Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba ST. Croix

PENGCUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN BEKU
DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM
INSEMINASI BUATAN DOMBA ST. CROIX

FERADIS

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1999

ABSTRACT
THE USE O F ANTIOXIDANTS IN FROZEN SEMEN EXTENDERS
AND ESTROUS SYNCHRONIZATION METHOD
IN ARTIFICIAL INSEMINATION PROGRAM OF ST. CROIX SHEEP
Feradis, M. R Toelihere, Barizi, T. L. Yusuf, B. Punvantara and I K. Sutama
The objectives of this research are to determine the effectiveness of tris-citrate, lactose
of semen; to study the influence of
and skim milk as extenders in ~ryo~reservation
supplementation of vitamin E and BHT as antioxidants with certain doses on frozen semen
quality; to determine the effects of progesterone intravaginal implant and its combination with

estradiol benzoate on response of estrus, the depth of insemination into the cervix and
conception rate; and to determine the effect of increasing dose of A1 on conception rate.
Results of the first experiment revealed that the mean sperm motility and live sperm
count after thawing as well as the mean percentage of intact plasma membrane and intact
acrosome within milk extender (50.0, 62.5, 58.3 and 61.0 percent respectively) and the
supplementation of 0.2 g vitamin E (51.9, 65.4, 61.3 and 64.2 percent respectively) were
higher than the other treatments. The supplementation of 0.2 g vitamin E to the skim milk
extender gave the best quality of frozen ram semen.
Results of the second experiment indtcated that both treatments of progesterone alone
and progesterone plus estradiol benzoate induced estrus in all treated ewes. The onset of
estrus was earlier in the group treated with 0.1 mg estrad~olbenzoate than in the group treated
with progesterone alone (32.31 and 42.31 hours respectively, after progesterone implant
removal). The duration of estrus was longer in the group treated with 0.1 mg estradiol
benzoate (70.92 hours) than in the group treated with progesterone alone (37.42 hours).
Semen could be deposited at the second position of the cervix in 77.78 and 55.56 percent of
ewes treated with progesterone plus estradiol and progesterone alone, respectively. The
conception rate after insemination in the group keated with progesterone alone was not
different with the group treated with progesterone and estradiol benzoate. The conception rate
in the group keated with progesterone alone after insemination using 200 million motile
spermatozoa was higher (77.8 percent) than 100 million motile spermatozoa (30 percent).

It is concluded that tris-citrate, lactose and skim milk may be used for semen
cryopreservation, but skim milk seems to be better than the other extenders. Supplementation
of 0.2 g vitamin E gave better sperm protection than the other treatment. The administration of
estradiol benzoate after progesterone implant removal improves estrous ressponse as well as
the depth of semen deposition, but can not improve the conception rate compared with
progesterone treatment alone. The increasing dose of insemination from 100 million to 200
million motile spermatozoa improves the conception rate in the St. Croix ewes.

RINGKASAN
FERADIS. Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan Metode
Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix (di bawah
bimbingan MOZES R. TOELMERE sebagai ketua, BARIZI, TUTY L. WSUF,

BAMBANG PURWANTARA dan I KETUT SUTAMA sebagai anggota).
Proses pembekuan dan pencairan kembali semen dapat menyebabkan kerusakan
pada spermatozoa yang disertai oleh penurunan motilitas, gangguan transpor dan
penurunan daya tahan spermatozoa di dalam saluran reproduksi betina, dan mengurangi
fertilitas setelah diinseminasikan pada cervix. Salah satu penyebab kerusakan pada
spermatozoa adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat ditekan dengan
menambahkan antioksidan ke dalam pengencer semen. Sedangkan peningkatan

transportasi spermatozoa melalui cervix dapat dilakukan dengan penyuntikan estradiol
benzoat setelah pelepasan preparat progesteron intravaginal yang digunakan untuk
sinkronisasi estrus.
Penelitian ini bertujuan untuk (i) menentukan efektivitas tris sitrat, laktosa clan
susu skim sebagai bahan pengencer dalam kri0preSe~asi semen, (ii) mempelajari
pengaruh suplementasi vitamin E dan BHT sebagai antioksidan dalam berbagai dosis
terhadap kualitas semen beku, (iii) mengetahui pengaruh penggunaan preparat
progesteron intravaginal dan kombinasinya dengan estradiol benzoat terhadap respons
estrus, kedalaman deposisi semen saat inseminasi dan angka konsepsi, dan (iv)
mengetahui pengaruh peningkatan dosis inseminasi terhadap angka konsepsi,
Pada percobaan pertama, semen dari enam ekor pejantan domba St. Croix
ditampung dengan vagina buatan dan diencerkan dengan tiga jenis pengencer sebagai
faktor perlakuan pertama, yaitu tris sitrat, laktosa dan susu skim. Sebagai faktor perlakuan
kedua, masing-masing pengencer diberi antioksidan dengan jenis dan dosis yang berbeda,
yaitu tanpa antioksidan, 0.1 g vitamin E, 0.2 g vitamin E , 0.1 g BHT dan 0.2 g BHT.
k

Peubah yang diamati adalah persentase motilitas, persentase hidup, persentase membran
plasma utuh, persentase tudung akrosom utuh dan kadar malonaldehid spermatozoa.
Percobaan kedua terdiri atas dua tahap, yaitu percobaan IIa dan 1%. Pada

percobaan 11% 20 ekor domba dibagi menjadi kelompok A dan B, masing-masing 10 ekor.
Seluruh domba diberi implan progesteron secara intravaginal selama 12 hari. Duapuluh
empat jam setelah pelepasan implan progesteron, domba-domba pada kelompok B
disuntik dengan estradiol benzoat secara intramuskuler sebanyak 0.1 mglekor, sedangkan
kelompok A tidak diberi estradiol benzoat. Kemudian dilakukan pengamatan estrus dan
inseminasi.

