Bentuk Keluarga Pada Masyarakat Jepang Resepsi Pernikahan Hiroen dan Bulan Madu

3.2. Bentuk Keluarga Pada Masyarakat Jepang

Bentuk perkawinan sangat erat kaitannya dengan bentuk keluarga. Dalam masyarakat Jepang dikenal ada dua buah konsep keluarga yaitu keluarga sebagai Kazoku dan keluarga sebagai Ie. Keluarga Kazoku menurut Situmorang 2006:22, adalah hubungan suami istri, hubungan orang tua dan anak, dan diperluas pada hubungan persaudaraan yang didasarkan pada struktur masyarakat tersebut. Kazoku merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan komponen terpenting dalam pembentukan sistem kekerabatan, dari Kazoku inilah akan lahir sistem keluarga tradisional Jepang yang disebut dengan Ie. Ie, yang banyak diungkapkan dengan katakana イエ adalah sekelompok orang yang tinggal di sebuah lingkungan rumah, memiliki keterikatan antara anggota. Ikatan sosial para anggota khususnya di bidang kepercayaan pemujaan, ekonomi dan moral. Ariga Kizaemon dalam Situmorang 2006:24, mengatakan bahwa pada awalnya Ie terbentuk karena adanya pernikahan yaitu terbentuknya keluarga inti. Tetapi setelah mereka mempunyai anak dan apabila suami atau ibu di dalam keluarga tersebut meninggal maka kepala keluarga tersebut diganti oleh anak laki- laki tertua. Jika keluarga tersebut tidak mempunyai anak laki-laki, maka suami dari anak perempuan dapat diangkat menjadi kepala keluarga. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang paling utama antara keluarga Kazoku dengan keluarga Ie adalah, bahwa Kazoku dapat berakhir karena kematian suami atau istri atau karena perceraian, jadi keberadaan Kazoku adalah satu generasi. Sedangkan unsur keluarga Ie terbentuk minimal dua generasi, oleh Universitas Sumatera Utara karena itu Ie tidak hancur karena perceraian atau meninggalnya salah satu pihak suami atau istri dalam keluarga tersebut Situmorang, 2006:23. 3.3. Tahapan Upacara Perkawinan Secara Shinto di Jepang 3.3.1. Pelaksanaan Pertunangan Setelah pasangan calon pengantin memutuskan untuk meneruskan hubungan mereka ke jenjang perkawinan, maka rangkaian acara mulai dari pertukaran barang pertunangan, upacara perkawinan dan resepsi perkawinan diselenggarakan. Tahapan pertama adalah peresmian atau pemberitahuan pertunangan yang disebut dengan Yuinoo. Yunioo adalah tata cara untuk meresmikan pertunangan kedua calon pengantin. Yuinoo dibagi dua yaitu Yuinoohin dan Yuinookin. Pertukaran barang-barang pemberian sebagai tanda pertunangan disebut dengan Yuinoohin. Yaitu diberikannya obi ikat pinggang kimono yang biasa dipakai kaum wanita di Jepang kepada mempelai wanita. Dan dikembalikannya sebuah hakama pakaian untuk laki-laki yang bentuknya seperti rok kepada mempelai laki-laki. Hal ini melambangkan sebuah kesetiaan diantara keduanya. Sedangkan pemberian uang sebanyak dua atau tiga bulan gaji calon pengantin pria disebut dengan Yuinookin. Sebagai balasan Yuinookin, pihak wanita akan memberikan setengah dari uang yang diterimanya kepada pihak laki-laki. Setelah tercapai kesepakatan di antara kedua calon pengantin, maka pihak pria akan mengirimkan pemberian-pemberian sebagai hadiah kepada pihak wanita. Untuk