Impulse Response Function Pada Non Performing Finance
Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia------------------------------------ 49
9. Hasil Uji Impulse Response Function Pada Non Performing Finance
Pembiayaan Perbankan Syariah di Malaysia------------------------------------- 50

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Pembiayaan dan Makro Ekonomi Indonesia -------------------------------2. Data Pembiayaan dan Makro Ekonomi Malaysia -------------------------------3. Perbandingan Pergerakan SBIS dan SBI (Indonesia) ---------------------------4. Perbandingan MIIR dan Suku Bunga (Malaysia) -------------------------------5. Uji Lag Optimum dan Uji Stabilitas VAR (Indonesia) -------------------------6. Uji Lag Optimum dan Uji Stabilitas VAR (Malaysia) --------------------------7. Uji Kointegrasi Johansen (Indonesia) ---------------------------------------------8. Uji Kointegrasi Johansen (Malaysia) ----------------------------------------------9. Uji Granger Causality (Indonesia) -------------------------------------------------10. Uji Granger Causality (Malaysia) --------------------------------------------------11. Estimasi Parameter Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan Bank
Syariah (Indonesia)-------------------------------------------------------------------12. Estimasi Parameter Makro Ekonomi Terhadap Pembiayaan Bank
Syariah (Malaysia) -------------------------------------------------------------------13. Estimasi Parameter Makro Ekonomi Terhadap NPF Bank Syariah
(Indonesia)-----------------------------------------------------------------------------14. Estimasi Parameter Makro Ekonomi Terhadap NPF Bank Syariah
(Malaysia) -----------------------------------------------------------------------------15. FEVD Variabel Makro Terhadap Pembiayaan Syariah (Indonesia) ---------16. FEVD Variabel Makro Terhadap Pembiayaan Syariah (Malaysia) ----------17. FEVD Variabel Makro Terhadap NPF Pembiayaan (Indonesia) --------------18. FEVD Variabel Makro Terhadap NPF Pembiayaan (Malaysia) ---------------

62
64
67
66
68
69
71
70
71
72
73
73
74
74
75
77
79
81

1 PENDAHULUAN
. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi membutuhkan peran serta lembaga keuangan dalam hal
pembiayaan, karena pembangunan sangat memerlukan tersedianya dana lembaga keuangan
sebagai salah satu penopang pembangunan. Lembaga keuangan terdiri dari lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Kegiatan utama lembaga keuangan bank
sebagai lembaga intermediasi yang bermotivasi laba adalah menyalurkan dana dalam bentuk
pinjaman (kredit) atau pembiayaan dan memberikan fasilitas perbankan seperti tabungan
dan penukaran mata uang. (Karim, 2005).
Pembiayaan adalah berupa pendanaan pihak perbankan terhadap keperluan nasabah
untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti investasi , konsumsi dan produksi. Pihak bank
mengharapkan penyaluran dana tersebut dalam jangka waktu tertentu pada saat penagihan
akan diberikan imbal hasil berupa pokok ditambah bunga (padabank konvensional) ataupun
bagi hasil (pada bank syariah).
Menurut Machmud dan Rukmana (2010), sebagian negara-negara muslim
melakukan konversi sistem moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem syariah,
seperti Sudan, Pakistan dan Iran. Disamping itu, sebagian negara muslim lainnya, seperti
Malaysia dan Indonesia mengakomodasi perkembangan perbankan syariah tersebut melalui
dual banking system, yaitu penggunaan sistem perbankan yang berbeda dalam satu
kerangka regulasi perbankan yang dibuat oleh pemerintah, dimana secara bersama-sama
bank syariah dan bank konvensional diperbolehkan melayani kebutuhan masyarakat
terhadap jasa layanan perbankan serta secara sinergis berkontribusi i.:epada stabilitas sistem
keuangan nasional. Perbankan syariah menolak adanya unsur suku bunga dan menggunakan
mekanisme bagi hasil (profit loss sharing) dan bank konvensional yang menggunakan
instrumen suku bunga (interest rate) sebagai pendapatannya. Landasan dari dual banking
system di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, UU No 10 Tahun 1998
sebagai amandemen dari UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 23 Tahun 1999
dan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang menyebutkan tidak ada larangan
bagi perbankan di Indonesia menggunakan prinsip syariah yaitu dengan menerapkan sistem
bagi hasil dan diperbolehk:an juga menggunakan sistem konvensional dengan imbalan
pengembalian pembiayaan dengan bunga. Karena sistem operasional perbankan yang
diterapkan berbeda, maka hal tersebut otomatis akan berpengaruh pada model faktor penentu
ekonomi makro terhadap pembiayaan pada negara-negara yang menerapkan sistem
perbankan ganda tersebut (Kashmir, 2012).
Naja (2011) menjelaskan jenis-jenis kegiatan pembiayaan bank syariah meliputi
menyalurkan dana melalui pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), pola jual beli
(murabahah, salam dan istishna) serta pola sewa (ijarah). Sebagaimana pada bank
konvensional secara umum, penggunaan pembiayaan bank syariah dikategorikan dalam
pembiayaan untuk modal kerja, investasi dan konsumsi.
Industri keuangan syariah Malaysia secara kuantitas ditinjau dari segi jumlah
produk, eksposure dan postur atau jumlah pembiayaan dan pendanaan lebih banyak daripada
Indonesia. Ada dua faktor yang menyebabkan industri keuangan syariah Malaysia lebih
maju bila dibanding Indonesia. Pertama, dari sisi kebijakan, industri keuangan syariah di
Malaysia mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal tersebut dilakukan dengan
menempatkan sebagian dana BUMN pada bank syariah atau memberi dana pada bank

