Kajian karakteristik anatomi dan morfometri organ reproduksi betina kuda lokal Indonesia

KAJIAN KARAKTERISTIK
ANATOMI DAN MORFOMETRI ORGAN REPRODUKSI
BETINA KUDA LOKAL INDONESIA

RIFKA JAMALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
RIFKA JAMALIA.
Kajian Karakteristik Anatomi Dan Morfometri Organ
Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia.
Dibimbing oleh Dra. R. IIS
ARIFIANTINI, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik anatomi dan
morfometri organ reproduksi betina pada kuda lokal Indonesia, yang sampai saat
ini belum dilaporkan. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran pada
organ kelamin primer yaitu ovarium dan saluran reproduksi (tuba Fallopii, cornua,

corpus, cervix, dan vagina) dari 23 ekor kuda betina yang tidak bunting, telah
selesai involusi uteri dan tidak mengalami gangguan reproduksi.

Dari hasil

penelitian diketahui bahwa berat ovarium kuda lokal adalah 22.88±8.21 g dengan
diameter di bagian awal, tengah dan akhir masing-masing adalah 1.72±0.49 cm,
2.31±0.59 cm dan 1.78±0.57 cm. Panjang total uterus 26.84±2.03 cm, panjang
corpus adalah 11.86±1.51 cm dan diameter masing-masing adalah 3.94±0.71 cm
pada bagian ujung dekat cornua, 4.62±0.88 cm pada bagian tengah, dan
4.90±0.98 cm pada bagian pangkal dekat cervix. Panjang total bagian cornua
14.58±0.72 cm dengan

diameter pada bagian awal 3.70±0.64 cm, tengah

3.03±0.39 cm, dan akhir 2.36±0.65 cm. Panjang dan diameter cervix 7.33±1.72
cm dan 3.61±0.59 cm. Sedangkan panjang tuba Fallopii 22.72±1.17 cm dan
panjang vagina adalah 23.50±3.39 cm.

Dapat disimpulkan bahwa anatomi


morfometri organ reproduksi betina kuda lokal mempunyai ukuran yang
cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan kuda luar negeri.

ABSTRACT
RIFKA JAMALIA.
Kajian Karakteristik Anatomi Dan Morfometri Organ
Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia. Under the direction of Dra. R. IIS
ARIFIANTINI, M.Si.
The objective of this research was to study the characteristic of
Indonesian local mare’s reproductive organ.

Research was conducted by

measuring the primary reproductive organ (ovary) and reproductive tracts
(Fallopian tube, cornua, corpus, cervix and vagina) of 23 horses slaughtered in
Bantul, Yogyakarta which were not pregnant, finished from uterine involution and
did not have any reproduction disorders. The results indicated that the weight of
the mare’s ovary was 22.88±8.21 g with diameter of its beginning (start), middle
and end parts were 1.72±0.49 cm, 2.31±0.59 cm and 1.78±0.57 cm respectively.

The uterine of the local mare was 26.84±2.03 cm in total.

The corpus was

11.86±1.51 cm long with diameter of the beginning part (start) 3.94±0.71 cm,
4.62±0.88 cm at the middle, and the end part near the cervix 4.90±0.98 cm. The
cornua was 14.58±0.72 cm long with diameter at its beginning part (start) next to
utero tubal junction of 3.70±0.64 cm, middle part of 3.03±0.39 cm, and end part
of 2.36±0.65 cm. The cervix was 7.33±1.73 cm long and diameter of 3.61±0.59
cm, Fallopian tube 22.72±1.17 cm long. While the vagina was 23.50±3.39 cm
long.

It can be concluded that the morphometric anatomy of the reproductive

organs of local mares are smaller than those of non-local mares.

KAJIAN KARAKTERISTIK
ANATOMI DAN MORFOMETRI ORGAN REPRODUKSI
BETINA KUDA LOKAL INDONESIA


RIFKA JAMALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Kajian Karakteristik Anatomi Organ Reproduksi Betina
Kuda Lokal Indonesia
: Rifka Jamalia
: B04101127


Disetujui

Dra. R. Iis Arifiantini, M.si.
Dosen Pembimbing

Diketahui

Dr. drh. I. Wayan Teguh Wibawan
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan

rahmat-Nya

sehingga


tugas

akhir

dengan

judul

“Kajian

Karakteristik Anatomi dan Morfometri Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal
Indonesia” ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu tersayang,
adikku Rizki Amelia dan Kokoh Baiquni yang sangat penulis sayangi. Terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah mencurahkan perhatiannya untuk memberi

pengarahan, koreksi dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Dr. drh.
Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.M.P. M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. Dr.
drh Iman Supriatna selaku dosen penilai seminar dan penguji sidang skripsi.
Juga kepada seluruh staf dan pegawai Departemen Klinik Patologi dan
Reproduksi serta Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), perpustakaan FKH IPB
dan perpustakaan LSI, Pihak Rumah Potong Hewan (RPH) khusus kuda dan drh.
Adit atas bantuannya selama penelitian.
Teman-teman penelitian yang kusayangi Pipit, Elies atas bantuan dan
kritikannya. Teman-teman terbaikku, Ka Pit, Nia, Lia, Ellen, Riana, Soe-soe, Fina,
Fita, Chandra, Deo, teman-teman Boks Crew (Pipin, Riche, dan Lili), dan temanteman Gastro’38 atas kebersamaan dan kekompakannya. Terima kasih juga
kepada drh. Agusta Raya W. atas keceriaan yang tidak ada habisnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, tapi
penulis berharap dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan dibidang
veteriner. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Bogor, Februari 2006
Rifka Jamalia

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1983 sebagai

putri pertama dari tiga orang bersaudara pasangan Bapak Hasanuddin Sidik dan
Ibu Rohaitoh.
Pendidikan penulis secara formal mulai diikuti pada tahun 1989 dengan
masuk ke SD Islam Rumah Pendidikan Islam Jakarta dan lulus tahun 1995.
Kemudian melanjutkan ke SLTPN 145 Jakarta, lulus tahun 1998. Pada tahun
yang sama penulis masuk ke SMUN 3 Jakarta dan lulus tahun 2001.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama (TPB) dan baru pada tahun 2002 penulis masuk ke Fakultas
Kedokteran Hewan (FKH) IPB. Selama menjadi mahasiswa FKH IPB penulis
aktif di organisasi intra kampus yaitu Himpunan Minat Profesi (Himpro) Satwa liar
dan Himpro Ornithologi dan Unggas. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah
Anatomi Veteriner, Ilmu Bedah Khusus Veteriner dan asisten luar biasa mata
kuliah Fisiologi dan Teknologi Reproduksi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL..........................................................................................

ix


DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

x

PENDAHULUAN*
Latar Belakang ............................................................................

1

Tujuan Penelitian.........................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kuda Lokal Indonesia.......................................

4

Anatomi Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia.........


4

Ovarium ...............................................................................

5

Tuba Falopii.........................................................................

7

Utero-Tubal Junction...........................................................