mendengar kabar ini, maka diundanglah sanak saudaranya. Istilah ini disebut dengan Kimecha yaitu pemberian berupa teh kepada sanak saudaranya. Universitas Sumatera Utara Dalam merayakan pertunangan ini juga diberikan Kugicha sejenis arak Jepang dan ikan tai sejenis ikan kakap kepada undangan yang datang. Setelah Kimecha, maka akan dilakukan penentuan hari perkawinan. Seorang Nakoodo akan merundingkan dengan pihak wanita tentang penentuan waktu yang baik untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Waktu yang baik artinya hari yang mempunyai keberuntungan yaitu keuntungan terbesar dalam siklus enam hari untuk satu perkawinan. Untuk tujuan ini penduduk di daerah tertentu selalu berkonsultasi dengan seorang Ogamiyasan orang yang dituakan untuk memberi nasihat tentang hal tersebut. Buku petunjuk tentang perkawinan juga digunakan untuk memberikan keterangan praktis seperti menghindari dari hari-hari menstruasi pengantin wanita dan pada musim panas, karena akan menyusahkan untuk berdandan. Biasanya hari Minggu banyak dipilih sebagai hari yang baik bagi upacara dan resepsi perkawinan karena banyak para tamu yang bekerja pada hari-hari biasa. Sekitar bulan September-November pada musim gugur aki banyak yang melangsungkan resepsi perkawinan. Jika hari perkawinan sudah ditetapkan, maka akan dilakukan Honcha yaitu pemberian hadiah pertunangan utama dari rumah calon pengantin pria ke rumah calon pengantin wanita. Pemberian tersebut bisa berupa Kimono dan aksesorisnya atau sejumlah uang. Pemberian lain adalah satu cincin pertunangan.

3.3.2. Tahapan Menjelang Upacara Perkawinan

Pada pagi hari saat upacara perkawinan akan berlangsung, pihak wanita sudah menyiapkan diri sedemikian rupa. Seorang juru rias sudah dipesan untuk hari itu dan akan menolong pengantin wanita untuk berdandan dan menata Universitas Sumatera Utara rambutnya. Kimono putih digunakan pengantin wanita pada saat upacara berlangsung. Kimono putih menandakan kesucian. Pakaian resmi pria untuk upacara yang ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1877, adalah jubah hitam khusus untuk upacara pernikahan Yanagita dalam Hendry, 1981:170. Dalam resepsi yang diadakan setelah upacara, biasanya pengantin akan mengganti kimono dengan pakaian pengantin ala barat. Pengantin wanita akan memakai gaun dan pengantin pria memakai jas ala barat. Kebiasaan ini disebut dengan Ironaoshi. Tetapi dibeberapa daerah tertentu, pengantin wanita memakai kimono putih pada saat upacara berlangsung dan menggantinya dengan kimono yang berwarna cerah pada saat resepsi. Biasanya bercorak indah dan terang seperti merah atau jingga sesuai dengan suasana bahagia. Bagian hiasan kepala pengantin wanita disebut Tsunokakushi Chikusi dalam henry, 1981:170. Setelah tiba waktunya pergi ketempat dimana dilangsungkannya upacara perkawinan, maka pengantin wanita akan mempergunakan waktu sebentar untuk berlutut didepan butsudankamidana mengucapkan salam perpisahan dan berterima kasih pada nenek moyang atas berkat dan perlindungannya, karena ia mulai sekarang akan menyembah butsudan milik suaminya dan sekali-sekali akan berkunjung kesitu lagi kelak.