2

syariah yang kekurangan modal. BUMN Malaysia memberikan kontribusi yang besar dalam
hal pendanaan, sebagai contoh, Rp 650 triliun dana perbankan syariah di Malaysia, 90
persem1ya adalah berasai dari BUMN. Sehingga industri syariah di Malaysia dapat tumbuh
llebih cepat dan besar apabila ada komitmen dari pemerintah. Sedangkan di Indonesia, dana
lbanyak berasal dari masyarakat dan
pemerintah hanya sebagai regulator saja
(http://www.republika.co .idlberitalekonomi/syariah-ekonomi/13 /02/07 /mhu8s7-ini -alasanmalaysia-lebih-unggul-di-keuangan-syariah). Sejauh ini pemerintah mengatur regulasi
melalui Bank Indonesia (BI), namun hal tersebut tidaklah cukup, pasalnya industri syariah
tidak hanya terdiri dari perbankan, tetapi juga lembaga keuangan non bank, seperti asuransi
syariah, koperasi syariah, baitul maal tamwiil, dan lembaga keuangan non bank lainnya.
Kedua, dari segi penciptaan produk, produk syariah Malaysia lebih terbuka, longgar dan
liberal dalam pengembangannya, selain itu produk industri pembiayaan syariah Malaysia
llebih banyak jenisnya dari perbankan syariah di Indonesia, yakni digunakannya instrumen
pembiayaan dengan akad jual beli seperti Bai' Al-Inah Gual beli dengan perjanjian bahwa
pembeli akah menjual barangnya kembt year (yoy) di tahun 2012. Penyebab rendahnya pangsa pasar
pembiayaan syariah Indonesia adalah belum terdeferensiasinya nasabah dan varian produk
pembiayaan syariah. Mesbpun 、セュゥォ。ョL@
aset perbankan syariah Indonesia hingga akhir
2011 adalah kurang lebih dari Rp 145.467 milliar rupiah, dengan pertumbuhan aset sebesar
51,79 persen atau ·lebih tinggi di bancingkan pertumbuhan aset perbankan syariah di
Malaysia sebesar 20,39 persen. Perubapan besaran aset tersebut dipengaruhi oleh baik
kondisi internal ー・イ「。ョセ@
seperti o.:,>erasional pelayanan perbankan maupun oleh kondisi
ekstemal seperti keadaan raakro ekonoui. Hal ini menunjukkan masili adanya harapan untuk
perbankan syariah berkembang lebih maju lagi.

3

Fak:tor-fak:tor makro ekonomi yang mempengaruhi pembiayaan dan resiko
pembiayaan perbankan syariah di Indonesia, terlihat dari indikator makro ekonomi
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1:
Tabel1.Data Makro Ekonomi Indonesia Tahun 2005-2012
Tahun
Pembiayaan
NPF
IPI
Inflasi
(Juta US$)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

1544,7
2246,7
2986,6
3351,0
4922,3
7556,0
11318,6
15311.9

(Juta US$)
43,51
106,70
120,88
132,38
197,58
228,41
285,35
339,34

97,00
99,75
100,68
100,81
101,59
100,83
102,89
114,12

SBIS

(%)