Pada perwbaan 1% digunakan domba-domba yang tidak bunting pada

perwbaan IIa ditambah dengan tiga ekor domba cadangan. Metode sinkronisasi estrus
untuk percobaan 1% sama dengan perwbaan IIa. Inseminasi dilakukan dengan
menggunakan semen belcu yang dinilai paling baik dari hasil percobaan pertama, 18
sampai 24 jam setelah estrus pertama kali terlihat dan diulangi 12 jam kemudian. Dosis
inseminasi untuk percobaan IIa dan IIb masing-masing sebesar 100 juta dan 200 juta
spermatozoa motil. Peubah yang diamati adalah persentase estrus, onset estrus, lama
estrus, kedalaman deposisi semen saat insemimi dan angka konsepsi.
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa persentase motilitas dan hidup
tertinggi pasca pencairan kembali diperoleh pada pengencer susu skim (50.0 dan 62.5
persen) dan penambahan 0.2 g vitamin E (51.9 dan 65.4 persen). Demikian pula pada
persentase membran plasma utuh dan tudung akrosom utuh, pengencer susu skim

memberikan nilai tertinggi, yaitu sebesar 57.4 dan 61.0 persen, serta penambahan 0.2 g
vitamin E sebesar 61.3 dan 64.2 persen. Begitu juga pada kadar malonaldehid, pengencer
susu skim memberikan hasil yang lebih rendah, yaitu sebesar 5.92 nmoYml dan
penambahan 0.2 g vitamin E sebesar 4.80 nmoYml. Kualitas semen beku yang terbaik
diperoleh pada kombinasi pengencer susu skim dan penambahan 0.2 g vitamin E.
Hasil percobaan I1 menunjukkan bahwa semua domba percobaan berhasil
memperlihatkan estrus. Onset estrus lebih awal dicapai oleh domba yang diberi implan

progesteron ditambah injeksi estradiol benzoat, yaitu 32.3 1 jam setelah pelepasan implan
progesteron, sedangkan yang diberi implan progesteron saja dicapai selama 42.3 1 jam.
Lama estrus pada domba yang diberi implan progesteron ditambah injeksi estradiol
benzoat lebih lama (70.92 jam) daripada yang diberi implan progesteron saja (37.42 jam).
Pada pelaksanaan deposisi semen saat inseminasi, 77.78 persen dari domba yang diberi
implan progesteron ditambah injeksi estradiol dapat dilakukan pada posisi kedua cincin
cervix, sedangkan yang diberi implan progesteron saja hanya 55.56 persen. Angka
konsepsi pada domba yang diberi implan progesteron saja baik yang diinseminasi dengan
dosis 100 juta maupun 200 juta spermatozoa motil tidak berbeda dengan domba yang
diberi implan progesteron ditambah injeksi estradiol benzoat. Angka konsepsi pada domba
yang diberi implan progesteron saja yang diinseminasi dengan dosis 200 juta spermatozoa
motil lebih tinggi (77.8 persen) daripada dosis 100 juta (30 persen), sedangkan pada

domba yang diberi kombiiasi progesteron dan estradiol benzoat tidak berbeda.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengencer tris sitrat, laktosa
dan susu skim memenuhi syarat untuk kriopresewasi semen domba St. Croix, tetapi susu
skim lebih baik dalam mempertahankan kualitas semen beku daripada pengencer lainnya.
Penambahan antioksidan ke dalam bahan pengencer dapat meningkatkan kualitas semen

beku; dan pemberian vitamin E dengan dosis 0.2 gf100 ml pengencer memberikan hasil
yang lebih baik daripada perlakuan antioksidan yang lain. Pemberian implan progesteron
intravaginal dapat menggertak dan menyerentakkan estrus sekelompok domba St. Crok,
pemberian estradiol benzoat setelah pelepasan implan progesteron dapat mempercepat
onset estrus, meningkatkan derajat keserentakan estrus, memperpanjang manifestasi estrus
dan meningkatkan kedalaman deposisi semen saat inseminasi dibandingkan dengan hanya
pemberian progesteron saja, tetapi belum terlihat dapat meningkatkan angka konsepsi.
Peningkatan dosis inseminasi dari 100 juta ke 200 juta spermatozoa motil dapat
meningkatkan angka konsepsi pada domba St. Croix.

PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN BEKU
DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM
INSEMINASI BUATAN DOMBA ST. CROIX


FERADIS

Disertasi
sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi BioIogi Reproduksi
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1999

Judul disertasi

: PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN DALAM PENGENCER SEMEN

BEKU DAN METODE SINKRONISASI ESTRUS PADA PROGRAM

INSEMINAS1 BUATAN DOMBA ST. CROIX

Nama mnhasiswa : F e r a d i s
Nomor pokok

: BRP. 95 555

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

-

&

Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere. M.Sc
Ketua
7

Dr. drh. Bambane Purwantara. M.Sc
Anggota


2. Ketua Program Studi

Biologi Reproduksi

>
Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere. M.Sc
Tanggal lulus :16 Juni 1999

Dr. drh. Tutv L. Yusuf. MS

Anggota

RlWAYAT HIDUP
Penulis adalah putera kedua Ayahanda H. Nurdin Wahid, BA dan Ibunda
Migawaty, dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1969 di Airtiris Kampar, Riau.
Mengikuti pendidikan Sekolah Dasar dari tahun 1976 sampai 1982 di SD Negeri
No. 40 Pekanbaru, Riau, pendidikan Sekolah Menengah Pertama dari tahun 1982 sampai
1985 di SMP Negeri No. 1 Pekanbaru, Riau, pendidikan Sekolah Menengah Atas dari


tahun 1985 sampai 1988 di SMA Negeri No. 1 Pekanbaru, Riau. Pada tahun 1988
melanjutkan pendidikan ke Fakultas Peternakan Universitas Andalas (UNAND), Padang.
Lulus sajana petemakan UNAND pada tanggal 1 Agustus 1992. Tahun 1992
melanjutkan pendidikan untuk memperdalam ilmu pada Program Studi Ilmu Temak
Program Pascasarjana UNAND, dan memperoleh gelar Magister Pertanian (M.P.) pada
tanggal 27 Agustus 1994.
Program Doktoral pada Program Studi Biologi Reproduksi Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1995.
Menikah dengan Osneli Arnin, A.Md pada tahun 1997 dan dikaruniai satu orang

anak, Muhammad Nabil Faras (16 bulan).