3.3.3. Upacara Pelaksanaan Perkawinan

Perkawinan secara Shinto biasanya diselenggarakan di Kuil. Tetapi saat sekarang ini ada juga yang melaksanakan di gedung perkawinan atau hotel yang menyediakan ruangan khusus untuk ritual perkawinan secara Shinto. Di ujung ruangan ada altar Shinto dimana terdapat persembahan yang sudah dipersiapkan. Universitas Sumatera Utara Yang terdiri dari nasi, air, garam, buah-buahan, sayur-sayuran, sake serta beberapa surume dan konbu, dan juga dua ekor ikan tai sejenis ikan kakap berwarna putih keperakan juga dipersembahkan, yang melambangkan kesuburan atau Shison han’ei. Demikian juga dengan cincin nikah diletakkan di meja persembahan ini, kemudian ada juga tiga cangkir sake beserta dua wadahnya yang dibedakan satu untuk pria dan satu lagi untuk wanita dengan warna merah dan merah muda. Disebelah kanan altar berdirilah seorang kannushi yaitu pendeta shinto dan disebelah kirinya ada miko yaitu para penolong untuk membantu jalannya upacara. Kadang-kadang juga ada disediakan radio kaset untuk memberikan latar belakang alunan musik yang sesuai dengan suasana itu, tetapi ada juga yang yang memakai kelompok peniup suling dari kuil Shinto yang berdiri dibelakang miko. Biasanya juga disertai oleh para penari. Kedua pengantin duduk ditengah ruangan, dengan posisi pengantin pria disebelah kanan pengantin wanita, Nakoodo dibelakang mereka, dan sanak saudara dari kedua belah pihak, sesuai dengan kedekatan hubungan. Para Pemusik Miko ALTAR Sajian Persembahan : nasi, air, Sake, garam, buah-buahan, Sayuran Kannushi Pendeta MEJA PERSEMBAHAN Surume, Konbu, Cangkir, Sake, Teko, Cincin Keluarga Pengantin Wanita : Ayah, Ibu Saudara Kandung Paman dan Bibi Keluarga Pengantin Pria : Ayah, Ibu Saudara Kandung Paman dan Bibi Pengantin Wanita Istri Nakoodo Pengantin Pria Nakoodo Universitas Sumatera Utara Biasanya ada satu meja pendek didepan masing-masing orang dengan secangkir sake dan satu paket makanan yang berisi irisan kecil surume dan konbu yang sebelumnya sudah dipersembahkan kepada dewa. Pendeta Shinto pertama sekali menyambut rombongan dengan mengucapkan selamat, kemudian mengumumkan bahwa upacara akan dimulai. Ini dimulai dengan acara penyucian harai-gushi selama upacara berlangsung. Pendeta akan menyanyi kemudian menggoyangkan tongkat berhias diatas altar, selanjutnya keatas para Miko, kedua pengantin dan semua yang hadir. Hal ini bertujuan untuk mensucikan ruangan dan seluruh yang hadir. Kemudian pendeta menyanyikan seruandoa norito dari satu gulungan kertas yang dibawa pendeta yang berhubungan dengan beberapa doa untuk memohon kebahagiaan dan kemakmuran pernikahan kepada dewa, agar pengantin hidup bersatu selamanya. Pendeta kemudian mengumumkan upacara san-san-ku-do seiin no gi, yaitu upacara sumpah dengan minum sake bersama. Sake dibawa oleh miko kepada kedua pengantin. Nakoodo kadang-kadang berpindah ke kedua sisi pengantin untuk membantunya jika perlu. Mereka kemudian membuat perjanjian dengan menuangkan sake tiga kali, dimana cangkir terkecil diisi oleh penuang pria, disuguhkan pertama kali kepada pengantin wanita. Cangkir kedua diisi oleh penuang wanita dan diberikan kepada pengantin pria, sedangkan yang ketiga adalah mengulang cara yang pertama yaitu menuang sake kepada kedua pengantin. Saling memberikan cangkir ditafsirkan sebagai lambang dari persetujuan antara kedua pengantin untuk membagi suk dan duka dalam kehidupan bersama. Setelah itu, pasangan pengantin maju kedepan altar dimana pengantin pria akan