8

Uterus ..................................................................................

8

Cervix ..................................................................................


9

Vagina .................................................................................

10

Vulva ....................................................................................

11

Siklus Berahi .......................................................................

12

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................

14

Materi Penelitian..........................................................................

14

Metodologi ...................................................................................

14

Inspeksi ...............................................................................

14

Palpasi .................................................................................

14

Pengukuran .........................................................................

14

Analisis Data .......................................................................

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Rumah Potong Hewan Khusus Kuda di Yogyakarta.....

17

Anatomi Organ Reproduksi Beti na .............................................

19

Ovarium ...............................................................................

19

Tuba Falopii.........................................................................

21

Utero-Tubal Junction...........................................................

22

Uterus ..................................................................................

23

Cervix ..................................................................................

24

Vagina .................................................................................

25

KESIMPULAN .............................................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

28

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Perbandingan morfometri organ reproduksi sapi, domba, babi
dan kuda.................................................................................................

12

2. Morfometri bagian-bagian saluran reproduksi kuda betina ...................

19

3. Morfometri ovarium kuda .......................................................................

21

4. Morfometri tuba Fallopii .........................................................................

22

5. Morfometri uterus ...................................................................................

24

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Saluran reproduksi in situ .....................................................................

5

2. Ovarium tampak seperti ginjal..............................................................

6

3. Tuba Fallopii..........................................................................................

7

4. Saluran reproduksi kuda betina ............................................................

9

5. CF = Cervical Fold, FV = Fornix Vaginae.............................................

10

6. Perkembangan folikel dan ovulasi pada ovarium.................................

13

7. Lokasi RPH di desa Segoroyoso..........................................................

17

8. Kuda-kuda yang datang ke RPH milik Bapak Lasiman .......................

18

9. Penampungan kuda di RPH khusus Kuda ...........................................

19

10. a) Utero-ovarian ligament, b) corpus luteum, c) ovarium.....................

20

11. Tuba Fallopii..........................................................................................

21

12. Utero tubal junction ...............................................................................

23

13. a) Uterus bunting, b) Uterus post partus ..............................................

23

14. Organ reproduksi kuda betina ..............................................................

24

15. Cervix ....................................................................................................

25

16. Vagina bagian dalam............................................................................

25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuda adalah salah satu komoditi ternak yang menjadi pendukung
pembangunan peternakan, dimana kuda mempunyai manfaat sebagai (1). kuda
tunggang, (2). kuda beban, (3). kuda tarik, (4). kuda pacu, (5). kuda olahraga, (6)
kuda mainan, (7). dan pemasok daging (untuk daerah tertentu) (Sudardjat
2003b).

Keberadaan dan penyebaran ternak kuda di Indonesia tidak lepas dari

perkembangan jaman seperti penyebaran agama Hindu, kerajaan maritim
Sriwijaya, kerajaan Majapahit, kedatangan bangsa Eropa, kedatangan tentara
Cina, dan kedatangan bangsa Belanda dengan organisasi perdagangan
Vereinigde Oost Indische Compagnie (VOC) dimana kuda dianggap sebagai
mata dagang yang bernilai tinggi (Soehadji 2003). Indonesia sampai dengan
tahun 1920-an memiliki 13 jenis kuda lokal, yang beberapa diantaranya memiliki
keunggulan sebagai kuda tunggang dan kuda pacu (Soehardjono 1990). Jumlah
populasi kuda di Indonesia pada tahun 1999 tercatat dari data statistik sebanyak
578.821 ekor (Anonimus 2002), akan tetapi jumlah ini terus berkurang hingga
sekitar 450.000 ekor (Sudardjat 2003a).
Ditjen Peternakan tahun 1994 menetapkan program pembinaan perkudaan
Indonesia secara menyeluruh guna menghasilkan kuda pacu Indonesia.

Untuk

itu dibentuk komisi Bibit Ternak dan Sub Komisi Bibit Ternak Kuda (SK Dirjen
Peternakan Nomor 296/TN.220/Kpts/DJP/DEPTAN/94). Hasil kerja Sub Komisi
Bibit Ternak Kuda menghasilkan keputusan ditetapkann ya Standar Kuda Pacu
Indonesia (SK Dirjen Peternakan Nomor 105/TN.220/Kpts/DJP/DEPTAN/95).
Dari standar tersebut diproses lebih lanjut sehingga diterbitkannya Standar
Nasional Indonesia (SNI) untuk Kuda Pacu Indonesia dengan Nomor register SNI
No. 01-4226-1996 (Soehadji 2003).
Pembentukan kuda pacu Indonesia diawali dengan persilangan induk
kuda pacu dengan bibit awal dari kuda Sumba betina atau Poni lokal asli lainnya
dengan pejantan kuda pacu Thorougbred dari Australia. Kuda pacu Indonesia
merupakan generasi (G) 3 grading up persilangan kuda betina lokal dengan
kuda jantan Thorougbred dari Australia dan G 4 hasil kawin silang antar G3 (inter
semating).

Teknologi reproduksi yang sederhana seperti IB pada ternak kuda di
Indonesia masih belum banyak dilakukan dibandingkan dengan ternak lain
seperti sapi, kambing dan domba.

Pelaksanaan IB di Indonesia menemukan

beberapa kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia, sumber semen
beku yang diimpor dan harganya yang sangat mahal, serta kurangnya informasi
mengenai anatomi morfometri dan fisiologi reproduksi kuda lokal Indonesia.
Mengingat salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam melakukan IB
adalah ketepatan deposisi semen dalam saluran reproduksi betina, maka
informasi mengenai anatomi dan morfometri organ reproduksi kuda betina
menjadi sangat penting.
Banyak buku dan tulisan mengenai reproduksi telah disusun oleh para
ahli,

termasuk anatomi dan morfometri organ reproduksi kuda betina. Tetapi

data-data yang digunakan masih berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan kuda-kuda yang berasal dari luar negeri, yang tentunya berbeda
dengan keadaan kuda di Indonesia dimana kuda lokal memiliki performa dibawah
kuda luar negeri (Muladno & Benyamin 2003). Sedangkan karakteristik anatomi
dan morfometri organ reproduksi betina dari kuda lokal kini belum banyak
dilaporkan. Perbedaan kondisi kuda lokal Indonesia dengan kuda luar negeri ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti perbedaan bobot badan
kuda luar negeri yang lebih besar dari kuda lokal, letak geografis luar negeri
dengan

empat

musim

yang

berbeda-beda

selama

satu

tahun,

serta

pemeliharaan kuda diluar negeri dengan pemberian pakan dan perawatan yang
cenderung lebih baik dibandingkan di Indonesia.