(%)

17,00
7,00
7,00
11,00
3,00
7,00
4,00
4,00

12,75
9,75
8,00
10,83
6,40
6,11
5,03
4,81

M2
Milyar
US$
121.98
151.92
176.31
166.31
224.81
273.87
317.24
343.04

Kurs
Rp/US$
9.860,56
9.100,08
9.356,43
11.399,40
9.525,28
9.023,38
9.069,56
9.633,34

"Bank Indonesia 2013; !iadan Pusat Statistik 2013

Perbankan menghadapi berbagai kendala selama periode Desember 2005 sampai
dengan Desember 2012 semisal lambatnya, pemulihan ekonomi global berdampak pada
ketidakpastian ekonomi menyebabkan kinerja pinjaman perbankan. Selain itu di sektor
moneter, bank sentral di Malaysia dan Indonesia yakni: Bank Indonesia maupun Bank
Negara Malaysia menetapkan berbagai kebijakan stabilisasi yang dalam jangka pendek
bersifat kontraktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat dari segi besamya
pembiayaan Malaysia lebih unggul di bandingkan Indonesia, inflasi, nilai tukar, nisbah bagi
hasil dan jumlah uang beredar lebih stabil. Walaupun secara nominal NPF perbankan
syariah Malaysia lebih besar, namun rasio dari NPF tampak: lebih kecil dan lebih stabil
pada setiap periode dibandingkan dengan NPF perbankan syariah Indonesia yang cenderung
fluktuatif. Hal ini menggambarkan bahwa NPF perbankan syariah Indonesia sangat sensitif
terhadap kinerja perbankan maupun keadaan makro ekonomi. Besamya kurs juga
mengakibatkan semakin kecilnya penerimaan imbal hasil pembiayaan. Dalam jangka
panjang dapat menimbulkan resiko pendapatan agregatif perbankan syariah di Indonesia.
Kinerja pembiayaan perbankan berkaitan erat dengan aktiva produktif yang dimiliki,
oleh sebab itu manajemen bank dituntut untuk senantiasa memantau dan menganalisis
kualitas aktiva produktif tersebut. Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas asset
sehubungan dengan risiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank akibat pemberian
pembiayaan dan investasi dana bank. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif
dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya. Pada bank konvensional,
kolektabilitas dapat diartikan sebagai keadaan pembayaran kembali pokok, angsuran pokok
atau bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterima kembali dana yang
ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman lainnya. Sedangkan dalam bank syariah
kolektabilitas diartikan sebagai pembayaran angsuran dan bagi hasil. Risiko pembiayaan
yang diterima bank merupakan salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak
dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak: bank kepada debitur. Oleh karena itu
kemampuan pengelolaan kredit macet (Non Performing Financing), sangat diperlukan oleh
bank yang bersangkutan. Sementara faktor ekstemal (faktor yang berasal dari luar

4

perusahaan), meliputi kebijakan makro ekonomi seperti: moneter, fluktuasi nilai tukar, dan
tingkat inflasi, volatilitas tingkat bunga, dan inovasi instrumen keuangan.
Tabel2. Data Makro Ekonomi Malaysia Tahun 2005-2012
Tahun Pembiayaan
NPF
IPX Inflasi Malaysia
Islamic
Interbank
Rate
(%)
(Juta US$)
(Juta US$)
(%)
2,98
2005
15.180,2
167,7
101,30 3,29
3,00
2006
22.096,7
206,5
107,40 3,24
2007
26.921,8
255,8
115,14 3,23
3,04
2008
30.366,4
294,9
96,91 4,73
3,25
3,27
2009
39.545,7
391,1
104,22 4,49
3,48
2010
51.799,8
508,8
108,82 3,89
3,49
111,00 4,00
2011
63.380,7
623,4
3,49
2012
77.466,9
762,1
114,89 4,11

Kurs

M2

(Juta US$) RMIUS$
3,78
177.998,66
165.284,22
3,80
166.852,96
3,80
170.375,16
3,80
170.456,93
3,80
172.942,37
3,80
3,80
172.944,56
3,79
172.423,65

