Analisis Pengaruh Algoritme Encoding dan Spesifikasi Audio Terhadap Kinerja Audio Streaming pada Jaringan Mobile Internet CDMA

i

ANALISIS PENGARUH ALGORITME ENCODING DAN
SPESIFIKASI AUDIO TERHADAP KINERJA AUDIO
STREAMING PADA JARINGAN MOBILE INTERNET CDMA

WIDIAJIE RAMADHAN

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh

Algoritme Encoding dan Spesifikasi Audio Terhadap Kinerja Audio Streaming
pada Jaringan Mobile Internet CDMA adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015
Widiajie Ramadhan
NIM G64124059

iv

ABSTRAK
WIDIAJIE RAMADHAN. Analisis Pengaruh Algoritme Encoding dan
Spesifikasi Audio Terhadap Kinerja Audio Streaming pada Jaringan Mobile
Internet CDMA. Dibimbing oleh HERU SUKOCO.
Kini teknologi jaringan telekomunikasi dan internet telah berkembang

sangat pesat. Code division multiple access (CDMA) merupakan teknologi
jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi hingga 3.1 Mbps yang
memungkinkan pengguna layanan untuk melakukan kegiatan multimedia
streaming khususnya layanan audio streaming. Spesifikasi dan jenis algoritme
encoding yang digunakan pada file audio dapat berpotensi memiliki pengaruh
terhadap kelancaran proses streaming itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk
membangun sistem audio streaming melalui jaringan internet dan melakukan
analisis pada kualitas hasil audio streaming berdasarkan algoritme encoding serta
spesifikasi audio yang digunakan sesuai dengan standar quality of service (QoS).
Percobaan yang dilakukan terdiri atas 4 skenario pergerakan dengan besar
kecepatan, bit-rate, dan tipe encoding yang bervariasi. Kecepatan, bit-rate, dan
encoding yang digunakan masing-masing adalah 0-60 km/jam, 32-320 kbps, dan
AAC, MP3, serta WMA. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa hasil terbaik
diperoleh pada skenario 4 apabila file audio streaming tersebut menggunakan
encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps. Jika demikian maka pengguna akan
mendapatkan layanan audio streaming yang baik sesuai dengan QoS.
Kata kunci : audio streaming, CDMA, quality of service

ABSTRACT
WIDIAJIE RAMADHAN. Analysis of Effect of Encoding Algorithms and Audio

Specification on Audio Streaming Performance over CDMA-based Internet
Mobile Networking. Supervised by HERU SUKOCO.
Currently, telecommunications networks and internet technology have developed
very rapidly. The Code Division Multiple Access (CDMA) is a high-speed
telecommunications network technology up to 3.1 Mbps, which allows users to
perform multimedia streaming activities, especially audio streaming services.
Specifications and types of encoding algorithms used in audio files can affect the
result of performance audio streaming. This study aims to build a streaming audio
system over the internet. It also performs a performance analysis based on the
quality of service (QoS) standards for audio encoding and specifications. The
experiments involve four scenarios with several varieties of movement speed, bitrate, and encoding types. The speed, bit-rate, and encoding are of 0-60 km/h, 32320 kbps, and AAC, MP3, and WMA, respectively. The best result is obtained if
the audio streaming file used mp3 encoding with a bit-rate of 320 kbps. Therefore,
according to the users obtained a good streaming audio service.
Keywords :CDMA, Streaming Audio, quality of service

v

ANALISIS PENGARUH ALGORITME ENCODING DAN
SPESIFIKASI AUDIO TERHADAP KINERJA AUDIO
STREAMING PADA JARINGAN MOBILE INTERNET CDMA


WIDIAJIE RAMADHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

Penguji :
1 Karlisa Priandana, ST MEng
2 Dr Ir Sri Wahjuni, MT


vii

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Pengaruh Algoritme Encoding dan Spesifikasi Audio
Terhadap Kinerja Audio Streaming pada Jaringan Mobile
Internet CDMA
: Widiajie Ramadhan
: G64124059

Disetujui oleh

DrEng Heru Sukoco, SSi MT
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii

PRAKATA
Puji dan syukur, selalu dan senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah
subhanahu wa ta`ala atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan tugas akhir
telah berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini sejak bulan Juli
2014 adalah Analisis Pengaruh Algoritme Encoding dan Spesifikasi Audio
Terhadap Kinerja Audio Streaming pada Jaringan Mobile Internet CDMA.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak DrEng Heru Sukoco, SSi MT
selaku dosen pembimbing yang ditengah-tengah kesibukannya telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan. Ibu Karlisa Priandana, ST MEng dan Ibu
Dr Ir Sri Wahjuni, MT selaku penguji atas waktu, saran, dan koreksinya.
Ungkapan terima kasih juga diucapkan kepada Ayahanda Iim Ruhimat dan Ibunda
Rita Rosita, serta keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan

didikan serta dukungan moril, materil, dan spiritual. Terima kasih diucapkan juga
kepada teman-teman Ilmu Komputer Alih Jenis angkatan 7 atas kebersamaannya
selama ini. Serta terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen dan staf TU yang telah
begitu banyak membantu baik selama pelaksanaan penelitian maupun pada masa
perkuliahan.
Karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat digunakan untuk perbaikan di masamasa yang akan datang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfat.

Bogor, April 2015
Widiajie Ramadhan

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Pembangunan Sistem

3

Perancangan Percobaan


4

Percobaan dan Pengambilan Data

4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Perancangan Lingkungan Sistem

8

Perancangan Percobaan


9

Percobaan dan Pengambilan Data

10

Analisis data

10

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Rekomendasi ITU-T G.114 untuk Packet Loss Ratio (ITU-T 2003)
Rekomendasi ITU-T G.114 untuk delay (ITU-T 2003)
Rekomendasi ITU-T G.114 untuk jitter (ITU-T 2003)
Rekomendasi ITU-T P800 untuk kategori MoS (ITU-T 1996)
Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 1
Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 2
Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 3
Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 4
Hasil encoding dan spesifikasi audio terbaik

5
6
6
7
11
13
16
20
22

DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian
2 Topologi streaming
3 Proses pengambilan data menggunakan Wireshark
4 Throughput skenario 1
5 Packet loss ratio skenario 1
6 Delay skenario 1
7 Jitter skenario 1
8 Throughput skenario 2
9 Packet loss ratio skenario 2
10 Delay skenario 2
11 Jitter skenario 2
13 Packet loss rate skenario 3
12 Throughput skenario 3
14 Delay skenario 3
15 Jitter skenario 3
16 Throughput skenario 4
17 Packet loss ratio skenario 4
18 Delay skenario 4
19 Jitter skenario 4

3
9
10
11
11
12
12
14
14
15
15
17
17
18
18
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Data hasil capture skenario 1
Data hasil capture skenario 2
Data hasil capture skenario 3
Data hasil capture skenario 4
Proses penghitungan kualitas suara

