Aspek Spasial Distribusi Frekuensi
Total Meningkat
Tidak Meningkat Pusat Kota
2 13 13 87
15 100 Pinggiran kota
0 0 15 100
15 100 Total
2 7 28 93
30 100
Fisher Exact Value : 1,303 p-value: 1,000
Kesimpulan: 93 responden berpendapat keselarasan antara program yang disampaikan dalam bidang pendidikan dengan penerapan programnya setelah otonomi
daerah tidak meningkat dan persepsi ini relatif tidak berbeda antara pusat dan pinggiran kota.
Sumber: data primer diolah
Distribusi frekuensi persepsi responden tentang pelayanan publik bidang pendidikan setelah pelaksanaan otonomi secara umum dinilai
mengalami peningkatan. Di samping itu, hasil analisis tabel silang dengan menggunakan Uji Exact Fisher ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
persepsi antara masyarakat di pusat dan pinggiran kota tentang kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang. Temuan ini
menunjukkan bahwa persepsi masyarakat baik di pusat kota maupun di pinggiran kota adalah sama.
5.3 Indeks Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah IKKPD
Telah disebutkan bahwa keuangan pemerintah daerah tidak saja mencerminkan arah dan pencapaian kebijakan fiskal dalam mendorong
pembangunan di daerah secara umum, tetapi juga menggambarkan sejauh mana tugas dan kewajiban yang diembankan pada pemerintah daerah
kabupaten dalam konteks desentralisasi fiskal itu dilaksanakan. Dalam analisis IKKD ini, terdapat 4 empat indikator utama yang akan dianalisis.
Keempat indikator tersebut akan dianalisis sebagaimana berikut: 1. Otonomi Fiskal Kemandirian Fiskal
Otonomi fiskal atau disebut juga derajat desentralisasi fiskal yang menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat
Indikator ini dirumuskan sebagai rasio total pendapatan asli daerah PAD terhadap total pendapatan daerah. Tabel di bawah ini menunjukkan PAD
dan total pendapatan Kota Tangerang dari tahun 1992-2008. Tabel 17. Total PAD dan Total Pendapatan
Kota Tangerang Pra-Otonomi dan Pasca-Otonomi dalam milyar rupiah
Pra-Otda Total
Pendapatan PAD
Otonomi Fiskal
1992 39,812
15,379 0.39
1993 40,386
15,918 0.39
1994 41,025
16,535 0.40
1995 67,012
26,615 0.40
1996 84,377
36,256 0.43
1997 95,135
40,877 0.43
1998 110,519
26,945 0.24
1999 159,605
39,405 0.25
Pasca-Otda 2001
347,842 61,772
0.18 2002
470,762 83,344
0.18 2003
522,843 93,382
0.18 2004
573,522 109,636
0.19 2005
660,822 117,413
0.18 2006
767,616 131,857
0.17 2007
926,874 156,523
0.17 2008
993,922 138,134
0.14 Sumber: Dispenda Kota Tangerang
Data Otonomi Fiskal: diolah
Secara grafis, indeks otonomi fikal Pemerintah Kota Tangerang baik pada pra-otonomi daerah maupun setelah diberlakukannya otonomi daerah
tampak dalam Gambar 20 di bawah ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa terdapat kecenderungan penurunan otonomi fiskal Pemerintah Kota
Tangerang terhadap Pemerintah Pusat, terutama pada setelah diberlakukannya otonomi. Pada gambar terlihat, indeks otonomi fiskal
Pemerintah Kota Tangerang lebih rendah jika dibandingkan pada sebelum otonomi diberlakukan.
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketergantungan fiskal Pemerintah Kota Tangerang terhadap pemerintah pusat digunakan derajat
desetralisasi fiskal yang dibuat oleh Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri dan Fisipol UGM 1991 sebagai berikut:
0,00 - 10 sangat kurang
10,1-20 kurang
20,1-30 cukup
30,1-40 baik
40,1-50 sangat baik
50 memuaskan
Gambar 20. Otonomi Fiskal Kota Tangerang Pra dan Pasca- Otonomi Daerah
2. Kapasitas Penciptaan Pendapatan FGII Kapasitas Penciptaan Pendapatan FGII diperlukan untuk menunjukkan
kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah berdasarkan kapasitas penciptaan pendapatan income generation.
Kapasitas Penciptaan Pendapatan FGII dinyatakan sebagai rasio antara PAD dengan PDRB. Rasio ini hendak mengukur kinerja keuangan
pemeritah daerah dari sisi pendapatan secara makro. Sering pula disebut indikator tax effort, indikator ini mengukur sejauh mana pemerintah
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
0,40 0,45
0,50
daerah menciptakan pendapatan generating income berdasarkan kapasitas dan potensi lingkungan ekonomi di daerah. Tabel di bawah ini
menggambarkan PAD dan PDRB Kota Tangerang tahun 1992-1999 pra- otonomi daerah dan 2001-2008 pasca-otonomi daerah.