''Bank Negara Malaysia 2013; 6Departemen Statistika Malaysia 2013

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kebijakan ekonomi makro seperti
inflasi, bagi hasil dan penilaian kesehatan perbankan mempengaruhi juga kinerja perbankan
seperti bank syariah. Industri perbankan syariah juga diharapkan mampu berkompetisi
dengan industri perbankan konvensional. Adanya penurunan bagi hasil dan pertumbuhan
ekonomi bagi hasil yang diberikan kepada nasabah seharusnya mengalami peningkatan.
Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis yang akan membandingkan kinerja pembiayaan
perbankan syari'ah melalui non performing financing (NPF) di Malaysia dan Indonesia
pada saat dilakukan penurunan bagi hasil dan naiknya pertumbuhan ekonomi yang diikuti
dengan naiknya angka inflasi. Pada tahap selanjutnya, analisis dilakukan dengan melakukan
analisis pembiayaan secara keseluruhan yakni pada investasi, modal kerja dan rumah tangga,
karena diterapkannya kebijakan makro ekonomi.

%

4.75

5

4
3
2

1.10

0.93

0.95

0.97

0.99

0.98

0.98

0.98

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

0

Tahun
- t - NPF Bank Syariah Indonesia

-

NPF Bank syariah Malaysia

Gambar 2. Persentase Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah Terhadap
Pembiayaan di Malaysia dan Indonesia tahun 2005-2012

5

Jika dilihat perbandingan persentase non performing financing pada bank syariah
Indonesia dan Malaysia, maka kredit bermasalah di Indonesia lebih berfluktuasi
dibandingkan dengan Malaysia. Hal ini sesuai dengan perubahan makro ekonomi Indonesia
yang cenderung fluktuatif, seperti nilai tukar dan inflasi. Nilai tukar di Indonesia cenderung
fluktuatif karena sistem nilai tukar yang digunakan di Indonesia menggunakan manage
floating rate (mengambang terkendali), sedangkan di Malaysia menggunakan fixed
exchange rate (kurs tetap ). Penetapan angka NPF Indonesia sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia adalah tidak boleh lebih dari 5% dan untuk Malaysia sesuai dengan kebijakan
Bank N egara Malaysia tidak boleh lebih dari 6%.
Rumusan Masalah

Lingkungan ekonomi makro mempengaruhi operasional perusahaan, dalam hal ini
ialah keputusan pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kinerja keuangan perbankan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu keputusan manajemen perusahaan perbankan terdiri
dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat dikaitkan dengan pengambilan
kebijakan dan strategi operasional bank. Sementara faktor eksternal (faktor yang berasal dari
luar perusahaan), meliputi kebijakan moneter, fluktuasi nilai tukar, dan tingkat inflasi,
volatilitas tingkat bunga (perbankan konvensional) atau tingkat bagi hasil (perbankan
syariah), dan inovasi instrument keuangan.
··
Nisbah bagi hasil dalam bank syariah adalah tingkat bagi hasil yang mencerminkan
kesesuaian antara bagi hasil simpanan (sisi penawaran) dan bagi hasil pinjaman (sisi
permintaan). Keuntungan terbesar bank syariah adalah dari investasi dan pembiayaan
sehingga bank harus mampu mengelola dan sedapat mungkin mengantisipasi inflasi agar
tingkat keseimbangan mediasinya terjaga. Selain itu, bila dilihat dari sudut pandang
investor, inflasi menyebabkan penurunan nilai mata uang atau kenaikan harga yang
mempengaruhi konsumsi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini para investor tidak mau
untuk berinvestasi di sektor riil. Padahal biasanya dana untuk investasi sebagian besar
didanai bank. Hal ini menjadikan bank kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya
dari modal yang ada. Selain inflasi, indikator lain adalah pertumbuhan ekonomi yang di
dasarkan pada laju Gross Domestic Produk (GDP) ataupun Industrial Price Index (IPI).
GDP atau IPI merupakan nilai barang atau jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh
faktor-faktor produksi milik warganegara negara tersebut dan negara asing. GDP
merefleksikan kegiatan penduduk di suatu negara dalam memproduksi suatu barang dalam
kurun waktu tertentu. Investasi perbankan diantaranya adalah pembiayaan selain tabungan
dan pinjaman non pembiayaan. Oleh karena itu jika kondisi makroekonomi terjadi
guncangan, maka hal ini dapat mempengaruhi industri perbankan dari sisi permintaan, yakni
semakin rendahnya penyerapan penyaluran pembiayaan perbankan oleh masyarakat. Pada
sisi lain, hal ini juga akan mempengaruhi penagihan perbankan pada pembiayaan yang
sudah jatuh tempo, yang dalam jangka panjang menimbulkan kinerja perbankan terganggu
akibat kredit macet yang tercermin dari meningkatnya non performing financing dan resiko
buble kredit. Dampak lain dari resiko akibat guncangan makro ekonomi terhadap
pembiayaan syariah adalah ketidak percayaan masyarakat untuk mengakses produk
perbankan, sehingga hal ini mempengaruhifinancial deepening perbankan syariah.
Selain itu penelitian ini difokuskan pada kegiatan usaha pembiayaan perbankan pada
dua negara di ASEAN yakni Malaysia dan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan antara
Malaysia dan Indonesia memiliki kesamaan dalam penerapan sistem perbankan ganda yakni