23
24
25
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Streaming adalah suatu teknologi yang memungkinkan pengguna untuk
memainkan file audio atau video secara langsung maupun dengan prerecord dari
sebuah mesin server melalui media internet (Kozamernik 2002). Saat ini teknologi
streaming multimedia telah banyak diaplikasikan untuk berbagai keperluan, mulai
dari pendidikan hingga hiburan, namun untuk dapat menikmati layanan streaming
maka perangkat yang digunakan oleh pengguna harus terhubung pada jaringan
internet. Teknologi jaringan telekomunikasi dan internet kini telah berkembang
sangat pesat. code division multiple access (CDMA) merupakan salah satu
teknologi jaringan telekomunikasi yang dapat mendukung koneksi internet
berkecepatan tinggi (Garg 2007). Saat ini kecepatan maksimal internet pada
jaringan CDMA yang menggunakan teknologi enhanced voice-data optimized
(EVDO) dapat mencapai hingga 3.1 Mbps. Dengan kecepatan tersebut maka
pengguna layanan internet dapat melakukan kegiatan multimedia streaming
khususnya layanan audio streaming. Namun kecepatan maksimal umumnya sulit
dicapai di semua area karena kecepatan akses internet nirkabel sangatlah
bergantung kepada kekuatan sinyal yang didapat dan jumlah pengguna yang ada
pada area tersebut. Oleh karena itu, kecepatan internet yang didapat oleh
pengguna umumnya tidak dapat mencapai nilai maksimal (Masanggara 2012). Hal
tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan penurunan
kualitas pada layanan audio streaming.
Spesifikasi dan jenis algoritme encoding yang digunakan pun dapat
mempengaruhi hasil dari kinerja audio streaming itu sendiri. Algoritme encoding
audio yang umum digunakan saat ini berdasarkan pengamatan yang dilakukan
diantaranya adalah MPEG-1 layer-3 audio (MP3), advance audio codec (AAC),
free losless audio codes (FLAC), dan windows media audio (WMA). Namun
tidak semua file audio yang dihasilkan dari proses encoding tersebut dapat baik
digunakan untuk audio streaming karena setiap encoding akan menghasilkan
besaran ukuran file audio yang berbeda. Hal tersebut dapat berpengaruh pada
kelancaran proses streaming.
Penelitian terkait sebelumnya telah dilakukan oleh Prayitno (2009), pada
penelitiannya mengenai analisis pengaruh bit-rate terhadap multimedia streaming
didapat kesimpulan bahwa nilai bit-rate yang digunakan pada proses encoding
dan decoding akan berpengaruh terhadap delay dan packet loss yang terjadi
selama proses streaming. Hal tersebut dikarenakan perubahan bit-rate pada proses
encoding dan decoding file multimedia akan berdampak pada besar ukuran file
yang dihasilkan, sehingga apabila digunakan untuk streaming, maka akan
mempengaruhi kinerja dari streaming itu sendiri. Penelitian terkait selanjutnya
dilakukan oleh Nur (2008) dengan melakukan analisis kualitas multimedia
streaming berdasarkan nilai bit-rate, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa apabila nilai bit-rate semakin kecil maka kualitas file multimedia yang
didapat akan semakin menurun. Namun jaringan internet mobile yang digunakan
pada kedua penelitian tersebut masih terbatas pada teknologi global system for
mobile communication (GSM) saja.

2

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan analisis pada pengaruh
algoritme encoding dan spesifikasi audio yang digunakan pada file audio
streaming agar dapat diketahui jenis algoritme encoding dan spesifikasi audio
yang baik untuk dijadikan streaming sehingga pengguna dapat menikmati layanan
audio streaming dengan quality of service (QoS) yang baik. Pada penelitian ini
dilakukan analisis pada file audio dengan encoding AAC, MP3, dan WMA serta
spesifikasi bit-rate yang bervariasi pada jaringan mobile internet khususnya
CDMA.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa saja jenis algoritme encoding dan spesifikasi file audio
yang baik untuk dijadikan sebagai audio streaming pada jaringan CDMA. Serta
bagaimana cara membangun sistem streaming yang dapat diakses melalui
jaringan mobile internet, khususnya melalui jaringan CDMA.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun, menganalisis kinerja,
dan menentukan spesifikasi audio terbaik pada sistem audio streaming di internet
melalui akses jaringan CDMA berdasarkan algoritme encoding dan standar QoS.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi kepada host
mengenai jenis algoritme encoding dan spesifikasi audio yang terbaik untuk
digunakan pada streaming di jaringan CDMA. Sehingga pengguna mendapatkan
layanan audio streaming dengan kualitas baik.

Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
4
5
6

Ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu:
Sistem operasi yang digunakan untuk server streaming adalah Microsoft
Windows Server 2003.
Server streaming yang digunakan adalah perangkat lunak Microsoft Windows
Media Services, dan Live555 Media Server.
Jenis algoritme encoding yang digunakan adalah AAC, MP3, dan WMA.
Mode streaming dilakukan secara unicast audio-on-demand (AoD).
Pengambilan data dilakukan menggunakan jaringan internet CDMA.
Metriks kinerja yang dianalisis adalah throughput, packet loss, delay, jitter,
dan kualitas suara.

3

METODE PENELITIAN
Alur metode penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Mulai

Pembangunan
Sistem

perancangan Percobaan
Percobaan dan
Pengambilan Data
(capture)

Analisis Data
Selesai

Gambar 1 Alur penelitian
Pembangunan Sistem
Tahap pembangunan sistem terbagi menjadi 3 bagian yakni:
1 Konfigurasi server streaming
Pada tahap ini, dilakukan pembangunan dan konfigurasi pada sebuah
komputer untuk digunakan sebagai server streaming. konfigurasi yang
dilakukan berupa instalasi server serta konfigurasi Internet Protocol (IP).
Server streaming yang telah dibangun harus dapat diakses oleh klien
menggunakan jaringan komputer maupun internet.
2 Konfigurasi bit-rate pada berkas audio
Pada tahap ini, dilakukan persiapan dan pemilihan terhadap audio yang
akan digunakan, lalu dilakukan konversi pada audio tersebut menggunakan
perangkat lunak Format Factory. Pada proses ini dilakukan encoding terhadap
berkas audio dengan mengubah format pada audio sehingga dapat
menghasilkan audio dengan jenis encoding dan nilai bit-rate lain yang
bervariasi (Rahandi et al 2012). Bit-rate adalah suatu ukuran kecepatan bit
suatu data dari tempat satu ke tempat lain yang umumnya diukur dengan satuan
waktu seperti kilobit per second (kbps), megabit per second (mbps) dan
seterusnya. Semakin tinggi bit-rate yang digunakan maka akan semakin besar
pula ukuran yang dihasilkan pada suatu file multimedia tersebut. Perhitungan
bit-rate terhadap ukuran file audio dengan encoding MP3 dapat dilakukan
dengan menggunakan Persamaan 1 (Austerberry 2005).
(

)=

[

×

]
8

(1)
Sebagai contoh, untuk audio MP3 dengan durasi 60 detik dan bit-rate
sebesar 64 kbps maka dengan menggunakan Persamaan (1) akan didapat hasil
seperti berikut:

4

�3 =

[ 60 ×128]
8

= 960

3 Konfigurasi media player
Pada tahap ini, dilakukan konfigurasi berupa seting alamat streaming
yang akan dimainkan oleh klien pada aplikasi media player yang berada pada
sisi klien, sehingga klien dapat memutar berkas audio yang disediakan oleh
server streaming.