Oleh karena itu data-data

tersebut menjadi tidak tepat untuk digunakan bagi kuda lokal Indonesia.
Penelitian mengenai karakteristik organ reproduksi betina kuda lokal
Indonesia merupakan suatu langkah awal upaya pengembangan kuda lokal
Indonesia.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

untuk penelitian-penelitian selanjutnya sehingga peningkatan jumlah populasi
kuda lokal Indonesia bahkan peningkatan mutu kuda murni ras lokal dapat
tercapai.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk me ngkaji karakteristik organ reproduksi
betina kuda lokal Indonesia yang diharapkan dapat menjadi data dasar yang bisa
digunakan sebagai acuan dalam penelitian-penelitian dan pelaksanaan teknologi
reproduksi terapan pada kuda serta menjadi langkah awal dalam melaksanakan
upaya pengembangan kuda lokal Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kuda Lokal Indonesia
Dalam taksonomi kuda termasuk dalam Kingdom Animalia, filum
Chordata, klas Mamalia, subklas Theria, ordo Perissodactylia, famili Equidae,
genus Equus dan spesies Equus caballus. Kuda yang didomestikasi merupakan
hasil kontribusi dua atau tiga jenis kuda liar yaitu kuda (Equus przewalskii),
keledai (Equus mullus) dan zebra (Equus burcheli) (Radiopoetra 1977).
Indonesia sampai dengan tahun 1920-an memiliki 13 jenis kuda lokal,
yaitu kuda Makassar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda
Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda
Sumatera (terdiri dari 4 jenis antara lain kuda Padang, kuda Batak, kuda Agam,
kuda Gayo), kuda Bali dan Lombok serta kuda Kuningan (Soehardjono 1990).
Menurunnya kemampuan dan kemauan untuk mengembangkan ternak kuda
lokal menyebabkan beberapa jenis kuda lokal telah hilang. Jumlah jenis kuda
lokal di Indonesia kini tinggal 11 jenis, yaitu kuda Gayo, kuda Batak, kuda Jawa,
kuda Priangan (Persilangan kuda Jawa dengan kuda Jantan Persia dan
Australia), kuda Sulawesi, kuda Lombok, kuda Bali, kuda Sumbawa, kuda
Sandel, kuda Timor dan kuda Flores (Sudarjat 2003b).

Anatomi Organ Reproduksi Betina Kuda
Organ Reproduksi kuda betina menurut Morel (2002) terdiri atas ovarium,
tuba Falopii, uterus, serviks, vagina, perineum dan vulva (Gambar 1). Saluran
reproduksi dikelilingi broad ligament yang berasal dari perkembangan peritoneum
saat perkembangan embrionik dan dapat dilihat in situ (pada lokasi normal atau
asli). Ligamentum ini merupakan tempat berjalannya pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf yang mempengaruhi kerja organ-organ reproduksi.
Organ reproduksi berke mbang pada posisi retroperitoneal dibelakang
peritoneum.

Penggantung yang melekat dan menahan ovarium disebut

mesovarium. Pada mesovarium terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan
saraf ke ovarium yang membentuk hilus ovari.

Penggantung lain yang

berhubungan dengan ovarium disebut Ligamentum Utero-ovarian dan sesuai
namanya ligamentum ini melekatkan ovarium terhadap uterus (Senger 1999).

Senger (1999) juga menyatakan bahwa tuba Falopii dikelilingi dan
disokong oleh ligamentum lebar dan tipis yang disebut mesosalphinx.
Ligamentum ini tidak hanya berfungsi sebagai penyokong namun juga berfungsi
sebagai kantong seperti bursa (bursa-like pouch) yang mengelilingi ovarium.
Mesosalphinx membantu mengorientasikan infundibulum agar ovum yang
dilepaskan saat ovulasi memiliki kemungkinan yang besar untuk masuk kedalam
oviduct.
Ligamentum penyokong saluran reproduksi terbesar yaitu mesometrium
(Senger 1999) menggantung uterus pada dorsal dinding tubuh yang merupakan
penghubung antara dorsal mesometrium dengan dorsal peritoneum.

Pada

spesies hewan food producing saluran reproduksi terletak dibawah rektum dan
dipisahkan oleh retrovaginal pouch.

Keadaan ini pada sapi dan kuda betina

memungkinkan untuk dilakukan palpasi manual (manipulasi perektum) dan atau
pemeriksaan dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG) untuk diagnosis
status ovarium, diagnosis kehamilan dengan determinasi keberadaan fetus atau
lokasi membran fetus terhadap uterus, dan identifikasi abnormalitas saluran
reproduksi (Senger 1999).

K U DA
Gambar 1 Saluran reproduksi in situ . BL = Broad Ligament, O = ovary, R = Rectum,
RgP = Rectogenital Pouch, UH = Uterine Horn (Senger 1999).

Ovarium
Ovarium kuda betina seperti halnya testes pada kuda jantan merupakan
organ berpasangan yang memiliki dua fungsi yaitu, fungsi gametogenik sebagai
penghasil sel telur dan fungsi endokrin sebagai penghasil hormon reproduksi.

Menurut McDonald dan Pineda (1989), kedua fungsi ovarium saling melengkapi,
interdependen dan sama-sama penting dalam keberhasilan proses reproduksi.
Ovarium kuda berbentuk seperti ginjal. Masing-masing terlekat pada
ujung cornua uteri
abdomen.

oleh ligamentum utero-ovarian yang kuat didalam ruang

Ovarium digantung oleh mesovarium dan terletak dibawah os

vertebrae lumbales IV atau V (Laing 1979).

Gambar 2 Ovarium tampak seperti ginjal (Hafez & Hafez 2000).
Morel (2002) menyatakan bahwa bagian luar ovarium yang konveks
berhubungan dengan mesovarium dimana terdapat vaskularisasi dan inervasi
saraf. Berbeda dengan beberapa jenis hewan lain, di bagian konkav ovarium
kuda terdapat legokan yang disebut fossa ovulatoris. Letak medula dan cortex
pada ovarium kuda terbalik dibandingkan dengan ovarium sapi, domba maupun
kambing, (cortex di bagian dalam, medula di bagian luar) (Senger 1999).
Sehingga pelepasan ovum saat ovulasi hanya dapat terjadi pada fossa
ovulatoris.
Ovarium kuda mempunyai konsistensi yang berbeda dengan ovarium
sapi atau domba yaitu, kenyal, cenderung keras dan mengkilap. Saat palpasi
perektum folikel dapat teraba sedangkan corpus luteum tidak.

Hal ini

dikarenakan perkembangan corpus luteum tidak menonjol kepermukaan ovarium
melainkan berpenetrasi ke dalam jaringan ovarium.
Ukuran ovarium bervariasi tergantung dari status reproduksi, ras dan
manajemen pemeliharaan. Di luar negeri kuda memiliki periode musim kawin.
Pada umumnya ovarium lebih besar saat aktifitas siklus berlangsung dari pada
saat anestrus, terutama saat hadirnya folikel yang matang (McDonald & Pineda

1989).

Diluar musim kawin seekor kuda betina dewasa kelamin mempunyai

ovarium dengan ukuran relatif kecil dan berkonsistensi keras dengan panjang ±24 cm dan lebar 2-3 cm. Akan tetapi bila musim kawin ovarium membesar hingga
panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm. Konsistensi ovarium saat musin kawin juga
lebih lunak.

Sedangkan kuda yang telah sering beranak memiliki panjang

ovarium hingga 10 cm (Morel 2002).
Setelah dewasa kelamin ovarium kuda biasanya mengandung folikel
dalam beberapa tipe atau corpus luteum. Keberadaan dua unsur ini sangat
dipengaruh i oleh hormon reproduksi seperti FSH, LH dan PGF 2á. Kehadiran
folikel atau corpus luteum biasanya teratur mengikuti suatu siklus dan sejalan
dengan siklus estrus (Hafez & Hafez 2000).

Tuba Fallopii

Infundibulum

Ampulla

Isthmus

Gambar 3 Tuba Falopii (Sisson 1975).
Tuba Fallopii pada kuda terdapat sepasang dengan panjang 25-30 cm,
berhubungan langsung dengan cornua uteri (Morel 2002). Tuba Fallopii dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu isthmus yang paling dekat dengan cornua
uteri berdiameter 2-5 mm, ampula yang berdekatan dengan ovarium berdiameter
5-10 mm dan infundibulum yang berhubungan langsung dengan ovarium.
Fertilisasi terjadi di ampula, yang memiliki daerah mukosa dengan permukaan
berstruktur seperti rambut untuk mentransportasikan telur yang telah dibuahi
menuju utero tubal junction (Morel 2002).

Pada ujung tuba

Fallopii yang berdekatan dengan ovarium terdapat

infundibulum, berupa corong terbuka yang berhubungan dengan fossa ovulatoris.
Tepi akhir Infundibulum terbelah tidak beraturan membentuk fimbrae dan
sebagian melekat pada fossa ovulatoris. Fimbrae akan menarik dan menangkap
ovum serta mengarahkannya masuk kedalam tuba Fallopii (Morel 2002). Dan
menurut Senger (1999) permukaan infundibulum yang tertutup oleh lapisan
seperti beludru serta proyeksinya yang menyerupai jari meningkatkan area
permukaan dan memudahkan fimbrae untuk menyapu permukaan ovarium saat
akan ovulasi. Bagian tengah infundibulum terdapat sebuah pintu terbuka yang
berhubungan dengan ruang peritoneum.

Bagian ini disebut dengan ostium

abdominale tubae uterine (Sisson & Grossmart 1975).
Infundibulum berhubungan langsung dengan bagian tuba Fallopii yang
menebal disebut ampulla. Panjang ampula setengah bagian dari tuba Fallopii,
dengan diameter relatif cukup besar dan mukosa epitel bersilia seperti pakis.
Ampulla bergabung dengan isthmus (ampulla-isthmus junction). Hubungan ini
yang mengkontrol ovum yang telah dibuahi saja yang melewati isthmus dan
diteruskan hingga uterus (Senger 1999).
Isthmus berhubungan langsung dengan cornua uteri dan memiliki
diameter yang lebih kecil dengan dinding muskuler yang lebih tebal dibandingkan
ampulla. Titik penghubung antara isthmus dan cornua uteri disebut utero-tubal
junction (Senger 1999).
Utero Tubal Junction
Utero Tubal Junction sebenarnya merupakan konstriksi spincter akibat
tingginya konsentrasi sel otot sikuler miometrium tuba Fa llopii yang memisahkan
bagian ujung cornua uteri dengan awal tuba Fallopii.

Hubungan ini muncul

sebagai papila dalam endometrium, memisahkan bagian akhir dari cornua uteri
dengan awal tuba Fa llopii. Ovum yang telah difertilisasi akan melewati utero
tubal junction untuk selanjutnya berimplantasi (Morel 2002).
Uterus
Uterus kuda merupakan struktur memanjang yang menghubungkan
cervix dengan tuba Fallopii. Uterus dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
badan atau corpus dan tanduk atau cornua. Corpus uteri pada kuda normal

panjangnya 18-20 cm, dan diameter 8-12 cm. Bagian cornua panjangnya 25 cm
dengan diameter 4-6 cm pada pangkal cornua sampai 1-2 cm pada saat
mendekati tuba Fallopii. Ukuran uterus dipengaruhi oleh usia dan seringnya
partus. Tipe uterus kuda disebut uterus simpleks bipartitus karena ukuran corpus
uteri lebih besar dari conua uteri dengan perbandingan 60 : 40 (Morel 2002).
Hewan ruminansia memiliki permukaan endometrium yang khas, yaitu
adanya area kecil nonglandular yang menonjol pada permukaan endrometrium
yang disebut karunkula. Karunkula divaskularisasi oleh banyak pembuluh darah
dan vaskularisasi akan lebih meningkat pada bagian maternal apabila ada
embrio yang melekat.

Berbeda pada kuda, uterus tidak memiliki karunkula

melainkan suatu lapisan-lapisan pada permukaan endometrium uterus menjadi
tempat berkembangnya plasenta (Senger 1999).

Gambar 4 Saluran reproduksi kuda betina. AV = anterior vagina, BL = broad
ligament (mesometrial portion), CX = cervix, EUB = external uterine
bifurcatio, L = labia, O = ovary, OD = oviduct, TF = transverse fold, UB
= urinary bladder, UtB = uterine body, UH = uterine horn, Ve =
vestibule, Vu = Vulva (Senger 1999).
Cervix
Cervix terletak dibelakang corpus uteri, berupa dinding yang tebal, dan
kuat.

Menurut Senger (1999) cervix pada sapi dan domba berfungsi sebagai

barrier transport sperma, namun tidak halnya pada kuda dan babi.

Cervix juga

berfungsi mengisolasi uterus dari lingkungan luar selama kebuntingan dengan
membentuk barrier berupa mucus yang sangat kental. Perbedaan cervix pada

kuda yang mencolok dibandingkan hewan lain adalah adanya lapisan mukosa
longgar yang bebas menonjol kearah vagina
Pada saat estrus cervix kuda sangat lembut berwarna merah muda dan
akan terlihat menonjol kearah vagina. Otot cervix berelaksasi selama estrus dan
mengalami peningkatan sekresi untuk memudahkan penis masuk ke cervix saat
kopulasi.

Pada stadium diestrus kuda dewasa yang tidak aktif, cervix

berkontraksi sangat kuat, berwarna putih dengan panjang 6-8 cm dan diameter
4-5 cm, sekresi cervix sedikit dengan konsistensi kental. Kondisi otot dan ukuran
cervix sangat dipengaruhi oleh perubahan hormonal (Morel 2002).
Vagina
Fungsi utama vagina selain sebagai tempat ekspulsi urine saat miksi
adalah sebagai organ kopulatoris. Vagina juga berfungsi sebagai perlindungan
pertama dan membersihkan saluran reproduksi dengan cara mengatur kondisi
pH asam dan netral dengan sekresi bakterisidal yang berasal dari cervix. Vagina
tidak memiliki kelenjar kecuali pada bagian cranial dari bibir vulva terdapat
kelenjar sekresi yang merugikan bersifat spermasidal. Jika sekresi mengenai sel
epitel vagina dan menempel pada lapisan mukosa akan merusak sperma (Morel
2002).
Pada sapi dan kuda cervix menonjol kearah anterior vagina dan
membentuk kripta atau kantung yang besar yang disebut dengan fornix vaginae.
Anterior vagina memiliki sel-sel epitel kolumnar yang dapat mensekresikan cairan
vagina dan posterior vagina memiliki sel-sel epitel squamous berlapis.

Gambar 5. CF = Cervical fold, FV= Fornix vaginae (Senger 1999).

Pada kuda normal lantai vagina akan terletak dibagian ischium pelvis.
Dindingnya melipat kedalam membentuk vestibular seal. Hymen jika masih ada,
juga berhubungan dengan vestibular seal ini dan membagi vagina menjadi dua
bagian yaitu vagina bagian anterior (cranial) dan bagian posterior (caudal).
Vagina kuda mempunyai panjang 18-23 cm dan diameter 10-15 cm.

Pada

bagian dalam tubuh vagina diselimuti oleh peritoneum dan dikelilingi jaringan ikat
longgar, lemak dan buluh darah (Morel 2002).

Vulva
Vulva merupakan organ paling luar dalam saluran reproduksi. Bagian
dalam dilapisi membran mukous dan berhubungan dengan vagina. Bagian atas
vulva (dorsal comissure) berjarak 7 cm dari anus, sedangkan bagian bawah
(ventral comissure) terdapat clitoris (Morel 2002).
Morel (2002) dan Senger (1999) menyatakan bahwa daerah longgar yang
mengelilingi anus dan vulva dan menutupi bagian pelvic disebut dengan
perineum.

Perineum bagian luar merupakan area kulit berpigmen dengan

kelenjar keringat dan kelenjar sebaceous disertai saraf dan pembuluh darah dan
diasosiasikan sebagai kulit kuda. Pada kuda bentuk perineum penting secara
klinis karena akan melindungi saluran reproduksi dari masuknya udara luar
(vulval seal). Kelainannya mengakibatkan kuda betina menderita pneumovagina
atau Vaginal winds sucking, dimana udara dengan mudah keluar masuk vagina
disertai bakteri yang akan menyerang cervix seperti contagious equine metritis
(CEM) atau penyakit kelamin lainnya (Morel 2002).

Tabel 1 Perbandingan ukuran organ reproduksi sapi, domba, babi dan kuda
Organ

Sapi

Domba

Babi

Kuda

1. Tuba Falopii

25

15-19

15-30

20-30

cornua

35-40

10-12

40-65

15-25

corpus

2-4

1-2

5

15-20

20-120

88-96

-

-

panjang

8-10

4-10

20

7-8

diameter

3-4

2-3

2-3

3,5-4

25-30

10-14

10-15

20-35

2. Uterus

caruncula
3. Cervix

4. Vagina
panjang

(Hafez 1987 dalam Manan 2001)

Siklus Berahi
Siklus ovulasi kuda terjadi pada kuda yang telah masuk dalam masa
pubertas (10-24 bulan) dengan masa estrus 4-5 hari dan diestrus 16 hari Morel
(2002).

Sedangkan menurut Hafez dan Hafez (2000) rata-rata siklus estrus

terjadi selama 21 hari, terdiri dari 14 hari diestrus (fase luteal) dan 7 hari estrus.
Periode estrus pada kuda bervariasi antar individu, dipengaruhi oleh musim dan
umur. Periode estrus lebih panjang pada saat transisi awal dan akhir musim
kawin serta pada kuda betina yang berumur lebih tua. Selama estrus vulva
membesar dan membengkak, warnanya berubah menjadi merah scarlet atau
oranye, basah, mengkilat dan dilapisi oleh mukus transparan.

Vaskularisasi

mukosa vagina meningkat disertai akumulasi mukus cairan tipis dalam vagina
(Hafez & Hafez 2000).

Durasi estrus bervariasi dari tiap individu dan pada tiap

siklus estrus dari kuda betina yang sama.
menurut Hafez dab Hafez

Durasi estrus pada kuda betina

(2000), disebabkan oleh beberapa faktor seperti,

ovarium terbungkus oleh lapisan serous, folikel harus bermigrasi terlebih dahulu
ke fossa ovulatoris untuk ruptur, ovarium kurang sensitif terhadap FSH sehingga
folikel preovulatori membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk membesar atau
jumlah LH yang lebih rendah dari FSH sehingga ovulasi tertunda.

Membran teka
Stroma
Sel granulosa
Kumulus
ophorus

Folikel
primordial

Liquor
foliculi

Kapsula
fibrosus
Oogonium

Oosit primer
Corpus
luteum

Fossa ovari
Sel epitelia

Gambar 6 Perkembangan folikel dan ovulasi pada ovarium (Morel 2002).
Kebanyakan ovulasi menurut Hafez dan Hafez (2002) terjadi pada hari ke
3, 4 atau 5 estrus, 24 hingga 48 jam sebelum akhir perilaku estrus atau 24-36
jam sebelum akhir estrus (Morel 2002). Folikel yang telah ruptur bisa dipalpasi
24 jam setelah ovulasi. Corpus luteum muncul dengan ukuran mencapai 1/2
hingga 3/4 kali ukuran folikel pada saat ovulasi dan akan mencapai ukuran
maksimal 14 hari dimana sel-sel luteal membesar dan memiliki vakuola
peripheral. Perpanjangan waktu keberadaan corpus luteum secara spontan
biasa terjadi, diikuti dengan aktifitas folikuler tanpa adanya tanda-tanda estrus
untuk periode 2-3 bulan.

Corpus luteum yang gagal regresi pada waktunya

bertahan selama 2 bulan (Hafez & Hafez 2000).
Kuda betina memiliki periode kebuntingan 315-360 hari (Hafez & Hafez
2000) atau 11 bulan (Morel 2002). Periode kebuntingan pada kuda dipengaruhi
oleh ukuran induk, genotipe fetus dan tahap musim kawin saat fertilisasi (Hafez
& Hafez 2000).

MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan Rumah Potong Hewan (RPH) khusus kuda milik
Bapak Subar dan Bapak Lasiman di desa Segoroyoso, kecamatan Plered,
kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan Mei sampai dengan
Juli 2004.
Materi penelitian
Objek utama dalam studi ini adalah organ reproduksi kuda betina yang
tidak bunting, sudah selesai involusi uteri dan tidak mengalami gangguan
reproduksi, sebanyak 23 ekor berumur 3-4 tahun dengan berat berkisar antara
150 sampai 200 kg. Peralatan yang digunakan antara lain scalpel, gunting, arteri
clamp, jangka sorong, taplak plastik, baki, meteran dan timbangan.
Metodologi
Organ reproduksi betina yang diperoleh segera setelah pemotongan
dipisahkan dari jaringan lain, kemudian disusun sesuai dengan posisi normal
dalam tubuh. Pengamatan dilakukan meliputi inspeksi, palpasi dan pengukuran
masing-masing organ.

Pengukuran panjang dan diameter dilakukan untuk

uterus, tuba Fallopii, cervix dan vagina, sedangkan untuk ovarium pengukuran
dilakukan terhadap diameter dan berat.
Inspeksi. Organ reproduksi yang sudah tersusun rapi diinspeksi untuk
melihat apabila ada kelainan seperti pembengkakkan atau perlukaan pada
jaringan dan kelainan-kelainan lainny a (Omar 1997).
Palpasi. Setelah diinspeksi kemudian dilakukan palpasi organ dimulai
dari vulva, vagina, hingga ovarium untuk mengetahui konsistensi dan adanya
pengerasan (Omar 1997).
Pengukuran. Bagian-bagian organ reproduksi betina meliputi ovarium,
saluran reproduksi tuba Fallopii, uterus, cervix dan vagina diukur dengan metode
Hafez

(1987;

1993).

Panjang

masing-masing

organ

diukur

dengan

menggunakan tali meteran kain dengan satuan sentimeter. Sedangkan untuk

mengukur diameter organ digunakan jangka sorong dengan satuan terkecil
milimeter, kemudian hasil pengukuran dikonversikan kedalam satuan sentimeter.
Panjang vagina diukur mulai dari batas vulva sampai bagian sebelum
cervix (anterior).

Panjang cervix diukur mulai dari ujung cervix berbatasan

dengan corpus sampai dengan ujung cervix yang menonjol pada vagina.
Diameter cervix diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah.
Pengukuran corpus uteri dilakukan pada tiga tempat yang berbeda.
Bagian corpus yang berhadapan langsung dengan cornua (awal), bagian tengah
corpus (tengah) dan bagian corpus yang berhubungan dengan cervix (akhir).
Panjang cornua kanan dan kiri diukur mulai dari bagian cranial cornua
yang berhubungan dengan tuba Falopii sampai ke caudal cornua berbatasan
dengan corpus uteri. Diameter cornua diukur pada tiga bagian yang berbeda
yaitu, diameter bagian cornua dekat corpus (awal), bagian tengah cornua
(tengah) dan bagian cornua dekat tuba Falopii (akhir)
Panjang tuba Falopii diukur menggunakan benang untuk mengikuti
lekukan-lekukan.

Bagian tuba Falopii yang diukur panjangnya antara lain

isthmus mulai dari ujung tuba Falopii yang berlekatan dengan cornua sampai
dengan bagian tuba Falopii yang mulai membesar (ampula). Sedangkan ampula
diukur mulai dari awal pembesaran sampai dengan ujung yang berlekatan
dengan corong (infundibulum).
Diameter ovarium kanan dan kiri masing-masing diukur pada tiga bagian
berbeda yaitu, bagian yang berdekatan dengan tuba Falopii (awal), bagian
tengah (tengah), dan bagian ovarium yang berhubungan dengan ligame nt
penggantung (akhir). Selanjutnya ovarium dibersihkan dari jaringan lain yang
melekat. Kemudian ditimbang beratnya dengan alat timbang bersatuan gram.
Analisis Data. Hasil pengukuran yang telah didapat kemudian dianalisa
untuk mencari nilai rata-rata dan standar deviasi. Panjang, diameter dan berat
ovarium kanan dan kiri dibandingkan dengan menggunakan uji beda dua nilai
tengah (Uji t-Student). Karena kuda yang dibandingkan uji amatan dari kuda
yang sama, maka uji yang digunakan adalah Uji t-Student untuk amatan
berpasangan (Walpole 1995).

Uji t-Student untuk amatan berpasangan.

Hipotesis :
H0 : µD = 0 atau µ1 − µ2 = 0
H1 : µ D ≠ 0 atau µ1 − µ 2 ≠ 0

Nilai statistik uji :

d −0

t=

sd

; v = n −1

n

Wilayah kritik (wilayah penolakan Ho) :
t < −tα

2

dan t > tα 2

, atau : P − value < 0 .05

P-Value = peluang menerima H0
jadi bila P-Value < 0.05 maka berbeda nyata,
dan bila P-Value > 0.05 maka tidak berbeda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Rumah Potong Hewan Khusus Kuda di Yogyakarta
Rumah potong hewan (RPH) untuk kuda, yang terdapat di desa
Segoroyoso, kecamatan Plered, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
(Gambar 7) merupakan RPH milik pribadi yang dikelola secara mandiri. Pada
desa tersebut terdapat dua buah RPH milik Bapak Subar (RPH I) dan Bapak
Lasiman (RPH II) dengan frekuensi pemotongan RPH I, 1-2 ekor sehari
sedangkan RPH II, 4-5 ekor perhari. Total jumlah pemotongan hewan setiap hari
antara lima sampai dengan tujuh ekor kuda dengan ratio jantan dan betina 1.2:1.
Jumlah ini bisa meningkat pada saat musim liburan tiba.

Gambar 7 Lokasi RPH di desa Segoroyoso.
Rumah Potong Hewan kuda diawasi oleh dokter hewan dan pemotongan
dilakukan sesuai dengan syariat Islam oleh seorang modin. Kedua lahan Rumah
Potong ini memiliki bangunan tempat pemotongan dan kandang penampungan
yang terpisah serta lahan penanaman pakan yang letaknya tidak jauh dari
bangunan tempat tinggal pemiliknya. Dari kedua jagal tersebut dalam satu bulan
jumlah kuda yang dipotong rata-rata 90-120 ekor. Kuda berasal dari Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat lewat pedagang kuda. Tiap kuda yang datang ditampung
dan diberi pakan terlebih dahulu untuk memastikan kuda yang akan dipotong

dalam keadaan sehat dan gemuk dengan body condition score (BCS) 3 pada
skala 1-5 (1: sangat kurus, 5: sangat gemuk) (Putro 2003).

Gambar 8 Kuda-kuda yang datang ke RPH milik H. Lasiman untuk di potong
Jumlah pemotongan kuda ditentukan berdasarkan pesanan dari para
pelanggan, yaitu pedagang daging kuda dari kota Yogyakarta, Solo, Magelang
dan Semarang. Para pembeli daging kuda ini disebut ”bakul”, untuk membeli
daging kuda mereka datang langsung ke RPH. Pemotongan hewan dilakukan
pada sore hari antara jam 16.00- 18.30 WIB. Pada hari kerja antara senin dan
jumat, rata-rata pemotongan hewan antara empat sampai lima ekor kuda
sedangkan hari sabtu dan minggu biasanya lebih ramai sehingga pemotongan
hewan bisa mencapai enam sampai tujuh ekor.
Seluruh hasil pemotongan RPH kuda ini dimanfaatkan oleh pemilik RPH
secara optimal mulai dari kulit, daging, jeroan sampai dengan tulang. Tulang
kuda direbus, dikeringkan dan dibuat tepung tulang. Kulit kuda dikumpulkan dan
dibentangkan serta diberi garam secara berlapis. Konsumen seperti pengerajin
kulit umumnya datang untuk mengambil kulit tersebut setelah mencapai jumlah
tertentu. Jeroan kuda biasanya dijual di pasar lokal yogyakarta dan sekitarnya.
Mereka juga membuat dendeng dan abon untuk pesanan khusus.
Rumah Potong Hewan khusus kuda ini diawasi oleh seorang petugas dari
Dinas Peternakan, akan tetapi pengawasan lebih dititik beratkan pada keamanan
dan kesehatan produk hasil pemotongan.

Sehingga pada saat pengambilan

sampel ditemukan 17.4% uterus dalam keadaan bunting dan 4.35% dalam
keadaan post partus.

Dari kuda dengan berat 150-200 kg didapatkan organ

reproduksi seberat 2-3 kg.

Gambar 9 Penampungan kuda di RPH khusus Kuda.

Anatomi Organ Reproduksi Betina
Tabel 2 Morfometri bagian-bagian saluran reproduksi kuda betina lokal
Organ Reproduksi
Vagina
Cervix
Corpus

Cornua

Tuba Falopii

Ovarium

Hasil Pengukuran

Pustaka

Panjang

23.500 ± 3.182 cm

18-23 cmb

Panjang

7.333 ± 1.723 cm

7-8 cma

Diameter

3.609 ± 0.588 cm

3.5-4 cma

Panjang

14.583 ± 0.717 cm

15-20 cma

Panjang

11.860±1.511 cm

15-25 cma

3.700 ± 0.641 cm

4-6 cmb

3.030 ± 0.394 cm

-

2.360 ± 0.646 cm

1-2 cmb

22.717 ± 1.168 cm

20-30 cma

awal

1.724 ± 0.487 cm

-

tengah

2.307 ± 0.589 cm

-

akhir

1.775 ± 0.574 cm

-

Diameter

Panjang
Diameter
Berat

22.883 ± 8.208 g

40-80 ga

a. Hafez dan Hafez (2002), b. Morel (2002)

Ovarium
Bentuk ovarium tampak seperti ginjal atau kacang disertai lekukan
dibagian tengah.

Menurut McDonald (1989) ovarium kuda berbentuk seperti

ginjal (ovoid) akibat adanya suatu lekukan yang dis ebut Fossa Ovulatoris.
Sedangkan Sisson (1975) menggambarkan ovarium berbentuk seperti kacang
(bean-shaped) dan ukurannya lebih kecil dari testis.

Ligament Utero-ovarian

melekatkan ovarium terhadap uterus. Ukuran ovarium bervariasi, secara normal
hewan muda memiliki ovarium dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan
hewan yang sudah tua dan salah satu ovarium lebih besar dari ovarium lainnya
(Sisson 1975).

b
a

c

Gambar 10. a ) Utero-ovarian ligament, b) Corpus luteu m, c.) Ovarium
Diameter ovarium di bagian awal 1.72±0.49 cm, bagian tengah 2.31±0.59
cm dan bagian akhir 1.78±0.57 cm dengan berat ovarium 22.88±8.21 g. Berat
ovarium kuda lokal ini sangat kecil bila dibandingkan dengan laporan Hafez
(1987) dan Sisson & Grossmart (1975) yang menyatakan bahwa berat ovarium
kuda mencapai 40-80 g, maka ukuran ovarium kuda lokal cenderung lebih kecil.
Perbedaan ini terjadi mengingat ukuran kuda-kuda lokal yang lebih kecil (150200 kg) dibandingkan dengan kuda luar negeri (400-500 kg). Selain itu faktorfaktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran ovarium kuda lokal dengan kuda
luar negeri antara lain perbedaan ras, kualitas pakan yang diberikan, dan
manajemen pemeliharaan terhadap kuda. Selain itu pada kuda betina diluar
negeri memiliki periode musim kawin, dimana pada saat tersebut ukuran ovarium
dapat mencapai dua kali lipat ukuran normal (Morel 2002).
Dengan menggunakan Uji beda dua nilai tengah (Uji t-Student)
didapatkan ukuran ovarium kanan dan kiri tidak berbeda nyata (P>0.05), baik
diameter maupun beratnya. Perbandingan berat ovarium kanan dengan ovarium
kiri tidak berbeda nyata (P>0.05), walaupun perbandingan nilai rata-rata
keduanya cukup berbeda karena memiliki variasi ukuran

yang sangat lebar.

Secara individual perbedaan besar ovarium kanan dan kiri bervariasi. Hal ini
dapat terjadi karena ovarium yang aktif pada tiap individu berbeda-beda.

Tabel 3 Morfometri ovarium kuda
Rata-rata Ovarium

Pengukuran
Rataan

Kanan

Kiri

Diameter awal
tengah
(cm)
akhir

1.72±0.49

1.75±0.63

1.70±0.31

2.31±0.59

2.31±0.72

2.30±0.45

1.78±0.57

1.84±0.65

1.71±0.51

Berat (g)

22.88±8.21 23.59±9.44 21.60±5.15

tn

Ket = ( ) : tidak nyata pada taraf 5%
Perbedaan besar ovarium kanan dan kiri bervariasi pada tiap individu.
Hal ini dapat terjadi akibat aktifitas ovarium pada tiap individu berbeda-beda.
Pada umumnya ovarium lebih besar saat estrus berlangsung dari pada saat
anestrus, terutama saat hadirnya folikel yang matang (McDonald & Pineda 1989).
Pernyataan ini didukung oleh Morel (1999) yang menyatakan bahwa ovarium
yang tidak memiliki folikel berukuran panjang 2-4 cm dan lebar 2-3 cm, dan akan
membesar hingga mencapai panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm akibat adanya
perkembangan folikel.

Tuba Fallopii
Tuba

Fallopii tampak melekat pada suatu jaringan ikat yang

menghubungkan bagian tuba dengan ovarium dan sisi lateral cornua uteri.
Bentuknya berliku-liku dengan diameter yang semakin membesar mulai dari
isthmus dekat cornua hingga infundibulum (Senger 1999).

Tuba Falopii

Ligamentum

Gambar 11 Tuba Fallopii.

Hasil penelitian menunjukkan panjang total tuba Fallopii adalah
22.72±1.17 cm, dengan panjang bagian isthmus 9.48±0.97 cm, ampula
9.33±0.82 cm, dan infundibulum 3.92±0.39 cm ( Tabel 2). Diameter tuba Fallopii
yang sangat kecil (2-3 mm) pada bagian dekat ujung cornua dan membesar pada
bagian yang dekat dengan ovarium dapat mencapai (4-8 mm). Panjang tuba
Fallopii ini hampir sama dengan yang dilaporkan

oleh Sisson & Grossmart

(1975) dan Hafez (1987), yaitu antara 20-30 cm. Namun hasil ini lebih pendek
dibandingkan dengan laporan Morel (1999), yaitu antara 25-30 cm. Diameter
tuba Fallopii pada kuda penelitian ini hampir sama dengan laporan Morel (1999)
yaitu 2-5 mm pada bagian dekat cornua dan membesar hingga 5-10 mm pada
bagian dekat ovarium.
Tabel 4 Morfometri tuba Fallopii
Panjang (cm)

Organ

Ujung

Isthmus

9.483±0.973

Ampula

9.333±0.824

Infundibulum

3.917±0.393

Tuba Falopii

22.717±1.168

tuba

Fallopii

yang

berdekatan

dengan

ovarium

disebut

infundibulum, yaitu suatu corong terbuka dengan tepi melebar tidak beraturan
membentuk fimbrae dan sebagian melekat pada fossa ovulatoris. Fimbrae akan
menarik dan menangkap ovu m yang diovulasikan lewat fossa ovulatoris
kemudian masuk kedalam tuba melalui pintu yang disebut ostium abdominale
tubae uterine (Senger 1999) Tuba Falopii ditutupi suatu lapisan peritoneal, yang
berasal dari lapis lateral broad ligament dan membentuk mesosalphinx.
Seluruhnya menutupi bagian lateral ovarium dan membentuk suatu kantong
disebut bursa ovari.

Utero Tubal Junction
Utero tubal junction merupakan ostium uterinum tubae atau pintu yang
menghubungkan tuba dengan cornua uterus dengan kemampuan ber konstriksi
akibat tingginya konsentrasi sel otot sikuler miometrium.

Ovum yang telah

difertilisasi pada tuba Fallopii akan berjalan melalui penghubung ini untuk

kemudian berimplantasi di uterus. Ovum yang tidak difertilisasi akan ditinggalkan
di tuba Fallopii dan kemudian berdegenerasi secara gradual (Morel 2002).

Gambar 12 Utero tubal junction.

Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang terletak di ruang abdominal dan
sebagian mengisi rongga pelvis bersama vesica urinaria dan rektum.

Seperti

pada ternak betina lainnya uterus kuda dibagi menjadi cornua (tanduk), corpus
(badan) dan cervix uteri (leher rahim). Uterus kuda memiliki bentuk mirip huruf
‘Y’ dan dikenal dengan tipe uterus simpleks bipartitus, yaitu uterus dengan dua
cornua yang berukuran pendek (Senger 1999). Pada saat bunting salah satu
cornua akan membesar akibat adanya perkembangan fetus sedangkan pada
saat post partus uterus akan tampak membesar dan bentuknya menjadi tidak
beraturan sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran (Gambar 14).

a

b

Gambar 13 a. Uterus bunting

b. Uterus post partus.

Hasil pengamatan menunjukkan panjang cornua uteri 11.86±1.51 cm dan
diameter pada bagian awal 3.70±0.64 cm, tengah 3.03±0.39 cm, dan akhir
2.36±0.65 cm. Panjang cornua hasil penelitian ini lebih pendek dibandingkan
cornua uteri kuda luar yang dapat mencapai 15-25 cm (McDonald & Pineda

1989). Selain lebih pendek diameter cornua uteri juga lebih kecil dibandingkan
kuda luar yang dapat mencapai 4-6 cm.

Tabel 5 Morfometri uterus
Organ Reproduksi

Panjang (cm)
awal

Cornua

11.86±1.51

Corpus

14.58±0.72

Cervix

Diameter (cm)
3.70±0.64

tengah

3.03±0.39

akhir

2.36±0.65

awal

3.94±0.71

tengah

4.62±0.88

akhir

4.90±0.98

7.33±1.72

3.61±0.59

Corpus uteri memiliki panjang 14.58±0.72 cm dan berdiameter 3.94±0.71
cm pada bagian dekat cornua, 4.62±0.88 cm pada bagian tengah, dan 4.90±0.98
cm pada bagian pangkal dekat cervix.

Ukuran corpus ini lebih kecil bila

dibandingkan dengan hasil yang dikemukakan oleh Morel (2002) dan Sisson &
Grossmart (1975) bahwa corpus uteri kuda memiliki panjang 18-20 cm dengan
diameter rata-rata 8-12 cm.

f
b

d

e

g

c

h
a
Gambar 14. Organ reproduksi kuda betina (a. Ovarium, b. Cornua, c. Tuba
Falopii, d. Corpus, e. Cervix, f. Vesika Urinaria, g. Vagina, h. Vulva).

Cervix
Cervix uteri ke caudal bergabung dengan vagina. Secara external cervix
tidak dapat terlihat dengan jelas akan tetapi dapat teraba melalui dinding vagina.

Konsistensi cervix kuda berbeda dibandingkan sapi dan domba, lebih lunak, hal
ini disebabkan pada bagian dalam cervix

tidak terdapat cincin-cincin seperti

yang biasa ditemukan pada sapi dan domba. Pada saat estrus cervix akan
berwarna merah muda, dan dengan spekulum akan terlihat menonjol kearah
vagina (Senger 1999).

Gambar 15 Cervix.
Hasil penelitian menunjukkan panjang cervix 7.33±1.72 cm dengan
diameter 3.61±0.59 cm. Panjang cervix dari permukaan luar mencapai 7-8 cm
dan diameter bagian luar 3.5-4 cm (McDonald dan Pineda 1989).

Vagina

Gambar 16 Vagina bagian dalam.
Beberapa literatur memberikan informasi yang berbeda-beda mengenai
panjang vagina.

Menurut Morel (2002) vagina kuda yang terletak dibagian

ischium pelvis mempunyai panjang 18-23 cm. Menurut Hafez (1987) panjang

vagina berkisar antara 20-35 cm.

Sedangkan menurut Sisson & Grossmart

(1975) vagina memiliki panjang 15-20 cm. Dan dari hasil pengukuran didapatkan
panjang vagina, yaitu 23.50±3.39 cm. Dindingnya melipat kedalam membentuk
vestibular seal. Di dorsal vagina berhubungan dengan rectum, diventral dengan
urethra dan vesica urinari dan lateral dengan dinding pelvis (Sisson & Grossmart
1975).
Karakteristik

organ

reproduksi

kuda

memiliki

ciri-ciri

yang

membedakannya dengan ternak lain, seperti bentuk ovarium kuda yang seperti
ginjal dengan suatu legokan (fossa ovulatoris), struktur cortex dan medula
ovarium kuda yang terbalik (cortex didalam, medula diluar), perkembangan
corpus luteum yang tidak menonjol keluar melainkan berpenetrasi kedalam
sehingga sulit untuk diraba saat palpasi perektum, dan tipe uterus yang disebut
tipe bipartitus (Senger 1999). Kuda lokal Indonesia memiliki perbedaan ukuran
dengan kuda yang berasal dari luar negeri, dimana beberapa organ reproduksi
kuda lokal seperti ovarium, cornua dan corpus uteri berukuran lebih kecil.
Sedangkan ukuran tuba Falopii, cervix dan vagina kuda lokal memiliki ukuran
yang relatif sama dengan kuda luar negeri.

KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dil