membacakan ikrar dari satu gulungan kertas yang diucapkan Universitas Sumatera Utara didepan para dewa yang isinya adalah janji untuk melewati kehidupan pernikahan dalam keharmonisan dan saling menghormati, berbagi suka dn duka serta hidup damai, mengusahakan kemakmuran bagi keturunan mereka dan semuanya akan dijalankan sampai mereka meninggal. Pengantin wanita akan menambahkan dengan menyebutkan namanya diakhir ikrar itu, kemudian diadakan pertukaran cincin. Sesudah kedua pengantin dipersatukan, sake kembali disuguhkan untuk menyatukan kedua keluarga. Disuguhkan kepada tiap-tiap sanak keluarga kemudian minum bersama setelah berdiri dan mengucapkan kanpai. Bagian akhir dari upacara adalah setelah beberapa nyanyian dinyanyikan oleh pendeta, ia akan membawa suatu pemberian berupa ranting kecil sakaki yang sudah dihias yang disebut tamagushi ke depan altar. Ini sebagai ucapan terima kasih kepada dewa. Ranting-ranting ini biasanya diberikan pertama kepada kedua pengantin, kemudian Nakoodo dan terakhir kepada kedua pihak keluarga, biasanya kepada ayah dari kedua pengantin. Pada puncak acara dilakukan pertukaran cincin diiringi dengan tepuk tangan. Upacara ditutup oleh pendeta dengan mengucapkan “selamat” dan berdoa agar pernikahan yang baru dapat mendirikan rumah tangga yang selaras.

3.4. Resepsi Pernikahan Hiroen dan Bulan Madu

Setelah upacara pernikahan diselenggarakan, akan diadakan acara yang disebut hiroen, yaitu resepsi untuk memberitahukan pernikahan ini kepada masyarakat. Pasangan pengantin akan bergabung dengan para tamu dimana acara Universitas Sumatera Utara resepsi dilaksanakan. Resepsi biasanya dihadiri oleh kerabat dan teman-teman dari pengantin pria dan wanita. Hiroen biasanya diatur oleh seseorang yang mengurusi makanan dimana upacara dilangsungkan. Makanan disajikan, kadang-kadang memakai meja gaya barat atau meja gaya Jepang dengan baki-baki pribadi atau meja pendek yang memanjang dengan bantal-bantal lantai. Semuanya bervariasi sesuai permintaan pribadi atau pihak keluarga yang bersangkutan. Beberapa resepsi yang berlangsung menggunakan kue pengantin bertingkat, sedikitnya ada tujuh tingkat. Yang khas adalah para tamu yang pertama kali dipersilahkan duduk, kemudian kedua pengantin dan Nakoodo akan masuk bersamaan dengan iringan musik perkawinan. Dalam upacara perkawinan yang berlangsung, ada tirai- tirai yang dibuka untuk menunjukkan kedua pasangan diatas panggung dimana mereka akan turun dan duduk ditempat yang telah disediakan di ujung ruangan. Pengantin wanita disisi kiri pengantin pria dan Nakoodo di sisi mereka. Biasanya pemimpin acara akan mengumumkan peristiwa ini, kadang- kadang dengan noshi no gi upacara Noshi. Upacara ini dilakukan oleh pekerja pria dari tempat dilaksanakannya upacara perkawinan. Perlahan- lahan berjalan masuk, belutut dan menaruhkan baki dilantai dengan noshi diatasnya, memberi salam dengan menunduk pada para undangan tamu, kemudian menganngkat kembali baki tersebut dan berjalan keluar. Pristiwa ini memberikan kesan hikmat dan menunjukan pengertian bahwa hiroen telah dimulai. Cara lain adalah pidato singkat dari Nakoodo yang berisi riwayat- riwayat singkat kedua pengantin dan harapan bahwa persatuan ini akan abadi. Beberapa pidato singkat juga di ucapkan oleh ayah dari kedua pengantin, Universitas Sumatera Utara dan jika para tamu juga mengambil bagian, maka wakil dari pengantin pria maupun pengantin wanita biasanya guru atau pegawai, mungkin juga kawan lama juga menyampaikan kata-kata