Perancangan Percobaan
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap skenario yang akan digunakan
sehingga skenario tersebut dapat mewakili kondisi pergerakan klien pada proses
streaming dan variasi serta kombinasi dari berkas audio yang akan digunakan.
Terdapat 4 skenario percobaan yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1 Skenario 1:
Percobaan yang dilakukan mewakili kondisi pergerakan ketika klien sedang
berada pada suatu ruangan (indoor) dengan posisi diam (0 km/jam).
2 Skenario 2:
Percobaan yang dilakukan mewakili kondisi pergerakan ketika klien sedang
berada pada suatu ruang terbuka (outdoor) dengan posisi berjalan santai
(0.15 km/jam).
3 Skenario 3:
Percobaan yang dilakukan mewakili kondisi pergerakan ketika klien sedang
berada pada suatu kendaraan seperti mobil yang sedang melaju dengan
kecepatan sedang (sekitar 30 hingga 40 km/jam).
4 Skenario 4:
Percobaan yang dilakukan mewakili kondisi pergerakan ketika klien sedang
berada pada suatu kendaraan seperti mobil yang sedang melaju dengan
kecepatan sedang (sekitar 60 hingga 70 km/jam).
Skenario tersebut akan digunakan ketika pengambilan data dilakukan
sehingga hasil yang didapat sebisa mungkin mendekati kondisi nyata.
Percobaan dan Pengambilan Data
Tahapan percobaan dan pengambilan data dilakukan pada sisi klien. Proses
capture dilakukan dari awal proses streaming audio sampai dengan berakhirnya
proses streaming audio. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Wireshark yang berjalan pada komputer klien, perangkat lunak
ini digunakan untuk menangkap dan membaca paket-paket streaming yang
diterima oleh klien sehingga paket streaming dapat dianalisis pada tahapan
berikutnya yaitu analisis data.

5

Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis untuk melihat hasil dari metriks kinerja
yang didapat pada tahap sebelumnya, lalu dibandingkan dengan nilai pada QoS.
QoS adalah kemampuan suatu jaringan dalam memberikan jaminan dan kinerja
suatu layanan jaringan terhadap klien (Szigeti dan Hattingh 2004). Kriteria QoS
untuk streaming dalam standar rekomendasi ITU-T adalah sebagai berikut :
1 Packet Loss Ratio.
Packet loss adalah jumlah paket yang hilang dalam proses pengiriman
data sehingga paket yang dikirim dengan paket yang diterima akan berbeda
jumlahnya. Packet loss ratio adalah rasio perbandingan antara paket yang
dikirim dengan paket yang diterima dan dinyatakan dalam satuan persen (%).
Semakin banyak packet loss ratio yang didapat maka semakin banyak paket
yang tidak dapat diterima sebagaimana mestinya sehingga dapat dikatakan
bahwa jaringan komunikasi data yang digunakan kurang bagus, namun
sebaliknya apabila tidak ada packet loss ratio yang didapat maka dapat
dikatakan bahwa jaringan komunikasi data yang digunakan sudah bagus.
Rekomendasi kategori nilai QoS packet loss ratio untuk audio streaming
menurut ITU-T G.114 dapat dilihat pada Tabel 1. Semakin rendah nilai packet
loss ratio maka QoS yang didapat akan semakin baik. Packet loss ratio dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 (Talwalkar 2008).




=


× 100%
(2)

Tabel 1 Rekomendasi ITU-T G.114 untuk Packet Loss Ratio (ITU-T 2003)
Packet Loss Ratio
0%
3%
15%
25%

Kategori
Sangat baik
Baik
Buruk
Sangat buruk

2 Throughput
Throughput merupakan kemampuan yang sebenarnya pada suatu
jaringan dalam melakukan pegiriman data. Throughput dapat dikatakan sebagai
kondisi bandwidth yang sebenarnya. Throughput berbeda dengan bandwidth,
jika bandwidth bersifat tetap, maka throughput bersifat dinamis sehingga
jumlahnya akan tergantung dari trafik yang sedang terjadi pada jaringan
tersebut. Throughput dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3
(Talwalkar 2008).
(

)=

(

)
(

)
(3)

6

3 Delay
Delay adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari
asal ke tujuan. Nilai delay dapat dipengaruhi oleh jarak media fisik atau waktu
proses yang lama. Semakin rendah nilai delay maka QoS yang didapat akan
semakin baik, rekomendasi kategori nilai QoS delay untuk audio streaming
menurut ITU-T G.114 dapat dilihat pada Tabel 2. Delay dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 4 (Szigeti dan Hattingh 2004).

Keterangan:
Tr = waktu paket diterima (ms)
Ts = waktu paket dikirim (ms)
Pr = jumlah seluruh paket

(

)=




(4)

Tabel 2 Rekomendasi ITU-T G.114 untuk delay (ITU-T 2003)
Besar delay
0 – 150 ms
151 – 300 ms
301 – 400 ms
>400 ms

Kategori
Sangat baik
Baik
Buruk
Sangat buruk
4 Jitter

Jitter merupakan variasi waktu kedatangan paket data yang dikirimkan
secara rutin dari suatu sumber (source) ke sumber lainnya (destination) pada
jaringan komputer. Dengan kata lain, jitter merupakan selisih selang waktu
kedatangan antar paket pada tempat tujuan. Nilai jitter sangat dipengaruhi oleh
beban trafik, sehingga jika beban trafik dalam jaringan semakin besar maka
nilai jitter pun akan semakin besar (Clark 2003). Semakin rendah nilai jitter
yang didapat maka QoS yang didapat akan semakin baik. Rekomendasi
kategori nilai QoS jitter untuk audio streaming menurut ITU-T G.114 dapat
dilihat pada Tabel 3. Nilai jitter dapat dihitung menggunakan Persamaan 5.
(

)=

(| �2 − �1 | + ⋯ + | � +1 − � |)

Keterangan :
� = Jumlah delay pada sesi ke-i
N = Jumlah seluruh paket (banyaknya paket)
Tabel 3 Rekomendasi ITU-T G.114 untuk jitter (ITU-T 2003)
Kategori
Besar jitter (ms)
Sangat Baik
0
Baik
0.1 – 75
Buruk
75.1 – 125
>125
Sangat Buruk

(5)

7

Selain QoS, kualitas suara juga digunakan sebagai kriteria yang menentukan
baik buruknya kualitas streaming. Pada penelitian ini, penentuan kualitas suara
dilakukan dengan menghitung persentase selisih ukuran file audio antara file audio
dengan bit-rate maksimum yaitu 320 kbps dengan file audio lainnya yang
memiliki bit-rate dibawah 320 kbps menggunakan persamaan (6) sehingga
didapatkan nilai berupa persentase perbedaan kualitas berdasarkan ukuran file
audio. Pada penelitian ini, audio dengan bit-rate 320 kbps digunakan sebagai
acuan kualitas terbaik untuk setiap file audio. Hal tersebut didasari oleh besarnya
ukuran file yang dimiliki dibandingkan dengan audio yang memiliki bit-rate di
bawah 320 kbps pada setiap encoding yang menandakan bahwa pada penelitian
ini, audio dengan bit-rate 320 kbps pada setiap encoding merupakan audio yang
memiliki kualitas tertinggi.