Tabel 18. PAD dan PDRB serta Kapasitas Penciptaan Pendapatan Kota Tangerang Pra dan Pasca-Otonomi Daerah dalam milyar
rupiah
Pra-Otda PAD
PDRB FGII
1992 15,379
312,576 0.05
1993 15,918
376,226 0.04
1994 16,535
444,061 0.04
1995 26,615
675,238 0.04
1996 36,256
897,740 0.04
1997 40,877
1,029,994 0.04
1998 26,945
1,667,302 0.02
1999 39,405
1,586,226 0.02
Pasca-Otda 2001
61,772 1,676,266
0.04 2002
83,344 1,356,215
0.06 2003
93,382 1,898,771
0.05 2004
109,636 1,976,672
0.06 2005
117,413 2,101,112
0.06 2006
131,857 2,140,028
0.06 2007
156,523 2,342,828
0.07 2008
138,134 2,659,281
0.05
Sumber: Dispenda Kota Tangerang Data FGII: diolah
Gambar 21. Kapasitas Penciptaan Pendapatan Kota Tangerang Pra dan Pasca-Otonomi Daerah
Berdasarkan perhitungan, yang ditunjukkan oleh Tabel 18 di atas, terjadi peningkatan kapasitas penciptaan pendapatan oleh Pemerintah Kota
Tangerang jika dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya otonomi daerah. Kuat dugaan, peningkatan kapasitas penciptaan pendapatan ini
diakibatkan oleh kewenangan pengelolaan potensi ekonomi pajak, retribusi dan lain sebagainya di Kota Tangerang sebagai implikasi dari
UU. No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. 332004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
Namun demikian, proporsi kapasitas penciptaan pendapatan ini tampaknya masih lebih banyak disumbang oleh pos pajak dan retribusi. Tercatat dari
tahun 2001-2007, rasio pos pajak daerah dan retribusi terhadap total PAD di Kota Tangerang rata-rata mencapai 84,6 dari total PAD. Dalam
konteks desentralisasi fiskal, hal ini tentu belum menunjukkan upaya optimal. Hal ini disebabkan, banyak pos-pos pendapatan yang dapat
dioptimalkan selain dari pos pajak daerah dan retribusi daerah. Tabel di bawah ini menggambarkan rasio pos pajak dan retribusi terhadap total
PAD Kota Tangerang tahun 2001-2007.
- 0,01
0,02 0,03
0,04 0,05
0,06 0,07
0,08
Tabel 19. Rasio Pos Pajak dan Retribusi Terhadap Total PAD Kota Tangerang Tahun 2001-2007 dalam milyar rupiah
Tahun Keterangan
Total PAD
Pos Pajak +
Retribusi Rasio Pos
Pajak dan Retribusi
Thd Total PAD
Pos Pajak
Daerah Pos
Retribusi Daerah
Pos Laba
BUMD Pos Lain-
Lain Pendapatan
2001 35,389
10,782 515
15,085 61,771
46,171 0.74
2002 45,963
16,985 669
19,725 83,342
62,948 0.75
2003 56,210
24,150 820
12,201 93,381
80,360 0.86
2004 77,902
24,438 1,560
5,734 109,634
102,340 0.93
2005 80,257
24,827 3,267
9,061 117,412
105,084 0.89
2006 92,156
22,155 5,287
12,258 131,856
114,311 0.86
2007 109,607
25,883 13,727
7,304 156,521
135,490 0.86
2008 -
- -
- -
- -
Sumber: Dispenda Kota Tangerang
Membaca data ini dan sejalan dengan UU 332004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di mana untuk
meningkatkan PAD, pemda dilarang menetapkan Peraturan Daerah sebagai landasan instrumen pajak dan retribusi daerah yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menghambat mobilitas penduduk serta lalu lintas barang dan jasa. Dalam tataran ini, penulis menduga
Pemerintah Kota Tangerang belum mampu mengoptimalisasi perangkat pengelolaan sumber-sumber pendapatan selain dari dari sektor pajak dan
retribusi. 3. Proporsi Belanja Modal FCAPEXI
Rasio belanja modal pemerintah terhadap Total Belanja disebut juga indikator CAPEX atau Capital Expenditure mengukur seberapa jauh
kebijakan pemerintah dalam penganggaran yang berorietasi kepada manfaat jangka panjang atau investasi. Belanja modal digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana daerah seperti jalan, jembatan, irigasi gedung sekolah, rumah sakit dan pembangunan fisik lainnya untuk
pelayanan publik, termasuk juga sarana dan prasarana pemerintahan baik kantor bupati, maupun kantor unit kerja-unit kerja yang ada di daerah.
Tabel di bawah ini menggambarkan proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Tangerang dari tahun 2001-2008.