6

konvensional dan syariah, serta merupakan negara dengan umat muslim terbesar di Asia
Tenggara sebagai target market pembiayaan perbankan syariah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam
tulisan ini adalah berfokus pada hal berikut :
1.
Bagaimanakah perbandingan pembiayaan syariah di Indonesia dan Malaysia?
2.
Faktor-faktor ekonomi makro apakah yang mempengaruhi pembiayaan perbankan
syariah di Indonesia dan Malaysia?
3.
Bagaimanakah kinerja pembiayaan bank syariah di Indonesia dan Malaysia terhadap
resiko yang ditimbulkan dari ko11disi makro ekonomi?
Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin
dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:
1.
Membandingkan pembiayaan syariah di Indonesia dan Malaysia.
2.
Mengidentifikasi fa.ktor ekonomi makro yang mempengaruhi pembiayaan perbankan
syariah di Indonesia dan Malaysia.
3.
Membuktikan apakah kinerja pembiayaan bank syariah di Indonesia dan Malaysia
tahan terhadap resiko yang diakibatkan oleh kondisi makro ekonomi.
Manfaat Penelitian

1.

2.
3.
4.

Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
Memberikan kontribusi bagi pembuat kebij akan dalam penetapan kebij akan makro
ekonomi untuk kegiatan usaha perbankan, khususnya perbank:an yang berlandaskan
azas perekonomian syariah.
Gambaran yang lebih luas mengenai pembiayaan perbankan syariah dan
konvensional serta faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhinya.
Memberikan informasi yang lebihjelas mengenai dampak kebijakan makro ekonomi
terhadap perkembangan laju pembiayaan syariah.
Memberikan informasi tentang pembiayaan perbankan syariah di Indonesia dan
Malaysia.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya dibatasi pada kegiatan usaha pembiayaan perbankan syariah di
Malaysia dan Indonesia berlangsung pada kurun waktu tertentu, yakni pada bulan Desember
tahun 2005 sampai dengan bulan Desember tahun 2012. Kemudian penelitian ini juga
membandingkan dampak dari keadaan makro ekonomi yakni: bagi hasil, pertumbuhan
output, inflasi, kurs, jumlah uang beredar terhadap perbankan syariah terhadap volume
pembiayaan bank syariah di Malaysia dan Indonesia. Pada ュッセ・ャ@
kinerja perbankan syariah
terhadap resiko yang ditimbulkan oleh keadaan makro ekonomi,menggunakan non
performing financing (NPF) sebagai variabel respon dan aspek makro ekonomi sebagai
variabel bebas.

2 TINJAUANPUSTAKA
Determinan Variabel Ekonomi Makro Terhadap Pembiayaan Perbankan Syariah
Pemikiran awal dari penelitian ini adalah penggunaan variabel makro ekonomi yang
didasarkan pada model chanelling transmisi moneter, dimana pendapatan (yang berasal dari
pembayaran bagi hasil, capital gains ataupun aset), konsumsi, investasi dan nilai tukar akan
mempengaruhi kinerja pasar uang secara keseluruhan, tidak terkecuali dengan likuiditas
perbankan, karena faktor modal perbankan berpengaruh positif terhadap suplai pinjaman.
Kondisi likuiditas menentukan apakah bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya atau
pembiayaannya. Apabila kondisi likuiditas baik maka bank memiiiki kemampuan
menyalurkan pinjaman dalam jumlah besar. Jika terjadi shock dalam variabel ekonomi
makro seperti halnya inflasi maka daya beli masyarakat berkurang yang mengakibatkan
konsumsi masyarakat berkurang dan dalam jangka panjang akan menyebabkan turunnya
produktivitas. (Hebbel dan Loaysa, 2002) Seperti dijelaskan pada gambar ini:
Pengeluaran
(C)