%
=

(



)

100%
(6)

Keterangan:
Audio A = Audio dengan bit-rate tertinggi
Audio B = Audio dengan bit-rate lebih rendah dari audio A
Tabel 4 Rekomendasi ITU-T P800 untuk kategori MoS (ITU-T 1996)
Rasio kualitas audio
Kategori
Definisi
(%)
Suara vokal sangat jelas, suara
Sangat
musik sangat jernih, dan Tidak
0 - 40
Baik
ada noise
Suara vokal jelas, suara musik
Baik
41 - 60
jernih, dan tidak ada noise
Suara vokal jelas, suara musik
Buruk
61 - 80
kurang jernih, ada sedikit noise
Suara musik kurang jelas,
Sangat
> 80
suara vokal kurang jelas,
Buruk
banyak noise
Selain itu, juga dilakukan survey penilaian kualitas suara menggunakan
kuisioner untuk menentukan kualitas suara yang sudah dapat dikatakan sebagai
kategori baik menurut responden, sehingga didapatkan batas nilai untuk
menentukan kualitas suara sangat baik dan kualitas suara buruk. Selanjutnya,
penilaian kualitas dilakukan berdasarkan kategori kedalam kategori mean opinion
score (MoS) dengan 4 rentang kategori sesuai dengan rekomendasi standar ITU
P800 (1996) dalam tesis Hantoro (2014) yang ditunjukkan pada Tabel 4.
International Telecommunication Union (ITU-T) dengan seri P800 merupakan
standarisasi internasional rekommendasi penentuan nilai secara subyektif dalam
telekomunikasi untuk kualitas seperti transmisi suara ataupun video (ITU-T.
1996). Dari hal tersebut maka dapat dikategorikan kualitas suara pada masingmasing file audio.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembangunan Sistem
1 Konfigurasi server streaming
Server streaming yang digunakan pada penelitian ini merupakan sebuah
komputer personal (PC) yang ditempatkan di kampus IPB Dramaga. Server
yang digunakan untuk streaming pada penelitian ini memiliki spesifikasi
sebagai berikut :
Perangkat keras :
 Intel Pentium Core i7 3,4 GHz
 RAM sebesar 512 MB
 Harddisk berkapasitas 80 GB
 Monitor
 Mouse dan keyboard
 NIC yang terhubung dengan internet
Perangkat lunak :
 Sistem operasi Windows Server 2003 Service Pack 2
 Windows Media Services (versi 9)
 Live555 media server (versi 0.84)
Pada penelitian ini digunakan 2 perangkat lunak sebagai server streaming
yakni Windows Media Service yang merupakan aplikasi dari Microsoft
Windows Server 2003 yang dapat berfungsi sebagai server streaming, selain
itu Windows Media Service dapat melakukan streaming file audio dengan
format WMA. Selain itu digunakan pula perangkat lunak Live555 media sever,
yaitu perangkat lunak berbasiskan open source yang dapat digunakan sebagai
server streaming dengan tampilan berupa command line interface (CLI).
Perangkat lunak Live555 media server ini dapat dijalankan pada komputer
dengan sistem operasi Windows Server 2003 (http://www.live555.com).
Komputer server ini dapat melakukan streaming dengan format audio berupa
MP3, WMA, dan AAC dengan bit-rate yang bervariasi dalam suatu jaringan
komputer lokal maupun internet. moving picture expert group-1 audio layer III
atau lebih dikenal dengan MP3 merupakan format kompresi audio yang dapat
menghasilkan kualitas suara yang setara dengan kualitas compact disc audio
(CD). Bit-rate yang dapat digunakan pada audio dengan encoding MP3
berkisar antara 32 kbps hingga 320 kbps (Simon 2007). advanced audio / codes
(AAC) merupakan salah satu format berkas audio terkompresi secara loosy.
Pada audio dengan format encoding AAC, bit-rate yang dapat digunakan
berkisar antara 16 kbps hingga 320 kbps. Pada bit-rate rendah (dibawah 64
kbps), AAC umumnya memiliki kualitas suara yang lebih baik dibandingkan
dengan format MP3 dengan bit-rate yang sama (Austerberry 2005). Format
windows media audio (WMA) merupakan format popular dari Windows yang
dimiliki Microsoft. Format ini dirancang dengan kemampuan digital right
management (DRM) untuk proteksi penyalinan. Sama seperti format MP3,
format ini memiliki rentang bit-rate mulai dari 32 kbps hingga 320 kbps
(Sumara 2013).

9

2

Konfigurasi bit-rate pada audio
File audio yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah lagu
dengan format awal WAV berdurasi 32 detik lalu dilakukan konversi audio
menggunakan perangkat lunak Format Factory (FF). Format Factory adalah
perangkat lunak berbasis freeware yang dikembangkan oleh pcFreeTime,
perangkat lunak ini berfungsi untuk melakukan konversi encoding baik audio
maupun video dijital (http://pcfreetime.com). Proses yang dilakukan pada
tahap ini adalah re-encoding pada berkas audio, sehingga berkas audio tersebut
berganti format menjadi AAC, MP3, dan WMA dengan nilai bit-rate
bervariasi masing-masing sebesar 32 kbps, 64 kbps, 96 kbps, 128 kbps, 192
kbps, 224 kbps, 256 kbps, dan 320 kbps. Pemilihan nilai variasi bit-rate yang
digunakan merupakan nilai yang memiliki overlap antara bit-rate MP3, AAC,
dan WMA.

3

Konfigurasi media player pada klien
Klien harus memasukkan alamat protokol internet yang digunakan pada
server streaming agar klien dapat memainkan file audio dari server streaming
tersebut. Sebagai contoh, agar klien dapat memainkan file audio streaming
dengan spesifikasi bit-rate 128 kbps dan format audio yang digunakan adalah
MP3
maka
alamat
yang
harus
dimasukkan
adalah
rtsp://streaming.ncc.ipb.ac.id/m128. mp3.
Perancangan Percobaan

Pada penelitian ini dilakukan 4 skenario percobaan streaming yang mewakli
kondisi nyata posisi pergerakan klien pada proses streaming sebenarnya sesuai
dengan topologi jaringan yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tanda v mewakili
besar kecepatan pergerakan klien pada saat melakukan akses streaming. Pada
skenario 1, nilai v yang digunakan adalah 0 km/jam, pada skenario 2, nilai v yang
digunakan adalah 0.15 km/jam, pada skenario 3, nilai v yang digunakan adalah 30
hingga 40 km/jam, dan pada skenario 4, nilai v yang digunakan adalah 60 hingga
70 km/jam.