sambutan. Setelah itu diikuti dengan kanpai bersama untuk mamberikan selamat kepada kedua pengantin. Sake yang disajikan biasanya sake dingin dalam cangkir keramik merah. Para tamu akan dipersilahkan untuk beristirahat sejenak dan bersiap- siap untuk pesta makan. Keluarga dekat akan pindah ketengah-tengah meja untuk membuat lingkaran merayakan adanya hubungan baru diantara mereka dengan minum sake bersama. Biasanya meraka akan menyanyi. Ada kebiasaan baru yang akan dilakukan yaitu pemberian karangan bunga dari kedua pengantin kepada orang tua mereka. Ini memberikan pengertian sikap berterimah kasih dari pasangan itu atas semua yang telah mereka terima. Bersamaan dengan itu terdengar banzai sorakan. Para tamu kemudian memasukkan sisa makanan kedalam kotak yang telah tersedia, mengikatnya bersama- sama dengan hikidemonoi hadiah-hadiah biasanya adalah barang- barang seperti kipas atau guci teh yang akan dibawa pulang oleh mereka. Pada zaman sekarang, kebanyakan masyarakat Jepang setelah perayaan pernikahan pergi berbulan madu Honey Moon. Bulan madu ini menjadi sangat populer dan telah berlangsung sejak tahun 1960-an di Kurotsuchi. Umumnya memerlukan waktu beberapa hari atau beberapa minggu dibeberapa tempat bahkan di luar negeri jika dana memungkinkan. Acara bulan madu ini merupakan sebagai kesempatan kepada pasangannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari perayaan perkawinan. Universitas Sumatera Utara Setelah bulan madu, secara tradisional pada hari ketiga setelah perkawinan pengantin melakukan kunjungan formal kepada orang tuanya. Kunjungan rumah ini disebut Mitsumearuki perjalanan hari ketiga dan ini adalah rangkaian Satoaruki kunjungan rumah oleh pengantin. Kunjungan ini akan segera dilakukan setelah pesta pernikahan sebagai bagian dari proses yang ada. Kemudian kedua pengantin melakukan Kino Mawari berkeliling ke rumah tetangga yang biasanya meliputi pengenalan pengantin kepada setiap tetangga. Sementara itu, pada perayaan tahun baru setelah pernikahan, pengantin ini akan melakukan kunjungan kepada orangtua mereka dengan membawa ikan besar yang disebut Buri ekor kuning. Ikan tersebut dipotong dan dibagikan juga kepada tamu tahun baru mereka. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Agama Shinto merupakan kepercayaan yang mempunyai ciri khas sendiri, karena Shinto dikategorikan sebagai agama yang telah terbentuk di dalam masyarakat primitif Jepang. Nenek moyang bangsa Jepang beranggapan bahwa alam semesta ini didiami oleh banyak dewa. Dewa-dewa tersebut dianggap menguasai alam semesta. 2. Di Jepang ada dua bentuk keluarga tradisional yaitu Kazoku dan Ie. Kazoku adalah general konsep dalam keluarga Jepang yaitu hubungan antar suami- istri dan hubungan antara orang tua dengan anak diperluas pada hubungan persaudaraan. Keluarga tradisional Jepang cenderung merupakan keluarga besar. Dalam melanjutkan kehidupan keluarga tradisional tidak lepas dari pekerjaan-pekerjaan yang religius. Keluarga yang telah mempunyai usaha, tradisi, simbol-simbol tertentu disebut dengan Ie. Jadi, yang dimaksud dengan Ie adalah keluarga yang anggota-anggotanya terdiri dari beberapa generasi dan telah mempunyai tradisi tertentu. 3. Cara bagaimana calon suami atau calon isteri dipilih ada dua macam, yaitu berdasarkan miai dipertemukan dalam konteks perkawinan memiliki pengertian dijodohkan dan ren’ai cinta . Perkawinan yang terjadi karena miai disebut miai kekkon, sedangkan ren’ai disebut ren’ai kekkon. Universitas Sumatera Utara