3. Aspirasi, yaitu teknik biopsi yang hanya dilakukan apabila lesi diduga mengandung
cairan. Aspiran isi cairan lesi yang didapatkan, dikirimkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan yakni pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan bakteriologi.
Teknik aspirasi tidak cocok dilakukan apabila lesi berupa massa padat solid.
4.3 Penggunaan radioterapi
Penggunaan radioterapi dapat juga digunakan sebagai bentuk terapi primer dalam penatalaksanaan keganasan di mulut.Radioterapi memusnahkan sel-sel kanker yang tersisa
setelah pembedahan. Penggunaan secaea umum ini juga efektif dalam membasmi fokus kecil dari sel-sel ganas yang terdapat pada lesi yang masih dini sekali. Penggunaan radioterapi ini
sedikit banyaknya dapat menolong untuk menekan aktivitas osteoblastik dan pada beberapa kasus nampaknya berhasil. Dengan radiasai yang cukup dapat menyebabkan sel-sel kanker
rusak dan akan merusak komponen sel-sel kanker serta mencegah sel-sel tersebut berkembang atau tumbuh kembali. Tetapi perlu mendapat perhatian, perawatan dengan cara
penyinaran ini mengandung resiko karena ada kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi sarkoma seperti yang telah banyak dilaporkan dari kasus displasia.
14,25,26
4.4 Pasca bedah
Sebagian besar pasien dapat dilakukan rawat jalan sehari setelah dilakukannya pembedahan. Perawatan pasca pembedahan meliputi : pemberian antibiotik yang diberikan
selama 3 sampai 7 hari, Pembersihan daerah operasi dilakukan dengan menggunakan qid dengan saline normal: peroksida hidrogen dalam rasio 1:1 yang dimulai pada hari
pascaoperasi, suction saluran drainase tetap dilakukan sampai kurang dari 30 ml per 24 jam, dan pasien harus mengikuti diet lunak selama enam minggu.
11,14
4.5 Komplikasi
Universitas Sumatera Utara
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi antara lain terjadinya pendarahan, injuri pada saraf, infeksi, pembengkakan maupun fistula. Kemudian komplikasi lanjut pasca oprasi
antara lain masalah bicara, masalah menelan, dan problem psikologis. Pada lesi yang bersifat ganas di rongga mulut, biasanya dilakukan dengan
pembedahan dengan radioterapi pada beberapa minggu. Dampak yang terjadi kemudian adalah terjadinya penambahan jaringan mukosa, tulang kelenjar ludah dan gigi, yang sering
bersifat Irreversible tidak akan kembali. 4.5.1
Oral Komplikasi dari radioterapi Yang terkini, komplikasi dari radioterapi adalah merusak kulit dan folikel rambut.
Folikel rambut sangat sensitiv terhadap radioterapi yang dapat menyebabkan rambut rontok. Dampak ini dapat bersifat sementara karena rambut dapat tumbuh
kembali beberapa minggubulan. Kulit di sekitar penyinaran dapat terlihat pecah- pecah merah, bahkan dapat timbul seperti ulserasi. Radioterapi juga dapat
mengganggu atau memberikan efek negativ pada kesehatan mulut, terdapatnya perubahan pada kelenjar ludah, dan akan menimbulkan karies akibat radioterapi.
4.5.2 Komplikasi lainnya akibat radioterapi
Terjadinya Hypogeusia kehilangan secara partial terhadap rasa. Kemungkinan terjadinya candida albicans yaitu infeksi jamur pada rongga mulut yang sering
disebut dengan istilah Candidiasis. Dan juga radioterapi dapat menyebabkan gangguan trismus.
26,28
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN
Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya ploriferasi yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah
hilangnya keseragaman uniformitas setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel tersebut. Sel displastik memperlihatkan pleomorfisme variasi ukuran dan bentuk dan sering
memiliki inti sel yang berwarna gelap hiperkromatik dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran selnya sendiri.
Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral displasia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :
1. Epitelial hiperplasia
2. Mild dysplasia
3. Moderate dysplasia
4. Severe dysplasia
5. Karsinoma in situ
Kelima tingkatan oral displasia tersebut dapat dilihat berdasarkan gambaran sitologi dan arsitektural epitelnya.
Tanda-tanda klinis dari oral displasia adalah oral displasia pada rongga mulut ditandai
dengan adanya lesi putih leukoplakia. Lesi ini merupakan Lesi pra ganas yaitu kondisi
penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda
akan terjadinya keganasan. Secara histopatologis ditandai dengan adanya perubahan arsitektural dan seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari hiperkeratosis,
displasia dan karsinoma in situ yang terjadi pada sel epitel rongga mulut.
Universitas Sumatera Utara