V
Gambar 2 Topologi streaming
Masing-masing percobaan pada setiap skenario dilakukan dengan
menggunakan 24 berkas audio dengan spesifikasi bit-rate dan format atau

10

encoding bervariasi antara 32 hingga 320 kbps sesuai dengan berkas audio yang
dihasilkan pada tahap konfigurasi bit-rate.

Percobaan dan Pengambilan Data
Percobaan streaming dilakukan sesuai dengan skenario yang telah
ditentukan pada rancangan percobaan. Pengambilan data dilakukan pada
komputer klien menggunakan perangkat lunak Wireshark Network Protocol
Analyzer atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wireshark. Wireshark
merupakan sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk menangkap paket-paket
jaringan dan menampilkan informasi yang terdapat pada setiap paket yang
ditangkapnya (https://wireshrark.org 2015). Proses pengambilan data
menggunakan perangkat lunak Wireshark ditunjukkan pada Gambar 3. Data
dalam bentuk metriks kinerja yang didapat pada skenario 1, 2, 3, dan 4 dapat
dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4.

Gambar 3 Proses pengambilan data menggunakan Wireshark
Analisis Data
Dari pengambilan data tersebut maka di dapat hasil capture berupa metriks
kinerja QoS yaitu throughput (kbps), packet loss ratio (%), delay (ms), jitter (ms),
dan kualitas suara untuk masing-masing file audio. Hasil dan analisis dari metriks
kinerja untuk setiap skenario adalah sebagai berikut:
Skenario 1
Metriks kinerja yang didapat pada skenario 1 yakni throughput, packet
loss rate, delay, dan jitter yang masing-masing ditunjukkan pada visualisasi
dalam bentuk Gambar yang dapat dilihat pada Gambar 4, 5, 6, dan 7. Kualitas
suara untuk masing-masing file audio berdasarkan nilai bit-rate yang
digunakan pada skenario 1 ditunjukkan pada Tabel 5.

11

350

Throughput (kbps)

300
250
200
150
100
50
0
MP3 (kbps)

32

64

96

128

192

224

256

320

34,14

67,46

100,55 134,27 196,47 241,78 254,96 337,03

WMA (kbps) 35,95

65,98

92,68

AAC (kbps)

73,94

101,82 142,94 209,38 242,18 279,01 339,21

39,24

130,77 195,66 227,11 261,75 294,25

Gambar 4 Throughput skenario 1
12

Ratio (%)

10
8
6
4
2
0

32

64

96

128

192

224

256

320

MP3 (%)

0,8

0,4

0,3

0,0

0,2

0,1

0,9

0,2

WMA (%)

0,0

0,0

0,0

0,0

0,6

0,0

0,0

0,4

AAC (%)

2,5

0,6

1,0

0,0

1,9

0,6

0,2

11,9

Gambar 5 Packet loss ratio skenario 1
Tabel 5 Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 1
Encoding

Bit-rate (kbps)
32

64

96

128

192

224

256

320

MP3

SBU

SBU

BU

BA

SBA

SBA

SBA

SBA

WMA

SBU

SBU

BU

BU

BA

BA

BA

SBA

AAC

SBU

SBU

BU

BA

SBA

SBA

SBA

SBA

Ket : SBU = Sangat buruk, BU = Buruk, BA = Baik, SBA= Sangat baik

12

300

Delay (ms)

250
200
150
100
50
0

192

224

256

320

259,23 130,22 104,15 78,05

53,42

26,12

28,05

26,18

WMA (ms) 265,9 159,71 114,95 81,78

55,31

48,11

41,98

37,05

AAC (ms)

34,49

32,53

23,77

32,49

MP3 (ms)

32

64

169,58 73,65

96

47,15

128

40,39

Gambar 6 Delay skenario 1

250

Jitter (ms)

200

150

100

50

0

96

128

192

224

256

320

51,68

55,56

43,06

26,78

16,98

19,98

WMA (ms) 248,59 108,29 102,62 59,31

45,39

46,35

26,31

24,4

AAC (ms)

30,75

28,7

26,61

25,96

MP3 (ms)

32

64

127,27 84,52
92,14

82,4

60,15

44,39

Gambar 7 Jitter skenario 1
Gambar 4, 5, 6, dan 7, serta Tabel 5 menunjukkan bahwa algoritme
encoding dan spesifikasi audio terbaik pada skenario 1 terdapat pada file audio
yang menggunakan encoding WMA dengan spesifikasi bit-rate 256 kbps. Hal
tersebut dikarenakan pada skenario 1, file audio yang menggunakan encoding
WMA dengan bit-rate 256 kbps memiliki kombinasi metriks kinerja yang berada
pada batas baik menurut rekomendasi ITU-T. Besar throughput yang didapat

13

pada skenario 1 ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa pada skenario 1secara keseluruhan nilai throughput yang didapat sudah
cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari besar nilai yang didapat sudah
melampaui nilai bit-rate yang digunakan, meskipun pada encoding WMA dengan
bit-rate 96 kbps dan 320 kbps nilai throughput yang diperoleh hanya 92.68 kbps
dan 294.25 kbps. Banyaknya packet loss yang diperoleh pada skenario 1
ditunjukkan pada Gambar 5. Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa pada encoding
MP3 dengan bit-rate 128 kbps, encoding WMA dengan bit-rate 256 kbps, dan
encoding AAC dengan bit-rate 128 kbps memiliki nilai packet loss sebesar 0.0%
atau dengan kata lain tidak ada paket streaming yang hilang selama proses
streaming skenario 1 berlangsung pada ketiga encoding dan bit-rate tersebut.
Besar delay yang diperoleh pada skenario 1 ditunjukkan pada Gambar 6. Pada
Gambar 6 terlihat bahwa pada encoding WMA dengan bit-rate 256 kbps
diperoleh delay sebesar 41.98 ms, nilai tersbut jauh lebih rendah dibandingkan
dengan encoding MP3 dengan bit-rate 128 kbps yang mendapatkan delay sebesar
104.15 ms. Besar jitter yang didapat pada skenario 1 ditunjukkan pada Gambar 7,
pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa jitter yang didapat pada audio yang
menggunakan encoding WMA dengan bit-rate 256 kbps sangatlah rendah yaitu
sebesar 26.31 ms, nilai tersebut merupakan nilai terkecil jika dibandingkan
dengan 2 encoding lainnya yang juga memiliki nilai packet-loss sebesar 0.0%
yaitu MP3 128 kbps dengan nilai jitter sebesar 51.68 ms dan AAC 128 kbps
dengan nilai jitter sebesar 44.39 ms. Nilai throughput, packet-loss, delay, dan
jitter tersebut menunjukkan bahwa file audio streaming yang menggunakan
algoritme encoding WMA dengan bit-rate 256 kbps pada skenario 1 masih dalam
batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi ITU-T, dan merupakan
kombinasi metriks kinerja terbaik jika dibandingkan dengan file audio lain yang
ada pada skenario 1. Tabel 5 menunjukkan bahwa kualitas suara yang dihasilkan
pada audio WMA dengan bit-rate 256 kbps juga berada pada kategori baik.
Skenario 2
Metriks kinerja yang didapat pada skenario 2 yakni throughput, packet loss
rate, delay, dan jitter yang masing-masing ditunjukkan pada visualisasi dalam
bentuk Gambar yang dapat dilihat pada Gambar 8, 9, 10, dan 11. Kualitas suara
untuk masing-masing file audio berdasarkan nilai bit-rate yang digunakan pada
skenario 2 ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 2
Encoding