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah S.w.t., karena berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah penyusunan serta penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.
Disertasi ini berjudul Penggunaau Antioksidan dalarn Pengencer Semen Beku dan
Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix,
disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi
Biologi Reproduksi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc, selaku ketua
komisi pembimbing, kemudian Bapak Prof. Dr. H. Barizi, MES, Ibu Dr. drh. Tuty L.
Yusuf, MS, Bapak Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Ketut
Sutama, M.Rur.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan perhatian,
bimbingan dan nasehat dengan sabar dan ikhlas dari perencanaan, pelaksanaan sampai
selesainya penyusunan disertasi ini.

Kepada Bapak Prof Dr. drh. Yuhara Sukra, M.Sc

dan Bapak Dr. drh. Sofyan Sudardjat, MS yaxig telah ikut serta memperkaya disertasi ini,
penulis ucapkan terima kasih.
Terima kasih dan penghargaan yang sama, penulis sampaikan kepada para dosen
yang telah mentransfer ilmunya kepada penulis, juga kepada seluruh karyawan Bagian
Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan serta Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, yang telah banyak memberikan bantuan sehingga proses belajar
dan mengajar dapat bejalan dengan lancar.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Ternak
Ciawi dan staf, khususnya Ibu Ida dan Ibu Enok Mardiah selaku pengelola Laboratorium
Fisiologi Reproduksi, Bapak Maulana dan Bapak Udin selaku pengelola kandang
ruminansia kecil, atas segala bantuan fasilitas dan tenaga yang diberikan selama penulis
melaksanakan penelitian

Kepada Rektor, Direktur Program Pascasarjana dan Ketua Program Studi Biologi
Reproduksi lnstitut Pertanian Bogor, penulis sampaikan terima kasih atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi tersebut.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim Beasiswa Unggulan (URGE)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
telah memberi biaya pendidikan kepada penulis. Kepada Bapak Kepala Daerah Tingkat I1
Pekanbam dan Bapak Kepala Daerah Tingkat I1 Kampar, penulis sampaikan terima kasih
atas bantuan yang diberikan.
Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Muhammad Rizal Amin,
M. Si, drh. Herdis, M. Si, Ir. Teguh Hari Suprayogi dan Ir. Teguh Sumarsono, M. Si atas
segala bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
penelitian dengan baik dan lancar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak
Dr. Polmer Z. Sturnorang, Ibu Ir. Endang Triwulanningsih, M.Sc, Ir. Petms Kune, M.Si
dan Ibu Ir. Yunizar Ernawati, MS yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis
melaksanakan penelitian. Juga kepada rekan-rekan yang telah memberikan bantuan,
penulis ucapkan terima kasih.
Berkat rasa cinta dan pengorbanan, kesabaran, ketawakalan dan keikhlasan Osneli
istri tercinta dan Muhammad Nabil Faras anak tersayang, beban berat terasa ringan,
sehingga pendidikan S3 ini dapat penulis selesaikan.

Oleh karena itu penulis juga

mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka berdua.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan pula kepada Ayah dan
Ibu yang selalu mendoakan dan merestui penulis dalam meraih cita-cita. Kepada kakak
dan adik-adik yang telah memberikan doa restu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis berharap, semoga karya ini dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan
populasi dan produktivitas ternak domba di Indonesia.

Bogor, Juni 1999

Feradis

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL .... ............... ,,.,,.,., , ,, .,. ,,... . .

,,

. ..

.

.

.

.

.

. ...

... . . .

xiv

DAFTAR GAMBAR ... . . .. ... .... . .. ... ..... .
. .....

.,. . ... . . ... .. .. . . . . . . . . .... .. . . .. . .. ... ., ... ..... xvi
DAFTAR LAMPIRAN . .... . . . ... ..... ... .. ..... .. .. . .. ... .... ., ........ , . ,., , .. , . .. ,. ,. .. . .. ..... . . .. .. xvii
,

Latar Belakang .. ..... .. ... ..... ..... .. ... .. ... ..... ...
..
Ruang Lingkup Penel~tlan. ..... .. ..... ...... ,......
.
.
Tujuan Penel~ttlan..................... ... ..... .. .......... .
Kegunaan Penelitian
Hipotesis

.

TINJAUAN PUSTAKA ............... .. ... ....... .......... . . . , , ,, , ,

.

.,. . . .

. . .......

.......................
.

.

.

.

.

.

.

Domba St. Croix
Tokoferol (Vitam
Butylated Hydroxytoluene (BHT) ...... ..............
.
.
.......... .................... ....
..,.. ..,... ... ..... .. ..
Penampungan Semen
Pengenceran Semen ..................... . ... ....... ... .... ... .. ... .. ... ................. .......... .. ..
Peranan Antioksidan dalam Pengencer . ... ................ ... .
........ .........
Agen Protektif dalam Pengencer .................... ... ..... ...................... ..... ... .. .. ..
Gliserol .. .. ... ....... ..... ...................... ......................... , .... ..... ..... ....... ..
Kuning Telur .... .. ... .. .....
......
..... ................. ..... ................. ..
.
.
.
.. ..
... .... .. ... .. . .... ... .. . ..... ... .. ..... .... ... . .
Kadar Pengenceran .................. ..
..
P e n d i i n a n dan Ekull~brasi..... ..................
.... . ... ..... ..... ..... ......... ...... .. ..
Tingkat Pendinginan dan Metode Pembekuan ...............
............ ... ....
k i n g (Pencairan Kembali) Semen ... ... ....... ..... .......... ......................... ....
. .
Sinkromsas~Estrus .... ..... ..... ..... ..... .... ....... ........ .... ....................... ........ ....
Sinkronisasi Estrus Menggunakan Progesteron .. ......................
....
Sinkronisasi Estrus Menggunakan Kombinasi Progesteron dan
Estrogen .. ... .. ..... ..... ..... ........
.
.
... . ......... ...... ... ... ... . ... . .. ... ..... .. . .... ..
. .
Insem~nawBuatan ... .. .........: ..... ..... .. ... .. . .... ... . ................... ..... ... .. ... ....... ..... ..
Evaluasi Hasil Inseminasi Buatan ....... .. ... .. .... . .... . ......... ... ... ..... ....... , .... .. . .. ..
MATERI DAN METODE ... ..... ............... .. .......... ..... ..... ..... ..... .. ... ....... ..... ..... .......
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi Penelitian

6
7
7
8

33

..

......................................................................................
Metode Penel~t~an
Percobaan I : Pengaruh Pengencer dan Antioksidan terhadap
Kualitas Semen .............................................................................
Penampungan Semen ..................................................................
Pengenceran, Pendinginan, Pembekuan dan Pencairan Kembali Semen
Peubah yang Diamati ...................................................................
Percobaan I1 : Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan ..............
Sinkronisasi Estrus .
Inseminasi Buatan
Evaluasi Hasil Inse
Peubah yang Diamati ...................................................................
...........
Rancangan Percobaan
. .
Analisis Statlstlk ..........................
.......
..................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
Pengaruh Pengencer dan Antioksidan terhadap Kualitas Semen...................
Sifat-sifat Fisik Semen Segar Domba St. Croix ...............................
Volume Semen ............................................................................
Warna, Konsistensi dan Konsentrasi ...................................
Derajat Keasaman (pH) ...............................................................
Gerakan Massa, Persentase Motilitas dan Persentase Hidup .........
Persentase Membran Plasma Utuh dan Tudung Akrosom Utuh ....
Persentase Abnormalitas ..........................................................
Pengaruh Perlalcuan terhadap Kualitas Semen Beku ........................
Persentase Motilitas dan Persentase Hidup ................................
Persentase Membran Plasma Utuh dan Tudung Akrosom Utuh ....
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Malonaldehid (MDA) .............
SinkronisasiEstrus dan Inseminasi Buatan ..................................................
Pengaruh Perlakuan terhadap Respons Estrus ..................................
Persentase Estrus ........................................................................
Onset Estrus
Lama Estrus
Pengaruh Perlalcuan terhadap Pelaksanaan dan Hasil Inseminasi
Buatan
Deposisi Semen pada Inseminasi Buatan ......................................
Angka Konsepsi
......................
KESIMPULAN DAN SARAN ..................
...........

.......................................

Kesimpulan ............................................................................
Saran
DAFTAR PUSTAKA ...................................
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman

. . . .

1. N ~ l agizi susu skim ......................................................................................

17

2. Kecepatan reaksi antioksidan dan asam lemak dengan radikal bebas ..............

22

3. Komposisi bahan pengencer dasar yang digunakan .......................
........

42

4.

....................................................

45

5. Rataan nilai sifat-sifat fisik semen segar domba St. Croix ............................ ..

53

6 . Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca pengenceran
sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ..................................

60

7. Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca ekuilibrasi
sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ......................................

61

8. Banyaknya pengamatan motilitas spermatozoa pasca pencairan kernbali sesuai kategorinya pada masing-masing perlakuan ................................

62

. .
Komblnasl perlakuan ...................
......

9. Banyaknya pengamatan penurunan motilitas spermatozoa dari tahap

pengenceran
ke tahap ekuiiibrasi sesuai kategorinya
pada masing. .
masing perlakuan ....................................................................................
-

63

10. Banyaknya pengamatan pen-

motilitas spermatozoa dari tahap
ekuilibrasi ke tahap
kembali sesuai kategorinya
- pencairan
- pada
masing-masing perlakuan .......................
.
.
.
..................................... 64

11. Rataan persentase hidup spermatozoa sesuai perlakuan dan tahap

pengolahan semen ......................................................................................

65

12. Rataan penurunan persentase hidup spermatozoa dari tahap pengen-

ceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap ekuitibrasi ke tahap pencairan kernbali pada masing-masing perlakuan ............................. . . .

.......

66

13. Rataan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa sesuai

perlakuan dan tahap pengolahan semen ......................................................

78

14. Rataan penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) sperma-

tozoa dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap
ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ..........
15. Rataan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa sesuai
perlakuan dan tahap pengolahan semen ........................................................

79
80

16. Rataan penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi dan dari tahap
ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ..........

81

17. Rataan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pasca ekuilibrasi
dan pencairan kembali pada masing-masing perlakuan ..................................

89

18. Rataan peningkatan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa dari
tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali pada masing-masing
perlakuan .................................................................................................

90

19. Pengaruh metode sinkronisasi estrus terhadap deposisi semen ......................

99

20. Pengaruh metode sinkronisasi estrus dan dosis inseminasi terhadap
angka konsepsi ...........................................................................................

100

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. llustrasi tipe serat k m p . hereratype dan wol .............................................

9

2 . Rumus bangun a-tokoferol ......................................................................... 11
3. Aktifitas tokoferol dengan memutuskan rantai yang dimilikinya
(tokoferol-OH) terhadap radikal peroksil (ROO') .......................................

12

4 . Produk oksidasi a-tokoferol .......................................................................

12

5. Aktivitas BHT dengan memutuskan rantai yang dimilikinya terhadap
......................................................
radikal peroksil ........................ ....

13

6.

. .
Mekanisme autoks~dasl..............................................................................

19

7 . Skema hubungan antara metabolisme seluler dan peroksidasi lipid ...........

20

......

44

8. Langkah-langkah prosedur keja percobaan pertama .....................
....

9. Skema perubahan rnorfologik pada spermatozoa yang diinkubasi
dengan medium hipotonik .....................
.
....... .
.
.....................................

47

10. Langkah-langkah prosedur kej a percobaan kedua .......................................

49

11. Morfologi spermatozoa saat evaluasi daya hidup ..................................

59

12. Morfologi spermatozoa saat evaluasi membran plasma utuh (MPU) ............

76

13. Morfologi spermatozoa saat evaluasi tudung akrosom utuh (TAU) ............

77

14. Rataan konsentrasi progesteron domba St. Crok ......................................... 95
15. Gambaran fetus saat evaluasi kebuntingan dengan ultrasonografi ................. 103

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur kerja evaluasi membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
dengan menggunakan metode hypo-osmotic swelling (HOS) test ................

1 19

2. Prosedur keqa evaluasi tudung akrosom membran plasma utuh
.......................................................
(TAU) spermatozoa ..................
....

120

3. Prosedur kerja evaluasi kadar MDA (Malonaldehid) spermatozoa .............

121

4. Nilai sifat-sifat fisik semen segar domba St. Croix yang digunakan
. . ..........................................................................................
dalam penel~t~an

122

5. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
perlakuan pasca pengenceran ......................................................................

123

6. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
. . .......................................................................... 124
perlakuan pasca eku~l~brasi
7. Persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing kombinasi
perlakuan pasca pencairan kembali .............................................................

125

8. Penurunan persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing

kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran ke tahap ekuilibrasi............

126

9. Penurunan persentase motilitas spermatozoa pada masing-masing

kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan
kembali ....................................................................................................

127

10. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan pasca pengenceran .........................................................................

128

1 1. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi per..
..............................................................................
lakuan pasca eku~l~brasi

130

12. Persentase hidup spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan pasca pencairan kembali ..................................................................

132

13. Penurunan persentase hidup spermatozoa pada masing-masing

kombinasi perlakuan dari tahap pengencere ke tahap ekuilibrasi ............. 133
14. Penurunan persentase hidup spermatozoa pada masing-masing
kombinasi ~erlakuandari t a h a ~ekuilibrasi ke tahap. .pencairan
kembali .....................................................................................................135
15. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca pengenceran .........................................

137

16. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca ekuilibrasi .................................
17. Persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca pencairan kernbali.......................
18. Penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran
..
...................
ke tahap eku~l~brasi
. . . ............................................................
19. Penurunan persentase membran plasma utuh (MPU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke
tahap pencairan kembali .................
.... ...................................................
20. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca pengenceran ......................................
21. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca ekuilibrasi ..........................................
22. Persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan pasca pencairan kembali ............................. .
23. Penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap pengenceran
..
ke tahap eku~librasi....................................................................................

24. Penurunan persentase tudung akrosom utuh (TAU) spermatozoa
pada masing-masing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi
ke tahap pencairan kembali ...........................................................
25. Kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan pasca ekuilibrasi .....................................................
26. Kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masing-masing kombinasi perlakuan pasca pencairan kembali ....................................................
27. Peningkatan kadar malonaldehid (MDA) spermatozoa pada masingmasing kombinasi perlakuan dari tahap ekuilibrasi ke tahap pencairan kembali ........................................................................................

28. Onset estrus pada domba St. Croix setelah pemberian progesteron
dan estradiol benzoat. ...........................................................................

.:

29. Lama estrus pada domba St. Croix setelah pemberian progesteron
dan estradiol benzoat. .................................................................................
30. Uji khi kuadrat terhadap deposisi semen saat inseminasi ..........
3 1. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang diinseminasi setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat
dengan dosis 100 juta spermatozoa motil .........................................

32. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang diinseminasi setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat
dengan dosis 200 juta spermatozoa motil .................................................... 159
33. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-

inseminasi dengan dosis 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil
setelah pemberian progesteron ................................................................

160

34. Uji Pasti Fisher terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang di-

inseminasi dengan dosis 100juta dan 200 juta spermatozoa motil
setelah pemberian kombinasi progesteron dan estradiol benzoat ..............

160

35. Uji khi kuadrat terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang diinseminasi dengan dosis 100 juta dan 200 juta spermatozoa motil ..............

161

36. Uji khi kuadrat terhadap angka konsepsi domba St. Croix yang diinseminasi setelah pemberian progesteron dan estradiol benzoat ..............

161

37. Konsentrasi hormon progesteron pada saat estrus dan 16 hari
. .
setelah insemnasi ......................................................................................

161

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dornba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia, karena ternak ini mempunyai peranan yang besar bagi
ekonomi rumah tangga peternak di pedesaan. Keunggulan ternak domba adalah mudah
dipelihara dengan kebutuhan pakan yang relatif sedikit dibandingkan dengan ruminansia
besar. Sebagai ternak penghasil daging, domba memiliki berbagai kelebihan karena masa
kebuntingannya relatif pendek (dua kali kelahiran per tahun), dapat metahirkan lebih dari
satu ekor anak dalam satu kelahiran. Di samping itu, harga domba relatif tejangkau oleh
peternak untuk dikembangkan, dan peluang pasar masih terbuka luas baik di dalam
maupun luar negeri. Namun demikian populasi domba di Indonesia cenderung mengalami
penurunan dan produktivitasnya saat ini masih relatif rendah. Pada tahun 1996 populasi
domba di Indonesia sekitar 7.72 juta ekor, tahun 1997 sekitar 7.69 juta ekor, sedangkan

tahun 1998 sekitar 7.59 juta ekor (Ditjennak, 1998). Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak domba di Indonesia.
Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak domba pada dasarnya dapat
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu perbaikan faktor genetik dan faktor lingkungan.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas ternak domba adalah
dengan mengunpor domba bibit unggul untuk memperbaiki mutu ternak domba lokal
Indonesia. Dalam rangka meningkatkan mutu genetik domba Indonesia melalui kawin
silang (cross breedng), pada tahun 1985 telah didatangkan domba St. Croix (hair sheep)

dari Amerika Serikat. Pejantan-pejantan St. Croix tersebut dipakai untuk mengawini
domba-domba lokal (Sirman dan Situmorang, 1987). Hasil penelitian Inounu et al.
(1996) menunjukkan bahwa persilangan domba St. Croix dengan domba lokal mempunyai
prospek yang baik untuk meningkatkan produktivitas temak domba lokal. Lebih lanjut

dijelaskan, bobot lahir anak hasil persilangan (FI) domba St. Croix dengan domba lokal
lebih tinggi dibandingkan dengan anak domba lokal, yakni masing-masing 2.29 dan 2.07
kg. Begitu pula dengan rataan pertambahan bobot badan (0 sampai 30 hari) anak hasil
persilangan domba St. Croix dan domba lokal lebih tinggi dibandingkan dengan
pertambahan bobot badan anak domba lokal, yaitu berturut-turut 113.9 dan 109.2 ghari.
Untuk

mengoptimalkan

penggunaan

pejantan-pejantan

unggul

tersebut,

perkawinan sebaiknya dilakukan dengan inseminasi buatan, terutama memakai semen
beku yang dapat didistribusikan ke seluruh pelosok Indonesia. Oleh karena semen beku
domba St. Croix belum tersedia di Indonesia, maka upaya dan studi dalam rangka
membekukan semen domba ini perlu dilakukan.
Inseminasi buatan (El)merupakan teknologi penting dalam rangka perbaikan
mum genetik temak. IB pada domba di Indonesia belum banyak dilakukan dan belum
begitu berhasil dibandingkan dengan pada ternak sapi (Tomaszewska et al., 1993). Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat konsepsi pada domba dengan IB lebih rendah daripada kawin
dam. Semen domba tidak dapat diencerkan seperti halnya semen sapi. Untuk domba
diperlukan lebih banyak spermatozoa per inseminasi karena sduran reproduksi yang jauh
lebih kecil berlipat dan berkerut, sehingga kateter inseminasi sangat sulit untuk melewati
cervix. Semen biasanya dideposisikan pada mulut cervix, sehingga spermatozoa hams
melewati hambatan di cervix sebelum mencapai uterus (Tomaszewska et al., 1991).
Kesulitan inilah yang kemungkinan menyebabkan IB pada domba kebanyakan
mendapatkan angka konsepsi yang lebih rendah daripada kawin dam.
Bila semen domba dibekukan, tingkat konsepsinya setelah dicairkan kembali dan
diinseminasikan di dalam vagina lebih rendah. Proses pembekuan diduga mempengaruhi
transpor spermatozoa (Tomaszewska et al., 1991). Menurut Salmon dan Maxwell
(1995b), proses pembekuan dan pencairan kembali semen domba juga rnenyebabkan
kerusakan ultrastruktur, biokimia dan fungsi yang nyata pada sebagian spermatozoa.

Perubahan ini disertai oleh penurunan motilitas, gangguan transpor dan penurunan daya
tahan spermatozoa di dalam saluran reproduksi betina, dan mengurangi fertilitas setelah
diinseminasikan.
Salah satu penyebab kerusakan pada spermatozoa selama proses kriopreservasi
sampai pencairan kembali adalah peroksidasi lipid (Jones et al., 1979). Komponen
terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid dan kolesterol.

Dua komponen

pertama mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang sangat rentan terhadap pengaruh
radikal bebas, terutama radikal hidroksil (OH'). Radikal hidroksil ini dapat menimbulkan
reaksi berantai yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid (Wijaya, 1996). Jones et al.
(1979) menyatakan bahwa membran plasma spermatozoa kaya &an asam lemak tak jenuh
sehingga rentan terhadap kerusakan peroksidasi.

Kerentanan spermatozoa terhadap

peroksidasi lipid dapat meningkat oleh cekaman dingin (Pursel, 1979). Proses peroksidasi
merubah struktur spermatozoa, terutama pada bagian membran dan akrosom, kehilangan
motilitas, perubahan metabolisme yang cepat dan pelepasan komponen intraseluler (Jones
dan Mann, 1977). Keadaan ini dapat dicegah dengan menambahkan antioksidan ke dalam
pengencer semen. Beberapa jenis antioksidan telah diteliti daya kejanya sehubungan
dengan kemampuannya untuk meliidungi membran plasma spermatozoa terhadap
kerusakan oleh peroksidasi. Vitamin E (a-tokoferol) telah dibuktikan dapat melindungi
membran plasma spermatozoa sapi selama pembekuan sampai pencairan kembali (&CON
et al., 1993), sedangkan ButyIated Hydi.orytoluene (BHT) dapat mencegah kerusakan

membran plasma spermatozoa yang disebabkan cekaman d

i dan memberikan

perliidungan terhadap perubahan j w ~ gdisebabkan pembekuan (Hammerstedt et al.,
1976).

Vitamin E (a-tokoferol) dan BEIT akan mencegah peroksidasi lipid melalui

pemberian atom-atom hidrogennya yang cepat kepada radikal bebas (Wijaya, 1996 dan
Fardiaz, 1996).

Pengencer yang sudah baku dan sering digunakan untuk pengenceran semen
domba adalah tris sitrat yang dikombinasikan dengan kuning telur (Visser dan Salamon,
1973 dan Molinia et al., 1990). Sedangkan informasi penggunaan pengencer yang lain,
seperti laktosa dan susu skim masih relatif jarang (Maxwell dan Salamon, 1993). Laktosa
dan susu skim mempunyai beberapa kelebihan jika digunakan sebagai pengencer semen.
Laktosa dikenal sebagai salah satu krioprotektan ekstraseluler yang dapat meliidungi
spermatozoa dari kemsakan mekanik akibat terbentuknya kristal es selama proses
pembekuan. Sedangkan susu skim mengandung berbagai zat makanan clan zat pelindung
yang bermanfaat bagi spermatozoa, seperti glukosa, selain behngsi sebagai zat makanan
juga berperan sebagai krioprotektan ekstraseluler (Supriatna dan Pasaribu, 1992), vitamin
C behngsi sebagai agen pereduksi yang dapat bereaksi dengan radikal bebas (Beconi et

al., 1993), dan lesitin dapat melindungi spermatozoa dari kerusakan yang disebabkan oleh
cekaman dingin (Toelihere et al., 1980). Menurut Jones dan Mann (19771, kuning telur
dan susu skim dapat melindungi spermatozoa dari kerusakan yang disebabkan oleh
peroksidasi lipid. Kuning telur dan susu skim diduga membentuk lapisan pelindung
terhadap spermatozoa, mencegah peroksidasi lipid melalui interaksinya dengan
spermatozoa atau berkombinasi langsung dengan peroksida dan kemudian menetralisir
pengaruhnya.
Pengaruh penambahan antioksidan vitamin E dan BHT ke dalarn pengencer pada
proses pembekuan semen domba belum banyak diietahui (Upreti et al., 1997). Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai
antioksidan dalam kriopreservasi semen terhadap fertilitas domba, khususnya domba St.
Croix.
Menumt Lightfoot dan Salamon (1970), rendahnya fertilitas pada domba setelah
inseminasi dengan deposisi semen pada cervix dipengaruhi oleh terganggunya transportasi
spermatozoa melewati cervix untuk mencapai uterus, dan saluran telur khususnya sampai

ke tempat tejadinya fertilisasi di ampula tuba Fallopii. Bile semen diinseminasikan
langsung ke dalam uterus melalui laparotomi, angka konsepsi dengan semen beku menjadi
meningkat, tetapi cara ini tidak praktis dan memerlukan alat yang cukup mahal.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya fertilitas yang dihasilkan setelah
inseminasi dengan menggunakan semen beku disebabkan oleh kegagalan tercapainya
populasi spermatozoa yang cukup di dalam cervix bersamaan dengan terganggunya
transportasi spermatozoa di dalam saluran reproduksi domba betina. Beberapa metode
telah digunakan dalam usaha untuk mengatasi ha1 ini, antara lain dengan meningkatkan
dosis inseminasi, dengan inseminasi ganda dan dengan meningkatkan kedalaman deposisi
semen saat inseminasi.

Visser dan Salamon (1974) menunjukkan bahwa fertilitas

meningkat dengan meningkatnya jumlah spermatozoa motil yang dideposisikan baik
dengan inseminasi tunggal maupun ganda 12 sampai 25 jam setelah estrus. Menurut
Hafez (1993), jumlah spermatozoa motil per dosis IB dengan menggunakan semen beku
adalah 200 juta, sedangkan jika menggunakan semen cair cukup dengan 50 juta
spermatozoa motil. Pada domba-domba yang estrusnya diinduksi dengan progesteron
saat sinkronisasi estrus, jumlah spermatozoa yang dibutuhkan adalah sebesar 1500 juta.
Kemudian ditambahkan bahwa inseminasi ganda dengan selang waktu 12 jam dapat
meningkatkan fertilitas.
Pemberian progesteron untuk menginduksi estrus sangat diperlukan untuk
pelaksanaan inseminasi pada domba, meskipun diduga dapat mengganggu transportasi
spermatozoa (Hawk dan Cooper, 1975). Hawk et al. (1978) melaporkan bahwa
pemberian estradiol benzoat pada dornba mendekati waktu kawin secara aiami dapat
meningkatkan transportasi spermatozoa melewati .cervix.

Di samping itu, estradiol

benzoat meniadakan pengaruh hambatan yang disebabkan oleh progesteron yang
diberikan saat induksi estrus, dan meningkatkan kontraksi ke arah tuba Fallopii. Untuk
menguji apakah inseminasi dengan semen beku akan menghasilkan angka konsepsi yang

meningkat dengan meningkatnya dosis inseminasi dan transportasi spermatozoa sebagai
akibat pemberian estradiol benzoat, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
peningkatan dosis inseminasi dan pemberian estradiol benzoat menyusul sinkronisasi
estrus dengan progesteron terhadap angka konsepsi pada domba St. Croix.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi pengamatan dan evaluasi karakteristik semen domba St.
Croix segera setelah penampungan dan setelah pembekuan, penggunaan berbagai
pengencer (tris sitrat, laktosa dan susu skim) dan penambahan antioksidan (vitamin E dan
BHT) dalam kriopreservasi semen. Pengamatan selanjutnya dilakukan terhadap pengaruh
penggunaan estradiol benzoat menyusul sinkronisasi estrus dengm progesteron untuk
meningkatkan transportasi spermatozoa melalui saluran cenriv dan peningkatan dosis
inseminasi, inseminasi dan evaluasi hasil IB (kebuntingan).
Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada domba St. Croix dengan tujuan :
1. Menentukan efektivitas tris sitrat, laktosa dan susu skim sebagai bahan pengencer

dalam proses kriopreservasi semen.
2. Mernpelajari pengaruh suplementasi vitamin E dan BHT sebagai antioksidan dalam

berbagai dosis terhadap kualitas semen beku.
3. Mengetahui

pengaruh

penggunaan

preparat

progesteron

intravaginal

dan

kombinasinya dengan estradiol benzoat terhadap respons estrus, kedalaman deposisi
semen saat inseminasi dan angka konsepsi.
4. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis inseminasi terhadap angka konsepsi.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Mengembangkan teknik kriopreservasi semen dan IB pada domba.

2. Meningkatkan kualitas spermatozoa semen beku dan hasil IB pada domba.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pengencer susu skim yang mengandung berbagai zat makanan dan zat pelindung bagi

spermatozoa diduga lebih baik dalam mempertahankan motilitas, daya hidup,
integritas membran dan tudung akrosom spermatozoa semen beku serta dalam
menekan produksi malonaldehid daripada pengencer tris sitrat d m laktosa.
2. Penambahan antioksidan ke dalam pengencer akan memberikan kualitas semen beku

yang lebih baik daripada tanpa antioksidan.
3. Pemberian estradiol benzoat setelah pelepasan implan progesteron akan meningkatkan

respons estrus, kedalaman deposisi semen saat inseminasi dan angka konsepsi.
4. Peningkatan dosis inseminasi dari 100 juta ke 200 juta spermatozoa motil akan

meningkatkan angka konsepsi.

TINJAUAN PUSTAKA
Domba St. Croix
Domba St. Croix merupakan salah satu domba tropis yang prolifik dan
digolongkan pada tipe hair sheep. Penggolongan ini didasarkan pada tipe serat yang
terdapat pada bulunya, yaitu heterorype (Bradford dan Fitzhugh, 1983)
Menurut Bradford dan Fitzhugh (1983) terdapat tiga tipe serat yang ditemukan
pada bulu domba, yaitu tipe wol kemp dan bulu (Gambar 1). Serat ini mempunyai
diameter yang berbeda dan beberapa serat mempunyai medula (lubang pada bagian
tengah).

Medula bisa terdapat pada sepanjang serat atau hanya pada sebagian dari

panjang serat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa serat dapat diklasifikasikan sebagai latticed
(berkisi-kisi) atau nonlatticed (tidak berkisi-kisi).
Serat wol merupakan serat yang halus, dengan diameter yang bewariasi dari 15
sampi 40 pm.

Wol yang hdus tidak memiliki medula, tetapi wol yang lebih kasar

memiliki medula yang sempit, biasanya tidak berlanjut sampai ke ujung swat wol dan
digolongkan medula yang tidak berkisi-kisi.
Serat kemp merupakan serat yang paling h s a r di antara ketiga tipe serat dengan
diameter lebih kurang 100 p.Medula mereka yang berkisi-kisi memanjang di sepanjang
serat dan terdapat lebii dari 65 persen sekat yang menyilang pada daerah serat.
Serat bulu disebut heterotype dengan ukuran diameter berada di antara serat wol
dan kemp dan relatif mernpunyai sekat yang menyilang pada daerah medula. Biasanya
mempunyai medula yang tidak berkisi-kisi dan dapat terpotong-potong di sepanjang serat.
Serat diproduksi oleh folikel primer dan sekunder yang terdapat pada kulit.
Folikel primer lebih besar dan tennas.uk kelenjar keringat dan otot erektor.

Folikel

sekunder lebih banyak dan kurang memiliki kelenjar keringat dan struktur otot. Serat
yang kasar dengan medula biasanya dihasilkan oleh folikel primer, sedangkan serat

Serat kernp
Serat wol

Otot

Folikel sekunder

Kelenjar
keringat
Folikel primer

m
Serat kemp

Serat
heterofype
(bulu)

Serat
wol

Gambar 1 . Ilustrasi tipe serat kemp, heterotype dan wol (Bradford dan Fitzhugh,
1983)

yang lebih halus biasanya serat wol yang tidak memiliki medula dihasilkan oleh folikel
sekunder
Domba St. Croix pertama kali dibawa ke Amerika Serikat dari St. Croix,
kepulauan Virginia, pada tahun 1960-an. Pada tahun 1975 domba St. Croix dibawa dari
tempat yang sama ke Utah State University. Berat betina dewasa mencapai 54 kg dan
jantan 74 kg. Betina St. Croix menunjukkan fertilitas yang tinggi pada umur enam sampai
tujuh bulan. Jumlah anak yang dilahirkan dari betina dewasa bervariasi, dengan rataan 1.5
hingga di atas dua. Dari sekelompok kecil betina St. Croix dengan umur satu tahun atau
lebih, bila dicampur dengan pejantan selama satu bulan, dengan interval enam bulan, 50
persen melahirkan tiga kali dalam 18 bulan. Rataan interval melahirkan adalah 233 hari
untuk semua betina dengan rentang 185 sampai 359 hari (Hupp dar. Deller. 1983).
Selanjutnya dijelaskan bahwa domba hair, baik yang terdapat di daerah tropik Afrika
maupun Amerika fertil sepanjang tahun (Bradford dan Fitzhugh, 1983).
S i a n dan Situmorang (1987) telah melakukan pengamatan terhadap kualitas
semen domba hair yang didatangkan ke Indonesia.

Dari hasil pengamatan mereka

didapatkan rataan volume semen 1 ml dengan rentang 0.4 sampai 2 ml, konsentrasi 1680
jutalml dengan rentang 1170 juta sampai 4170 jutalml, total spermatozoa 1680 juta
dengan rentang 1170 juta sampai 4170 juta, motilitas 2.4 dengan rentang 0.5 sampai
empat, persentase motil 64 persen dengan rentang 5 sampai 90 persen dan persentase
spermatozoa hidup 76 persen dengan rentang 5 1 sampai 97.5 persen.
Tokoferol (Vitamin E)

Menurut Mayes (1995) ada beberapa jenis tokoferol (vitamin E) dalam bentuk
alami. Semuanya merupakan 6-hidroksikromana atau tokol yang tersubstitusi isoprenoid
(Gambar 2). Da-tokoferol (CwHs002, BM

=

430.7) mempunyai distribusi alami yang

paling luas dan aktivitas biologik yang paling besar.

Walaupun pada mulanya terdapat perdebatan apakah fungsi vitamin E sematarnata hanya sebagai antioksidan lipid atau juga dibutuhkan untuk beberapa fungsi yang
lain, tetapi informasi yang tersedia menunjukkan bahwa seluruh pengaruh nutrisional
vitamin E konsisten dengan peranannya sebagai antioksidan biologik. Dalam hal ini,
vitamin E diperkirakan mempunyai fungsi dasar yang penting dalam pemeliharaan
integritas membran pada seluruh sel tubuh. Fungsi antioksidan vitamin E meliputi reduksi
radikal bebas yang kemudian menghambat reaksi yang mempunyai kemampuan merusak
seperti tingginya spesies oksidasi reaktif (Combs, 1992).

CH3

Gambar 2. Rumus bangun a-tokoferol (Mayes, 1995)
Menurut Mayes (1995) vitamin E tampaknya merupakan baris pertama pertahanan
terhadap proses peroksidasi asam-asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam
fosfolipid membran seluler dan subseluler.

Fosfolipid pada mitokondria, retikulum

endoplasmik serta membran plasma mempunyai afinitas terhadap vitamin E, dan vitamin E
tampaknya terkonsentrasi pada tempat-tempat ini. Vitamin E bertindak sebagai
antioksidan dengan memutuskan berbagai reaksi rantai radikal bebas sebagai akibat
kemampuannya untuk memindahkan hidrogen fenolat kepada radikat bebas peroksil dari
asam lemak tak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Gambar 3). Radikal
bebas fenoksi yang terbentuk kemudian bereaksi dengan radikal bebas peroksil
selanjutnya. Dengan demikian, vitamin E tidak mudah terikat dalam reaksi oksidasi yang

rei~ersible,cincin kromana dan rantai samping akan teroksidasi menjadi produk non-

radikal bebas seperti ter