C=Y

セM@

Cn

Pendapatan (Y)

Bagi hasil
(r)

ro

Harga
(P)

PI

Po

t
'------'---------7Y

y

Gambar 3. Transmisi Pengaruh Makro Ekonomi Terhadap Pengeluaran Pembiayaan 1

1

Lampiran Tulisan Karya Ilmiah, Rini (2012)

8

Turunnya produktivitas menyebabkan berkurangnya output dan pendapatan
masyarakat. Hal ini berpengaruh pada tingginya pinjaman bermasalah karena kegagalan
pembayaran tagihan; sehingga perbankan mengurangi penyaluran pinjamannya. Bank akan
mengalami resiko likuiditas jika aktiva produktifnya terus menerus berkurang.
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembiayaan dari perbankan
syariah, maka teori yang digunakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diajarkan
dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Quran merupakan wahyu yang diturunkan oleh Alloh SWT
kepada rasul Muhammad SAW, sedangkan Al-Hadits adalah segala perkataan, perbuatan
dan cara hidup yang diajarkan oleh Rasulullah•SAW. Utang piutang atau pinjam meminjam
dalam fiqih Islam dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah
Al-Qath 'u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang AlQardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang. Sedangkan
secara terminologi (istilah syar'i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai
bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia akan
mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan padanannya. Dengan kata lain, hutang
piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada
peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang
sama. Hukum hutang piutang pada awalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan
orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan
adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar
(Mardani, 2012). Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang
adalah sebagaimana berikut ini :
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menajkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah m'enyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan." (Qs. Al-Baqarah:245)
Bab mengenai diperbolehkannya praktek pinjam meminjam dapat dilihat dalam Quran surat
Al-Baqarah ayat 282:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu 'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (Qs. Al Baqarah: 282)
Islam mengenal keutamaan pembiayaan, sebagaimana yang dikisahkan dalam hadits
rasul yang diceritakan kepada sahabat rasulullah SAW, Anas R.A.:
'Pada saat malam hari aku melihat surga, aku melihat salah satu pintu surga bertuliskan:
"infak diberikan ganjaran sepuluh kali lipat dan mengembalikan pinjaman diberikan
ganjaran delapan belas kali lipat", lalu aku bertanya pada Jibril:" Oh Jibril mengapa
mengembalikan pinjaman lebih baik daripada infak?" Jibril menjawab: "karena seorang
pengemis akan (mungkin) tetap meminta meski dia kaya dan seorang peminjam tidak
meminta menambah pinjaman kecuali dia membutuhkannya (diriwayatkan oleh Ibn
lvfajjah). '
Selain itu, dari sisi peminjam, 、ゥセウ。ィォョ@
oleh sahabat Ibn Mas'ud bahwa, rasulullah
SAW berkata:
"Siapa saja yang memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan, maka akan ada dua
pahala yakni kebaikan meminjamkannya dan pahala beramal sedekah." (diriwayatkan oleh
Ibn Majjah).
Pada masa rasulullah SAW, sudah dikenal adanya prinsip-prinsip pembiayaan
syariah seperti Mudarabah, yakni: bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan

9

kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Transaksi
jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek.
Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas
kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal.
Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba yang optimal. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Abi Rabi'ah
bahwa Aisyah R.A. mengisahkan bahwa di zaman kekhalifahan Umar, Umar memberikan
pinjaman dalam bentuk Mudharabah. Dari sahabat Suhaib dikisahkan, rasulullah berkata:
" Ada tiga kebaikan yakni: penjualan dengan cara kredit (pembeli boleh melakukan
cicilan), muqaradah (semisal: mudarabah) dan mencampur tepung dengan gandum (untuk
makanan di rumah saja) tidak untuk diperdagangkan" (diriwayatkan oleh Ibnu Majjah).
Kebijakan Moneter Dalam Bagi Basil Pembiayaan Perbankan Syariah
Dalam teori ekonomi Keynes yang diadopsi oleh bank konvensional, tingkat bunga
merupakan penghubung utama antara sektor moneter dengan sektor riil. Perubahan jumlah
uang, misalnya, akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan
mempengaruhi investasi atau bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi merupakan bagian
dari pengeluaran total (agregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada
gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional. K.unt
(1998) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya krisis perbankan yang mampu
mempengaruhi daya tahan perbankan diantaranya adalah faktor-faktor makroekonomi,
· finansial, dan institusional. Pertama adalah faktor makroekonomi. Sejak awal tahun 1980-an
masalah sistemik dalam sektor perbankan telah banyak terjadi di kebanyakan negara. Krisis
perbankan rentan terjadi pada kondisi makroekonomi yang lemah. Pertumbuhan output yang
rendah dapat meningkatkan risiko dalam sektor perbankan. Kerentanan terhadap guncangan
output agregat tidak selalu menjadi tanda bahwa sistem perbankan yang tidak efisien, karena
peran bank sebagai.financial intermediaries bersifat risk taking.
Peningkatan risiko dalam sektor perba!lkan juga disebabkan oleh tingginya tingkat
inflasi. Nominal interest rates yang tinggi dan berfluktuasi terkait dengan tingginya inflasi
membuat perbankan sulit untuk untuk melakukan maturity transformation. Sehingga
pengetatan kebijakan moneter digunakan untuk menciptakan stabilitas dalam sektor
perbankan. Namun, penerapan kebijakan stabilitas inflasi dapat meningkatkan real interest
rates secara signifikan. Dapat dijelaskan bahwa real interest rates yang tinggi cenderung
meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis perbankan. Oleh karena itu, penerapan
kebijakan stabilisasi inflasi harus memperhatikan dampak dari sistem perbankan. Kedua
adalah faktor finansial. Selain kebijakan stabilitas inflasi, tingginya real interest rates juga
disebabkan oleh hal-hal lain, seperti financial liberalization. Tingkat liberalisasi finansial
secara signifikan mempengaruhi kemungkinan terjadinya krisis perbankan meski real
interest rates dapat dikendalikan.
Dalam hal kebijakan moneter untuk perbankan syariah, Indonesia menggunakan
instrumen kebijakan moneter yaitu Surat Berharga Bank Indonesia Syariah atau SBIS.
Tingkat bagi hasil dan tingkat fee SBIS berperan sebagai policy rate bagi hasil perbankan
syariah. SBIS merupakan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
SBIS tidak menggunakan sistem diskonto atau perhitungan suku bunga
(http:/lmahrunnysa.blogspot.com/2013/04/akad-akad-sertifikat-bank-indonesia.html). Akad
yang dapat digunakan dalam SBIS adalah akad Ju 'alah atau janji atau komitmen (iltizam)

10

untuk memberikan imbalan (reward/'iwadh!fu '!) tertentu atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Adapun dasar hukum Ju 'alah adalah sebagai berikut:
"Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja; dan siapa yang dapat
mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya".( Q.S. Yusuf:72).
Adapun Rukun Ju 'alah adalah sebagai berikut:
1. Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja juga tidak
ditentukan waktunya.
2. Ja 'il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil
pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
3. Maj 'ullah , adalah pihak yang melaksanakanju 'alah.
4. Maj 'ul alaih, adalah pekerjaan yang dilaksanakan.
5. Upah
Adapun syarat sahnya Ju 'alah adalah sebagai berikut:
1. Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan
tindakan hukum. Y aitu: baligh, berakal, dan cerdas.
2. Objek Ju 'alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
3. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai
dan jelas juga nilainya.
4. !jab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa
ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan.
5. Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh
dimanfaatkan menurut hukum syara'.
Dalam SBIS Ju'alah, Bank Indonesia bertindak bertindak sebagai ja 'il (pemberi
pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj'ullah (penerima pekerjaan); dan
objek/underlying Ju'alah (mahall al- 'aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu
tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari
masyarakat dan menempatkannya di Ban1c Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu. Dalam hal supaya akad ini menjadi sah, rukun dan syarat ju 'alah pun harus
dipenuhi. Ketentuan akad SBIS Ju 'alah adalah sebagai berikut:
1. SBIS Ju 'alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter
dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
2. Dalam SBIS ju'alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja'il ( pemberi pekerjaan ); Ban1c
Syariah bertindak sebagai maj 'ullah ( penerima pekerjaan) dan objek/ underlyingju 'alah
(mahall al- 'aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia
dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan
menepatkannya di Bank Indonesia dalamjumlah danjangka waktu tertentu.
3. Ban1c Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS mengumumkan target
penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan
menjanjikan imbalan (reward/'iwadh/ju '•0 tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam
pelaksanaannya.
Ketentuan hukum dari SBIS Ju'alah adalah sebagai berikut:
1. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/'iwadh/ju '!) yang telah dijanjikan
kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian
moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu,
melalui "pembelian" SBIS Ju'alah.
2. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi'ah
amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS Ju 'alah, yaitu titipan dalam