Bit-rate (kbps)
32

64

96

128

192

224

256

320

MP3

SBU

SBU

BU

BA

SBA

SBA

SBA

SBA

WMA

SBU

SBU

BU

BU

BA

BA

BA

SBA

AAC

SBU

SBU

BU

BA

SBA

SBA

SBA

SBA

Ket : SBU = Sangat buruk, BU = Buruk, BA = Baik, SBA= Sangat baik

14

350

Throughput (kbps)

300
250
200
150
100
50
0
MP3 (kbps)

32

64

96

128

192

224

256

320

33,56

67,6

100,2

132,55 198,79 223,05 245,72

WMA (kbps)

327,9

37

68,59

100,49

133,3

198,24 228,52 260,64 322,33

AAC (kbps)

39,23

74,24

109,78

143,4

205,74 240,81 277,49 343,33

Gambar 8 Throughput skenario 2

8
7

Ratio (%)

6
5
4
3
2
1
0

32

64

96

128

192

224

256

320

MP3 (%)

1,5

0,4

0,6

1,4

1,2

0,8

2,1

0,1

WMA (%)

2,1

0,9

2,3

0

0

0

1,9

0,3

AAC (%)

5,9

2,2

0,7

2,5

7,5

6,8

0,4

0,1

Gambar 9 Packet loss ratio skenario 2

15

300

Delay (ms)

250
200
150
100
50
0

128

192

224

256

320

79,06

52,79

28,31

29,1

26,91

WMA (ms) 257,13 152,68 105,45 80,22

55,2

47,75

42,08

33,83

AAC (ms)

34,3

32,5

23,94

23,21

MP3 (ms)

32

64

96

261,65 130,24 104,5
175,69 74,56

47

41,21

Gambar 10 Delay skenario 2

250

Jitter (ms)

200

150

100

50

0

32

64

96

128

192

224

256

320

81,92

35

43,78

29,79

34,78

30,88

17,04

15,11

WMA (ms) 233,81 151,54

95,52

105,97

47,44

41,62

62,21

34,54

AAC (ms)

60,37

43,37

33,1

30,25

24,54

23,63

MP3 (ms)

62,78

81,64

Gambar 11 Jitter skenario 2
Gambar 8, 9, 10, dan 11, serta Tabel 6 menunjukkan bahwa algoritme
encoding dan spesifikasi audio terbaik pada skenario 2 terdapat pada file audio
yang menggunakan encoding MP3 dengan spesifikasi bit-rate 320 kbps. Hal
tersebut dikarenakan pada skenario 2, file audio yang menggunakan encoding
MP3 dengan bit-rate 320 kbps memiliki kombinasi metriks kinerja yang berada

16

pada batas baik menurut rekomendasi ITU-T. Besar throughput yang diperoleh
pada skenario 2 ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa pada skenario 2 secara keseluruhan nilai throughput yang diperoleh sudah
cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari besar nilai yang diperoleh sudah
melampaui nilai bit-rate yang digunakan, meskipun pada encoding MP3 dengan
bit-rate 256 kbps nilai throughput yang didapat kurang dari bit-rate yang
digunakan yaitu 245.72 kbps. Banyaknya packet loss yang didapat pada skenario
2 ditunjukkan pada Gambar 9. Dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa pada encoding
MP3 dengan bit-rate 320 kbps dan encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps
memiliki nilai packet loss yang sama yaitu sebesar 0.1%, besar nilai tersebut
menandakan bahwa terdapat paket streaming yang hilang selama proses
streaming skenario 2 berlangsung meskipun jumlahnya sangatlah rendah dan
masih dalam batas rekomendasi ITU-T untuk kategori baik, nilai packet loss
sebesar 0.0% pada skenario 2 berada pada audio yang mengguakan algoritme
encoding WMA dengan bit-rate sebesar 224 kbps. Besar delay yang diperoleh
pada skenario 2 ditunjukkan pada Gambar 10. Pada Gambar 10 terlihat bahwa
terdapat 2 encoding yang memiliki kualitas suara dalam kategori sangat baik dan
nilai packet-loss sebesar 0.1 %. Encoding tersebut adalah MP3 dengan bit-rate
320 kbps dan AAC dengan bit-rate 320 kbps. Pada audio yang menggunakan
encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps, besar delay yang didapat adalah sebesar
26.91 ms, nilai tersebut sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan encoding
AAC dengan bit-rate 320 kbps yang mendapatkan delay sebesar 23.21 ms. Besar
jitter yang didapat pada skenario 2 ditunjukkan pada Gambar 11. Dapat dilihat
pada Gambar 8 bahwa jitter yang diperoleh pada audio yang menggunakan
encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps sangatlah rendah jika dibandingkan
dengan encoding lainnya yaitu sebesar 15.11 ms. Nilai throughput, packet-loss,
delay, dan jitter tersebut menunjukkan bahwa file audio streaming yang
menggunakan algoritme encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps pada skenario 2
masih dalam batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi ITU-T , dan
merupakan kombinasi metriks kinerja terbaik jika dibandingkan dengan file audio
lain yang ada pada skenario 2. Tabel 6 menunjukkan bahwa kualitas suara yang
dihasilkan pada audio MP3 dengan bit-rate 320 kbps juga berada pada kategori
sangat baik.
Skenario 3
Metriks kinerja yang didapat pada skenario 3 yakni throughput, packet loss
rate, delay, dan jitter yang masing-masing ditunjukkan pada visualisasi dalam
bentuk Gambar yang dapat dilihat pada Gambar 9, 10, 11, dan 12. Kualitas suara
untuk masing-masing file audio berdasarkan nilai bit-rate yang digunakan pada
skenario 3 ditunjukkan pada Tabel 7.

