13 •
Biaya bahan penolong bahan kimia, bakteri, dan lain-lain •
Biaya pemeliharaan •
Biaya instalasi, bangunan, dan transportasi.
2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Pengelolaan Limbah B3
Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 harus dilakukan sesuai dengan dasar peraturan yang berlaku. Berikut ini adalah peraturan-peraturan yang mengatur
pengelolaan B3 : 1.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, rancangan peraturan pemerintah mengenai Limbah B3, Pengelolaan Limbah B3, dan Dumping B3
dilakukan berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu:
a. PP tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun seperti yang
diamanatkan dalam Pasal 58 ayat 2 UU 322009. b.
PP tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun seperti yang diamanatkan dalam Pasal 59 ayat 7 UU 322009.
c. PP Dumping Limbah seperti yang diamanatkan dalam Pasal 60
ayat 3 UU 322009
5
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun: .
- Pasal 47 ayat 1 menjelaskan bahwa pengawasan pengelolaan
limbah B3 dilakukan oleh Menteri dan pelaksanaannya diserahkan pada insatansi yang bertanggunga jawab Bapedal.
- Pasal 47 ayat 2 menjelaskan bahwa pengawasan di ayat 1
meliputi pemantauan terhadap penataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul,
pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3. -
Pasal 47 ayat 3 dan 4 menjelaskan bahwa tata laksana ditetapkan oleh Bapedal dan pengawas bertanggung jawab pada
Kepala Daerahtingkat I danatau Tingkat II.
5
See more at: http:www.menlh.go.idrancangan-peraturan-pemerintah-rpp-tentang-pengelolaan- bahan-berbahaya-dan-beracun-b3-limbah-b3-dan-dumping-limbah-b3sthash.zg4RZhPt.dpuf
14 3.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01Bapeda091995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 4.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-02Bapeda091995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. 5.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-03Bapeda091995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 6.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204MENKESSKX2004 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. 7.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 9.
Keputusan Bapedal No.03 Tahun 1995, tentang Standar Emisi Buangan Incinerator.
10. Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2007
tentang Jenis-jenis Bahan Berbahaya dan Beracun.
2.3 Pendekatan Ekonomi Economic Approach dalam Penataan dalam
Hukum Lingkungan
Menurut Husin 2009, pendekatan ekonomis adalah suatu pendekatan yang menekankan kepada keuntungan ekonomis yang akan diperoleh oleh pemilik
kegiatan bila memenuhi persyaratan lingkungan. Pendekatan ini adalah faktor perangsang, karena pemilik kegiatan akan :
a. terhindar dari biaya penalti
b. terhindar dari biaya ganti rugi yang mungkin harus ditanggungnya di masa
yang akan datang; dan c.
menghemat pengeluaran karena menggunakan praktik efisiensi biaya yang bersahabat dengan lingkungan.
15 Instrumen-instrumen pendekatan ekonomi adalah sebagai berikut:
2.3.1 Insentif ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi, instrumen ini sangat efektif dalam mencapai penataan. Insentif ekonomi dapat berupa pembebasan pajak, subsidi, dan
sebagainya, atau sebaliknya berupa pungutan bagi pelaku yang tidak taat. Husin, 2009. Penetapan pajak adalah salah satu instrumen yang dilakukan pemerintah
untuk mendorong perilaku ekonomi swasta dalam meperbaiki kualitas lingkungan sehingga menghemat biaya pencegahan dan pengawasan. Penetapan pajak atau
yang dikenal dengan istilah polluter pays-principle ini PPP pertama kali diperkenalkan pada 1970an, yang mengharuskan para polluter menanggung biaya-
biaya pengurangan pencemaran seperti biaya pengadaan teknologi dan infrastruktur pengendali pencemaran Luken, 2009. Sedangkan subsidi
merupakan otoritas publik membayar sejumlah uang sebagai imbalan upaya pengurangan emisi oleh polluter Field, 1994. Insentif ekonomi merupakan
instrumen yang lebih efektif dari segi biaya jika dibandingkan dengan kebijakan command and control CAC karena mengurangi biaya sosial Blackman, 2009.
Blackman juga menjelaskan bahwa menurut Panayatou 1993, insentif ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan CAC di negara-negara berkembang
karena dapat merasakan manfaat dengan biaya paling kecil, yang menjadi vital bagi negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan sumberdaya.
2.3.2 Produksi Bersih Cleaner Production
Produksi bersih atau cleaner production CP pertama kali diperkenalkan oleh UNEP United Nations environment Programme pada 1994. Produksi
bersih adalah usaha perlindungan lingkungan terintegrasi yang kontinu mulai dari strategi proses, produk dan jasa, peningkatan efisiensi, dan pengurangan resiko
pada manusia dan lingkungan. CP adalah “win-win sollution” bagi perusahaan untuk mengurangi biaya operasional dan melaksanakan tanggung jawab
lingkungan seperti minimisasi penggunaan energi, air, dan material, serta penanganan masalah limbah dan pencemaran Berkel, 2010.