11

jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak
dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh
Bank Syariah sebelumjatuh tempo.
3. Dalam hal Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi') memerlukan likuiditas
sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju'alah-nya dan Bank Indonesia dapat
mengenakan denda (gharamah) dalamjumlah tertentu sebagai ta'zir.
4. Ban1c Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju 'alah kepada pemegangnya
pada saat jatuh tempo.
5. Bank syariah hanya boleh/dapat meneii1patka11 kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju 'alah
sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
6. SBIS Ju 'alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (non
tradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi
bank syariah.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang sebagai instrumen kebijakan altematif dalam
pengendalian moneter sebetulnya adalah sah. Penggunaan akad Ju 'alah kini dalam SBIS
yang saat ini merupakan satu-satunya bentuk SBIS yang diterbitkan BI adalah
diperbolehkan, karena hal tersebut telah memiliki dasar hukum yang jelas, yakni bank
Indonesia adalah sebagai pihak yang memutuskan kebijakan moneter. Jadi SBIS ini sudah
memenuhi syarat shari 'a compliance, akan tetapi sebenamya bukan hanya kesesuaian akad
saja yang dilihat, tetapi lebih dari itu harus dilihat apakah instrumen SBIS ini telah benarbenar dapat mendatangkan manfaat atau malah berpotensi mendatangkan keburukan
(mudharat).
Dilihat dari keberhasilan SBIS dalam menyerap kelebihan uang beredar, dapat
dikatakan bahwa SBIS ini telah efektif dan mendatangkan manfaat dalam pengendalian
moneter . Akan tetapi jika dilihat dari kesesuaian dengan sistem ekonomi islam yang sangat
mengedepankan keseimbangan antara perkembangan sektor riil dengan sektor keuangan
SBIS Ju 'alah belum sepenuhnya sesuai. Sistem Ju 'alah yang cukup menjanjikan dengan
tingkat imbalan yang dipersamakan dengan diskonto SBI menjadi hal yang menarik minat
perbankan untuk menyimpan dananya dalam bentuk SBIS. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan berkurangnya aliran uang untuk sektor produksi.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai salah satu instrumen pengendalian
moneter merupakan instrumen yang sudah cukup efektif dalam menyerap kelebihan
likuiditas yang ada di masyarakat. Akadju'alah yang kini menjadi satu-satunya akad yang
diterapkan dalam penerbitan SBIS pun sudah memenuhi sharia compliance. Semua rukun
dan syarat ju 'alah telah terpenuhi. Akan tetapi, mengingat ekonomi Syariah tidak hanya
fokus kepada sektor moneter tetapi juga menghendaki perkembangan di sektor riil, SBIS
dengan akad ju 'alah ini perlu untuk di tinjau kembali agar keseimbangan perkembangan
sektor riil dan moneter dapat tercapai.
Policy rate ini akan mempengaruhi pendanaan dan pembiayaan perbankan melalui
pasar uang antarbank konvensional dan syari,.ah yang akan mempengaruhi biaya dana
perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya. Ekspansi investasi dan pembiayaan akan
menghasilkan output dan mempengaruhi tingkat inflasi.
Dalam pembiayaan syariah haruslah terhindar dari praktek maisir (perjudian), gharar
(ketidakjelasan), riba (tambahan), dan batil (ketidakadilan).seperti yang difirmankan Alloh
SWT dalam Qur' an :
"Allah telah menghalalkanjual beli dan mengharamkan riba ... "(Qs.Al-Baqarah:275)
dan juga diwahyukan dalam surat Al-Imron ayat 130:

12

"Wahai orang-orang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan".(Qs.Al Imron:130)
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas riba. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Tingkat Output, Inflasi dan Kurs Terhadap Pembiayaan Perbankan Syariah
Terdapat lima saluran transmisi kebijakan moneter. yang digunakan dalam mengatur
perekonomian. Pertama, saluran suku bunga, yang merupakan transmisi kebijakan moneter
yang utama dalam ekonomi konvensional. Kebijakan moneter yang ekspansif akan
menimbulkan penurunan tingkat bagi hasil dalam jangka panjang, dimana akan
mempengaruhi investasi b:isnis dan pengeluaran konsumen pada barang-barang yang tahan
lama (durable goods) dan struktur tingk