Encoding
MP3
WMA
AAC

Tabel 7 Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 3
Bit-rate (kbps)
32
SBU
SBU
SBU

64
SBU
SBU
SBU

96
BU
BU
BU

128
BA
BU
BA

192
SBA
BA
SBA

224
SBA
BA
SBA

256
SBA
BA
SBA

Ket : SBU = Sangat buruk, BU = Buruk, BA = Baik, SBA= Sangat baik

320
SBA
SBA
SBA

17

350

Throughput (kbps)

300
250
200
150
100
50
0

32

64

96

128

192

224

256

320

34,21

68,75

101,5

135,8

200,2

245,7

273,7

337,6

WMA (kbps) 34,03

65,1

98,26

128,8

195,1

224,7

260,2

321,1

AAC (kbps)

74,34

110,2

143,6

208,9

240,8

277,8

343,3

MP3 (kbps)

39,62

Gambar 12 Throughput skenario 3
4
3,5

Ratio (%)

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
32

64

96

128

192

224

256

320

MP3 (%)

1,5

0

0

0

0,5

0

0,1

0,1

WMA (%)

2,1

1,3

2,9

0,2

0

0,1

0,5

0

AAC (%)

3,4

0

0,1

0,8

0,2

0

0,2

0

Gambar 13 Packet loss rate skenario 3

18

300

Delay (ms)

250
200
150
100
50
0
32

128

192

224

256

320

262,4 130,04 104,4

78,12

52,4

26,08

26,12

26,13

WMA (ms) 285,39 161,49 107,8

83,15

55,81

48,61

42,29

33,84

AAC (ms)

40,51

34,01

32,53

23,87

23,2

192

224

256

320

38,08

27,54

28,36

29,55

MP3 (ms)

64

171,43 72,83

96

46,57

Gambar 14 Delay skenario 3
350
300

Jitter (ms)

250
200
150
100
50
0
32
MP3 (ms)

64

96

128

333,72 200,41 165,86 126,68

WMA (ms) 153,37 145,66

106,3

117,38

75,01

69,64

44,18

57,33

AAC (ms)

60,14

45,14

30,65

29,06

25,95

25,67

67,09

82,86

Gambar 15 Jitter skenario 3
Gambar 12, 13, 14, dan 15, serta Tabel 7 menunjukkan bahwa algoritme
encoding dan spesifikasi audio terbaik pada skenario 3 terdapat pada file audio
yang menggunakan encoding AAC dengan spesifikasi bit-rate 320 kbps. Hal
tersebut dikarenakan pada skenario 3, file audio yang menggunakan encoding
AAC dengan bit-rate 320 kbps memiliki kombinasi metriks kinerja yang berada
pada batas baik menurut rekomendasi ITU-T. Besar throughput yang diperoleh
pada skenario 3 ditunjukkan pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa pada skenario 3 secara keseluruhan nilai throughput yang diperoleh sudah

19

cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari besar nilai yang didapat sudah
melampaui nilai bit-rate yang digunakan. Banyaknya packet loss yang didapat
pada skenario 3 ditunjukkan pada Gambar 13. Dapat dilihat pada Gambar 13
bahwa pada encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps dan encoding WMA dengan
bit-rate 320 kbps memiliki nilai packet loss yang sama yaitu sebesar 0.0% atau
dengan kata lain tidak ada paket streaming yang hilang selama proses streaming
skenario 3 berlangsung pada encoding dan bit-rate tersebut. Besar delay yang
didapat pada skenario 3 ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan
bahwa pada encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps mendapatkan delay sebesar
23.20 ms, nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan encoding
lainnya terutama encoding WMA dengan bit-rate 320 kbps yang mendapatkan
delay sebesar 33.84 ms. Besar jitter yang diperoleh pada skenario 3 ditunjukkan
pada Gambar 15. Gambar 15 menunjukkan bahwa jitter yang diperoleh pada
audio yang menggunakan encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps sangatlah
rendah yaitu sebesar 25.67 ms, nilai jitter tersebut merupakan nilai yang paling
rendah apabila dibandingkan dengan encoding lainnya pada skenario 3. Nilai
throughput, packet-loss, delay, dan jitter tersebut menunjukkan bahwa file audio
streaming yang menggunakan algoritme encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps
pada skenario 3 masih dalam batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi
ITU-T, dan merupakan kombinasi metriks kinerja terbaik jika dibandingkan
dengan file audio lain yang ada pada skenario 3. Tabel 7 menunjukkan bahwa
kualitas suara yang dihasilkan pada audio AAC dengan bit-rate 320 kbps juga
berada pada kategori sangat baik.
Skenario 4
Metriks kinerja yang didapat pada skenario 4 yakni throughput, packet loss
rate, delay, dan jitter yang masing-masing ditunjukkan pada visualisasi dalam
bentuk Gambar yang dapat dilihat pada Gambar 16, 17, 18, dan 19. Kualitas suara
untuk masing-masing file audio berdasarkan nilai bit-rate yang digunakan pada
skenario 4 ditunjukkan pada Tabel 8.
350

Throughput (kbps)

300
250
200
150
100
50
0
MP3 (kbps)

32

64

33,83

67,7

96

128

192

224

256

320

100,47 133,95 200,77 241,93 272,87 337,99

WMA (kbps) 37,46

66,92 100,13 130,18 200,81 255,88 267,75 324,71

AAC (kbps)

73,92 110,15 143,53 209,73 242,16 279,29 343,19

39,31

Gambar 16 Throughput skenario 4

20

3

Packet Loss Ratio (%)

2,5
2
1,5
1
0,5
0

32

64

96

128

192

224

256

320

MP3 (%)

0,8

1,2

0,3

0,2

0,3

0,1

0,1

0

WMA (%)

0

1,3

0,9

0

0,9

0,1

0,1

0,1

AAC (%)

0

2,6

0,3

1

0

0

0

0,1

Gambar 17 Packet loss ratio skenario 4
300
250

Delay (ms)

200
150
100
50
0

32

64

96

128

192

224

256

320

259,57

132,32

104,23

78,23

52,27

26,21

26,1

26,1

WMA 256,12

157,81

105,94

82,33

54,05

48,37

41,03

33,52

75

46,66

40,58

33,82

32,36

23,7

23,22

MP3
AAC

165,36

Gambar 18 Delay skenario 4

Encoding
MP3
WMA
AAC

Tabel 8 Metriks kinerja kualitas suara pada skenario 4
Bit-rate (kbps)
32
SBU
SBU
SBU

64
SBU
SBU
SBU

96
BU
BU
BU

128
BA
BU
BA

192
SBA
BA
SBA

224
SBA
BA
SBA

256
SBA
BA
SBA

Ket : SBU = Sangat buruk, BU = Buruk, BA = Baik, SBA= Sangat baik

320
SBA
SBA
SBA

21

250

Jitter (ms)

200
150
100
50
0
MP3 (ms)

32

64

96

128

192

224

256

320

26,17

208,52

34,94

26,11

20,22

18,85

22,7

14,64

WMA (ms) 122,27

121,4

92,98

108,27 100,09

67,94

74,15

62,37

AAC (ms)