Tabel 20. Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Tangerang Pra-otonomi dan Pasca-otonomi
dalam milyar rupiah
Pra-Otda Belanja Modal
Total Belanja FCAPEXI
1992 33,598
37,137 0.90
1993 32,609
61,794 0.53
1994 35,061
67,985 0.52
1995 39,081
78,921 0.50
1996 45,913
88,371 0.52
1997 56,481
91,503 0.62
1998 45,728
104,607 0.44
1999 73,521
150,701 0.49
Pasca-Otda 2001
123,732 347,842
0.36 2002
191,168 470,762
0.41 2003
207,048 541,145
0.38 2004
195,608 559,340
0.35 2005
222,318 586,791
0.38 2006
343,002 798,035
0.43 2007
267,319 821,141
0.33 2008
275,368 1,075,384
0.26
Sumber: Dispenda Kota Tangerang Data FCAPEXI: diolah
Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD, belanja modal merupakan belanja pemerintah yang mencakup sektor-sektor antara lain:
pendidikan, kesehatan, irigasi, jalan, perumahan dan infrastruktur lainnya. Dalam perspektif UU. No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah, belanja
modal ini tentu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik di daerah. Dengan kata lain, belanja modal tersebut merupakan investasi publik.
Oleh karena itu, investasi yang dilaksanakan pemerintah daerah melalui belanja modal berkontribusi terhadap perekonomian regional. Kontribusi
ini berlangsung dalam dua tahap: yaitu jangka pendek melalui belanja material dan penyerapan tenaga kerja dan dalam jangka panjang melalui
angka pengganda multiplier pada pihak swasta yang turut berperan dalam perekonomian daerah.
Melihat tujuan tersebut, maka belanja modal yang mencakup sektor-sektor sebagaimana disebut di atas sedapat mungkin dilakukan secara maksimal
oleh pemerintah daerah. Membaca hasil pengolahan data BPS Kota Tangerang, terdapat kecenderungan proporsi belanja modal ini menurun
selama pelaksanaan otonomi daerah jika dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan otonomi daerah. Setelah pelaksanaan otonomi, belanja modal
ini tidak sampai mencapai 50 dari total belanja Pemerintah Kota Tangerang pada tahun yang diobservasi.
Gambar 22. Capital Expenditure Kota Tangerang Pra-otonomi dan Pasca-otonomi
4. Kontribusi Sektor Pemerintah FCEI Jika belanja modal merupakan belanja yang bersifat investasi jangka
panjang, maka kontribusi sektor pemerintah FCEI melalui belanja pegawai belanja gaji dan belanja yang digunakan untuk pelayanan publik
adalah bersifat jangka pendek. Belanja ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran konsumsi pemerintah daerah. Keterangan ini
sesuai logika persamaan makro ekonomi yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah G dapat mengubah tingkat output. Tabel di
bawah ini menunjukkan rasio total belanja terhadap PDRB Pemerintah Kota Tangerang sebelum dan selama pelaksanaan otonomi daerah.
- 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
Tabel 21. Proporsi Total Belanja terhadap PDRB Kota Tangerang Pra-otonomi dan Pasca-otonomi
dalam milyar rupiah
Pra-Otda Total Belanja
PDRB FCEI
1992 37,137
312,576 0.12
1993 61,794
376,226 0.16
1994 35,061
444,061 0.08
1995 59,713
675,238 0.09
1996 74,417
897,740 0.08
1997 91,503
1,029,994 0.09
1998 104,607
1,667,302 0.06
1999 150,701
1,586,226 0.10
Pasca- Otda
2001 347,842
1,676,266 0.21
2002 470,762
1,356,215 0.35
2003 541,145
1,898,771 0.28
2004 559,340
1,976,672 0.28
2005 586,791
2,101,112 0.28
2006 798,035
2,140,028 0.37
2007 821,141
2,342,828 0.35
2008 1,075,384
2,659,281 0.40
Sumber: Dispenda Kota Tangerang Data FCEI: diolah
Dari tabel di atas diperoleh informasi kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB selama pelaksanaan otonomi daerah lebih tinggi jika
dibandingkan sebelum pelaksanaan otonomi daerah. Peningkatan ini merupakan implikasi desentralisasi fiskal dimana pemerintah daerah
selain memiliki kewenangan untuk mengoptimalisasi sumber-sumber penerimaan juga berkewenangan kemana arah penerimaan daerah
ditujuka n. Hasil perhitungan menunjukkan, rata-rata kontribusi sektor pemerintah terhadap PDRB sebelum pelaksanaan otonomi hanya
mencapai 10. Sementara selama pelaksanaan otonomi daerah, kontribusinya mencapai 32 terhadap PDRB. Data ini juga
menggambarkan bahwa kontribusi sektor pemerintah, terutama melalui
belanja pegawai dan belanja modal jangka pendek terhadap kegiatan perekonomian di Kota Tangerang relatif besar.
Gambar 23. Kontribusi Sektor Pemerintah Kota Tangerang Pra-otonomi dan Pasca-otonomi
5.4 Pembahasan