85,19

60,87

43,96

29,2

24,32

23,47

70,52

31,37

Gambar 19 Jitter skenario 4
Gambar 16, 17, 18, dan 19, serta Tabel 8 menunjukkan bahwa algoritme
encoding dan spesifikasi audio terbaik pada skenario 4 terdapat pada file audio
yang menggunakan encoding MP3 dengan spesifikasi bit-rate 320 kbps. Hal
tersebut dikarenakan pada skenario 4, file audio yang menggunakan encoding
MP3 dengan bit-rate 320 kbps memiliki kombinasi metriks kinerja yang berada
pada batas baik menurut rekomendasi ITU-T. Besar throughput yang diperoleh
pada skenario 4 ditunjukkan pada Gambar 16. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa pada skenario 4 nilai throughput yang didapat sudah cukup baik, hal
tersebut dilihat dari besar nilai yang didapat sudah melampaui nilai bit-rate yang
digunakan. Banyaknya packet loss yang diperoleh pada skenario 4 ditunjukkan
pada Gambar 17. Dapat dilihat pada Gambar 17 bahwa pada encoding MP3
dengan bit-rate 320 kbps dan encoding AAC dengan bit-rate 256 kbps memiliki
nilai packet loss yang sama yaitu sebesar 0.0% atau dengan kata lain tidak ada
paket streaming yang hilang selama proses streaming skenario 4 berlangsung
pada encoding dan bit-rate tersebut. Banyaknya delay yang didapat pada skenario
4 dapat dilihat pada Gambar 18. Pada Gambar 18 ditunjukkan bahwa pada
encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps mendapatkan delay sebesar 26.10 ms,
nilai tersebut memang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai delay pada
audio yang menggunakan encoding AAC dengan bit-rate 256 kbps yaitu sebesar
23.70 ms dan mendapatkan packet-loss yang sama sebesar 0.0%. Meski demikian,
nilai delay tersebut masih dalam batas kategori sangat baik menurut rekomendasi
ITU-T. Besar jitter yang didapat pada skenario 4 ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 19 menunjukkan bahwa jitter yang didapat pada audio yang
menggunakan encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps sangatlah rendah yaitu
sebesar 14.64 ms, nilai jitter tersebut merupakan nilai yang paling rendah apabila
dibandingkan dengan encoding lainnya pada skenario 4. Nilai throughput, packetloss, delay, dan jitter tersebut menunjukkan bahwa file audio streaming yang
menggunakan algoritme encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps pada skenario 4

22

masih dalam batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi ITU-T, dan
merupakan kombinasi metriks kinerja terbaik jika dibandingkan dengan file audio
lain yang ada pada skenario 4. Tabel 8 menunjukkan bahwa kualitas suara yang
dihasilkan pada audio MP3 dengan bit-rate 320 kbps juga berada pada kategori
sangat baik.
Dari 4 skenario tersebut terdapat 4 hasil encoding dan spesifikasi audio
terbaik yaitu encoding WMA dengan bit-rate 256 kbps, encoding MP3 dengan
bit-rate 320 kbps, encoding AAC dengan bit-rate 320 kbps, dan encoding MP3
dengan bit-rate 320 kbps yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil encoding dan spesifikasi audio terbaik
Encoding
WMA
Bit-rate (kbps)
Throughput (kbps)
Packet Loss Ratio
(%)
Delay (ms)
Jitter (ms)
Kualitas Suara

MP3

AAC

MP3

256
261.75

320
327.90

320
343.33

320
337.99

0.0

0.1

0.0

0.0

41.98
26.31
Baik

26.91
15.11
Sangat baik

23.20
25.67
Sangat baik

26.10
14.64
Sangat baik

Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat 4 algoritme encoding dan spesifikasi
audio terbaik pada penelitian ini. Dari Tabel 9 maka dapat diketahui bahwa dari 4
encoding dan spesifikasi tersebut terdapat 1 encoding dan spesifikasi yang paling
baik untuk streaming yaitu file audio yang menggunakan algoritme encoding
MP3 dengan spesifikasi bit-rate 320 kbps. Hal tersebut dikarenakan dari 4 hasil
encoding dan spesifikasi terbaik yang diperoleh, encoding MP3 dengan spesifikasi
bit-rate 320 kbps memiliki kombinasi metriks kinerja yang sangat rendah seperti
jumlah packet loss rate sebesar 0.0%, lalu jumlah delay yang didapat yaitu
sebesar 26.10 ms, dan jitter sebesar 14.64 ms. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
file audio streaming yang menggunakan encoding MP3 dengan bit-rate 320 kbps
masih dalam batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi ITU. Kualitas
suara yang dihasilkan pada audio MP3 dengan bit-rate 320 kbps juga berada pada
kategori sangat baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Server streaming yang dibangun pada penelitian ini telah berfungsi dengan
baik. Hal tersebut ditunjukan oleh klien yang dapat melakukan akses streaming
terhadap server melalui jaringan internet khususnya jaringan telekomunikasi dan
internet CDMA.

23

Besar nilai throughput yang didapat pada setiap skenario rata-rata sudah
melebihi nilai yang digunakan, hal tersebut mengindikasikan bahwa kecepatan
jaringan telekomunikasi dan internet CDMA sudah bagus, namun adanya packet
loss yang didapat juga mengindikasikan bahwa koneksi internet menggunakan
teknologi jaringan telekomunikasi CDMA masih kurang stabil.
Tidak semua spesifikasi dan algoritme encoding audio cocok untuk
digunakan pada server streaming. Algoritme encoding dan spesifikasi audio yang
terbaik cenderung mendapatkan besaran nilai yang sesuai dengan standar QoS.
Pada penelitian ini, algoritme encoding dan spesifikasi audio terbaik untuk
streaming terdapat pada audio yang menggunakan encoding MP3 dengan bit-rate
320 kbps. Hal tersebut dikarenakan hasil pada metriks kinerja audio tersebut
cenderung berada pada batas baik untuk QoS menurut standar rekomendasi ITUT, dan cenderung mendapatkan hasil metriks kinerja yang baik dibandingkan
dengan encoding dan spesifikasi audio lainnya.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk dilakukan kembali analisis
terhadap audio MP3, AAC, dan WMA dengan durasi lebih dari 32 detik.

DAFTAR PUSTAKA
Austerberry D. 2005. The Technology Video and Audio Streaming. Burlington
(US): Focal Press.
Clark A. 2003. Analysis, Measurement and Modeling of Jitter. Georgia (US):
Telechemy.
Garg. 2007. Wireless Communications and Networking. San Fransisco (US):
Morgan Kaufmann.
Hantoro K. 2014. Pengembangan model quality of experience untuk IPTV secara
empiris [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Https://www.wireshark.org/ [diunduh 2015 Jan 3].
[ITU] International Telecommunication Union. 2003. One-way transmission
time G.114 [standar]. Tersedia pada : http:// itu.int/rec/T-REC-G.114/en.
[ITU] International Telecommunication Union. 1996. Methods for objective
and subjective assessment of quality P.800 [standar]. Tersedia pada : http://
itu.int/rec/T-REC-P.800-199608-I/en.
Kozamernik F. 2002. Media streaming over the internet. [internet]. [diunduh 2014
Mei 24].Tersedia pada: http://173.230.153.85/view.php?id=tech.ebu.ch/docs
/techreview/trev_292kozamernik.pdf&k=dsl%20streaming%20movies.pdf.
Massanggara DA. 2012. Analisis Pengaruh Spesifikasi Video Terhadap Kinerja
Video Streaming Pada Jaringan Internet Mobile [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nur I. 2008. Studi Kualitas Video Streaming Menggunakan VLC Berdasarkan
Parameter Bit-rate dan Frame-rate [skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesi